Tantrum adalah buku puisi pertama yang ditulis oleh Adhan Akram. Dilengkapi dengan beberapa foto yang juga diambil sendiri oleh penulis.
Penulis menggambarkan buku ini sebagai sekumpulan emosi yang pada akhirnya meluap-luap dari inti bumi. Tentang mimpi buruk, duka, dan luka yang berbalik menyerang dalam barisan kata-kata.
Lewat Tantrum, Adhan Akram ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa tidak semua keinginan mampu diungkapkan oleh kata-kata. kadang kala, jeritan yang paling kencang justru satu yang tertahan di kepala.
Dan seperti segala yang tercipta di dunia, tantrummu akan reda.
Adhan Akram (born 13 February) is an Indonesian writer. Began his debut with a teen-fiction novel: Kaleidoscope of Memories in 2019. His second book, Tantrum (poetry & photography) has been released in mid-2021.
Buku puisi paling relate yang pernah aku baca! Banyak banget kutipan yang aku foto di hp untuk aku lihat kembali 😁🙈. Kamu punya buku puisi favorit? Share dong!
#VioReads2022
berdamailah, dengan takdir-takdir yang tidak mampu kamu ubah. terimalah, tidak semua babak dimaksudkan untuk menjadi indah. (Tantrum, hal. 128)
Dari yang aku baca dan aku tangkap, buku Tantrum banyak menceritakan mengenai kehilangan, luka, patah hati, takdir, pilu, dan perpisahan. Tapi tidak hanya itu, ada tentang keluarga, mimpi-mimpi, dan aku juga sedikit menangkap tentang keputusasaan.
Ini bukan buku puisi yang bisa cepet selesai dibaca kalau menurutku. Tapi sebenarnya tergantung seberapa kamu mau ‘menghayati’ makna dari setiap diksinya. Ada beberapa yang sekali baca aku langsung paham, karena diksinya nggak rumit. Tapi ada juga yang harus aku baca beberapa kali baru aku tau makna sebenarnya (in a good way).
Pemilihan setiap katanya indah, font nya juga cocok, ditambah lagi ada potret di setiap halaman yang menambah kesan membaca jadi ‘relatable’ dengan isi puisinya 🥀. Kekurangannya tidak semua foto yang ada dalam bukunya menggambarkan isi puisi di halaman tersebut. Kadang cuma foto random aja.
Jujur aja pasti nggak semua isi puisinya aku paham 🙈, yang paham sepenuhnya pasti cuma penulisnya sendiri heheheh. Yang aku salut, hanya dengan kata-kata aja buku ini bisa bikin aku emosional dan rasanya ‘puisi’ itu dikhususkan untuk aku 🥺. (Sok merasa spesial 🤪). Wajib bgt dibaca pas malem-malem!
Terima kasih untuk kak @adhan.akr sudah menciptakan puisi-puisi yang indah ini. 📌
Buku ini ukurannya kecil, hard cover, memiliki 130 halaman, enak banget buat dibawa-bawa dan di baca lagi sambil ngopi atau dengerin hujan turun. Tipe buku idamanku memang, apalagi banyak foto-foto juga di buku ini.
Jujur ini pertama kalinya review buku puisi dan bingung mau memulai dari mana.
i'm not a big fan of poetry books meskipun dulu sempet tergila2 sama "Tidak Ada New York Hari Ini" sampe dibaca berulang2 (pdhl ada bbrp puisi yg ga paham mksdnya). Setelahnya blm ada menyentuh buku puisi lagi.
Dulu aku sempet suka nulis puisi(?) di steller.co dan puisi-puisi dalam buku "Tantrum" sedikit banyak mengingatkanku pada masa itu. Rupanya saat itu aku lagi tantrum juga ya. Oleh karena itu, aku cenderung menginterpretasikan buku ini sebagai catatan personal seorang Adhan Akram yang mahir menjalin kata demi kata menjadi puisi untuk menggambarkan emosi yang ia rasakan saat itu. Yang aku tangkap puisi-puisi disini kyk ditulis di titik terendah kehidupan gitu, disaat si penulis punya emosi yang meluap2 tapi gatau mau ngomong kemana atau kesiapa. On the bottom line, ini interpretasiku aja alias sotoy hehehe.
Overall, aku suka puisi2nya yang mudah dicerna—sbg org yg gaterlalu sering baca puisi aku gaperlu mikir belibet ini puisinya mau menyampaikan apa. Meskipun mudah dicerna, kata2nya tetap terangkai dengan cantik. Foto-fotonya juga bagus. Aku suka konsep buku ini. Ada puisi dan ada juga beberapa baris kalimat yg terselip di foto-foto tsb.
