Menik itu ya, ceriwisnya minta ampun! Kalau sudah nyerocos, sulit mengeremnya. Persis burung prenjak yang tidak berhenti berkicau. Sekarang coba bayangkan, kalau Menik harus berurusan dengan Aiman, cowok dingin yang super pendiam! Panik nggak? Panik nggak? Ya panik lah. Masa enggak!
Awalnya urusan Menik dan Aiman sebatas urusan mengantar jahitan. Tapi tak disangka ternyata merembet ke mana-mana. Menciptakan percikan, pertengkaran, bahkan kecelakaan… Sekarang, selain harus memikirkan tugas sekolah yang bikin galau, Menik harus berjuang menutupi perasaannya, termasuk menutupi segala apa yang terjadi antara dirinya dan Aiman.
Fans berat Srimulat, Warkop DKI, Cak Kartolo dkk. Pengagum Arswendo Atmowiloto, Putu Wijaya, Andrea Hirata, J.K. Rowling, Cathy Hopkins. Hobi tertawa dan pengin membuat semua pembaca tertawa bersama. Suka terhanyut kalo dengerin Kitaro, Dave Koz, Idris Sardi. Gampang banget meneteskan air mata pas baca/lihat kisah-kisah sedih. Paling males nonton film yang sad ending. Nangisnya bisa sehari semalam. Gak tahan bau duren. Mending dikasih duit 1 milyar daripada disuruh makan duren....
Novel-novel Netty Virgiantini yang telah terbit: Mama Comblang (GagasMedia), The Kolor of My Life, Jodoh Terakhir. Ini Rahasia adalah novel keempatnya.
Jarang-jarang ketemu teenlit yang setingnya SMP. Lucu bgt masa SMP ya, masih innocent dan belum terlalu banyak beban.
Novel ini sendiri lebih fokus ke kehidupan Menik, tentang self discovery, dinamika dengan ortu, sahabat2nya, hobi yg digeluti dan cita-cita yang baru terbangun
Kisah cinta yg kinyis kinyis malu-malu cuma pemanis tambahan yg bikin kisah hidup Menik semakin apik dinikmati
Argh ini gemes sekaliii :< ME N WHOOO KNP PAS SMP GA MENEMUKAN COWO MACAM AIMAN :<< sad
Baca buku ini bener2 bikin senyam senyum gajelas karena yaa lucu bgt... + nostalgia aja gitu keinget masa-masa cinta monyet jaman SMP yg terasa beneran pure suka ajaah gitu gaada strategi hrs deketin gmn dll dll... yg klo papasan aja udah bisa bikin mood hepi :3
Ending-nya juga maniis! Namun cerita mengenai hobi Menik ngumpulin kain perca dan bikin kerajinan dari hal itu jadi menghilang... padahal aku sukaa bacanya hehe.
Secara keseluruhan aku sukaa bgt! Beneran moodbooster deh baca iniii! Suka banget sama karakter & penokohannya yang konsisten👍🏻👍🏻
buku ini cukup menghibur, apalagi di kala kehidupanku yang monoton. ringan, nggak bikin mikir yang berat berat. awalnya agak ragu2 baca teenlit lagi karena udah pensiun jadi genre favoritku. tapi aku baca berkat blurb yang menarik dan penulisan yang memikat hati.
bercerita tentang menik, perempuan yang duduk di kelas 3 SMP. menik sangatlah cerewet, nggak bisa diem kalo nggak direm hahaha. pertemuannya dengan aiman, si cowok pendiam, adalah ketika menik mengantar jahitan ibunya ke sebuah rumah gedong.
ternyata, pertemuan menik dan aiman nggak berhenti di situ. mereka ternyata satu sekolah dan satu kelas. dan aku nggak nyangka bisa bisanya aku cekikikan dan gemas karena romansa anak SMP 🫣
ceritanya terasa mengalir aja. page turner. aku setuju sama salah satu review di GR, kukira buku ini bakal lebih banyak fokus ke menik yang masih bingung dengan cita2nya. ternyata lebih ke romansa remaja.
tapi di luar itu, aku suka sama buku ini ✨️ dan jadi penasaran dengan karya penulis yang lain. kurasa sesekali aku perlu membaca buku yang seperti ini.
