Jump to ratings and reviews
Rate this book

Queer etc.: Melampaui Identitas, Menemukan Kemungkinan Baru

Rate this book
Buku ini merupakan sebuah undangan untuk memaknai queer lebih dari label identitas gender atau orientasi seksual. Meskipun sebagian besar penulis di buku ini beridentitas transpuan, trans laki-laki, gay, dan biseksual, pengalaman keseharian mereka tidak melulu hanya berkisar pada urusan selangkangan, tetapi juga melibatkan interaksi dengan pekerjaan,orang tua,sahabat,keluarga besar,serta kekasih yang berbeda secara etnis atau memiliki disabilitas.

Beberapa penulis heteroseksual juga turut andil berbagi cerita tentang pengalaman mereka membangun solidaritas dan persahabatan dengan kawan-kawan queer yang melintasi label-label yang ada. Dengan kepelbagaian pengalaman dan perspektif, buku ini mencoba menjadikan queer sebagai perspektif yang terbuka untuk segala kemungkinan baru yang ada—mendedahkan bagaimana setiap orang, terlepas dari seksualitasnya, bisa merasakan queerness.

Para penulis mengungkap secara jujur pengalaman kebertubuhan dan sosial mereka yang kompleks, yang tidak selalu sama antara satu sama lain. Siapa pun akan menjumpai kisah-kisah yang mendobrak batas-batas ketabuan.

queer etc. merupakan sebuah imajinasi dan harapan atas ketidakterbatasan dari apa yang selama ini disebut queer. Sebab selalu ada misteri tersembunyi dari setiap ungkapan “dan lain-lain”. Ia tidak hanya merujuk pada sesuatu yang tak bisa atau belum bisa dinamai dengan pasti, tetapi juga membuka diri terhadap pelbagai kemungkinan lain untuk menjadi bagian darinya.

242 pages, Paperback

Published June 1, 2021

10 people are currently reading
119 people want to read

About the author

Abigail A.

2 books

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
41 (39%)
4 stars
46 (44%)
3 stars
16 (15%)
2 stars
0 (0%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 30 of 33 reviews
Profile Image for Tara Reysa.
47 reviews7 followers
July 27, 2021
Senang sekali ada buku terbitan lokal yang membahas tentang queer!

Buku ini menggunakan istilah 'queer' yang maknanya tidak terbatas dan tidak mengotak-ngotakkan identitas seseorang. Persis yang dikatakan salah satu dosen gender di kampus: Ketika menggunakan istilah transgender, apakah kita mengeksklusi transeksual? Bagaimana dengan non-binary gender? Jadi, istilah queer sangat sesuai dan sudah seharusnya lazim untuk digunakan.

Queer, etc berisi 18 esai naratif dari penulis queer maupun yang hidupnya beririsan dengan orang-orang queer. Masing-masing membagikan pengalamannya yang beragam.

Salah satu hal menarik yang diangkat dalam beberapa esai adalah melela (coming out), masa transisi, serta pengalaman disforia tubuh. Seperti dalam esai Not Somewhere in Between karya Alvi A. H. yang merasa dirinya sibuk dilabeli identitas oleh masyarakat—tak terkecuali kelompok queer sendiri. Padahal, label identitas masih terbatas dan tidak semuanya cocok dilekatkan pada seseorang. Dalam hal ini, kita diajak mengingat kembali istilah queer yang membuka ketidakterbatasan.

Ada juga cerita dari penulis ODHA seperti dalam esai Menjadi Positif karya Amahl S. Azwar dan Merawat Harapan dalam Keterasingan karya Agnia Sambara. Perjuangan mereka berdamai dengan kondisi fisik dan stereotip masyarakat terhadap ODHA patut untuk dipahami.

Tema lain yang dibahas adalah embodiment atau ketubuhan. Beberapa memilih untuk melakukan tindakan medis, namun beberapa lainnya memilih untuk mempertahankan tubuh mereka. Semua pilihan tentu saja valid dan menjadi otoritas masing-masing.

Nyatanya, pengalaman orang-orang queer sama berharganya dengan pengalaman lainnya. Buku ini dapat membantu orang-orang cisgender dan heteroseksual memahami sebagian dari pengalaman hidup yang tidak kita alami.

Padahal, kami tidak hanya hidup di film biru dan menjajakan seks kilat melalui aplikasi kencan. Kami juga membaca buku di perpustakaan, mengantre untuk menggunakan transportasi umum, pergi ke tempat suci, sama seperti manusia pada umumnya.
Profile Image for Aldy.
46 reviews3 followers
May 9, 2022
Menelisik ulang bagaimana payung 'queer' di tengah masyarakat. Buku ini berhasil membuka wawasan tentang payung queer ini dan bagaimana bisa di-relate di Indonesia. Queer lebih dari sekedar seksualitas dan gender di tengah kehidupan normatif yang sudah diformulasikan, namun juga bagaimana yang sudah 'normal' tetap mendapatkan tekanan normatif pula. Pondasi awal yang bagus untuk menumbuhkan ketertarikan terhadap teori queer.
Profile Image for Wahyu Novian.
333 reviews46 followers
August 25, 2021
Kepala saya yang sudah terisi dan tersistem oleh hal-hal yang hetero-normatif, sering pening saat membaca tentang orientasi seksual dan identitas gender. Tentu saja saya harus berulang kali mengingatkan diri, ini sama sekali bukan tentang saya. Membaca buku ini adalah tentang belajar dan mendengarkan.

