Jump to ratings and reviews
Rate this book

Tokoh-tokoh Yang Melawan Kita Dalam Satu Cerita

Rate this book
jika saja
tak ada beberapa kata
yang tak bisa tidur,
puisi ini dan kau
bisa mudah bertemu
di alam senyap-mata-lelap

tapi
di dalam tiap puisi
selalu ada beberapa kata
yang tak bisa tidur.

maka
satu-satunya cara
kau dan puisi ini
harus saling mencari
di tengah keriuhan kata
dengan mata terbuka.

130 pages, Paperback

First published March 1, 2012

8 people are currently reading
285 people want to read

About the author

M. Aan Mansyur

42 books1,090 followers
a father of four

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
61 (30%)
4 stars
77 (38%)
3 stars
55 (27%)
2 stars
5 (2%)
1 star
3 (1%)
Displaying 1 - 18 of 18 reviews
Profile Image for ahmedoank.
75 reviews2 followers
August 11, 2012
salah satu puisi yang saya suka dalam buku ini
-----

Kepada Suami Mantan Istriku
Esha Tegar Putra

aku sering diserang keinginan bertanya
apa yang sungguh membuatmu jatuh cinta
kepada wanita yang sungguh aku cintai itu.
meskipun mungkin kau juga melihat kecantikan
yang aku lihat di wajahnya atau merasakan
pelukan lengannya yang amat pas di tubuhku,
namun aku sungguh penasaran apakah kau tahu
betapa keras dan bersalah aku telah mengubah
dan membentuknya dari sebatang pohon pemalu
dan hijau di tepi hutan menjadi meja di rumahku.

dan setelah berusaha keras mengembalikannya
seperti hendak mengembalikan meja menjadi pohon
tetapi tetap tak berhasil, sekarang dadaku diganjal
perasaan-perasaan ganjil dan terus penasaran
untuk bertanya: apa yang membuatmu jatuh cinta
kepada wanita yang tak lagi mencintaiku itu?

juga berharap menerima diriku sebagai tukang kayu
yang akan merelakan mejanya kau beli, kau pindahkan
ke rumahmu—sambil terus berdoa semoga hanya aku
yang mengetahui letak cacat yang ada di meja itu.


dpt juga di dengarkan
http://soundcloud.com/hurufkecil/saja...
Profile Image for Ar Rifa'ah.
Author 1 book1 follower
March 19, 2013
Membaca puisi karya penyair Makassar ini selalu membawa kesan tersendiri. Bahasanya khas, Aan Mansyur sekali. Rasanya tetap saja sama seperti saat saya pertama kali membaca Hujan Rintih-Rintih-nya di masa SMA dulu.

Mengomentari buku ini tentu tidak lepas dari kesan yang saya tangkap setiap membaca tulisan di blognya. Selalu fresh dan berawal dari sebuah pertanyaan yang mungkin tidak terpikirkan oleh banyak orang. Maka, mengikuti tulisan-tulisan Aan yang selalu indah, membuat saya pada akhirnya beranggapan, bahwa penyair yang satu ini memang memiliki hidup yang sangat puitis.

Bravo!
Profile Image for Awal Hidayat.
195 reviews35 followers
February 4, 2016
Pada zaman dahulu kala, hiduplah tokoh-tokoh dalam satu cerita. Mereka hidup berdampingan, berbaikan. Hingga tiba suatu waktu, cerita menemui klimaksnya. Tokoh-tokoh mulai memunculkan konflik, menimbulkan intrik. Mereka menghidupkan kebencian, mematikan kebajikan. Tokoh-tokoh yang melawan kita dalam satu cerita.

Pada bulan ini, setalah saya menghitung-hitung, kita sudah melawan banyak hal. Melawan etika, melawan kasih, melawan takdir, melawan kenang. Tahukah, kitalah yang melawan diri kita sendiri. tahukah, kitalah tokoh-tokoh yang melawan kita dalam satu cerita.
Profile Image for Hani.
Author 4 books24 followers
October 7, 2013
A'an selalu bisa menyentuh hati dengan perasaan dengan kata-kata serdahana tapi tepu rasa. Menulis perasaan kadangkala adalah perihal yang seringkali dielak penulis yang enggan berada dalam tulisannya.