Pertama, nggak nyangka bakalan baper sama interaksi anak SMP. Astaga, gemes banget, nggak kuat ><
Kedua, lupa dulu gimana impresiku sama tulisan Kak Netty, tapi ngalir banget pas dibaca, page turner! Tau-tau udah selesai aja. Walaupun penulisnya bukan remaja, tapi identitas teen-nya ada dan nggak dibuat-buat kelihatan dewasa. Celetukan polos Menik, terlebih Upik, itu relateable. Sesuai sama karakter dengan usia segitu. Apalagi bagian Upik sering cobain seragam barunya sampe orang serumah bosan lihat, duh bikin haru. That small happiness :'(
Ketiga, aku suka karakter Menik yang konsisten dari awal ceriwis abis, bahkan ngobrol sama gurunya tetap begitu. Lucu banget astaga :d plus karakter Aiman juga sama konsistennya. Harusnya memang begini sih karakterisasi cowok pendiam dan nggak banyak omong tuh, bukannya tiba2 nyerocos pas di belakang gebetan. Konsisten jadi pendiam si Aiman ini sampe dikira kesambet dong sama emaknya pas ngomong panjangan dikit 😭
Keempat, mungkin ini bagian kekurangan, sebenernya nggak ada kurang, sih, cuman pesan2 dan moral value-nya kurang di-push. Kupikir bakal banyak bahas soal Menik yang nggak tau cita-citanya apa, tapi suka banget ngumpulin kain perca, ternyata malah kebalik. Bagian romance-nya agak banyakan ketimbang soal pencarian "jati diri" itu. Ada hal yang menarik di sini; soal Menik yang nggak menganggap pengrajin kain perca itu sebagai pekerjaan tetap atau bisa dijadikan cita2. Yah, namanya anak SMP, pikiran cita2 ya tentu yang pasti2 semacam dokter, guru, pekerja kantoran, dll. Nah, ini yang kusebut nggak mendewasakan karakter remaja.
Sayangnya, ending cerita kayak kurang nendang. Yah, memang concern dari karakter utamanya udah selesai, sih, but still rasanya "magak" banget berhenti di situ. Walau begitu tetap wajib baca ini, superrrringan dan dijamin bikin stres di kepala ilang. Bawaannya pengin senyum terusss 😭
Menik mengantar hasil jahitan ibunya ke rumah pelanggan. Di sana dia bertemu seorang cowok sebayanya yang ternyata anak pelanggan Ibu. Aiman namanya. Kejutan berikutnya Aiman ternyata satu sekolah dengannya. Keesokan harinya, saat hari pertama sekolah, ternyata Aiman sekelas dengan Menik. Sayang Aiman terlalu pendiam, berbeda dengan Menik yang susah berhenti jika sudah ngomong.
Hari pertama sekolah, wali kelas mereka memberikan tugas membuat karangan dengan judul "Langkah Awal" terkait cita-cita setiap siswa. Menik bingung karena dia belum punya cita-cita. Menik punya hobi mengumpulkan kain perca sisa jahitan ibunya, dan membuat kerajinan tangan dari kain perca itu. Tapi itu kan hanya hobi saja.
Kisah Etnik Menik ini sederhana tapi segar. Karakter Menik yang ceriwis adalah hal menarik pertama di novel teenlit ini. Kemudian ada juga unsur tentang menemukan cita-cita, bahwa profesi di masa depan bisa saja berawal dari hobi. Pokoknya baca novel ini jadi senyum² sendiri.