Aku rasa, kalo aku lagi di fase 'emosional' alias lagi galau gajelas atau—meminjam judul buku ini—lagi "Tantrum", puisi-puisi disini akan lebih kerasa maknanya.
Buat kalian yg mau coba baca buku puisi, aku mau menyarankan buku ini soalnya seperti yg aku bilang tadi puisi2 disini ga sulit dicerna. Bukunya juga bagus—ada foto2 berwarna, ukurannya kecil, hardcover.
Seperti yang tertulis di bagian belakang buku ini, kumpulan puisi ini kebanyakan tentang perpisahan, tentang duka, tentang luka. Puisi tentang perpisahan, tentang mengikhlaskan, tentang berusaha menerima takdir terasa sekali dalam kata-kata di buku ini.
Saya pikir mungkin karena ini ditulis saat pandemi, maka makin terasalah itu kehilangan, kesedihannya. Foto-foto di dalamnya agak gak sedih sih, lebih ke foto-foto ala Instagram gitu. Bagus sepertinya kalo pake ilustrasi gitu daripada foto, agar terasa yg disampaikan.
berdamailah, dengan takdir-takdir yang tidak mampu kau ubah
terimalah, tidak semua babak dimaksudkan untuk menjadi indah
Beberapa judul favorit: Melodrama, Di Toko Roti, Perjalanan Panjang, Setangkup Doa
❝Sialan! Aku ingin libur mengingatmu. Namun rupamu adalah kalender putih tanpa angka merah di dalamnya.❞ —Page 106
••• Kesan pertama-ku pas bukunya sampe: 'wah, bukunya kecil banget'! Tapi poin plus-nya buku ini bakal enak dibawa kemana-mana. Eits, meski ukurannya mungil, nyatanya buku hardcover dengan tebal 132 halaman ini berhasil memukau diriku!😮🤩
Dari segi tampilan, aku suka penataan letak puisi yang tersusun begitu rapi dan enak dilihat. Apalagi perpaduan foto-foto yang menambah ke-aesthetic-an buku puisi satu ini!✨ Tak hanya sebagai pemanis, foto-foto hasil bidikan Adhan Akram pun melengkapi dan menambah rasa dari setiap puisi di dalamnya. Well, meski banyak juga foto random sih.😆
Dari segi isi, Tantrum mampu mengobrak abrik perasaan dengan diksi-diksi yang terangkai dengan indah. Aku dapat dengan mudah merasakan ledakan emosi yang ingin disampaikan oleh penulis. Mulai dari tentang kasih, kehilangan, patah hati, luka dan duka, perpisahan, kekecewaan, kesepian, hingga penerimaan.
Mungkin, tidak semua puisi dapat aku mengerti. Aku harus membaca ulang untuk menangkap maknanya. Jika tak bisa memahaminya pun, tak masalah. Hanya penulis yang bener-bener memahami makna setiap puisi yang ada.
Menurutku, puisi merupakan suatu hal personal. Tak hanya bagi penulis, namun bagi pembaca. Pembaca bisa dengan bebas menginterpretasikan sebuah puisi sesuai dengan keadaan mereka. Ini lah yang membuat tiap puisi memiliki makna yang tak terhingga.
For me, this poetry book feels honest and raw. Ada beberapa puisi yang begitu membekas di hati dan seolah mewakili apa yang kurasakan. Alasannya? Well, hanya aku yang tau.😉
Tantrum merupakan buku perkenalanku dengan tulisan Kak Adhan. Penulis berhasil mempermainkan emosi-ku dan aku pun suka! Aku merekomendasikan buku puisi ini untuk siapapun, baik pecinta puisi maupun teman-teman yang baru mulai baca puisi.
Tantrum judul yang menarik, cukup tidak familier, dan menggoda. Jujur, aku langsung jatuh hati sama judul buku kumpulan puisi ini, dan akhirnya tidak terasa sudah menamatkan semua isinya hanya dalam waktu kurang dari satu jam saja. Aku suka konsep yang dipilih penulis buku ini, puisi-puisi yang 'bebas' dan 'beragam' ada yang panjang, ada yang pendek, ada yang bahkan hanya terdiri dari beberapa kata, belum lagi foto-foto yang ditampilkan sebagai penunjang teks puisinya indah-indah semua, penuh makna.
Puisi-puisi di dalam Tantrum ditulis oleh penulisnya pada masa-masa pandemi, sebagai orang yang kehilangan sesuatu yang sangat berharga oleh karena pandemi ini, aku bisa sedikit banyak 'nyambung' dengan suara-suara puisi di dalamnya. Beberapa puisi ada yang berbicara mengenai masa suram, kesesakan, keputusasaan, seolah-olah si penulis menuangkan semua keluh kesahnya habis-habisan pada setiap bait puisi. Buku kumpulan puisi ini bagus, indah, nggak hanya menghibur, tapi juga memberikan refleksi yang pas bagi mereka-mereka yang pernah mengalami masa-masa sedang 'tantrum' dalam hidupnya masing-masing.
