Namanya Imar Mulyani. Semua orang menyebutnya Sang Peramal. Dia sering muncul tiap akhir tahun di TV, membacakan nasib-nasib yang tertera pada kartu-karu Tarot-nya.Bencana alam, skandal artis atau pejabat, semua yang buruk-buruk, pokoknya. Yang bisa membuat seluruh Indonesia heboh.
Para kliennya, baik yang terkenal maupun orang biasa, memiliki satu kesamaan: punya rahasia kelam. Ketika suatu hari Imar mendadak hilang, di tengah-tengah jamuan makan malam yang dia selenggarakan, siapa lagi yang harus disalahkan kalau bukan salah satu dari mereka?
Chandra Bientang was born in Jakarta on February 17, 1989 and she has lived in Bekasi, Muntilan, and Bogor, before returning to Jakarta. She studied philosophy at the University of Indonesia, enrolling in 2007 and graduating in 2013.
She published her first novel in 2019, an urban thriller entitled Dua Dini Hari, with Noura Publishing (Mizan Group). In that same year, her short story Anak Kucing Leti (Leti's Kitten) was selected for the Emerging Writers Program at the Ubud Writers & Readers Festival, organized by the Mudra Swari Saraswati Foundation. It was then translated into English and published at the festival, along with other Emerging Writers and established Indonesian authors in the book Karma: A Bilingual Anthology of Indonesian Writings.
Her works focus on current social issues. Her novel Dua Dini Hari is about the murders of street children in Jakarta, highlighting the injustices and inequalities of a system that does not often humanize street children and marginalized people. Her short story Anak Kucing Leti tells the story of an abortion midwife's daughter who finds solace in her kitten. The story was inspired by Chandra’s frustration over the stereotypes and stigmas that still plague women, especially in Indonesia.
She accepted 2022 IKAPI Awards for "Rookie of the Year" at the opening of Indonesia International Book Fair (IIBF).
A.J. Marsden dan William Nesbitt melalui tulisannya di Psychology Today mengungkapkan bahwa penolakan terhadap ramalan muncul karena ia dianggap lekat dengan dunia magis. Tak jarang, orang menyebut ramalan sebagai takhayul dan eksentrik.
Meskipun terlihat tak masuk akal, tak bisa ditampik fakta bahwa banyak orang suka ramalan. Seorang psikolog dari University of Wisconsin, Margaret Hamilton, yang mengatakan bahwa ramalan-ramalan di surat kabar itu ditulis sebagai “tempat pelarian” dari keruwetan hidup. Tak heran jika perkara ramal-meramal tetap dirasa memikat.
Hal pro kontra itulah yang juga menjadi landasan cerita dari Sang Peramal, karya kedua dari Chandra Bientang yang juga kembali mengisi lini 'Urban Thriller' keluaran Noura Books setelah novel sebelumnya 'Dua Dini Hari.' Tentunya, agak sedikit berbeda dengan yang sebelumnya, karena di sini sang penulis lebih memberikan tanda tanya di otak pembaca.
Begitu banyak rahasia yang disembunyikan dari peristiwa menghilangnya Irma Mulyani, peramal tersohor saat menjamu tamunya di acara makan bersama di rumahnya. Para tamu itu terdiri dari mereka yang pernah diramal oleh Irma dan tersentak dengan kehebatan Irma bisa membaca mereka melalui kartu tarot, yang bersinggungan dengan rahasia mereka. Lalu tiba-tiba Irma menghilang. Entah bingung, cemas, atau justru senang dengan kehilangan orang yang mengetahui rahasia mereka. Setidaknya sampai setahun kemudian saat Yasmin anak perempuan sang peramal muncul dan mengorek rahasia-rahasia tersebut.
Dibandingankan dengan unsur thriller, novel ini lebih banyak menyajikan unsur misterinya. Pembaca diajak untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan Irma, siapa di antara tamu yang bertanggung jawab atas hilangnya? Dari mana asal uang yang disimpan di bawah tempat tidur Irma? Seperti apa masa lalu Irma? Dan apa sebenarnya rahasia yang disembunyikan setiap karakter yang ada di cerita itu? Termasuk bertanya-tanya tentang Yasmin, mengapai ia baru muncul setahun kemudian dan mengapa tidak ada orang yang tahu kalau Irma punya anak bernama Yasmin.
Ada pria bule tuli asal Australia, ada penjual kedai nasi dan minuman, ada tetangga mantan agen properti dan anaknya, ada pacar dari anak si agen properti yang mencurigakan, sampai seorang pria renta penjual kendi, yang sibuk didatangi sang anak perempuan sang peramal. Karakter-karakternya diperkenalkan sang penulis melalui bab-bab yang dituliskan tanpa ada karakter hitam dan putih. Semuanya bermasalah.
Sementara itu, plotnya dibangung dengan perlahan dengan deskripsi yang detail terkait karakter dan semua kejadian-kejadian yang menggambarkan latar belakang para karakter. Yang akhirnya bermuara dengan rahasia-rahasianya, dan apa yang mereka ketahui tentang malam menghilangnya Irma. Namun buat yang tidak menyukai cerita tipikal slowburn, mungkin banyak yang tidak sabar dengan semua deskripsi tersebut.
