Tan Malaka (1894-1949) pada tahun 1942 kembali ke Indonesia dengan menggunakan nama samaran sesudah dua puluh tahun mengembara. Ketika itu Jepang sudah menduduki Indonesia. Sebagai revolusioner buangan ia bekerja untuk Komintern (organisasi komunis revolusioner internasional) dan pasca -1927 memimpin partai Repoeblik Indonesia yang ilegal dan dan antikolonial. Karena represi pemerintah Belanda dalam tahun 1930 partai itu menjadi tidak bisa bergerak. Ia tinggal di sebuah kampung kecil di jakarta dan menyibukkan diri dengan menulis karangan teoritis yang besar. Ketika Jepang nyaris menemukan jejaknya, ia menjadi mandor buruh tambang batu bara di daerah terpencil di pantai selatan pulau Jawa. Berpegang pada prinsipnya, is mengorganisasi para pendukungnya di dalam sebuah jaringan radikal yang memperjuangkan Indonesia merdeka.
Harry A. Poeze is a senior researcher at KITLV working on the Project ‘Dutch Military Operations in Indonesia 1945-1950’ in a general supervisory and advisory capacity, contributing his expertise on developments in Indonesian politics and the Indonesian armed forces.
Harry studied Political Science at the University of Amsterdam, where he graduated in 1972. In 1976 he obtained his PhD in Social Sciences at the University of Amsterdam with a thesis on the biography of the Indonesian political leader Tan Malaka. At that time Harry was an alderman in the local government of Castricum. Later he became head of the KITLV Publications Department (1981), which has since developed into the KITLV Press. Since 2010 he was senior publisher with the Press, and now, in retirement, a senior researcher at KITLV.
His research interest is in the developments in the Indonesian political world since 1900, during Dutch colonial rule, the Japanese occupation, and the Indonesian Revolution in particular. He published a three-volume history of the Indonesian Left during the Indonesian Revolution, concentrating on the role of Tan Malaka, in 2007. Currently he is working on a publication about Indonesian political songs (1925-1965), the (revised) biography of Tan Malaka till 1945, and a monograph on Boven-Digoel, the Dutch colonial internment camp for political prisoners.
Buku sejarah selalu bisa membuka fakta tentang masa lalu. Buku karya Harry A.Poeze ini pun demikian. Dia membuka banyak hal tentang tokoh penting negeri ini yang justru penuh kontroversi, Datuk Ibrahim alias Tan Malaka.
Buku ini merupakan jilid pertama dari enam jilid yang ditulis Harry A. Poeze, sejarawan Belanda. Pada buku ini, Poeze menulis perjalanan Tan Malaka pada kurun Agustus 1945 hingga Maret 1946, masa-masa revolusi melawan Jepang serta pendudukan Inggris bersama Belanda. Tan Malak berperan penting menggerakkan perlawanan rakyat Indonesia pada keduanya.
Secara incognito, penyamaran demi keamanan dirinya, Tan Malaka mendekati pemuda-pemuds radikal dari Banten, Jakarta, Solo, hingga Surabaya. Tan, bersama pemuda-pemuda, seperti Soekarni dan Adam Malik, ini berusaha meyakinkan Soekarno - Hatta bahwa perlawanan secara radikal merupakan jalan keluar untuk mencapai kemerdekaan 100 persen. Tak ada lagi campur tangan Sekutu yang kembali ke Indonesia setelah mengalahkan Jepang.
Dengan narasi kuat dari ribuan sumber, Poeze membuat kisah dan kiprah Tan Malaka di negeri ini jadi amat menarik. Buku ini wajib dibaca mereka yang ingin tahu sisi lain sejarah negeri ini. Sebab, selama ini, sejarah tentang tokoh-tokoh kiri seperti Tan Malaka ini lebih sering disembunyikan penguasa untuk kepentingan mereka sendiri.
di masa lalu, tan malaka benar-benar terkubur dalam ingatan masyarakat indonesia. saat ini, mengenang tan malaka menjadi sebuah misi penting. bukan sekedar mengenangnya sebagai figur, tapi mengenali apa yang sampai era rezim orde baru berusaha dikubur dalam-dalam. dan inilah yang dilakukan oleh harry poeze, menulis berjilid-jilid biografi tan malaka seperti sudut pandang seorang detektif sejati. ia menyelisik detil kejadian-kejadian yang dialami tan malaka, dan yang terpenting, berusaha membaca pemikiran dan konteks pemikiran revolusionernya dengan sangat seksama.
Lagi dibaca setelah lama menunggu terbitnya. Usai membaca edisi khusus hari kemerdekaan majalah Tempo, sudah tidak sabar ingin baca. Begitu dapat, buku yang lain dipinggirkan dulu, meski belum selesai bacanya.
Buku ini berdasarkan tesis/disertasi yang tebal aslinya mencapai 2000 halaman lebih, lalu dipecah menjadi enam jilid. Saya baru beli tiga jilid diantaranya. Itupun karena diskon dan saya ada voucher cashback dari GoPay karena saya beli di Google Play Books. Tiga jilid buku ini saya menghabiskan uang sekitar Rp90ribuan. Hehehe. Lumayan kan.
Isinya sendiri seperti membaca buku harian. Bernarasi tentang kejadian-kejadian di tanggal-tanggal sekian, tentang Tan Malaka, gerakan kiri, dan revolusi Indonesia, yang saya jadi berkesimpulan Indonesia setelah baru merdeka cukup rapuh dan pejabat di atasnya banyak konflik juga ya. Entah pada bingung baru bikin sebuah negara merdeka atau bagaimana.
Buku ini akan jauh lebih menarik seandainya satu bab tebalnya tidak lebih dari 200 - 300 halaman. Lelah bacanya buat saya yang terbiasa menjadikan bab sebagai patokan bacaan. Jadi, kalau satu bab panjang betul isinya, saya selalu bergumam, "Tinggal berapa halaman lagi sih kok nggak selesai-selesai?" dan, "Hah?? Masih seratus halaman lagi?!"
By the way, buku ini adalah salah satu upaya saya untuk lebih mengenal Tan Malaka.