August Witte is firmly against having children. But after seven years of marriage, his wife is delighted when she realizes she is unexpectedly pregnant. August is terrified, recognizing he never learned the first thing about being a good parent from his father London. A widower since August was a toddler, London has always valued the game of golf -- a sport August has never had any talent for -- more than his son.
In spite of how he hates the game, when August confronts his father, he finds himself agreeing to meet each month of the pregnancy for a round of golf. In exchange, London will give him the only thing that could make August agree to pick up a club again -- memories of his mother, which he has written on golf scorecards since the day he met her. But August quickly realizes that his father's motive is not to teach him about golf, but to teach him about life -- and he may discover that the old man just might know something about it worth sharing.
Kevin Milne was born in 1973 and grew up in Sherwood, Oregon, a quiet country town south of Portland. He earned a diploma from Sherwood High school in 1991, in a graduating class of fewer than one hundred students.
In college, after studying such varied fields as film, journalism, communications, pre-dentistry, pre-law, and German, Milne eventually earned a Bachelor of Science degree in psychology from Brigham Young University. One of the few things he didn’t study as an undergrad was business, which, ironically, is what he chose to pursue in graduate school, earning an MBA at Penn State University in 2000.
Today, Kevin is a business professional by day, an author by night, and a husband and father around the clock. He and his wife, Rebecca, were married in Washington DC in 1995. They have five children.
Let me say at the outset, I have absolutely no interest in golf yet I thoroughly enjoyed this novel. Though it uses golf as a basis, the novel is about life, love, marriage, parenting and relationships. London’s wife died when his son August was very young. Relationships between father and son have always been strained, as London is passionate about golf - a game August has no talent for or interest in. Given such a negative example of parenting, August decided he never wanted children. When he finds out his wife Erin is pregnant, he is less than thrilled. That’s when his father comes up with the idea of a monthly golf game. Nothing would induce August to agree except... London has something August desperately wants - memories of his mother written on golf scorecards. He agrees to the monthly begrudgingly. Over the course of the months of Erin’s pregnancy and the monthly golf lessons, both August and London learn more about each other. There are people who will perhaps say this book is sentimental. I don’t care. I found it charming. Despite my lack of interest in golf, I thoroughly enjoyed it. I chuckled and laughed at times and shed a tear or two as well. My husband watching these responses decided he needed to read this book as well. He has zero interest in golf too but this book is not about golf, it is about life. Along the way it comes out with some helpful thoughts. ‘With your spouse, if you support and encourage each other, and always put the other person first, then your marriage will be able to survive whatever turbulence may come.’ If each person in a marriage did that maybe marriages today would be in less trouble?
Sebelumnya, saya akan menceritakan bagaimana bisa sampai saya membaca buku ini.
Buku ini ditawarkan Gus pada saya. Gus sempat menceritakan sebuah sinopsis entah dari judul mana itu, yang mana menurut saya cukup menarik untuk dibaca. Kemudian pada hari x, dimana Gus memberikan buku ini kepada saya, yang awalnya saya kira buku ini sama dengan sinopsis yang pernah kami bahas.
Kover bukunya berupa padang golfnya, beserta sepasang tangan.
Jujur saja, awal pegang buku ini saya kurang berminat untuk memulai membacanya. Mungkin bagi orang lain, buku ini betapa menariknya untuk mereka, tapi karena saya kurang berminat dengan golf, maka isi buku yang dominan membahas soal golf menjadi angin lalu bagi saya.
Selain itu, buku ini sebenarnya sangat cocok untuk dibaca oleh pria, terutama yang belum dan segera akan memiliki momongan pertama.
Buku ini mengisahkan seorang pria yang takut memiliki anak, karena dia takut gagal menjadi seorang ayah. August juga kurang akrab dengan ayahnya, soalnya London yang dikenalnya sejak kecil sangat tegas dan keras sebagai seorang ayah. Nah, semenjak istri August hamil, August mulai menjalin hubungan baik dengan ayahnya, dan London memberi kiat-kiat untuk August dalam wujud permainan golf, dimana setiap pertemuan mereka memiliki makna masing-masing.