Ada karakter yang tak terjelaskan, lantaran mereka hadir di malam menghilangnya Irma, namun tidak dihadirkan saat Yasmin datang setahun kemudian dengan alasan sudah pindah. Tidak dijelaskan kenapa pindahnya, yang kemudian menjadi pertanyaan: apa mereka tahu sesuatu tentang kejadian Irma atau tidak tidak sama sekali. Sehingga Yasmin memilih fokus dengan orang yang bisa ia temui saja untuk memecahkan misteri tersebut, padahal bisa saja Yasmin meminta kesaksian orang yang pindah itu lewat telepon.
Salah satu keunikan Chandra selain memasukkan argumentasi sosial adalah membangun atmosfer dari kisah ini. Mengambil beberapa kawasan di Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, dan sekitarnya yang entah digambarkan kelam. Nuansa lokalnya kental dari 'suara' yang dituturkan penulis dan menjadi khas tersendiri.
Imar Mulyani adalah sosok yang dikenal sebagai 'Sang Peramal'. Kliennya beragam, mulai dari orang kampung biasa hingga pejabat yang rela jauh-jauh datang dari kota. Ramalan Imar selalu berhasil membuat satu Indonesia heboh, mulai dari bencana alam, skandal, dan semua yang buruk-buruk. Terlebih lagi, ramalan Imar selalu berhasil membuatnya mengungkap rahasia kelam yang disimpan oleh para kliennya. Namun, suatu hari, Imar menghilang di tengah-tengah jamuan makan malam di rumahnya, dan sejak saat itu dia tidak pernah ditemukan lagi.
Setahun kemudian, seorang perempuan bernama Yasmin muncul dan mengaku sebagai anak Imar. Dia berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya dan mengharapkan bantuan orang-orang di kampung tempat ibunya tinggal. Tetapi, apakah betul orang-orang itu bisa dipercaya?
Sejak pertama kali membaca karya penulis yang berjudul 'Dua Dini Hari', aku jatuh cinta dengan gaya penulisannya. Mengalir lancar dan enak dibaca. Meski agak lambat di beberapa bagian, tapi penulis mampu menyebarkan misteri dan menjaga tensi ketegangan sehingga buku ini tidak membosankan saat dibaca. Tiap-tiap tokoh punya porsinya sendiri-sendiri yang sangat pas sehingga tidak ada yang terlalu overpowering dan membuat tokoh lain terabaikan.
Misteri yang disuguhkan sangat mind-blowing. Semua dimulai dari hal yang tampak kecil, remeh, sepele, tetapi ujung-ujungnya semua tidak sesimpel kelihatannya. Benang merahnya begitu halus di tengah kompleksitas misterinya. Aku tidak bisa dengan mudah menebak siapa penjahat sebenarnya, atau apa yang sebenarnya terjadi karena semuanya begitu mencurigakan, termasuk Imar sendiri. Tetapi, begitu dipaparkan di bagian akhir, semuanya bisa langsung terasa nyambung dan bisa dengan mudah dipahami. (Yah, kadang ada buku dengan genre sejenis yang meski sudah dipaparkan penyelesaian misterinya, tapi tetap saja kurang bisa dipahami--atau aku yang bolot? 😂)
Untuk latar ceritanya, menurutku sedikit kurang sesuai dengan deskripsi blurb di belakang kover. Awalnya aku membayangkan cerita akan dibangun dengan latar yang penuh kemewahan, mengingat Imar ini orang terkenal dan kliennya juga banyak yang berasal dari kalangan atas. Belum lagi desain kovernya yang juga tampak mewah. Juga, aku membayangkan akan banyak adegan Imar meramal nasib kliennya di sini, tetapi rupanya tidak sebanyak itu. Cerita justru lebih difokuskan pada kehidupan Imar berikut kesehariannya. Tetapi karena penceritaannya bagus, aku sama sekali tidak masalah dengan sedikit miss di sini.
Kayaknya aku nemu satu penulis favorit lagi, hehehe. Definitely will be waiting for more from Kak Chandra Bientang! ❤️🤩
Aku bingung setelah menyelesaikan buku ini... sebenarnya gimana, sih? Wkwkwkwk mixed feeling, tapi suka. Gaya nulisnya so impressive. Nggak perlu diragukanlah ya. Diksinya oke. Karakterisasinya berlapis. Cerita atau plotnya sendiri bukan sesuatu yang cocok di aku, tapi pengemasannya captivating.
Kalian percaya nggak dengan ramalan-ramalan tentang diri kalian yang datangnya dari manusia? Aku sendiri termasuk yang nggak percaya 😅, tapi penasaran aja rasanya diramal itu gimana, just for fun 🤭🤭
Nah, dibuku Sang Peramal ini diceritain tentang seorang peramal bernama Imar yang terkanal banget! Beritanya dimana-mana, sering masuk TV, kliennya juga banyak orang penting. Pokoknya semua warga kampung tahu deh siapa Imar, dan pasti pernah diramal sama dia.