"Queer tak hanya sekadar tentang identitas, tetapi soal bagaimana mengkritisi sesuatu yang dianggap normal." (Memilih Jalan Bebeda dan Tetap Berbahagia - Diana Mayorita)

Buku ini berisikan 17 esai tentang pengalaman personal penulisnya dan satu penutup yang mengingatkan bahwa masih banyak berbagai perkara lain yang belum terbahasakan. Tidak hanya tentang seks dan gender, esai-esai di buku ini juga bercerita tentang mengenal diri sendiri dan bagaimana kenormalan di masyarakat dapat dikaji ulang dengan kritis, tentang pemaknaan tubuh dan kesempurnaan tubuh, dan tentang banyak hal lainnya. Saya tempelkan banyak penanda halaman di buku ini sebagai pengingat.

"Pemikiran dan pengalaman membuatku sadar bahwa manusia tidak sesimpel label yang diselamatkan kepadanya oleh masyarakat." (Keputusan Terakhir Arjuna - Arjuna)

Manusia yang hidup dengan dengan segala dinamika persoalan dan cerita hidupnya masing-masing, terjalin kompleks bersama dengan kelas sosial, etnis, agama, dan pemaknaan diri sendiri, memang tidak bisa dipaksakan dalam satu kotak yang sempit.

"Bahasa membatasi, sekaligus membuka kemungkinan baru. Tapi, bagaimana bila tak semua orang dapat memiliki akses terhadap bahasa-bahasa baru tersebut?" (Dad Bod - Hendri Yulius Wijaya)

Buku ini mengajak berpikir tentang banyak hal, diri sendiri, lingkungan sekitar, dan kehidupan manusia yang sangat rumit. Terima kasih untuk para penulis untuk terbitnya buku ini.

"Memahami diri sendiri saja butuh proses sepanjang hayat, apalagi memahami kelompok lain yang mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dengan kita." (Not Somewhere in Between - Alvi A. H.)
Profile Image for Destamika P.
55 reviews1 follower
December 18, 2021
Selama ini kukira queer hanya sebutan untuk gender tapi ternyata queer bisa menjadi berbagai makna dan identitas, bahwa queer mempunyai arti sangat luas, tidak bisa dikotak-kotakkan, dan tidak ajeg, seperti yang dijabarkan mas Agnia Sambara dalam buku ini. Salah satu yg paling relate dengan sata adalah tulisan Victoria Tunggono, saya yg merasa 'normal' ternyata bisa termasuk dalam queer. Bacaan yg bagus untuk membuka pikiran tentang LGBTQ yg selama ini salah dipersepsikan di media masaa.
Profile Image for Sukma.
20 reviews3 followers
March 16, 2022
Sangat menarik, bagi saya, membaca esai-esai personal tentang ragam konflik penerimaan diri, pergumulan batin mengenai tubuh dan identitas, keberanian (dan ketakutan), pencarian kebahagiaan, dan harapan. Cerita-cerita dalam buku ini menegaskan bahwa istilah Queer bukan hanya melulu mengenai isu seksual dan gender, melainkan juga pada hal-hal yang tidak normatif berdasarkan pakem ajeg masyarakat kita; seperti mengenai disabilitas, kelas sosial, dan etnisitas. Bagian lain yang juga menarik adalah cerita dan sedikit pembahasan konsep Queer dalam perspektif agama, yang tentu membuka diskursus lebih lanjut. Saya bungah. Empat koma delapan delapan dari lima, bagi saya.
Profile Image for Bel 🦔.
81 reviews
February 25, 2025
buku yang penting sekali buat dibaca semua orang yang mau memahami teman-teman queer atau orang-orang yang menjalani hidup di luar standar “normal” masyarakat kita. gives me very very insightful information and opens more my perspective towards islamic views on women and queer people.
Profile Image for Rei.
366 reviews40 followers
September 7, 2021

“…tak ada panduan formal dan informal untuk menjadi transgender. Kami terpaksa menelusurinya sendiri, diam-diam, sambil diteror oleh kebencian orang-orang. Saya tidak pernah mendengar ada orang tua yang menjadikan beberapa transgender yang sukses di industry kreatif atau bidang politik sebagai figure bagi anak-anaknya. Mereka hanya menyorot sisi gelap, menyajikan kasus-kasus criminal yang melibatkan orang-orang seperti kami. Menjadi transgender tidak pernah tersedia sebagai pilihan, kita dituntut nekat memerdekakan diri sendiri untuk menempuh jalur tersebut.” -hal 43, Gerilya oleh Abigail A.