Ternyata kalau fokus, bisa dibaca 1-2 hari selesai..ehee
Disini dibahas bahwa penting juga untuk memikirkan pengen apa kita di masa depan nanti untuk menentukan langkah pertama. Kadang hobi bisa jadi pijakan awal untuk mempertimbangkan pengen apa/ pengen jadi apa kita nanti..
Kalimat favorit: Tidak semua masalah langsung butuh solusi, kadang hanya butuh didengarkan.
Actual 2.5⭐ Not gonna say buku ini engga bagus, bukan. Hanya aja romance di buku ini udah bukan my cup of tea lagi.
Ada beberapa buku remaja (SMP) yg gue baca, dan di dalamnya ada beberapa konflik yg jadi topik utamanya, bukan hanya sekedar romance to'. Jadi ketika baca buku ini yg bisa gue bilang sebagian besarnya disuguhin roman picisan ABG, berasa udah jauh relate dengan fase gue sekarang.
Beberapa orang bilang baca buku ini bisa jadi flashback dan nostalgia, betul, tapi bagi gue pribadi tetap engga nemu "feels"-nya.
Cerita teenlit yang sejauh ini enggak cringe atau aneh...ceritanya ngalir dan enggak berlebihan di setiap narasinya. Momen yang diciptakan penulis ketika interaksi kedua tokohpun enggak yang dipaksakan dan menurutku sesuai dengan umur mereka. Karakter Menik yang ceriwis, menurutku berhasil banget ditulis oleh penulis.
Tidak hanya fokus pada kisah Menik dan Aiman, tapi juga penulis menceritakan tentang keluarga keduanya yang menjadi pelengkap kisah dan latar belakang Menik serta Aiman.
Buat yang nyari bacaan ringan sekaligus mengenang masa-masa remaja *buat kita yang sudah tidak remaja, ini rekomendasi karena bagus, ringan, alurnya enggak maksa dan lucu juga manis yang sewajarnya....
lucu 😭 wkwkwk baca bukunya tuh jadi kaya nostalgia gitu, bener bener pure love anak smp gitu yang polos trus lucu bangett 😭
Romance nya juga gak yang menjijikkan gitu dan emang sesuai porsinya, selain itu aku juga suka banget interaksi menik sama keluarganya, warm sekalii 🥺🥺💗
Ini buku sangattt ringann trus bikin senyum senyum sendiri wkwkwk gabikin mikir sama sekalii hahahaha puree buku buat hiburann 🤭🤭
Bah! Suka kali aku. Kalo klian suka nontonin ghibli macem poppy hills/ whisper of your heart, klian pasti suka bc ini. Vibesnya ghibli dngn tema besar cita2 tp diselingi romance yg tipis tp berasa.(aplgi pas scene boncengan sepeda😘) yah walai dibandingin ghibli mungkin masih harus mendaki lagi, tp suka sama ceritanya.. Polos, damai, lucu, babnya jg pendek2❤️❤️
ITS SOOOO CUTE I CANT STOP SMILING 😭😭😭😭😭😭😭😭 totally ⭐⭐⭐⭐⭐⭐/5 I REALLY LOVE THIS BOOK!!!!! aiman is the standard man..... his love language is def act of service and bahasa isyarat HAHAH and menik shes so funny and jujur banget..... but that's what makes me like her! UPIK JG LUCU BGTTTTT AKU SUKA DIA LUCU BGT t__t
Dibalik kisah anak SMP yang lagi jatuh cinta ternyata penulis juga menyelipkan bagaimana seorang anak bisa tahu tentang cita-citanya. Aku suka sama karakter yang digambarkan penulis dan gaya bahasa yang dipakai bener-bener cocok sama anak remaja. Buku dengan genre teenlit merupakan salah satu buku pelarianku kalau lagi capek dan pengen baca cerita yang ringan-ringan.