Namun ini tidak dijadikan kekurangan malah menguatkan tulisannya.

"aku selalu tidur mengenakan senyuman
karena mengetahui dia selalu jatuh cinta
kepada engkau"
Profile Image for hans.
1,156 reviews152 followers
January 12, 2014
Aan Mansyur buat saya suka Jamie Baldridge. Kegemaran saya adalah di bahagian satu dan enam-- delicate and super deep.

(Hati-hati, kamu bisa jatuh cinta.)
Profile Image for Iin Farliani.
Author 6 books5 followers
September 20, 2023
Buku puisi ini terbagi dalam lima bagian. Masing-masing memperkarakan hal yang beragam. Pembaca dapat memasuki melalui suara subjek yang berbeda-beda di setiap bagian. Di bagian pertama “puisi-puisi yang lahir dari foto jamie baldridge” kita menemukan suara “aku” yang menyuarakan “kau”. Tentang “kau” kita dapatkan dari suara “aku”. Kesan yang terbaca ialah adanya perseteruan di antara mereka, namun lebih berat ke sisi “aku” yang kadang terasa sedang melakukan tarik-ulur, dari yang “menginginkan” kemudian “mengelak” apa yang telanjur disampaikan sebagai pernyataan pribadi. Ada semacam pengalienasi “kau” di mana kau sering berada dalam sesuatu yang sedih, sepi, sendiri.

Di bagian kedua “sejumlah teka-teki”, pembaca mendapatkan subjek “kami” yang menyuarakan dirinya. Ini berbeda dengan pola interaksi “aku” dan “kau” di bagian pertama, dalam bagian kedua ini “kami” sebagai pusatnya. Sebagaimana apa yang kita yakini sebagai puisi, ia menghamparkan spektrum yang luas. Satu kata bisa bermakna lebih dari satu. Puisi-puisi dalam bagian ini di antaranya “teka-teki para tukang kayu”; “teka-teki para dosen sastra”, “teka-teki para ibu hamil” tak lantas hanya menciptakan gambaran perihal “tukang kayu”, “dosen sastra”, atau “ibu hamil”, ia mengantar pembaca pada pemandangan yang luas. Maka kita temukan dalam puisi “teka-teki para dosen sastra” larik-larik yang memantik imajinasi seperti ini: /kulit kami diciptakan dari sisa-sisa kulit tomat, kadang-kadang/ tepung, yang tersisih dari piring-piring di restoran cepat saji.../ ; /kami memiliki banyak sayap tetapi memeluki/ impian miskin. kami tidak pernah menatap langit, apapun yang/kamu maksud dengan langit dan jendela.//

Dalam “tokoh-tokoh yang melawan kita dalam satu cerita”, pembaca menemui subjek “kita” yang memperkarakan hal-hal di luar dirinya. Sebagaimana judul bagian ini, kita temukan nada perlawanan “kita” terhadap yang diperkarakannya: /kita berkesedihan, berkesedihan, berkesedihan/tidak berkesudahan. terpaksa tersiksa merindukan/dan mereka-reka kapan mereka datang menipu kita/sekali dan sekali lagi.// [manusia tebing, hal. 40].

Bila bagian pertama terasa ada perseteruan antara “aku” kepada “kau”, di bagian keempat “mengalimatkan dan mengalamatkan” suasananya berbanding terbalik. Di sini “aku” merangkai hubungan yang mesra dengan “kau”: kecupku mampu menjangkau jari yang kaucelup ke tubuhnya,/jika kau mau. aku mencintai kuku-kukumu yang tumbuh putih,/meski sesekali patah kaugigit, yang mampu jadi cermin bagiku/dan bagi siapapun.// Puisi-puisi yang disertakan pada bagian ini banyak menyiratkan “kau” sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi aku. Tak lagi terbaca pertentangan hubungan seperti yang kita temukan di bagian pertama.