“…banyak orang yang ingin bahagia terkendala nilai atau kultur yang secara turun-temurun sudah diajarkan. Sayangnya, definisi kebahagiaan jadi kabur bagi mereka yang hidup di zaman sekarang karena ada tekanan soal bahagia dari sudut pandang orang zaman sebelumnya.” -hal. 61, Memilih Jalan Berbeda dan Tetap Bahagia oleh Diana Mayorita.

“Queer tak hanya soal identitas, tetapi soal bagaimana mengkritisi segala sesuatu yang dianggap normal. Standar normal itu sebenarnya wajib untuk dipertanyakan kembali.” -hal. 68, Memilih Jalan Berbeda dan Tetap Bahagia oleh Diana Mayorita.

“…pernikahan bukan soal perayaan, tapi soal penghayatan.”
“…komunikasi yang serara adalah fondasi penyelesaian segala konflik.”
“Kita tentu punya definisi berbeda soal bahagia, tetapi kita tak boleh lupa bahwa kita juga punya hak yang sama untuk memperjuangkannya.” -hal. 70, Memilih Jalan Berbeda dan Tetap Bahagia oleh Diana Mayorita.

“Penerimaan di masyarakat sama dengan hidup tenang. Menjadi aneh sendiri atau anomaly sama dengan hidup dengan penderitaan. Masyarakat Indonesia masih susah sekali menerima perbefaaan. Beda dikit pasti langsung dituduh kafir, kurang iman, kurang dekat dengan Tuhan, pendosa, dan lain-lain.” -hal 95, Mutilasi Diri oleh Ardhana Rishvara.

“…manusia tidak sesimpel label yang disematkan kepadanya oleh masyarakat. Terlalu banyak variable dalam seorang individu sehingga sebaiknya kita tidak berkutat pada simplifikasi akan label-label serta istilah-istilah yang merendahkan seperti ‘ngondek’, ‘jeruk makan jeruk’, atau ‘sakit’.” -hal. 141, Keputusan Terakhir Arjuna, oleh Arjuna.

“Kita bukan hanya gandrung dengan kategori, kita gandrung menciptakan kategori. Kita kerap kali merasa butuh menjelaskan diri kita dalam kategori-kategori yang ajek. Padahal kategori-kategori ini justru hadir sebagai bentuk belenggu yang seringkali membuat kita menjadi kebingungan. Hal-hal seperti ketertarikan, imajinasi, dan hasrat, saya pikir, tidak selalu dapat dijelaskan oleh kosakata yang sering kali sangat terbatas.” -hal. 173, Merawat Harapan dalam Keterasingan oleh Agnia Sambara.

“Di satu sisi, saya tentu ingin orang-orang dengan seksualitas yang non-normatif dapat mendapatkan hak-hak yang sejatinya kita miliki. Di sisi lain, saya paham bahwa pengakuan atas hak-hak ‘kita’ mengharuskan Lembaga negara menginstitusionalisasikan seksualitas dan menyadurnya menjadi kategori-kategori yang bisa diklasifikasi dan diberi nama (hal yang terbukti menyulitkan). Maka untuk saat ini, saya kira yang dapat kita lakukan adalah terus merawat harapan. Membayangkan, dan terus bergerak, agar kita dapat mewujudkan masa depan yang lebih adil, meski harus selalu dilakukan dalam keterasingan.” -hal. 174, Merawat Harapan dalam Keterasingan oleh Agnia Sambara.

“…konsep tauhid, salah satu ajaran yang paling mendasar dalam Islam, yaitu keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah, bukan berarti bahwa agama lain salah, melainkan menegaskan bahwa selain Tuhan, semuanya adalah makhluk, dan sebagai makhluk, kita semua setara.” -hal. 206, Pakaian, Iman, dan Identitas oleh Kolektif As-Salam.

“Esai-esai dalam buku ini menawarkan cerita-cerita unik dari setiap individu, meyakinkan kita semua bahwa setiap orang berbeda, dan mengalami tubuh, gender, dan seksualitas yang tak selalu bisa diutarakan dalam bahasa yang sama.” -hal 224, Epilog oleh Hendri Yulius Wijaya.


Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
October 8, 2021
Angkat topi untuk para kontributor dalam buku ini. Meski ada beberapa tulisan yang terjebak menjadi autobiografi alih-alih kontemplasi atas tubuh dan seksualitas mereka, secara keseluruhan buku ini sudah sepatutnya diapresiasi.

Queer, etc. mendorong garis batas istilah queer itu sendiri ke ranah yang lebih luas. Pemaknaan queer tidak terbatas pada antonim normal, tapi juga hal-hal yang dalam ranah personal kita anggap normal, ternyata digolongkan juga sebagai queerness.