Sukalah. Tentang anak SMP yang masih galau sama cita-cita, yang merasakan debaran cinta monyet, yang merasa gengsi karena nggak sama dengan temannya, pokoknya masalah-masalah khas anak abg deh. Settingnya di Solo, dan yang paling bikin related sama cerita ini adalah kondisi keluarga Menik :"
ceritanya fun dan ringan wowkwokwow lucu bacain cerita cintanya bocil bocil ini yg masih pure innocent about love, banyak deg degannya banyak saltingnya banyak malu malunya >_<
buku teenlit yang ringan dan lucu, cocok dibaca pas reading slump biar mood bacanya balik. aku pas baca ini banyak ketawa dan senyum-senyum sendiri karena menik dan aiman gemes dan lucu banget.
Awalnya, aku cuma ingin baca sesuatu yang ringan. Setelah sekian lama bergelut dengan buku-buku berat—historical fiction, biografi tokoh politik, dan bacaan yang menuntut konsentrasi tinggi—aku pikir Etnik Menik bakal jadi jeda manis. Sebuah kisah remaja yang bisa bikin aku senyum tanpa harus memikirkan makna sosial, politik, atau kehidupan. Tapi ternyata, seperti kebanyakan hal dalam hidup, aku salah besar.
Beberapa halaman pertama bikin aku fluttered. Rasanya kayak perutku penuh kupu-kupu—my butterfly era is back. Interaksi antara Aiman dan Menik itu gemas, polos, dan lucu dengan cara yang bikin aku lupa kalau aku sudah dewasa. Menik yang bawel dan spontan, Aiman yang kalem dan pendiam—dua dunia yang bertolak belakang tapi saling melengkapi. Setiap adegan kecil mereka, mulai dari tatapan canggung, percakapan ringan, semuanya bikin aku senyum-senyum sendiri. Aku seperti dibawa balik ke masa SMP: masa ketika dunia isinya cuma PR, teman sebangku, dan perasaan deg-degan waktu papasan sama mas crush.
Tapi semakin jauh aku membaca, emosi yang awalnya ringan itu mulai berubah. Yang awalnya terasa hangat dan manis, perlahan jadi getir. Kalau aku membaca Etnik Menik di masa remaja, mungkin aku akan yakin 100% kalau hubungan Aiman dan Menik akan berakhir bahagia. Tapi sekarang, setelah melewati pahit-manis hidup, aku tahu cinta tidak selalu cukup untuk melawan realitas. Ada gap yang nyata di antara mereka—latar belakang sosial, ekonomi, dan kesempatan. Aku bisa saja tersenyum melihat kisah mereka, tapi bagian dalam diriku yang sudah terbentur realitas berbisik pelan: hubungan ini mungkin tidak akan kemana-mana.
Menik berasal dari keluarga sederhana, anak penjahit yang hidupnya serba terbatas. Sementara Aiman berasal dari keluarga berada dengan semua kenyamanan yang menyertainya. Dan di antara mereka terbentang jurang sosial yang lebar—jurang yang bukan hanya tentang uang, tapi juga tentang privilege. Menik tidak punya kemewahan untuk bermimpi tanpa batas; bahkan untuk sekadar punya cita-cita pun, dia harus mempertimbangkan biaya dan realitas hidup.
Yang menarik, penulis menghadirkan sosok guru BK yang benar-benar fungsional. Dua jempol untuk bagian ini, karena guru BK di Etnik Menik berhasil mematahkan stereotip bahwa BK cuma tempat anak nakal “dipanggil”. Di sini, guru BK justru membuka ruang bagi anak-anak untuk mengenali diri mereka sendiri. Tugas sederhana yang diberikan—menulis cita-cita dan langkah untuk mencapainya—ternyata jadi katalis besar bagi para tokoh untuk memahami potensi mereka. Dan aku merasa bagian ini relatable banget, karena di dunia nyata masih banyak anak-anak SMP seumuran Aiman dan Menik yang bahkan belum tahu apa yang mereka sukai, apalagi mau jadi apa.