Inti pesan dari setiap permainan mereka saya rasa sangat bagus, walaupun saya malas membaca saat mereka membahas soal pukulan, stik, lapangan hijau, skor yang berhubungan dengan golf.
Yang menjadi hiburan tersendiri saat membaca buku ini juga saya peroleh dari hubungan August dengan istrinya.
Overall, lumayan. Namun, unsur serta setting golf-nya terlalu berat untuk saya, jadi rada-rada malas untuk membaca.
London Witte loves golf so much he named his only child Augusta Nicklaus Witte. London’s beloved wife died when August (as he preferred to be called) was four. London immersed his young son in golf, thinking it was what his wife wanted him to do. Their relationship wasn’t easy, though, since August wasn’t a good golfer, and it suffered what seemed irreparable damage when London cut August from the high school golf team.
Years later, August is married and he and London have a tenuous relationship, at best. August doesn’t want children, so he’s floored one evening when his wife announces she’s pregnant. In a fit of anger, August hops into his car and rushes to his father’s home. His car gets stuck in the mud and he walks to his father’s house to get help. His father shows him an odd journal he’s kept on golf score cards through the years and agrees to allow August to read it on one condition – August must take one golf lesson a month from his father throughout his wife’s pregnancy.
August reluctantly agrees and the lessons end up to be life lessons rather than golf lessons. For example, they played during torrential rain during one lesson – they couldn’t use a cart and there were large puddles on the course. The moral of the lesson was, “Some days we play the game of life in the bloody rain. Not all days can be sunny skies and fair weather. But sooner or later the dark clouds dissipate. . . and the light shines through.” August learns about life through the lessons and about his father through the journal and slowly comes around to anticipating the birth of his child.
The Nine Lessons by Kevin Alan Milne is a sweet, endearing book. It’s an emotional tale about forgiveness and father-son relationships. There are great golf quotes at the beginning of each chapter, like this one from Charles Rosin – “Golf isn’t a game, it’s a choice that one makes with one’s life.” You don’t need to be very knowledgeable of golf to enjoy this book, though. I think anyone looking for a light, inspirational book will enjoy this one like I did.
--- The Nine Lessons --- Plot: Berjalan dengan perkembangan pasti. Penokohan: Sip^^. Gaya bercerita: Dari sudut pandang orang pertama yang menyenangkan dan menghibur.
Baca sinopsisnya langsung ya^^. OHHO-- YA AMPUN CERITANYA-- <3 *remas bantal terdekat*.
Novel ini dengan sukses menggabungkan olahraga golf (yang notabene menurutku olahraga orang kaya-kaum-borjuis) dengan kehidupan. Pada dasarnya, menurutku memang kita bisa mempelajari banyak hal dari hal-hal yang tidak kita duga. Ini seperti sudut pandang merubah segalanya. Ya, dan buku inilah yang memberikan salah satu potret itu^^.
Hubungan ayah dan anak yang tidak baik, ketakutan si anak dengan fakta kehamilan istrinya, sifat kekanakan (yang sinis) yang kadang-- atau sering-kali timbul jika bersama si ayah, dan masa lalu pahit si anak. Novel ini membawa kita menapaki semua itu dengan perlahan, namun mampu mengeluarkan aura perkembangan yang pelan tapi pasti-- nyata, pahit, dan hangat.
Meski kover versi Qanita menunjukkan cerita yang agaknya akan penuh dengan pelajaran hidup, tapi selingan humor dalam novel ini terbilang pas (hoho)^^. Malah untuk saya, banyak bagian yang biasa saja bisa menjadi lucu karena saya membayangkan novel ini dalam versi film dalam panel format webtoon. Asik sekali membayangkan ekspresi para tokohnya yang tergambar dengan sangat baik dalam rajutan tulisan Mr Alan. Ini novel pertamanya yang saya baca, tapi saya jadi tertarik dengan tulisannya yang lain :D .