Barangkali di masa mendatang, queer is a new normal. Ia merangkum nama-nama yang saat ini belum diwadahi oleh bahasa.
Profile Image for Tika W.
75 reviews7 followers
August 2, 2021
Penuturan yang menarik tentang queer dan kaum progresif di Indonesia. Tidak semata bercerita tentang "struggles", Dede Oetomo ikut menyeimbangkan narasi memanusiakan Queer.
Profile Image for Haryadi Yansyah.
Author 14 books62 followers
July 24, 2023
"Secara umum, queer merujuk pada segala perihal yang nyentrik, eksentrik, dan mempertanyakan apa yang dianggap normal. Dengan kata lain, politik queer tidak serta merta bertujuan sekadar meminta kelompok gay dan lesbian diterima sebagai bagian dari masyarakat...." Hal.221.

Saat memulai membaca buku antologi ini, saya mikir, "jadi isinya tentang semua kisah para LGBTQ dalam menghadapi permasalahan hidupnya, nih?"

Eh ternyata tidak.  Di cerita "Lapisan Identitas yang Kuhidupi" karya Victoria Tunggono bahkan ceritanya "hanya" seputar ketidakinginannya untuk mempunyai anak.

"Aku takut. Bukan saja takut untuk melahirkan, tapi takut jika aku terpaksa harus melahirkan. Mereka bilang semua perempuan harus melahirkan. Aku takut jika suatu hari aku berubah menjadi sosok yang tak kukenal: menjadi ibu.

Bukan (hanya) takut badan melar, melainkan aku takut keperibadianku berubah, Bukan takut harus begadang menyusui, melainkan aku takut atas komitmen dan ikatan batin seumur hidup. Punya anak bukan hanya lucu-lucuan sesaat. Punya anak adalah tanggung jawab besar sampai akhir hayat." Hal.179.

Lihat, dalam kisah itu bahkan tidak disinggung sama sekali mengenai orientasi seksual penulisnya. Ia masih wanita dan menyukai pria. Hanya saya ia terlampau takut untuk memiliki anak.

Kisah lain mengenai kesadaran HIV dituliskan dengan sangat baik oleh Amahl S.Azwar di tulisan "Menjadi Positif". Di tulisan itu dia menceritakan betapa sudah sejak lama awarnessnya terhadap HIV sudah sebegitu tinggi.

"Saya sempat menyebutkan kalau saya seharusnya sudah 'terdidik' mengenai HIV dan AIDS. Nyatanya, ini tidak juga melindungi saya. Kerumitan ini tak hanya berhenti hingga status positif, tetapi terus berlanjut pada tantangan yang muncul....

Saya akhirnya menelan pil pahit dan memutuskan untuk menelepon orang tua. Saya khawatir, sebenarnya. Bagaimana jika orang tua saya tidak mau menerima saya yang HIV positif ini untuk kembali ke rumah? tapi itu tidak terjadi. Saya bersyukur karena ketakutan saya selama ini ternyata tidak terbukti sama sekali. Hal pertama yang ibu saya katakan adalah: "Pulang saja Nak. Kamar kamu nanti disiapkan."" Dikutip seperlunya dari hal.44 dan 45.

Kisah lain yang saya favoritkan adalah tulisan yang berjudul "Mutilasi Diri" yang ditulis oleh Ardhana Rishvara.

"Psikiater mendiagnosis saya memiliki gangguan jiwa Skizofrenia, Saya disuntik obat di pantat serta diberikan obat minum yang membuat saya tidak bisa bangun selama tiga hari. Tak sampai di sana, sang psikiater juga menyuruh saya berhenti sekolah..." Hal.94.

Ardhana adalah contoh lain manusia yang hidup dalam pergulatan hebat yang tidak semua orang dapat memahaminya. Divonis punya masalah mental, dipaksa berhenti sekolah (yang untungnya tidak diturutinya), menemukan lelaki baik yang bersedia menikahinya hingga ia mengandung namun sayangnya keguguran.

"Dalam keguguran itu, saya harus berhadapan dengan proses kuret di salah satu RS di Bandung. Saya dibentak-bentak oleh suster karena tidak sanggup menahan rasa sakit. Sang suster sama sekali tidak peduli dengan kondisi psikis saya yang sedang hancur karena kehilangan janin.

Bahkan, saya sepat ditempatkan di sebuah ruangan mirip seperti gudang dengan kamar mandi tanpa lampu. Dokter masuk dan membawa tabung isi janin dan berkata, "ini, ya anakmu!" serasa pergi berlalu. Dengan entengnya, Ibu Mertua pun hanya bilang, "Ya sudah, nggak usah sedih, bikin lagi aja!" Dikutip seperlunya dari hal.96.

Itu secuil perjalanan Ardhana yang harus ia hadapi sebelum kemudian dari perjalanan panjang lainnya ia memutuskan untuk melakukan transisi, yakni mengubah jenis kelaminnya menjadi laki-laki. "Pernahkah kamu lihat ilustrasi kepingan puzzle, di mana semua orang adalah potongan puzzle yang pas untuk membentuk sebuah gambar besar bernama masyarakat? masing-masing potongan biasanya dapat mengisi kekosongan ruang dengan pas." Hal.103.