Out of nowhere dia menghilang saat lagi ngadain kumpul-kumpul dirumahnya sendiri. Lebih mengejutkannya lagi setahun kemudian ada yang mengaku sebagai anaknya Imar bernama Yasmin datang untuk mencari tahu Imar. Apakah beneran hilang? Masih hidup? Kejadiannya bagaimana?
Aku sempat DNF buku ini tahun lalu. Tapi akhirnya lanjutin tahun ini. Entah kenapa susah untuk masuk ke dalam ceritanya. Mungkin dari narasinya yang di awal-awal kelewat detail nyeritain setiap tokoh yang tinggal di kampung itu. Note aja dari aku kalau ini alurnya slow 😅
Aku lanjutin terus karena premisnya menarik. Ide ceritanya sangat menjanjikan. Aku beneran kepo kenapa imar itu hilang. Satu-satu dikupas. Berbagai pertanyaan mulai muncul saat Yasmin menanyai semuanya. Bahkan banyak sekali yang ditutup-tutupi.
80an halaman terakhir baru alurnya menanjak cepat. Plot twist pun turut berdatangan. Rahasia bu meli si ratu properti, rahasia si phil bule yang tinggal di sama, rahasia bu nik si paling jago meracik minuman, rahasia pak pram si pedagang. Rahasia mereka bermacam-macam tapi ternyata ada benang merahnya.
Aku suka karena plot twistnya itu berhubungan antara setiap tokoh dan berlapis-lapis! Tapi tetap ada beberapa bagian yang masih menimbulkan tanda tanya 🤔. Terutama soal Yasmin sendiri. Aku pikir sudah lengkap, namun bagian Yasmin di halaman terakhir cukup menggantung. Namun masalah mengapa imar hilang ini terjawab ya 😅
At the end, apa yang Imar lakukan selama ini nyatanya berbanding terbalik dengan yang banyak orang pikirkan.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan buku ini, aku bisa kasih 3/5🌟
Sang Peramal merupakan buku misteri thriller who-dunnit yang mengangkat isu pelanggaran hukum yang terjadi di negara kita.
Imar adalah seorang peramal kartu tarot biasa saja sebelum kemudian terkenal lalu sering tampil di TV (kalau dulu ada peramal selebriti terkenal yang bernama Mama Lauren, mungkin sekarang semacam Hard Gumay).
Suatu malam, Imar mengundang tetangganya untuk makan di rumahnya dilanjutkan dengan sesi meramal. Malam itu, tiba-tiba Imar keluar rumah karena ada suatu keperluan dan tidak kembali lagi.
Tentu saja lingkungan tempat tinggal Imar geger. Selama bertahun-tahun, keberadaan Imar masih menjadi misteri, hidup atau mati.
Buku ini sangat page turner, membuka latar belakang para tokohnya dan bagaimana mereka terhubung pada Imar. Seperti formula buku misteri thriller lainnya, tidak ada tokoh yang sempurna. Semuanya menyimpan dosa atau rahasia gelap masing-masing.
Yang menarik dari novel ini adalah isu yang diangkat sangat relevan. Misalnya guru les bahasa Inggris yang tidak kompeten dan berkesan asal comot yang penting bule, kasus perdagangan manusia, pedofilia, mafia tanah, polisi yang bekerja tidak maksimal, penyelundupan barang terlarang, dan lain sebagainya. Plot twistnya juga sangat apik dan tidak mudah ditebak.
Kekurangannya hanya sedikit. Di beberapa bagian terasa tell daripada show. Secara keseluruhan, Sang Peramal adalah sebuah karya yang apik.
Salah satu novel misteri thriller lokal yang aku rekomendasikan.
Menurutku novel ini lebih cenderung ke genre misteri, karena setiap bab-nya kita dibuat bertanyatanya apa yang akan terjadi selanjutnya. Alurnya memang cukup lambat, mungkin sengaja dibuat seperti itu agar kita bisa ikut merasakan situasi serta ketegangan para tokoh disana. Kita juga seolah diajak ikut terlibat untuk menguak siapa Imar sebenarnya. Konfliknya terkesan mulus dan ringan namun ternyata sangat kompleks, tidak telalu menggebu tapi masih bisa merasakan ketegangan.
Aku suka dengan masing² karakter di novel ini. Imar sebagai pusat atensi sangat apik penggambarannya, identitasnya sama sekali tak bisa terendus oleh siapapun. Meski tokoh yang terlibat cukup banyak, namun rahasia yang mereka miliki sangat menarik untuk di kulik lebih jauh karena cukup bikin penasaran.
Setting tempat di sekitaran Yogya, sleman dan daerah bantul terasa sangat pas. Karena yang aku tahu suasana dan adat budaya jawa disana sangat kental serta nilai kearifan warga sekitar yang menjadikannya nilai tambah juga memperkuat jalan cerita.