Ya begitulah, sembilan pelajaran berharga yang memberikan perbandingan, pelajaran hidup, dan kesempatan kedua. [8.8/10]
I really liked the way this book revealed its story. It was positive, although full of life lessons. I don't know much about golf, but realized that wasn't necessary in order to enjoy this book.
Novel parenthood yg menarik. Kevin Alan Milne mengambil sudut pandang novel ini dari olah raga golf. Dalam setiap judul bab, terdapat cuplikan quote tentang permainan golf dari orang-orang ternama dimana quote-quote tersebut punya filosofi mendalam untuk kehidupan.
’Golf adalah hidup. Hidup adalah Golf’ – London Witte
Cerita bermula dari Augusta Witte, seorang dokter hewan yang telah berkomitmen tidak ingin punya anak. Namun demikian Tuhan bertindak dengan cara yang misterius, sehingga pada tahun ke 7 pernikahannya, Erin, sang istri yang teramat sangat ingin mempunyai anak, tanpa dinyana positif hamil. Augusta Witte dibuat terpana...dan reaksi pertama yg dia munculkan atas pernyataan Erin, membuatnya mendapatkan palang pintu gak bisa masuk ke kamarnya semalaman.
Dan satu-satunya hal yg dapat dia tunjuk/tuding dari ketidak siapan dia sebagai seorang calon ayah adalah ayahnya sendiri. Augusta tidak melihat contoh/teladan dari ayahnya tentang bagaimana menjadi seorang ayah. Karena sedari dia masih balita, obsesi ayahnya hanyalah agar Augusta bisa menjadi pemain golf yg handal/profesional....dan sayangnya Augusta gak becus main golf dan bahkan dia tidak menyukainya... dan puncaknya dia dikeluarkan oleh ayahnya (yg pelatih golf) dari tim golf SMA nya... akibatnya dia merasa bahwa dia adalah kegagalan bagi ayahnya....dan semua itu berujung menjadi renggangnya hubungan ayah dan anak. Ditambah lagi, sosok ibu yang hanya samar-samar diingat oleh Augusta, karena sang ibu telah meninggal kala usianya masih balita dan sang ayah begitu pelit berbagi cerita/kenangan mengenai sosok ibu, semakin memperuncing kerenggangan itu.
Di tengah malam, Augusta mendatangi ayahnya dan siap menumpahkan kekesalannya. London Witte, sang ayah, menerima kehadiran dan tumpahan kekesalan Augusta dengan terbuka. Bahkan London Witte yang keras hati, melunak mau berbagi cerita tentang Jessalyn (ibunya Augusta) dengan memberikan kartu skor golf (yg berisi catatan harian London Witte) dan menceritakan mengapa dia mengeluarkan Augusta dari tim golf sekolah, dengan syarat Augusta bersedia bermain golf dengannya setiap bulan selama 9 bulan kehamilan Erin. Karena menurut London Witte, dalam permainan golf terdapat pembelajaran mengenai kehidupan, kesabaran, kerelaan dan penerimaan yang dapat menghilangkan kegelisahan dan kekhawatiran Augusta.
Tidak mudah memang membentuk jalinan emosional ayah – anak, setelah sekian belas tahun saling mengabaikan. Sikap saling ketus, saling jengkel, saling debat senantiasa mewarnai pertemuan mereka setiap bulannya. Namun secara perlahan ikatan itu terbentuk dan Augusta dibuat kagum bahwa ternyata ayahnya yang kaku itu dapat memberikan solusi, saran mengenai masalah yang dihadapinya melalui permainan golf dengan sangat baik. Dan kekokohan ikatan mereka semakin diuji manakala Erin, yang tengah hamil 8 bulan mengalami perdarahan internal yang mengancam pada keselamatan dan hidup Erin serta bayinya.