Tapi di sisi lain, aku sadar kalau tugas seperti itu juga bisa jadi dua mata pisau. Karena tidak semua anak memulai hidup dari titik yang sama. Ada yang mulai dari nol, ada yang bahkan mulai dari minus tiga, minus lima. Menik adalah contoh nyata: dia bukan cuma harus mencari jati diri, tapi juga bertarung melawan sistem yang tidak adil. Dan di titik ini, Etnik Menik berhenti menjadi sekadar kisah remaja—ia berubah jadi cermin kecil tentang privilege, ketimpangan sosial, dan keberanian untuk bermimpi di tengah keterbatasan.
Yang paling menyentuh bagiku adalah perjalanan Menik menemukan arah hidupnya. Dia tidak serta-merta ingin jadi penjahit baju seperti orang tuanya. Tapi dari kain perca, Menik justru menemukan jalan baru.
Namun, di balik semua kehangatan dan harapan yang disajikan, aku nggak bisa menutup mata. Buku ini diam-diam jadi pengingat keras tentang kondisi sosial di Indonesia. Tentang bagaimana cita-cita sering kali terbentur realitas ekonomi. Tentang bagaimana negara belum sepenuhnya hadir untuk menyejahterakan rakyatnya. Tentang sistem yang membuat banyak anak seperti Menik harus berjuang sendirian. Pada titik ini, Etnik Menik terasa seperti potret kecil dari wajah besar Indonesia—negara yang masih timpang, yang masih belajar untuk adil.
Dan lucunya, niatku membaca buku ini hanya untuk have fun berakhir dengan kepala penuh pikiran dan hati yang campur aduk karena sekecil apa pun konflik di Etnik Menik, semuanya bermuara pada hal yang sama: politik.
Ya, bahkan makan pun adalah politik. Dari siapa yang bisa makan dengan layak, sampai siapa yang bisa bermimpi tanpa takut lapar—semuanya adalah hasil dari sistem yang kita hidupi.
Pada akhirnya, Etnik Menik bukan cuma kisah cinta remaja atau perjalanan menemukan cita-cita. Ini adalah kisah tentang struktur sosial, tentang kesenjangan, tentang harapan, dan tentang kenyataan pahit bahwa di negeri ini, bahkan untuk bermimpi pun adalah tindakan politik.
Found this book in an event and decided to pick it up. When I read this book, the first thing that come to mind is nostalgia. This book succeeded to remind me of KKPK, but with a light romance. An innocent love story, it's just really sweet!
This book is a good break from my heavy reads and honestly I really love how the author make the characters act like their age, and it is not something a lot of authors can do, apparently. Also love how the author mentioned slightly about the reality of achieving future goals. Menik is a good representation to those who had limitations in economy, or those who are struggling to find their passion.
Talking about storyline, yes, it is a bit cliche. A rich, handsome, not-talking-much boy that fell in love with a simple girl who talks a lot and helps her mother's business, though it is not really emphasized (I do know that their economical gap is not a focus, I just thought it is cliche). But, this book has its own target market, probably readers younger my age. It might be considered as a novel for adolescents, but as an eighteen year old, I found this book enjoyable.
Another thing that is deeply regretted, is how the book cover seems to not represent the character's design written in the book. Menik is portrayed to have a curly hair and a tan skin tone. But based on the art, she has a lighter skin tone and a straight to wavy hair. This might be a non issue, yes, but a visual character design narrows the readers imagination about the character, so I hope it can be taken to consideration.
Overall, I still enjoy the book, it was a quick read considering how busy I am now. I was thinking that this book has to be on middle schooler's library shelf.
Tetaplah membaca teenlit meskipun usia sudah fully-adult, apalagi teenlit dengan kadar kegemasan yang tinggi seperti ini.