Overall aku suka dengan cerita ini, pengalaman baru karena seperti menguji kepekaan dan insting untuk menemukan hal baru lalu merangkai satu persatu bukti dari setiap kejadian. Yang menarik adalah sosok yang tidak pernah kita duga bisa memanipulasi banyak orang sehingga memanfaatkan rahasia serta ketakutan² dari diri mereka.
Hidup bukanlah salah satu antara tragedi atau komedi. Hidup adalah tragikomedi.
Kalau kalian tertarik dengan cerita misteri plus unsur lokal yang kental, buku ini sangat tepat untuk kalian. Jangan khawatir unsur kriminalnya nanggung—justru sebaliknya. Misteri pun disusun berlapis-lapis, dari yang awalnya seputar hilangnya Sang Peramal bernama Imar Mulyani lalu meluas ke para tetangga, klien-klien Imar, hingga akhirnya terungkaplah semua fakta.
Bisa dibilang, hampir semua tokoh mengejutkan saya (bahkan sangkar burung gelatik juga menyimpan rahasia). Kepandaian penulis membangun karakter serta mengungkap apa yang ada di baliknya sungguh apik dan tak bisa ditebak. Salut!
Btw, ini ulasanku versi singkat di aplikasi Rakata:
Luar biasa. Setiap elemen cerita saling menguatkan. Konflik dan sub konflik diramu dengan baik dan rapi. Kompleksitas para tokoh dipadu dengan foreshadowing, begitu menghidupkan alur sehingga betah dibaca hingga akhir.
Peringkat tentunya 5/5. Makin semangat nih 'melahap' karya Mbak Chandra Bientang yang lainnya~ hoho.
Cukup menghibur, ilustrasinya juga keren. Singkatnya: ok untuk dibaca. Kekurangannya ya terlalu banyak deskripsi yang sebenernya gak diperlukan + plottwistnya juga kerasa flat. . .
Karena belum ada yang review. Jadi aku putuskan buat jadi yang pertama keluarkan reviewnya.
Pertama, aku kira endingnya bakal sama kayak Big Little Lies atau Girl in the Train. Karena aku ngalamin banyak persamaan antar ketiga buku ini.
Pendekatan yang dipakai itu mirip banget. Mirip Big Little Lies karena semua hal yang terjadi ini menyangkut tetangga bu Imar. Mirip banget sama semua rakyat di Pirriwee dan tetangga Madelline. Mirip Girl on the Train karena jajaran karakter pendukungnya juga terbilang cukup dekat dengan sang karakter utama.
Sehingga aku ngerasa ini campuran dua buku tersebut tapi dengan budaya Indonesia yang kental banget, terutama Jawa. Tapi, semakin aku baca sanpai ke belakang, aku semakin kehilangan keyakinan. Mbak Bientang bagus banget ngebuat aku gabisa berhenti di tengah. Pengen tahu ini tuh sebenarnya ada apa sih dengan para tetangga bu Imar? Aku bahkan sampe ngevisualin Bu Nik, bu Meli, Bu RT dan mantan bu RT, pak Pram, Phil serta tetangga yang lain. Ini mereka sebenarnya kenapa sih? Ada hubungan apa sih?
Hal ini semakin aneh dengan background dari si Yasmin yang direveal tipis-tipis doang di pertengahan cerita yang sukses bikin kepala makin suudzon.
Aku kasih 5/5 karena buku ini layak, karena mbak Bientang layak. Karena karya ini berhasil ngebuat aku yang pecinta genre serupa menjadi salah menebak akan apa yang hadir di ujung cerita. Apa yang menunggu buat disingkap. Apa yang siap buat diramal.
Terima kasih, tetaplah bahagia, dan jangan lupa cari tahu kemana perginya bu Imar🙅🏼♂️
Imar seorang peramal. Dia cukup terkenal sehingga mendatangkan klien-klien penting ke Bantul tempat tinggalnya. Dengan menggunakan kartu tarot, Imar membaca masa lalu dan masa depan seseorang. Suatu malam, dalam jamuan makan malam yang diadakan di kediaman Imar, Imar menghilang setelah pamit untuk membeli telur. Apakah dia pergi begitu saja ataukah diculik?
Beberapa waktu berlalu tanpa kabar keberadaan Imar, datanglah seorang perempuan muda bernama Yasmin, yang mengaku sebagai anak kandung Imar. Yasmin pun mewawancarai beberapa orang untuk menemukan ibunya.
Sepertiga awal buku ini masih memiliki alur cepat. Namun makin mendekati akhir entah kenapa jadi melambat. Lalu tiba-tiba ada penyelesaian konflik terkait Imar. Entah kenapa saya kurang menikmati buku ini.
Imar Mulyani dikenal luas sebagai peramal dengan kartu tarotnya. Namun, tiba-tiba dia menghilang. Apakah rahasia orang-orang yang diketahuinya mendatangkan malapetaka bagi dirinya?
Ini adalah buku kedua yang saya baca dari penulis. Saya terkesan dengan jalan ceritanya yang penuh pelintiran alur dari awal hingga akhir buku. Jumlah tokohnya cukup banyak tapi semua digambarkan dengan baik dan memegang peranan penting dalam lajunya cerita. Terdapat beberapa bagian yang bertele-tele. Namun, secara umum ceritanya menarik dan rasanya pantas diangkat ke layar lebar.