Membaca novel ini, serasa becermin mengenai kehidupan, keluarga dan kesempatan kedua. Kevin Alan Milne cukup apik menggambarkan alur cerita, ada nada getir dan haru kala membaca kartu skor London Witte yang ternyata dia mengorbankan kesempatannya sebagai pemain golf pro demi anak dan istrinya. Ada humor yang diselipkan sehingga novel ini tidak terasa menggurui, bahkan membuat pembaca tertawa melihat kekonyolan Augusta, seperti tentang kura-kura sekarat yang dipaksa untuk hidup hanya karena sang pemilik kura2 itu tak mau kalah bertaruh dengan istrinya atau sewaktu Augusta ’ditipu’ Erin untuk mengikuti acara baby shower. Dan disela kesempatan kedua yang didapat London Witte, Augusta dan Erin, sang penulis juga memberi sentuhan tentang kebesaran hati dan jiwa terhadap sosok Maggie. Makna tee dan bola golf yang diberikan Jessalyn (sebelum meninggal), benar-benar dalam seperti puisi Kahlil Gibran tentang anak.
August Witte dan Erin Witte telah menikah selama 7 tahun. Selama itu pula mereka (lebih tepatnya August) menunda untuk memiliki anak. Betapa terkejutnya August ketika suatu hari Erin menunjukkan sebuah testpack yang menandakan kehamilannya. Pernikahannya terancam retak karena kehamilan Erin.
August marah, dia menganggap Erin sengaja membuat dirinya hamil, seperti yang diinginkannya selama 7 tahun pernikahan mereka. Tapi lebih dari itu August lebih marah kepada ayahnya, London Witter. August dibesarkan oleh ayahnya, ibunya meninggal dunia akibat kanker saat August masih kecil. Selama bersama ayahnya, August “dibentuk” oleh ayahnya untuk menjadi pemain golf profesional. Masalahnya, tidak seperti ayahnya, August tidak memiliki bakat dan minat dalam permainan itu. Ketika dewasa, August menjadi tidak percaya diri. August merasa dirinya akan menjadi contoh yang buruk buat anak-anaknya kelak. Makanya August tidak ingin punya anak. Memelihara hewan peliharaan jauh lebih mudah bagi August.
Dalam kemarahannya pada ayahnya, August menuduh ayahnya menjadi sumber ketidak percayaan dirinya. Dia ingin tahu alasan ayahnya membesarkannya seperti yang sudah terjadi. Ayahnya kemudian menunjukkan tumpukan kartu golf yang berisi catatan harian ayahnya sejak pertama kali bertemu dengan ibunya, hingga August lahir dan berkembang. August boleh membacanya dengan catatan August harus menemani ayahnya bermain golf selama sembilan kali, satu kali setiap bulan selama 9 bulan kehamilan Erin.
Golf adalah guruku yang terbaik — golf itu hidup, dan hidup adalah golf.
Dimulailah pelajaran kehidupan tentang bagaimana menjadi orang tua lewat permainan golf. Setiap bulannya, sambil bermain golf ayahnya memberikan filosofi menjadi seorang ayah, dan berusaha mengusir ketakutan dalam diri August. Sementara itu, August juga berusa menyesuaikan diri dengan kehamilan istrinya. Tidak mudah, penuh amarah, kekecewaan, dan sakit hati. Dan diperlukan kesempatan kedua untuk semuanya.
Sebagai orang tua yang baru, saya memahami kegalauan August dalam menghadapi kelahiran anaknya. Ada rasa ketakutan nantinya tidak bisa menjadi orang tua yang baik. Pelajaran pertama dari buku ini adalah bahwa tidak ada orang yang siap untuk menjadi orang tua, dan tidak ada orang yang akan menjadi orang tua yang sempurna. Latihan dan latihan membuat pengalaman menjadi lebih kaya, karena tidak setiap hari “cuaca” terang dan menyenangkan.