Beberapa puisi yang aku suka; Topeng Penghibur, YME, dan Berhenti.
Penggalan puisi favoritku di buku ini:
"memang apa yang kau cari di dunia?" "katanya waktu dapat menyembuhkan, tapi kapan?" "apanya yang tidak apa-apa?" "kira-kira, butuh berapa kali kecewa hingga kita belajar menerima?"
"Anakku, mereka bilang tidak ada cinta yang abadi, tapi untukmu aku rela untuk mati." —Dari Ibumu.
Buku puisi yang setiap bait-baitnya menyimpan emosi yang akhirnya terluapkan. Tentang kehidupan, kehilangan, cinta, kasih, kerinduan, kehampaan, dan luka.
-----
Sejujurnya aku bukan penyuka buku puisi. Membaca ini dalam rangka membaca semua karya Adhan Akram. Dan surprisingly, aku suka dengan puisi-puisinya. Beberapa sangat relate. Ada juga yang nggak aku pahami, hehe. Foto-fotonya pun menambah suasana untuk puisi-puisinya, meski ada beberapa foto yang menurutku nggak nyambung sama puisinya. Meskipun demikian, tak mengurangi rasa suka terhadap buku ini.
"Biar hujanku tak pernah kau tunggu, tetap rintikku jadi belai bagi tanahmu. Hingga suatu hari kau tahu, tiada yang lebih tulus dari abdi seorang aku." —Abdi.
"Semoga dijauhkan namamu dari daftar kejam seisi dunia, dijaganya matamu dari nanar bernapaskan duka, Semoga lapang langkahmu membawa mata angin yang kau tuju, dihindarkan arahmu dari jalan amarah terlalu lama." -hal. 85-
Tantrum, buku puisi ketiga yang aku punya. Aku jatuh cinta dengan judul dan covernya yang kelabu, serta keindahan gambar-gambar di dalamnya.
Adhan Akram membuat orang yang membaca 'Tantrum' menjadi #tantrumseketika dalam 128 halaman. Banyak puisi yang tidak aku mengerti, walaupun seperti itu, diksi dalam setiap puisi sangatlah indah. Pun banyak puisi yang aku mengerti dengan pemahamanku yang sederhana, tapi aku tetap jatuh cinta. Meskipun yang benar-benar memahami setiap kata hanya penulisnya.
Tidak hanya berisi puisi untuk pujaan hati, pembaca diajak mendalami kasih orang tua, seperti dalam puisi berjudul 'Dari Ibumu' yang turut menjadi salah satu puisi favoritku dalam buku ini 🥰
This feels raw and honest. Beberapa puisi ada yang menyangkut sekali di hati, tapi sebagian besar memang menggambarkan kejujuran emosi penulisnya. Saya suka tambahan ilustrasi foto dalam buku puisi ini, menambah adanya kesan dalam pembacaan. Hanya mungkin, karena ditulis di dalam momen, beberapa puisi terasa kurang matang. Overall, good read.
For: BookRiot Read Harder 2022: read an entire collection.
"Memangnya apa yang kau cari di dunia?" "Apanya yang tidak apa-apa?" "Kira-kira butuh berapa kali kecewa hingga kita belajar menerima?" "Katanya waktu dapat menyembuhkan tapi kapan?"
Sekumpulan puisi tentang duka, luka, perpisahan, kehilangan, patah hati, mimpi buruk, dan juga penerimaan. Puisi yang menggambarkan tentang mimpi, keluarga, dan rasa putus asa akan hidup. Ada emosi yang dapat dirasakan ketika membaca setiap puisi dari buku ini.
sempat ngira ini bakal jadi buku puisi yang per judul ditulis super singkat kayak postingan tumblr karena covernya. nothing wrong with that, of course, just not my cup of tea. tapi ternyata enggak! aku suka kumpulan puisi ini, paling membekas adalah yang toko roti. puisi-puisi yang bagus :)
sejauh ini, sejauh aku baca baca beberapa buku, buku tantrum tuh buku poetry bahasa indonesia yang paling bagus. buku poetry biasanya not my cup of tea, karena lumayan susah dipahami, tantrum juga sih wkwkwkw, tapi yang ini banyaakk puisinya yang bisa ku pahami, dan bagus bagus, kayak "RILETTT MINTTTT", daripada kata katanya yang cantik menurut ku semua puisi puisi di tantrum lebih menonjol ke makna nya yang dalam.