RIP, Ka Chandra Bientang. Saya akan usahakan membaca karyamu lainnya.
Melalui bacaan yang berjudul “Sang Peramal” dengan bergenre urban thriller yang mengkisahkan Imar Mulyani alias “Sang Peramal” yang sering membawakan acara membaca nasib bencana alam, skandal artis, tokoh terkenal seperti pejabat, ataupun membacakan hal yang buruk-buruk melalui Kartu Tarot di Acara TV, Kartu Tarot merupakan kumpulan dek kartu yang menggambarkan simbol dan ilustrasi biasanya digunakan untuk membacakan gambaran atau prediksi ke target kliennya.
Dari cover yang menggambarkan kartu tarot, sangkar burung, secangkir teh. Judul buku yang hanya 2 kata tapi sangat menarik untuk diulik dengan khas warna merah, nila dan violet yang terkesan sangat magic, saya kira cerita itu berdasarkan kisah nyata seorang peramal atau based on true story seperti Mbak You, Roy Kiyoshi, Filo Sebastian atau Denny Darko, tapi kalau soal ramal-meramal menjadi gimmick bagi yang percaya dengan hal begituan demi mengejar reputasi dan polularitas tapi, buku yang ditulis oleh Chandra Bientang hanyalah fiktif belaka.
Kembali ke Imar Mulyani, di dalam cerita di awal chapter, Imar tiba-tiba mendadak hilang ketika di tengah-tengah perjamuan makan malam yang dia selenggarakan, kasus hilangnya Imar Mulyani alias sang peramal menjadi misterius sehingga pihak kepolisian untuk menemukan identitas korban merasa kesulitan untuk melacaknya.
Untuk memecahkan kasus di balik hilangnya Imar Mulyani, hanya anaknya Yasmin yang akan memecahkan teka-teki hilangnya ibunya si Imar Mulyani. selain Yasmin, Berberapa tokoh lainnya yang akan membantu Yasmin diantaranya Phil yang seorang pria bule dari Australia dan rekannya Pramista, saksi korban imar, Sebastian dan Rinjani, dan ada berberapa tokoh antagonis yang menjadi dalangnya kasus Imar, diantarnya Bude Nik, Pakde Yo dan Meliana yang merupakan Ibu Sebastian.
Hilangnya Imar Mulyani harus berakhir dengan pembunuhan secara tragis.
Pelajaran dari si Imar, ketika menjalankan profesi sebagai peramal (zaman sekarang sebagai konselor, praktisi) jagalah citra nama baik klien termasuk privasi klien, perhitungkan seribu kali sebelum berucap dan menyampaikan pesan atau informasi ke klien termasuk hal-hal yang buruk, karena setiap klien itu mempunyai sifat dan watak yang berbeda bisa saja klien kecewa atau sakit hati dengan peramal. Sehingga apa yang diperbuatkan kemungkinan bisa rentan hilangnya respek dan kepercayaan, ujaran kebencian (hate speech), merusak pertemanan dan berujung dengan hal-hal yang beresiko dan terancam.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Komentar ngga penting tapi jujur: deg-deg an banget selama baca bukunya, takut dikasih “kejutan” yang gak menyenangkan, pengalaman baca Dua Dini Hari sebelumnya membuat aku belajar wkwkwk
Sebuah teka-teki selesai, dengan membuka teka-teki yang lain. Membaca karya si Mbak yang memiliki nama mirip dengan saya membuat saya teringat seorang teman yang sekarang menjadi Pembaca Tarot.
Jujur saya ber ekspetasi cukup tinggi untuk buku kedua dari kak chandra bientang karena menurut saya buku pertama nya dua dini hari itu cukup di luar ekspetasi saya tapi ternyata buku kedua ini saya rasa tokoh di buku ini kurang memiliki ciri khas bagi saya, beda dengan buku pertama yang tokoh nya memiliki ciri khas tersendiri yang membuat buku pertama memiliki kesan tersendiri bagi saya dan dari jalan cerita nya menurut saya buku ini cukup bagus walaupun di awal agak cukup membingunggkan tapi di tengah dan di akhir cerita cukup terbalaskan dengan baik
This entire review has been hidden because of spoilers.
Suatu malam, saat sedang mengadakan jamuan, Imar Mulyani seorang peramal yang terkenal menghilang. Sampai seminggu, sebulan hingga setahun, sampai tidak ada yang menyebut nama ini lagi. Seolah-olah semua orang memilih melupakannya, mungkin sang peramal yang terkenal ini akan segera dilupakan kalau saja seorang perempuan muda bernama Yasmin, mengaku sebagai anak sang peramal ini tidak muncul.