Setelah membaca berbagai pola interaksi antar subjek dari bagian pertama sampai keempat, dalam bagian terakhir “hukum kekekalan tawa” pembaca menemukan bagaimana “puisi diperkarakan”. Di sini terdapat puisi-puisi yang berbicara tentang dirinya, menggugat dirinya, juga membicarakan serangkaian upaya menangkap apa yang mungkin bisa disebut sebagai “gagasan” dalam penciptaan puisi. Ini adalah bagian yang saya kira sangat tepat diletakkan sebagai penutup setelah pembaca mengalami bermacam-macam bentuk interaksi persona, ia kemudian ikut memperkarakan hal yang bersifat sangat subjektif dan abstrak, yakni puisi itu sendiri. Perjalanan dari luar menuju ke dalam.

Sebenarnya banyak pintu yang bisa kita masuki untuk menilik puisi-puisi dalam buku ini. Saya baru memasukinya lewat satu pintu, yaitu “suara subjek”. Barangkali di lain waktu saya akan menilik lebih mendalam lagi melalui pembacaan yang saya harap bisa lebih teliti.
Profile Image for Mark.
1,284 reviews
July 13, 2017
selembar gambar yang dirobek jadi dua


di dalam selembar gambar
sepasang wajah orangtuaku
penuh dengan senyuman.
sepotong pipi kanan ayah
merasuk ke pipi kiri ibu.

gambar itu dipamerkan di ruang tamu
selama bertahun-tahun sebelum datang
kesepakatan di sebuah jelang-petang.

gambar itu harus turun dari dinding,
harus keluar dari pagar-pigura,
harus dirobek menjadi dua.

pelan-pelan ayah dan ibu
membelah gambar itu
agar sepasang potongannya
masing-masing bisa utuh
menjadi satu wajah ibu
dan satu wajah ayah.

namun tangan-tangan mereka ternyata
tidak bisa membelah dengan sempurna.

sekarang setelah mereka tua
aku kadangkala menemukan ibu
mengelus-elus pipinya yang berisi
sepotong pipi ayah.

dan seringkali memergoki ayah,
termenung merindukan sepotong pipinya
yang tertinggal di pipi ibu.
Profile Image for Shelin.
66 reviews
August 3, 2021
Dibandingkan buku-buku puisi Aan yang lain, buku ini salah satu yang menurut saya paling beragam dalam tema dan penulisannya. Adanya bab-bab yang memisahkan sekumpulan puisi dengan puisi yang lain menjadikan puisi di buku ini dapat digolongkan lebih jelas dan memberi tahu pembaca keragaman yang ada.

Selalu senang dengan metafora yang dibuat oleh Aan dalam puisi-puisinya. Entah itu sesederhana metafora dalam puisi "Selembar gambar yang dirobek jadi dua" dalam buku ini, atau metafora lain yang sangat rumit seperti puisi di buku Melihat Api Bekerja. Semuanya tetap terasa indah walau sering kita tidak mendapatkan utuh maknanya.
Profile Image for Randa Muhammad.
96 reviews4 followers
May 29, 2022
aku baca cover edisi baru warna biru hijau. paling suka dgn bagian yg sesuai judul buku. diakhir bagian itu, aan menulis puisi "kesimpulan" yg mereka ini dikumpulkan seperti d Padang Mahsyar. keren keren
Profile Image for Syahrina Nurul.
2 reviews
May 25, 2017
Rindu dan mimpi telah gagal mempertemukan aku dan kau lagi.
Sementara doa tidak ubahnya peti mati.
Profile Image for Anna Rakhmawati.
Author 2 books10 followers
March 21, 2017
Diksinya tetep "sadis" . Nggak sabar utk baca buku terbarunya bang Aan
Profile Image for Sylwty.
72 reviews
August 31, 2021
Buku setebal 125 halaman ini harusnya bisa selesai kubaca dalam sekali duduk namun malah baru selesai di hitungan '4 kali duduk', wkwkwk. Buku ini dicetak ulang dari versi asli tahun 2012. Tak ada yang diubah, hanya beberapa puisi ditambahkan dalam buku ini.

Ini kali pertama aku membaca tulisan Aan yang terbit sebelum buku Melihat Api Bekerja. Mungkin karna udah terbiasa menikmati puisinya di karya-karya tahun 2015 hingga sekarang--membuat 'sederhana' tulisan di dalam buku saat dibaca.

