Sekuel dari Taipan - Lahirnya Para Konglomerat ini mengisahkan sejarah anak-anak konglomerat yang nantinya akan bangkit dan menjadi Taipan baru di Indonesia. Setelah dikirim menempuh pendidikan di Amerika Serikat, bersamaan dengan lahirnya The Seven Sisters, tujuh perusahaan minyak yang akhirnya banyak berkiprah di dunia migas Indonesia, maka pulanglah Sang Pangeran dan mulai membangun imperium bisnis di negeri ini. Bagaimanakah kelanjutan kisah novelisasi sejarah ini? Semua terjawab di Taipan - Buku 2 - Di Bawah Bayang-Bayang Papi, dari William Yang.
Bintang 5 untuk alur dan ide cerita. Minus 5 untuk penulisan dan teknis yang sangat amat berantakan, berasa ga diedit sama sekali. Ga bohong, ini penulisannya berantakan banget dibandingkan buku 1 (typo, imbuhan salah, tanda serunya banyak, penulisan dialog agak-agak cringe, dll.). Tapi ku lihat preview buku ketiga penulisannya jauh lebih baik dari buku 2.
Ialah James King, putra kedua dari bangkir legendaris Indonesia yang terkemuka— Constantine King “The Magic Man of Banking”.
Lahir dan besar dari keluarga terpandang serta berkelimpahan, tidak membuat James dan sang kakak, Albert King, menjadi pribadi yang mandiri serta pekerja keras seperti sang papi. Justru sebaliknya– mereka tumbuh menjadi anak manja yang sering kali membuat banyak masalah.
Hingga suatu ketika, terjadilah pertengkaran hebat antara keduanya (James dan Albert) yang cukup untuk mengancam nama baik sang papi. Mulai dari sini lah kebencian di antara mereka semakin mengental— bagai getah yang melekat kuat pada sang dahan.
‘Taipan: Di Bawah Bayang-Bayang Papi’ akan membawa para pembaca untuk menyusuri sepak terjang James King sebagai seorang Economic Hitman ‘ehm’ di bawah naungan NSA (sebuah korporasi elite global yang berbasis di Amerika Serikat) yang mengatur perputaran ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Hal ini semata-mata James lakukan demi meraih pengakuan sekaligus upaya untuk bisa lepas dari bayang-bayang sang papi.
Untuk mendukung premis tersebut, buku ini juga menyuguhkan begitu banyak istilah khusus dalam dunia ekonomi, perbankan hingga investment yang cukup terdengar asing— seperti, Overspending, Personal Guarantee, Hostile Take Over, Diversification, Capital Adequacy Ratio (CAR), Leverage Buyout (LBO), dan lain sebagainya.
Alih-alih menyulitkan, istilah-istilah tersebut nyatanya cukup sukses menjadi daya tarik karena memicu rasa keingintahuan yang berujung pada bertambahnya wawasan pembaca mengenai ranah ekonomi, perbankan serta investment. Hal ini juga sekaligus menegaskan latar belakang sang penulis, William Yang, sebagai seorang senior business consultant yang tak perlu diragukan lagi kredibilitasnya.
Meski demikian— di balik keunggulannya, tentu buku ini tak luput pula dari segala kekurangan. Mulai dari banyaknya narasi-narasi berbau sensual hingga mekanisme penulisan yang teramat buruk (i’m so sorry for that) hingga menimbulkan kesan ‘cringe’ di beberapa bagian.
Kurang mendalamnya eksplorasi serta character development dari beberapa tokoh sentral juga turut melengkapi kekurangan dalam buku ini. Misal, karakter Albert yang rasanya mampu untuk dikembangkan lebih lanjut hingga hubungan antara James dan Diana yang tak kunjung mencapai klimaks hingga tiba di halaman terakhir sekali pun.
Diumumkannya ‘PAKTO 88’ (Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988)— sebuah kebijakan yang menderegulasi beberapa aturan dasar perbankan di Indonesia, menjadi penutup kisah dalam seri kedua trilogi Taipan ini.