Melalui Yasmin kita diajak berpetualang mencari tersangka dan motif atas hilangnya Imar, kita juga dikenalkan dengan cerita-cerita dan berbagai prasangka yang meliingkupi Imar. Ternyata perempuan yang terlihat ramah, supel dan disukai ini banyak menyimpan misteri, bahkan para tetangganya juga, tak satupun yang mengenalnya secara baik. Petualangan Yasmin juga membuat dugaan-dugaan lain jadi lebih menarik, sesuatu yang lebih besar membayangi kasus itu. Ketegangan demi ketegangan juga dikemas dengan baik sampai kita pada ending yang penuh plot twist.
Ada banyak tokoh yang terlibat dengan latar belakang masing-masing dan unik. Menariknya, tidak satupun dari cerita yang digambarkan ini sia-sia, bule ilegal, penjual kendi, penjual minuman, bahkan tetangga-tetangga mereka yang tadinya tampaknya tak begitu terlibat.
Ceritanya detail, polanya penulis meramu misteri dan membawa kita menuju ending itu juga sangat keren. Kalau kau suka cerita thriller, buku ini layak dikoleksi, plot twist meskipun banyak itu terasa pas dan mengesankan.
Satu-satunya yang membuatku terganggu adalah ceritanya si Imar ini peramal terkenal yang reputasinya sudah dikenal di mana-mana bahkan diundang ke TV nasional.
Kita semua tahu masih banyak yang sinis terhadap ramalan, juga pasti banyak yang tak percaya pada orang yang disebut ‘orang pintar’. Aku juga paham untuk urban thriller murni, cerita ini juga pasti bukan tentang ramalan.
Dari awal pembaca sudah dikasih hint kalau ramalan-ramalan tersebut hanya pancingan, diketahui kemudian Imar punya kelebihan sendiri yang tidak diketahui orang-orang, yaitu rahasia kelam para klien-nya. Namun, cara meramal yang diceritakan di buku ini terlalu amatir. Untuk menunjang reputasi Imar yang sudah meramal puluhan tokoh terkenal, rasanya itu terlalu amatir, sama amatirnya dengan temanku yang sok-sok bisa membaca tarot dengan hanya mengandalkan buku petunjuknya saja.
Akan lebih baik, penulis hanya kasih gambaran beberapa tokoh terkenal saja yang jadi langganan Imar, satu sampai tiga tokoh sepertinya cukup. Tidak usah dibikin seheboh mungkin untuk menunjang itu. Atau kalau bukan itu, setidaknya membuat salah satu contoh adegan Imar pernah melakukan ramalan yang bisa membuat pembaca yakin kalau dia bukan sosok amatir, jadi sepadan dengan reputasi yang telah dibangun oleh narasi sebelumnya.
Kartu - kartu itu memikat sekaligus membingungkan...
"Ada satu hal yang masih mengganjal benak saya.., Kartu-kartu tarot yang Inar punya enggak lengkap. Hilang satu. Saya sempatkan mencari di rumahnya, tapi enggak saya temukan..., itu kartu apa?" (Hal.307) . Pernakah kalian membayangkan sebuah hal yang dianggap tabu, justru menguak kenyataan yang mungkin tidak kalah tabu daripada ramalan dan kartu tarot?
❤ Novel karya kak @chandrabeea ini menceritakan kisah menghilangnya seorang peramal tersohor yang kerap kali membacakan banyak ramalan terkait kejadian berupa bencana alam hingga kasus para pejabat dan rahasia kelam seseorang dan seringkali tepat sasaran...
❤ Bagi saya pribadi, novel ini memberikan kejutan sekaligus referensi menyegarkan karena usaha penulis menghadirkan tema ramalan dan tarot dalam novel ini, karena saya pribadi sebelumnya tidak pernah menemukan novel dengan ide tentang peramal apalagi tarot. Selain itu, tarot yang mungkin dipandang oleh sebagian orang sebagai kepercayaan bersifat primitif bahkan cenderung menentang kepercayaan tertentu. Walaupun begitu, dalam ilmu Psikologi, tarot memiliki nilai pengetahuan lewat kajian ilmu pengetahuan.
❤ Alur dan temp dari cerita novelnya terasa cukup lambat,namun misteri dibalik menghilangnya Imar dan satu persatu fakta kelam dari para tokoh yang dianggap sebagai orang-orang yang mengetahui keberadaan Imar bahkan mungkin jadi penyebab menghilangnya sang peramal, rasanya cukup pas untuk menciptakan ketegangan dan rasa ingin tahu bagaimana akhir dari novel ini.
❤ Pertanyaan yang terus mengganggu kepala saya sepanjang membaca cerita ini adalah "bagaimana penulis mendapatkan inspirasi novel ini?" karena beberapa kejadian 'kelam' yang dihadirkan seolah-olah merupakan problema nyata yang mungkin tidak begitu tersoroti.
❤ Diksinya mengingatkan saya dengan novel sastra lama dan indah. Alur dan permasalahan pun terasa runut dan masing-masing tokoh memiliki akhir kisah yang menurut saya terselesaikan dengan baik konfliknya.
❤ Penyuka novel misteri dengan ide yang cukup unik dan diksi yang indah, bisa mencoba untuk baca novel ini.
Baca gratis lagi di rakata dalam rangka event Debar Thriller Indonesia.
