Teknik komunikasi empati untuk memulihkan hubungan orangtua dan anak.
Sangat mudah menilai anak nakal kalau kita melihatnya dari perspektif orang dewasa. Padahal, jika mau memahami, ada sejumlah alasan di balik segala tindakan anak. Anak berbohong karena tidak mau mengecewakan orangtua, anak mengambil barang orang lain karena belum tahu konsep kepemilikan, dan anak memaki karena ingin diterima oleh pergaulan. Saat kita lebih mengerti maksud tindakan anak, kita akan dapat berkomunikasi dengan empati, dan pada akhirnya memiliki hubungan yang lebih harmonis. Lewat buku ini, kita akan dibimbing untuk berkomunikasi dengan empati, bahkan di situasi tersulit sekalipun.
Buku ini ditulis oleh Park Jae Yon seorang perempuan asal Korea yang melatih program “Penghubung Percakapan”. ‘Seni Memahami Perasaan Anak’ memang berfokus pada komunikasi antara ibu dan anak yang didasari oleh empati. Menurutnya, banyak orang tua yang walau sudah menyerahkan seluruh cintanya masih merasa bersalah dan merasa kurang. Oleh karena itu, di awal, buku ini sudah dibuka dengan prolog yang membuat berkaca-kaca, “Apa yang membuat kita menjadi ‘Ibu yang baik’?”
Walau judulnya seperti menitikberatkan kepada hubungan ibu dan anak, namun sebagian pertama buku ini adalah tentang berempati pada diri sendiri sebagai seorang ibu. Ada pula bagian yang menyinggung soal luka batin ibu yang disebabkan oleh pengaruh masa kecil dan keluarganya, seolah ingin menyampaikan bahwa sebelum berusaha memahami dan terkoneksi dengan anak, seorang ibu harus memahami dirinya sendiri. Bahwa mencintai keluarga perlu didasari dengan cinta kepada diri sendiri.
Buku ini terdiri dari kumpulan tulisan yang tidak telampau panjang tapi terasa ‘relatable’, misalnya tentang bagaimana menghadapi anak yang iri karena rumah tetangga lebih bagus (😂), menjelaskan rasa cinta yang tak terbagi karena kehadiran anggota keluarga baru, membantu anak menerima penolakan, dan masih banyak lagi. Semuanya ditulis dengan gaya ‘hugging essays’ yang hangat dan dihiasi ilustrasi menggemaskan ala Korea.
Menurut saya, membaca buku ini rasanya seperti berbincang dengan teman baik 😊
Bun, sudah waras kah hari ini? Berapa tingkat kesabaran mu hari ini, Bun? Begitulah kira-kira jadi bunda-bundi trnyata emang agak galak 🤭
Ciamik, buku ini fokus ke proses komunikasi antara orang tua trutama ibu dan anak dg beragam contoh cerita. Hampir sama dg realitas kita meskipun ceritanya berlatar belakang orang tua di Korea Selatan. Seperti anak ngrengek minta mainan, alih-alih berkata, "nanti ibu belikan". Baiknya kita sampaikan dg lemah lembut, detail, lapang dada dan pikiran yg jernih dg wajah rupawan dan bisa jg dg mengakui kesalahan. 🙏 Misalnya dg berkata "sabar ya, sebulan lagi nunggu ibu/ayah gajian" atau bisa juga "sebulan lagi, pas ulang tahunmu". Karena beberapa penyakitnya orang tua emang denial, malu kalah sama anak dan merasa lebih pintar & benar segalanya.🔥💔
Anak harus selalu menuruti orang tua adalah bentuk hubungan yg tdk sehat. Dan sebaliknya, terlalu menuruti anak jg tdk baik. Kita mesti punya kemampuan win-win solution. Selain membantu anak belajar problem solving jg agar kebutuhan satu sama lain terpenuhi tanpa intimidasi. Terutama yg anaknya lebih dari 1 ya.