Berkisah tentang Menik yang diminta oleh Ibunya untuk antar jahitan ke rumah Bu Ida. Ternyata Bu Ida itu punya anak laki-laki yang super duper pendiam bernama Aiman. Lalu, saat naik kelas IX SMP, Menik sekelas dengan Aiman. Kemudian debaran-debaran itu pun datang.
Menik dan Aiman itu definisi talkative gf listening bf. Menik bisa ngomong the whole of essay, Aiman paling cuma satu kalimat SPOK—mending sih itu, bisa jadi cuma satu kata aja. Saking pendiemnya sampai Ibunya panik disangka anaknya sakit gegara tiba-tiba jadi ngomong banyak—itu juga karena faktor ngomongin Menik, witwiww.
Nggak cuma kisah lovey-dovey anak SMP, tapi pencarian cita-cita dan jati diri pun turut diceritakan. Menik yang bingung dan nggak tahu cita-citanya mau jadi apa, mendapat ide untuk membuat "Etnik Menik" karena dia senang membuat kerajinan dari kain perca. Nggak cuma kerajinan tapi juga bedcover, tas, dan lainnya. Selain itu juga keluarga Menik yang sederhana tapi ternyata sungguh "kaya". Aku salut bagaimana orangtua Menik menanggapi curahan hati Menik yang lagi galau karena jatuh cinta. Keluarga Aiman pun sama manisnya.
Ku kira karena ini kisah anak SMP, pasti cringe. Namun ternyata tidak sama sekali. Bahkan aku blushing baca romansa anak SMP yang tipis-tipis, malu-malu tapi mau ini, haha.
Novel teenlit yang asik, ringan, nggak cuma bahas tentang cinta, tapi juga cita dan keluarga.
Bahagia sekali bisa menemukan novel teenlit dengan latar kisah remaja SMP, dimana permasalahan yang timbul ringan, konfliknya cukup tipis tapi seru, dan yang paling asik terbawa romansa anak remaja baru itu lucu banget sih.
Novel ini bercerita tentang gadis SMP bernama Menik, tokoh yang periang, bersemangat, dan hari-hari nya selalu terkesan menyenangkan dari sudut pandangnya. Menik ini anak seorang Ibu penjahit baju dan bapak penjaga toko fotocopy di daerah Solo. Menik sudah berada di kelas IX dan dilema ketika mendapat tugas dari guru Bimbingan Konseling (BK) untuk menuliskan cita-cita dan langkah pertama yang diambil untuk menggapai cita-cita tersebut. Dipertengahan pencarian jawaban untuk menyelesaikan tugas BK ini bertemulah Menik dengan teman sekelas nya yang super dingin dan irit bicara bernama Aiman. Ibu Aiman adalah salah satu langganan jahitan Ibu menik. Kisah romansa ala anak SMP mulai bergulir dan ternyata seru juga ya jadi sambil nostalgia masa masa belia, hehehe
such a cute book! iseng ambil aja karena liat judulnya menarik. baca sinopsisnya jg cute khas teenlit bgt! menurutku bukunya lebih cerita kehidupan seorang Menik yg finally menemukan jati dirinya, pentingnya support system dalam kehidupan sperti keluarga dan teman. dibumbui sedikit cinta monyet ala smp yg beneran pure dan cute. suka bgt gmn cinta monyetnya ini dikemas beneran pas untuk anak smp, nggk berlebihan. dan bisa2nya wanita 30an kayak aku salting dan senyum2 sendiri baca interaksi Menik dan Aiman!!!! nostalgia sekali thank youu for the story you've written kak Netty!
seru! selalu suka cerita-ceritanya mbak netty, tapi ini terfavorit, sih. kisah percintaan anak kelas sembilan smp yang bikin senyam-senyum sendiri selama membacanya :D
dan ngga cuma soal romance, mba netty juga menceritakan kisah soal menik dan strugglenya dalam mencari cita-cita. super seru ♥︎
nb: saya sangat suka bagaimana mbak netty menggambarkan kota solo, yang kebetulan merupakan kota tempat tinggal saya ^^