Dikisahkan, PAKTO 88 sukses membuat perputaran ekonomi Indonesia melesat jauh hingga ke bulan— setelah sebelumnya sempat terseok-seok akibat resesi global dalam rentang tahun 70 hingga 80-an. Akibat dari deregulasi ini, setiap orang pun memiliki kesempatan yang hampir sama untuk menjadi sukses dan kaya raya.
Dengan banyaknya pihak yang saling berkompetisi satu sama lain— maka, siapakah yang pada akhirnya akan berdiri di puncak dan memenangkan segalanya? Mari kita temui jawabannya di seri terakhir Trilogi ini, ‘Taipan: The Winner Takes It All’.
“Kamu tidak bisa menyenangkan semua orang. Yang bisa kamu lakukan adalah percaya pada visi kamu, dan lakukan yang terbaik.”
Buku petualang cinta James King yang tidak berani meninggalkan zona nyamannya untuk kekasih hatinya, Diana. Cerita dibuka dengan pertemuan kisah cinta James dan Diana di Macau. Kisah cinta ini menjadi ribet, setelah Albert yang iri hati dan ingin membalas dendam kepada James, menikung Diana dan minta dinikahkan dengan Diana.
Constantine yang sudah terlanjur menyebarkan surat undangan, lebih memilih untuk menyelamatkan wajahnya daripada kebahagiaan anaknya. Albert menikah dengan Diana, James "dibuang" untuk belajar keuangan di Amerika Serikat. James yang "terbuang" haus akan pembuktian diri. James haus respect dan pengakuan dari ayahnya dan masuk ke dalam agen rahasia Amerika Serikat, menjadi antek pencucian uang dari Amerika Serikat ke Indonesia.
Penulisan cermat, detail, dan alur cerita yang tidak bisa ditebak, selalu membuat karya William Win Yang dinanti pembacanya. Menarik bisa kita kulik seperti apa tantangan untuk menjadi seorang agen rahasia yang seharusnya heartless tapi James King tidak mampu berkutik dari yang namanya bucin.
Kemiskinan bukanlah hal yang memalukan. Tetap miskinlah yang memalukan.
Buku ke dua ini hanya berfokus pada Constantine King dan anak-anaknya. Toko favoritku di buku pertama, Khalil, hanya muncul di satu scene. Sementara James dan Albert, dua tokoh yang sangat menjengkelkan menghiasi cerita di buku ini dengan penuh drama. Ugh.
Dan, yang paling menyebalkan adalah parahnya typo yang ada di buku ini.
Plus: lebih banyak strategi bisnis khususnya perbankan yang bagus, obrolannya juga begitu bergairah. Minus: typo lebih banyak, detail aktivitas 18+ lebih banyak. gw ngarepnya novel full bisnis(gpp loh kalo ada sedikit banyak aksi macam seri bumi tere liye kyk seri 1), tapi yang ada malah malah jadi campur novel adegan dewasa.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Buku ke-2 dari Trilogi Taipan. Karena emang novel sejarah berdasarkan kisah nyata, sambil baca novelnya, gue sering kali sambil googling. Krisis energi tahun 1970-an, sejarah perbankan di Indonesia, dll.
Sebenarnya lebih seru buku Taipan pertama karena lebih berisi dan alurnya bagus. Buku kedua ini lebih banyak fokus ke generasi penerus yang tinggal ongkang-ongkang kaki dan nikmatin aja. Agak menyebalkan dan malas bacanya. Penjelasan tentang dunia elite juga kurang berkesan dan kurang luas. Tapi gatau kenapa buku ini gaib dan susah banget dicari versi cetaknya. Terakhir, EDITORNYA GIMANA SIH? TULISANNYA MENTAH BANGET. CARA TULISAN PERCAKAPANNYA JELEK BANGET. EMANGNYA GA DIBERESIN DULU SEBELUM DITERBITKAN APA?