Tapi ya itu, di luar sana ada orang-orang yang dalam kerangka waktu masyarakat umumnya tidak tampak ideal. Kenapa si A usia X belum menikah? kenapa si B sudah menikah sekian tahun belum punya atau menunda memiliki anak? kenapa si C memutuskan untuk menempatkan orang tuanya di panti werda alih-alih mengurusinya sendiri?

Selalu salah dalam kacamata umum mayoritas masyarakat. Yang sayangnya di beberapa kasus berakhir tragis karena orang yang tidak dapat menerima perbedaan itu kemudian melakukan cara-cara keji agar orang itu sama seperti dirinya. Sama seperti bentukan ideal menurut sudut pandangnya. Padahal, kehidupan orang yang mereka benci itu tidak selalu bersisian dengan kehidupan mereka, bukan?

Ya, pada akhirnya memang saya mendapatkan banyak sudut pandang baru setelah baca buku ini. Mempelajari sederet kegelutan yang terjadi pada hidup orang lain harapannya menjadikan saya, sebagai pembaca lebih wise dalam melihat berbagai macam perbedaan. Karena apa? hidup atau cara pandang saya terhadap beberapa hal pun bisa jadi tak sepenuhnya ideal dalam ukuran atau timeline waktu mayoritas masyarakat pada umumnya. Dan, terlepas dari itu semua, sudah sepantasnya untuk.... sesederhanya saling menghormati jika belum sampai pada titik saling memahami, bukan?

Skor 8,7/10
2 reviews
June 5, 2025
Identitas tentunya adalah suatu hal yang penting dari manusia, setiap individu melekat identitas yang tiada identik dengan satu dan lainnya. Ada segelintir identitas yang tidak diterima di sebagian besar masyarakat, ialah Queer.

Bagi pembaca yang awam dengan istilah Queer, dari kumpulan esai pendek yang telah dikumpulkan menjadi satu di buku ini, pada akhirnya bisa melihat bahwa tidak ada satu definisi “khusus” dari Queer itu sendiri, bahkan setiap orang bisa memiliki persepsinya masing-masing secara pribadi apakah “Queer” itu. Pengotak-ngotakkan identitas dapat menjadi suatu hal yang menyatukan kita yang memiliki pengalaman, perasaan, pandangan yang serupa, namun juga dapat menjadi belenggu ketika “kotak” identitas itu membatasi kita untuk mengetahui dan menerima siapa sebenarnya diri kita, begitu pula dengan pandangan masyarakat terhadap diri kita, suatu label bisa jadi alat untuk menggeneralisasi yang menggunakan label tersebut. Seperti, stereotip laki-laki yang “kemayu” pasti seorang homoseks, padahal cara seseorang merepresentasikan dirinya secara fisik belum tentu memiliki orientasi seksual yang seperti distereotipkan di masyarakat. Kembali lagi bahwa setiap manusia itu berbeda dan ketidakselarasan antar manusia itu hal yang akan selalu ada.

Kita yang merasa dan adalah Queer, seringkali merasa sendirian di antara masyarakat yang terus berpaku pada ke-”normal”-an, mau dari suatu hal tidak dilihat fisiknya seperti atraksi seksual/romantik sampai hal yang berupa fisik yaitu ketubuhan manusia. Banyak dari orang-orang terkait yang belum bisa sadar dan menerima dirinya sendiri secara positif sehingga secara tak sadar ikut dalam menyerang dan menyisihkan orang-orang yang tidak “normal”, bagi yang sadar bahwa hal “normal” itu tidak terpaku pada hal-hal tertentu, alangkah baiknya dapat merangkul dan membantu yang masih merasa “anomali” untuk mencintai dirinya sendiri maupun orang lain.

Dalam kumpulan esai pendek ini kita membaca berbagai sudut pandang orang-orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, kepercayaan kepada ketuhanan yang berbeda, etnis yang berbeda, dan lain sebagainya. Orang-orang seperti mereka bisa ada di antara kita atau bahkan diri kita sendiri yang salah satu aspek dari mereka yang kita miliki pula. Kita tidak sendiri, Queer dapat ditemui di manapun kita berada, meski kita tidak ketahui.



Profile Image for summerreads ✨.
110 reviews
August 25, 2021
Barangkali ini salah satu buku non fiksi yang aku sukai tahun ini. Dari judulnya aja sebenarnya Queer etc sudah cukup menarik perhatian. Ketika menyelami lebih dalam, aku mendapati pengertian lebih luas mengenai Queer itu sendiri. Mungkin aku --atau juga banyak pembaca lain di luar sana, belum terlalu memahami bahwa istilah Queer merupakan cakupan yang luas.