Ada 6 bagian, ada beberapa puisi yang melekat hingga aku memutuskan untuk menulisnya di sini.

8
dia suja duduk di muka cermin membunuh
wajah sendiri dengan napas yang basah
kemudian menghapusnya dengan tangan
menggantinya dengan wajah yang lwbih cantik.

aku sering berdiri di belakangnya
sehingga dia menemukan wajahku
si hadapannya sedih dan berair.

dia akan berbalik, tersenyum dan berkata: "menangis adalah upaya untuk tertawa lebih lepas. sudah, menangislah!"

11
di senja saat mendengar kabar ebgkau mati
sepasang matanya tak berkobar bagai neraka.
sebab mata, katanya, surga bagi kesedihan

sementara kesedihan adalah kebahagiaan yang lembut dan lembab

ibu selalu meletakkan engkau di surga itu, ayah!
Profile Image for Mazdan Assyayuti .
58 reviews3 followers
June 1, 2022
(#BukuUntuk2022)

Selesai baca buku ke-7
Tokoh-Tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita – M Aan Mansyur
JBS, Yogyakarta (2021)
130 halaman
Lama baca: 23 Desember 2021 – 14 April 2022

Kumpulan puisi ini cukup lama sekali menemani waktu ekskapisme ku. Beriringan dengan berbagai yang juga ku baca dalam waktu yang sama. Buku ini menjadi buku puisi pertama yang khatam di tahun 2022.

My Opinion
Terdiri dari sekitar 73 karya Aan Mansyur yang kemudian dibagi dalam 6 segmen. Puisinya indah dan sederhana tapi penuh makna yang berharga. Ada beberapa kerumitan, tetapi tidak banyak, selalu dapat dinikmati.

Tipografi yang khas, tidak seperti puisi lama yang tipografinya dari rima yang ajeg. Materi puisinya sering kali menolak kemapanan yang menjadikannya sebagai sisi kritis. Semua itu berpadu menjadi keindahan.

Aku menangkap beberapa puisi yang kudapatkan feel-nya. Membuat jaring ketertarikan pada sebuah materi atau susunan katanya setelah membacanya. Sayang tidak banyak dari lebih dari 70 judul puisi, yang aku dapatkan feelnya. Aku masih harus banyak belajar.

Dalam ulasan di wordpress, kusebutkan dua judul puisi yang kutandai menggunakan sticky note di buku. Itu hanya dua dari sekian judul yang tertanda. Kalau ingin melihat kegelisahanku, mampir saja di akun twitterku.

Ulasan lebih lengkapnya bisa dilihat di s.id/elsuyuthi
Profile Image for Siraa.
259 reviews3 followers
July 14, 2021
Aan pastinya salah satu pujangga kesukaan saya. Hampir semua bukunya telah saya koleksi namun susah saya selesaikan. Buku setebal 100-an halaman ini pun akhirnya habis lebih dari sebulan. Saya menganggap buku ini seperti semangkuk gula yang enak dihabiskan sesendok demi sesendok. Tidak buru-buru karena bisa membuat sakit juga tidak terlalu lambat suoaya tidak kehilangan rasa. Akhirnya buku ini selesai dengan cara paling memuaskan. Ah.. sungguh buku puisi yang indah

"Hujan masih terjaga dan aku hanya punya kertas juga pensil. Maka aku tulis puisi ini yang amat gelap seandainya tiada kau di dalamnya. Aku membayangkan matamu berkilau-kilau oleh air mata yang menolak terpendam sebagai rahasia" 😍
Profile Image for I'am philosophia.
29 reviews4 followers
July 5, 2012
Saya sangat suka sajak ini..

......
Dilemariku ada satu baju penghangat yg bagian dalamnya rindu memeluk tubuhku.
Dan bagian luarnya rindu dipeluk tubuhmu.

Dilemarimu juga ada satu baju penghangat yg sendiri memeluk perasaan yg sama......
Profile Image for Patricia Wulandari.
10 reviews53 followers
June 20, 2012
i love it when Aan Mansyur wrote about his personal matters into poems. I felt like watching movies.
Displaying 1 - 18 of 18 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.