Sebagai orang tua apalagi seorang ibu, tugas kita jg bukan menilai, membandingkan, bersaing, mengkritik, mengancam apalagi memberi hukuman baik fisik maupun non-fisik. Tugas kita mengajarkan dan menunjukkan tindakan yg benar dg sesabar mungkin. Ingat? SYABARRR. Karena lagi-lagi kita sbg emak-emak adalah kunci rumah tangga bahagia. Untuk anak yg mulai berpikir kritis atau yg udah mulai sekolah, bisa aja menyangkal omongan kita kalo kita ngomong pake emosi dan berujung dg peperangan. Tetaplah inhale exhale bun. Karena bagaimanapun anak adalah manusia yg jg ingin dimengerti lewat tutur lembut dan laku agung..🧘🎤
Aku rasa buku ini cocok untuk kawula mahmud ya. Diterjemahkan dg bahasa yg easy. Mudah dipahami, lengkap dg daftar kebutuhan dan daftar perasaan yg diperlukan seorang ibu. Selamat membaca Bun. Semoga harimu libur teruss 🤗
Judul: Seni memahami perasaan anak Penulis: Park Jae Yeon Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia Dimensi: xiv+290 hlm, 14x21 cm, cetakan pertama Desember 2021 (edisi digital di ipusnas) ISBN: 9786024816919
Cover yang menarik dan pilihan font membuat saya ingin membeli buku ini saat di toko buku. Namun harganya lumayan juga, sehingga urung. Alhamdulillah di ipusnas ada dan dapat meski antrean banyak. Saat membuka halaman pertamanya langsung suka. Sebab merasa dimengerti dan terwakilkan.
Isi buku ini hanya dibagi menjadi 2 bab, di mana bab pertama tentang "Memahami dan berempati pada diri sendiri sebagai seorang ibu" yang terdiri dari 11 part, di mana 7 part serasa diajak berdialog dan mencari akar masalah mengapa kita bisa tidak sabar atau marah² saat menjadi ibu. Di 4 part berikutnya adalah latihan dialog internal dengan beragam contoh kasus.
Sementara di bab kedua barulah membahas "Memahami dan berempati terhadap anak kita" yang terdiri 23 part tentang ragam rasa atau situasi dan apa yang sebaiknya kita lakukan, alih-alih berkata sesuatu. Mulai jleb-jleb di bagian ini. Sebab sadar, kadang diri ini suka memangkas waktu atau ingin segera terpenuhi keinginan hingga mengatakan yang harusnya tidak dikatakan.
Lalu di lampiran ada daftar kebutuhan dan daftar perasaan. Menariknya, di tiap akhir part tiap bab selalu diakhiri role play dan tips bagaimana berkomunikasi empati. Penulis yang merupakan single mom, bercerai, memiliki luka pengasuhan karena sering dipukul ayahnya, membuat semuanya terasa berat tapi bisa dilakukan dengan sadar dan latihan. Sebab dia sudah melakukannya selama belasan tahun, dan terus belajar hingga kuliah jurusan psikologi. Pengin beli bukunya sih, sebab dibaca digital gini gak bisa dicoret². Dan mungkin perlu sering ditengok ulang kalau abis marah sama anak.
Hal yang pertama yang terus ditekankan buku ini di bab-bab awal adalah pentingnya bagi seorang ibu untuk memahami dirinya sendiri. Ibu yang bahagia akan memberikan hubungan yang sehat dengan anaknya. Sebaliknya, Ibu yang penuh dengan trauma dan luka, besar kemungkinan akan melukai anaknya juga. Jadi, penting bagi ibu untuk mengenali perasaan-perasaan yang ada dalam dirinya. Jika dia merasa tidak menyukai anak, bisa jadi itu karena dalam diri anak tersebut ada sesuatu yang mirip dengan bagian dirinya yang tidak dia sukai, atau anak itu mirip dengan orang yang tidak dia sukai. Hal ini perlu benar-benar dipahami oleh Ibu.
Selanjutnya buku ini juga menekankan pentingnya bagi orangtua dalam berempati terhadap anak. Bagaimana jika mereka berbohong? Bagaimana jika mereka mencuri? Berbuat kesalahan? Menyimpan rasa iri pada orang lain? Bertengkar dengan anak lain?Khawatir jika orangtua lebih menyayangi adiknya? Hingga jika anak sampai menyaksikan pertengkaran orangtua. Semua dibahas dengan cara yang menyentuh. Membuat pembaca jadi berempati baik kepada pihak orangtua maupun anak.
Buku ini menekankan pentingnya komunikasi dengan menghormati perasaan anak. Dengarkan anak. Gali apa yang dia rasakan. Mintai pendapat serta persetujuannya. Dan berikan kebebasan untuk memilih.
Di akhir buku ini bahkan ada bab tentang orangtua yang menghadapi perceraian. Aturannya: jangan menjelek-jelekkan mantan pasangan di depan anak. Itu akan menyakitkan bagi anak.