Seperti yang dikatakan Diana Mayorita dalam esainya di halaman 68:

"Queer tak hanya soal identitas, tetapi soal bagaimana mengkritisi segala sesuatu yang dianggap normal. Aku juga baru tersadar akhir-akhir ini bahwa standar normal itu sebenarnya wajib untuk dipertanyakan kembali."

Atau seperti yang dikatakan oleh salah satu editor sekaligus kontributor buku ini, Henry Yulius:

"Secara umum, queer merujuk pada segala perihal yang nyentrik, eksentrik, dan mempertanyakan apa yang dianggap normal."

Buku ini sendiri memuat belasan kisah mengenai orang-orang yang kerap dipandang berbeda dari masyarakat 'normal' menurut kebanyakan orang. Mulai dari mereka yang gay, transpuan, transman, ODHA, keterbatasan fisik, childfree, "disabilitas mental", dan sebagainya. Membaca Queer etc membuatku berpikir bahwa banyak orang di luar sana yang berjuang keras untuk bisa menjadi diri mereka sendiri. Bahkan, untuk menjadi diri sendiri saja sangat sulit ternyata. Kita harus menjadi 'normal' sesuai standar kelompok mayoritas, sehingga kadang merasa 'menjadi diri sendiri' adalah hal yang memalukan atau malah menganggapnya sebagai hal yang salah, ketika kita tersadar bahwa diri kita tidak sama dengan banyak orang lain di luar sana.

Beberapa cerita favoritku adalah Gerilya karya Abigail A., Menjadi Positif karya Amahl S. Azwar, Kafilah Menggonggong, Anjing Berlalu karya Rizal Iwan, dan Mutilasi Diri karya Ardhana Rishvara.
10 reviews
March 1, 2022
Queer etc. penuh dengan keragaman cerita perjuangan untuk coming in dan coming out, perjuangan atas tubuhnya, perjuangan atas seksualitasnya. Ada pergolakan dan kebahagiaan di buku ini. Benar seperti kata Hendri Yulius Wijaya, 'menawarkan cerita-cerita unik dari setiap individu, meyakinkan kita semua bahwa setiap orang berbeda, dan mengalami tubuh, gender, dan seksualitas yang tak selalu bisa diutarakan dalam bahasa yang sama'.

Cerita-cerita ini mengingatkan saya sebuah kisah yang terjadi di dunia nyata. Seorang anak laki-laki yang dibully karena feminin atau biasanya dibilang ngondek. Gurunya bahkan menemui orang tua siswa tersebut dan dengan terang-terangan bilang 'tolong ajar si A biar tidak jadi banci'.

Hati mana yang tidak kaget mendapatkan kalimat seperti itu. Apalagi ini anak sendiri. Saya memang belum menjadi seorang orang tua yang anaknya menemukan dirinya sebagai seorang queer tapi stigma dan diskriminasi juga bukan solusi yang baik. Teman-teman suka bertanya, 'bagaimana jika itu anakmu?'.

Buku ini bisa menjadi pembelajaran yang baik untuk kita semua, menjadi pondasi dasar pengetahuan dan bagaimana kita seharusnya memperlakukan queer etc. Bagaimana kita melihat bahwa manusia itu bukan hanya sekedar label yang ditempel sejak keluar dari rahim ibu. Memberikan sudut pandang baru dan menghapus stigma lama di otak kita mengenai queer etc.

Tidak kenal maka tidak sayang. Ungkapan ini sangat cocok dengan buku ini. Tidak mengenal queer etc dengan baik maka tidak sayang. Kalau sudah sayang, stigma dan diskriminasi yang dialami queer (semoga) perlahan mulai hilang.
Profile Image for Nasa Tantra.
13 reviews
September 4, 2021
Mengernyitkan dahi? Tentu saja. Beberapa esai personal yang saya baca berhasil untuk membuatku mengernyitkan dahi setiap kali kalimat berganti ke kalimat lain. Isu tentang LGBT, atau isu kompleksitas gender, tetap saja bukan suatu hal yang menurutku bisa saya setujui untuk dapat diterima dengan seutuhnya. Maksudku adalah dogma, merupakan suatu hal yang harus dipercaya tanpa perlu dibuktikan, dogma agama. Kita hidup di negara yang memiliki lima sila dengan sila pertama adalah keTuhanan yang Maha Esa, artinya agama-agama yang diakui negara tersebutlah yang kita peluk dan kita jadikan sebagai dasar. Semua orang berdosa? Memang. Tapi ketika kita mulai berkompromi dengan dosa padahal kita tahu itu dosa? Bebal. Memang aku tidak berkapasitas dalam hal isu kompleksitas gender, dan juga orang yang tak luput dari melakukan hal yang berdosa, tapi paling tidak kita berusaha untuk tidak melakukannya, kan? Bukan malah pasrah masuk ke hal yang tidak berkenan di hadapan-Nya.
Namun buku ini tidak meletakkan isu LGBT saja, tetapi beberapa isu lain yang merupakan sesuatu yang mempertanyakan kenormatifan yg ajek di masyarakat itu sendiri, contohnya seperti childfree. Isi buku ini layak untuk dibaca dan direnungkan berdasarkan sudut pandang dari pembaca itu sendiri.
Profile Image for Balya Sulistiyono.
54 reviews4 followers
July 14, 2024
It’s a collection of essays/stories. The title being “queer etc.” is actually very cheeky because the book consists not only accounts from queer folks but also from those who are othered like folks with physical/mental disabilities.