Tipikal novel yang langsung membuai sejak halaman pertama. Saya suka narasi yang membuai begini, langsung membuat pembaca terhanyut dalam cerita dengan pengenalan tokoh-tokohnya. Apalagi bab pembuka sudah langsung mengangkat misteri inti cerita, jadi semakin penasaran dan nggak bisa berhenti baca.
Suka gaya penulisannya--bab-bab awal berganti-ganti PoV orang ketiga, jadi pembaca diperkenalkan dengan backstory beberapa karakter sekaligus diberikan gambaran bagaimana kehidupan di desa itu.
Saya kagum dengan jalinan misterinya. Dianyam dengan rapi, dengan penempatan hint yang teratur dan teliti di sana-sini. Lapis demi lapis misterinya diungkap perlahan, melalui investigasi Yasmin dan informasi-informasi dari sumber lain. Kebenaran akhirnya pun nggak diduga, meski bukan sesuatu yang sangat mengejutkan juga (ini gegara udah kebanyakan baca novel dengan plot twist yang lebih gila sih). Secara umum the truth is satisfying enough, jadi saya merasa itu sudah memadai.
Ending-nya juga oke, tepat, dan menutup seluruh kisahnya dengan baik. Bukan yang menyentak atau gimana, tapi menurut saya udah tepat banget pilihan ending-nya. Lagi pula, sejak awal memang nggak ada karakter hitam-putih di novel ini. Semuanya abu-abu.
Secara keseluruhan ini novel thriller lokal yang cakep dan patut direkomendasikan. Latar lokalnya dapet banget, plotting-nya juga kerasa disusun dengan cermat dan hati-hati. Saya suka novel misteri yang tidy kayak gini. Vibes-nya mirip novel-novel mystery/thriller luar negeri yang sering saya baca. Apalagi premis tentang "Sang Peramal" itu sejak awal udah menarik (yang bikin blurb-nya jagooo).
Setelah membaca sebuah karya, kesan yang membekas bisa bermacam-macam. Ada beberapa yang memang susah dilupain. Dulu waktu aku kelas 2 SMP, membaca ‘Lho’ karya Putu Wijaya, gaya bahasanya mengalir hingga sampai sekarang masih terkesan meski sudah lupa ceritanya. Disana bisa dibilang aku jadi aware tentang gaya cerita yang bagus. Mundur saat usiaku 10 tahun, aku baca ‘Tak Putus Dirundung Malang’ nya St. Takdir Ali Syahbana yang buat anak seumurku unappropriate sebenarnya, disturbing banget scr psikologis, efeknya terasa sangat berat saat itu dan ceritanya bercokol dan menghantui pikiran hingga bertahun-tahun setelahnya. Beda halnya saat sekitar umur 7 tahun, aku membaca ‘Rumahku Adalah Istanaku’ karya Marga T., excited nya masih terasa sampe sekarang. Ya begitu, membaca bisa mengantar kita ke good-feel atau bad-feel, atau bisa juga dibarengi dengan wow-feel, yang sangat terasa kesan nya yaitu saat membaca ‘The abc Murders’ dan ‘One, Two, Buckle My Shoe’ nya Agatha. Setelah membaca ‘Sang Peramal’ nya Mba Chandra, good-bad-wow feel nya dapet semua. Andaipun tidak ada misteri disana, andai Imar tidak pernah hilang, andai tidak ada rahasia, tidak ada twist, dsb, itu saja sudah bagus, karena gaya cerita nya saja sudah sebagus itu. Ngebayangin Phil dan Sebastian makan bakso bareng aja rasanya sudah seneng banget, entah karena aku sangat kenal dengan settingnya, atau karena aku juga hobi ngebakso, pokoknya asyik aja. Intinya, ‘Sang Peramal’ sudah jadi instant classic, masuk ke deretan karya yang bakalan sering disebut-sebut di masa datang.
This book is unlike many Indonesian thrillers I've read, where they SELL the words like "murder, blood, and gore" in the prologue. Instead, this book opens with a yawn, very slow introduction of the characters and the main conflict: the vanishing of Imar, the fortune teller.
The pace doesn't pick up in later chapters, but during these slowness, you can feel the sense of unknown and creeps that linger in the back of your head. In Chapter 2 for example, the deaf Phil, an Australian worker, implies that he "hears" something in the wood, the simple "clack clack" of a key. The description, the moment, the atmosphere are so creepy and disturbing, without a single mention of blood or murder.
I love the interconnected conflict and that Imar (our seemingly main victim) is just caught up in the bigger scheme. This kind of story is something that I like, especially if it tied up neatly. Chandra brings out several characters with deep, seemingly unimportant background, and makes the conflict all smeared on their faces. This keeps the readers going and questioning: what is going on?
The writing reminds me of Stephen King (every slow book reminds me of him lol) but, if SK reveals the perps early on, doesn't care about the plot twist, Chandra Bientang keeps the twist and the perp hidden until the very end. We ask and she holds the information, not for the sake of surprise, but because the narration doesn't need to go there yet. It's so beautiful and thrilling. When the revelation does come, it comes with a propulsive blast.