Ini benar-benar buku bagus yang rasanya perlu dibaca berkali-kali. Cara pembahasannya memang ringan, tapi urusan praktik itu lain cerita. Ternyata ada begitu banyak teknik dan strategi komunikasi yang perlu dipelajari untuk menjalin komunikasi yang sehat dengan anak-anak.
Anak-anak adalah cerminan orang tua. Jika kita ingin anak-anak kita bahagia, maka kita harus terlebih dahulu bahagia. Buku "Seni Memahami Perasaan Anak" karya Park Jae Yeon dapat membantu kita untuk memahami perasaan anak-anak dan membangun komunikasi yang sehat dan hangat dengan mereka.
Salah satu tips yang menarik dari buku ini adalah aturan pengakuan 5 dan kritik 1. Aturan ini mengatakan bahwa untuk menjaga hubungan yang baik, kita harus memberikan 5 pengakuan untuk setiap kritik yang kita berikan.
Pengakuan adalah cara untuk menunjukkan bahwa kita menerima dan menghargai anak-anak kita apa adanya. Kritik, di sisi lain, dapat membuat anak-anak merasa tidak dihargai dan tidak dicintai.
Jika kita menerapkan aturan ini dalam komunikasi dengan anak-anak kita, maka kita akan membangun hubungan yang lebih kuat dan harmonis dengan mereka.
Menutup tahun ini dengan bacaan yang mendorong saya agar menjadi orang tua yang tetap semangat belajar untuk terus memperbaiki.
mungkin aku bakal baca ini lagi kalo dah jadi bapak (wkwkwk)
buku ini ditulis pake sudut pandang ibu, tapi isinya tetep bisa dimengerti. setengah awal buku ini njelasin soal kesiapan emosional jadi orangtua. in general, gimana bisa memahami perasaan diri sendiri terhadap orang yang disayang (dalam konteks buku ini, anak). bagaimana bisa "selesai dengan diri sendiri" sebelum belajar mencintai. bagaimana bisa belajar memahami orang lain sebelum bertindak impulsif dan marah, dll.
jadi meskipun ini buku parenting, buku ini juga berguna buat orang yang ngerasa cepet marah (setidaknya buat aku :v)
setengah akhir buku ini soal kasus-kasus gimana cara mengatasi situasi A B C sama anak. ngga kayak bagian awal, bagian ini kayaknya khusus banget untuk ortu yang punya anak. sarannya bagus, lengkap, kadang bikin "oiya ya aku gapernah kepikiran kalo di posisi gini harus ngapain". tp barangkali beberapa saran yang dikasih terlalu repetitif dan terkesan utopis.
"kita tak bisa memilih orangtua, tetapi kita dan anak kita harus tau bahwa setiap orang datang ke dunia ini sebagai makhluk yang pantas di kasihi."
pembahasannya detail sekali, hampir setiap peristiwa ada dan di kupas dengan lugas. banyak hal yang gue garis bawahi setelah baca ini, terutama soal mengontrol pikiran otomatis yang memang nggak praktis, butuh banyak kesabaran dan kesadaran. masih banyak lagi sebenernya informasi-informasi yang berguna bagi para ibu di luaran sana, mungkin bisa di baca sendiri untuk tau lebih detailnya. lumayan tebal memang, tapi masuk akal mengingat banyaknya pembahasan, jadi nggak akan rugi deh kalo beli. terjemahannya juga oke, gue pribadi nggak ada kendala pas baca. udah deh gitu aja, suka bingung kalau review baca buku non fiksi :)
Wah benar-benar buku non-fiksi parenting yang bagus. Di beberapa bagian buku ini, saya sempat menitikkan air mata karena membandingkan apa yang telah saya lakukan untuk anak-anak dengan saran terbaik yang seharusnya saya lakukan kepada mereka. Buku ini wajib dibaca oleh setiap ibu yang ingin memperbaiki kualitas komunikasi dan hubungannya dengan anak-anak, lengkap dengan narasi contoh yang dapat kita terapkan langsung ke anak.
Buku parenting yg komprehensif krn buku ini terlebih dahulu menyentuh psikologis ibu--sang pengasuh, berupa emosi dan luka psikis yg ada dalam tubuhnya. Setelah itu baru menyentuh psikologis anak--yg diasuh. Sangat concern thdp kesehatan mental ibu agar outputnya nanti adalah pengasuhan yg penuh cinta dan bertannggungjawab. Must Read!
Never expected, i read it as a casual reading but turns out i am hooked, this is like parenting textbook in a fun way, i think i need to re read this again and again..