Clearly, this book is introduction so many are familiar stories/concepts to me but maybe not for the other. Whether I like the book: it depends on the author, I think. I like some, but not much for the other. I find some stories to be more important or compelling than some others. However, since I think the whole point of the curation is the range of individuals, it does a pretty good job at showing that variety.

One story I love the most is Dad Bod. Recently, I had been thinking about no matter how much control we think we have on our bodies, we won’t ever be able to control each cell and feeling from behaving. Sometimes that behavior is against what we want: sickness, negative feelings, etc. We can’t control our bodies according to our expectations, let alone the societal expectations. This essay really put what I think to words in the most touching way.

I’d recommend this book for its variety and that Dad Bod essay.
Profile Image for Ayu Ratna Angela.
215 reviews8 followers
July 20, 2021
Membaca buku ini cukup membuat saya merasa tidak nyaman, karena diri ini yang memang belum terbiasa terekspos dengan konsep queer, apalagi dengan gaya hidup bebas yang banyak ditampilkan di sini.

Tapi di luar itu saya rasa ada cukup banyak hal yang bisa saya pelajari dan pahami lebih dalam dari membaca kumpulan esai ini. Esai favorit saya 'Lapisan Identitas yang Kuhidupi' oleh Victoria Tunggono. Karena membaca esai ini rasanya saya jadi ingin mencoba membaca buku beliau yang berjudul 'Childfree & Happy'.

"Mereka juga bilang, punya anak adalah kebahagiaan tersendiri. Aku juga tahu itu. Namun aku tidak memilih kebahagiaan itu. Aku memilih kebahagiaan lain karena bentuk kebahagiaan setiap orang berbeda. Buktinya, banyak orang yang punya anak tetap tidak bahagia. Lagipula kebahagiaan tidak ditentukan berdasarkan kepemilikan anak atau tidak. Bahagia adalah keputusan pribadi masing-masing. Aku merasa sudah bahagia tanpa kehadiran pasangan maupun anak, dan aku bisa berbahagia atas keputusan orang lain dengan anak. "
-Lapisan Identitas yang Kuhidupi, Victoria Tunggono.
3 reviews
September 13, 2021
Kumpulan esai yang bagi saya benar-benar menyuarakan slogan yang biasa disuarakan oleh teman-teman LGBTQIA+, "We are queer, we are here." yang menyatakan kalau kami memang ada di sini, dan bahkan ada dimana-mana, dengan latar belakang yang beragam, namun tak jauh berbeda dengan anda: manusia yang hidup, manusia yang punya perasaan, hak, dan tanggung jawab.

Disini pembaca digelitik untuk melihat, menanyakan, dan mengevaluasi apa yang disebut sebagai 'normal'. Apakah normal itu ideal? Apakag yang normal itu benar? Atau apakah yang normal itu justru menghancurkan intrinsik dan keindividualisan seseorang? dan lainnya.

Beberapa bahasan di dalamnya menanyakan perihal bahasa untuk mengekspresikan sesuatu, bagaimana sebuah kata dapat memiliki arti dan konotasi yang berbeda seiring dengan berjalannya waktu dan generasi manusia. Bagaimana keterbatasan bahasa dan aksesnya menjadi penghalang dalam mencari jati diri, atau bahkan meski dengan keterbatasan tersebut seseorang tetap dapat mengekspresikan perasaan dan identitasnya dengan hal lain yang telah diketahuinya, atau mungkin kata tersebut perlu dimaknai kembali agar dapat dijangkau oleh semua tanpa terkecuali? dan lainnya.

Buku ini apik. Dengan gaya bahasanya yang kasual, saya rasa buku ini cocok untuk dibaca oleh semua kalangan. Dapat dibawa santai tapi cukup untuk menggelitik pertanyaan.
Profile Image for naabilaputri.
26 reviews50 followers
February 11, 2022
membangun kembali empati kepada orang-orang yg termarjinalkan, yang terpinggirkan akibat dari kontruksi sosial yang telah mengakar.

kotak lengkap dengan label yang disematkan oleh masyarakat terhadap kelompok tertentu membuat jengah dan sesak beberapa orang dalam memaknai dirinya sendiri dan memahami konteks diluar itu.

tantangan demi tantangan harus dilalui untuk mencapai setengah pencapaian dari orang yang dianggap "normal" oleh norma dan moralitas yang dibentuk masyarakat itu sendiri.