Hingga akhirnya menundukkan kepala dan menekuk lutut adalah pelajaran terakhir yang diterima oleh August. Di saat tidak ada lagi yang bisa dilakukan, berdoa dapat menjadi solusi. Setiap orang tua akan selalu berdoa baik untuk dirinya sendiri terlebih lagi buat anaknya. Bagaimana dengan pelajaran lainnya? Silahkan membaca dan belajar dari permainan golf ala London dan August Witte
I enjoyed this book. It's the story of August, a man who has no desire to be a father. When his wife delightedly finds herself pregnant, he storms over to his own father to yell at him for the way he was raised. London Witte found himself a widower and raised his son to love the game of golf...except that August didn't. The void between them grew and now they barely speak.
So London has a diary about August's mom which he offers to give to his son in exchange for nine golf lessons, one for every month that August's wife is pregnant. August agrees and in true Hallmark fashion, each golf lesson is actually a life lesson.
I spent a lot of time yelling at the characters, such as "Actually TALK to each other!" but it was still a good book. I think it emphasized how small voids can turn into deep canyons and that relationships take effort. I did roll my eyes at the climatic ending when it turned out that the "big grudge" was just a misunderstanding. Really? And it took 13 years to get around to talking about it. Other then that I really enjoyed it.
I wasn't sure when I started to read this book if I would like it enough to finish it, since I thought it would be about the game of golf (not one of my favorite games). Finish it I did, and really enjoyed it. It really wasn't so much about 'golf' as it was about lessons of life. It was a sweet story about father/son relationships, forgiveness, and second chances.
This book is a part of my personal library, and I enjoyed it enough to award it 4 'golf ball' stars.
The Nine Lessons is a story of forgiveness and growth. August was able to learn about not only his dead mother but about his father and himself as he was becoming a father by reading his father's old journal as well as through monthly golf lessons by his father. This is an amazing book with such a wonderful story.
It started out with a great one liner. You will need to read it for yourself. The book was entertaining and was a joy to read. The story line about golf and life was a nice touch.
This was a random thrift store find that intrigued me, and I enjoyed it! Because I write, I noticed some techniques that weren't my favorite, namely that it was a very 'tell-y' story. But in the same vein, that introspectiveness of the protagonist gave the story most of its plot. By the end of the story, I was pretty interested in what would end up happening to each family member, and I did like the twist at the finale.
Overall, a very sweet story with some good lessons, and good character building. Some of the characters' actions were cringe-y to me, but that allowed for some very important growth. My favorite character was the golfing dad, by far. Not sure if I'll ever re-read this, but it was worth reading at least once to me!
La historia me pareció extremadamente cursi, recordándome a esas películas sentimentales de televisión que, aunque bien intencionadas, carecen de profundidad. Tal vez mi falta de conocimiento sobre el golf haya influido en mi experiencia, pero muchas de las interacciones entre los personajes me resultaron artificiales y, en algunos casos, hasta caricaturescas. Además, las supuestas lecciones de paternidad se sienten más como simples principios de sentido común que como enseñanzas verdaderamente valiosas.
Menceritakan tentang hubungan seorang anak dengan ayahnya yang awalnya tidak terlalu baik karena ada sesuatu di kehidupan masa kecilnya. Tetapi, lama kelamaan hubungan antar ayah dan anak sebagaimana mestinya mulai nampak ketika ayahnya memberikan pelajaran hidup yang berkaitan dengan golf tiap bulannya kepada anaknya
What a nice story about family and relationships. I believe all readers can relate to the nine “golf” lessons in life. I’m giving this book to my son, a new father, for Father’s Day. Now I’m anxious to read Paper Bag Christmas!
I'm not a golfer, but I really enjoyed reading The Nine Lessons, "a novel of love, fatherhood and second chances". The father is struggling to repair his relationship with his son while guiding the son into fatherhood and other life challenges.
This book is one of the worst books that I’ve ever read. I cannot believe how unrealistic each character is, and how cheesy both the premise, the plot, and the dialogue is.
I loved this book. There are references to golf, but it's also about a soon to be father who isn't ready for fatherhood. VERY good book. Whether you like golf or not, I totally recommend.