Sang Peramal merupakan novel dengan genre urban thriller yang bercerita tentang penelusuran misteri dan teka-teki hilangnya pembaca tarot terkenal bernama Imar Mulyani yang menghilang disaat ia sedang menjamu para tetangga untuk makan malam dirumahnya. Ia meninggalkan banyak tanya tersebab tak pernah kembali setelah berpamitan untuk membeli telur ke warung Bu Nanik yang terletak tidak jauh dari rumahnya.
Misteri, tanya dan teka-teki perlahan terjawab seiring berjalannya cerita. Para tokoh bergantian mengabarkan informasi-informasi baru yang sesekali mengecoh atau hanya menambah runyam misteri yang sudah ada. Namun, disitulah letak keseruannya. Kebingungan dan kengerian dibangun perlahan meneror para pembaca. Hingga akhirnya pembaca dituntun menuju satu fakta yang merupakan kebenaran sesungguhnya.
Sepanjang proses membaca, berkali-kali saya menebak siapa sesungguhnya menjadi tersangka utama? Apa yang sesungguhnya motivasi dari si tersangka melakukan kejahatan ini? dan banyak lagi lainnya. Semakin ditanya, semakin beragam pula kemungkinannya. Pada akhirnya, saya lebih baik memilih menjadi pembaca yang baik tanpa perlu menanyakan kemana kebenaran cerita ini menemui akhir. Sebagai pembaca awam, saya sangat menyukai bagaimana cerita ini dibangun dan berkembang menjadi kegelisahan tersendiri. Motif pengungkapan yang menurut saya cukup rumit (itu poin plus). Diksi yang digunakan juga sangat anggun dan apik, bagi saya menambah ketertarikan tersendiri untuk memahaminya.
Namanya Imar Mulyani, tetapi orang-orang memanggilnya "Sang Peramal". Kehadirannya bak angin segar yang mendongkrak nuasa muram menjadi menggairahkan. Dengan kartu-kartu tarotnya, baik bencana alam, skandal artis ternama hingga penjabat, semua yang buruk-buruk bisa ia baca.
Suatu hari Imar mendadak hilang di tengah-tengah jamuan makan malam yang dia selenggarakan. Sehari menjadi sepekan, sepekan jadi sebulan, tak terasa setahun Imar telah menghilang. Tak ada orang yang tahu mengenai kabar Imar. Entah ia masih hidup atau sudah tewas, keberadaan Imar tetap menjadi misteri.
Baru membaca bab awal buku ini, sosok Imar sang peramal langsung menimbulkan banyak pertanyaan bagiku. Melalui sudut pandang para tokoh tetangga Imar di novel ini, kita akan diajak untuk menggali identitas Imar Mulyani yang sebenarnya. Bak gambar pada kartu tarot, setiap tokoh di novel ini juga memiliki rahasia tersembunyi dibalik penampilan dan sikap ramah tamahnya.
Membaca "Sang Peramal" juga mengingatkanku akan suasana Kota Jogja yang penuh kenangan. Menurutku penulis cukup baik dalam membangun latar tempat dan suasana cerita. Unsur budaya lokal yang ditampilkan dalam cerita, membuat aku merasa dekat saat membacanya.
Selain itu, ketegangan yang dibangun secara perlahan berhasil membuatku penasaran untuk terus membalik halaman demi halaman. Detail-detail misteri yang dirangkai juga sukses membuatku terpukau. Hingga kejutan yang tiada henti penulis berikan di akhir cerita, membuatku sesak akan kebenaran yang ada.
Di luar dugaanku, Konflik yang ada di buku ini lebih rumit daripada kelihatannya. Mungkin karena ada banyak tokoh yang terlibat di dalamnya, dan karena POV orang ketiga, jadi semua informasinya disajikan dalam bentuk 'tell'. Overall, jadi berasa kayak diceritain temen, tapi ceritanya agak kompleks, instead of masuk dan melihat cerita itu dengan mata sendiri. Well, tapi twistnya bagus kok sebenernya, meski aku juga nggak nyangka bahwa akhir ceritanya dibawa ke arah sana.
Selain itu, aku suka cara penulis mendeskripsikan banyak hal dengan lebih detail. Seperti suasana sekitar tokohnya, peralatan masak, isi rumah, dan sebagainya. Sudah lama juga nggak baca cerita yang detailnya sebagus ini. Unsur Jawa-nya lumayan kental, banyak sisipan bahasa Jawa di dialog tokohnya.
Kekurangannya, alur ceritanya agak lambat di awal, jadi ketika menjelang ending kesannya malah agak terburu-buru. Padahal menurutku ada tokoh di akhir cerita yang bisa dibahas lebih jauh atau diceritakan dalam bentuk flashback mungkin lebih greget daripada diceritakan hanya lewat dialog antar tokoh aja. But, well, itu tidak mengurangi bintangnya, dan tidak menutupi kenyataan bahwa ini salah satu buku thriller lokal yang bagus tahun ini.