jika ternyata kamu adalah salah satu dari masyarakat yg ikut andil dalam melakukan pelabelan, dan dalam perjalanan pemaknaan dirimu sendiri kamu masih sulit menemukan kata yg pas, apakah km masih mau dan berani keluar dari kotakmu? dan berjuang bersama mereka?
Profile Image for Tefi.
79 reviews7 followers
November 16, 2025
buku yang oke. tapi yang paling mengecewakan adalah: gaada representatif sapphic :(( sooo that's disappointing.... banyak banget representasi trans dan gay, dan ada juga esai dari orang non LGBTQ yang dimasukkan ke sini karena kondisi beliau bisa dibilang "queer".

buku ini cukup menggambarkan isi hati queer folks dengan baik dan ngena. esainya Kedung Soejaya yang berjudul Asuk dan Oom got me crying DI KRL GREEN LINE YALLL, karena kondisi mereka sekarang bisa dibilang sangatlah indah dan mungkin mimpi dari sebagian besar queer folks. terlebih mereka pasangan chindo-non chindo, which reminds me of my own relationship.

buku yang baik, tapi please, yall can do better @penyuntingbukuini, yakali, masa kelupaan naro esai dari alfabet pertama di LGBTQ?
Profile Image for Hadiwinata.
49 reviews
April 23, 2022
Kupikir kita semua adalah queer--kecuali jika kamu tidak menganggap diri kamu sebagai manusia. Bagaimana tidak? Bukankah setiap manusia memiliki keanehnnya masing-masing?

Buku ini, Queer etc, bagi saya keren sekali. Ia mengajak kita untuk lebih kritis dalam memandang isu-isu terkait orientasi seksual, identitas, gender, etc. Namun, sejatinya, dalam kacamata saya, buku ini mengajak kita mengkritisi lebih banyak dari itu. Ia membuka mata saya untuk mempertanyakan ulang segala hal yang berkaitan sekaligus tidak berkaitan dengan hidup saya, termasuk apa-apa yang tidak atau belum bernama sekalipun.
Profile Image for Devina Gunawan.
23 reviews
September 9, 2021
This book speaks to many hearts, and it’s become one of my favorites. It’s honest and raw, and it cuts deep. But there is a wonderful relief in reading this book, there’s a bit of joy in celebrating the courage and compassion - literally written in every story.

I’d recommend this to anyone. Even buy copies as gifts for friends. These stories can heal and comfort. And I hope this gift that the writers and editors have given to the readers.. can bring them great joy as well.
16 reviews
January 1, 2023
Ya. Ternyata buku ini semakin kebelakang, semakin liar pembahasannya. Namun, pembahasannya memang informatif dan kasar untuk dibaca sepihak (seperti saya). Pengetahuan seputar dunia heteroseksual dan seksual lainnya, dibalut dengan cerita pendek entah fiksi atau cerita nyata dari penulis.

Buku ini memang tidak selalu bisa rekomendasikan kepada setiap orang. Tapi, tidak salah untuk membaca buku ini untuk masuk dan menyelam ke dunia queer ini.
Profile Image for Fitri Wahyuningsih.
68 reviews4 followers
January 3, 2023
Kumpulan essay naratif yang seperti catatan pribadi penulisnya. Ceritanya beragam. Bahasa santai. Ngalir. Membacanya seperti mendengarkan seorang kawan bercerita.

Tujuan saya baca buku ini, simply ingin memahami keberagamaan manusia saja. Semoga lebih banyak penulis queer yang bicara soal queer di Indonesia.
Profile Image for Irna Irhamna.
22 reviews
November 23, 2025
sebuah bacaan yg membuka pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar kita. awalnya tisak berekspektasi apapun, karena pada dasarnya sy hanya penasaran. Tapi, there you are! Para kontributor di buku ini agaknya semua punya bakat menulis. I enjouy the writing style throughout the stories. enjoyable book to read and to reflect after.
Profile Image for Stephany Efflina.
118 reviews1 follower
May 14, 2022
Sebuah buku yang membahas tentang 'queer' dan segala aspek yang terkait dengan makna kata itu... makna yang menurut saya masih terlalu luas untuk didapatkan arti yang sebenarnya (atau mungkin karena itu 'queer' maka tidak perlu dimasukkan ke dalam satu kotak yang namanya 'arti').
Profile Image for Astrosphyx.
3 reviews2 followers
January 19, 2023
Koleksi esai tentang komunitas LGBTQ, yang dimana menjadi hal tabu untuk diperbincangkan, bahkan mereka di cemooh, disiksa, bahkan dibunuh karena perbedaan.

Menyegarkan pikiran dan melihat dari pov lain dari komunitas tersebut, 5/5
Profile Image for Sawaraafai.
2 reviews
June 28, 2022
Sebuah kumpulan esai yang bisa memberi pandangan baru kepada pembaca tentang queer.
Profile Image for Jackie.
27 reviews
January 20, 2023
Serves its purpose of sharing queer stories and kept me curious in the first several ones, but beyond that it's not there to change your view of life/perspective/etc.
Displaying 1 - 30 of 33 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.