Jump to ratings and reviews
Rate this book

Winarta

Rate this book
'De oude cipier is weggegaan,' zo begint deze meeslepende en puntgave novelle die Basuki Gunawan schreef in de jaren vijftig. Een jongeman keert terug naar zijn geboortedorp vanuit de Indonesische bergen en treft zijn ouderlijk huis in puin; de eens prachtige villa smeult nog na van een vijandelijk vuur. Zijn beide ouders zijn op brute wijze vermoord en al begraven. 'Het was niet duidelijk waarom de vijand mijn ouders vermoordde', meldt de ik-persoon schijnbaar onbewogen. Maar ook in hem smeult het. Hij heeft niets meer te verliezen en besluit zich aan te melden bij een groep onafhankelijkheidsstrijders. Onervaren en onbewapend trekken ze eropuit - om een voor een te sneuvelen.

Gunawan schreef met Winarta een literair meesterwerk. Een kroniek van een bloedige en nietsontziende oorlog, een felle aanklacht tegen het oorlogsbedrijf en een ingetogen novelle over haat - maar ook over liefde en geborgenheid.

128 pages, Hardcover

First published January 1, 1953

10 people are currently reading
176 people want to read

About the author

Basuki Gunawan

7 books1 follower
Basuki Gunawan (1929-2014) was an Indonesian-Dutch writer, born in the Dutch East Indies. After WWII, he joined the Tentara Pelajar (‘Student Army’) to fight Dutch attempts to recolonise Indonesia. Later he travelled to the Netherlands to study sociology. A bout of tuberculosis led to his admission to the Netherlands Student Sanatorium, where he wrote his Dutch-language novella Winarta. As a manuscript this work received an honorary mention in 1953 for the prestigious Reina Prinsen Geerligs Prize and was serialised in a literary magazine the following year. Leading publisher Querido opened negotiations for a book publication before abandoning the project in 1955, explicitly citing political tensions between Indonesia and the Netherlands as the reason. Rediscovered and published in book form in 2022, the novella has enjoyed wide acclaim since as a literary gem worthy of comparison to Albert Camus or the early Pramoedya Ananta Toer. The novella was translated into Indonesian and German.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
16 (8%)
4 stars
75 (40%)
3 stars
73 (39%)
2 stars
20 (10%)
1 star
3 (1%)
Displaying 1 - 30 of 35 reviews
Profile Image for Frank Keizer.
Author 5 books46 followers
March 8, 2022
Er bestaat weinig literatuur in het Nederlands die geschreven is door Indonesiërs. Alleen al daarom is dit een verheugende uitgave. Ze vallen buiten iedere gevestigde literatuurgeschiedschrijving, die zelden over nationale (en nationalistische) compartimenten heen kijkt. Deze novelle schetst een onthutsend, camusiaans beeld van de Indonesische onafhankelijkheidsoorlog dat niets van een verheffend heldenverhaal af wil weten. De motieven van de hoofdpersoon, een eenling die zie zich aansluit bij de strijd, zijn niet nobel maar wraaklustig en Gunawan problematiseert daderschap en slachtofferschap, door de slachting die de nationalistische vrijheidsstrijders onder communistische landgenoten aanrichtte een prominente plek te geven. Het zou interessant zijn deze tekst te vergelijken met het voor zover ik weet enige andere werk van Gunawan in het Nederlands: Kudeta - Staatsgreep in Djakarta: de achtergronden van de 30 September-beweging in Indonesië. De sociologie blijft in deze novelle op de achtergrond, maar Gunawan slaagt erin de effecten van het oorlogsgeweld op de psyche en de broedermoord waaruit de Indonesische staat is voortgekomen te benoemen.
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
December 20, 2023
Beneran Setipis dan Sesekali Duduk Itu.

Luar biasa rasnaya menjadi satu-satunya makhluk hidup di dataran panas hangus tersebut. Tak ubahnya seorang jenderal, yang kehilangan segalanya kecuali dirinya sendiri dan berpikir apakah tidak sebaiknya menembakkan peluru di kepalanya sendiri. Atau seperti orang-orangan sawah yang bersabar menunggu datangnya angin untuk bisa menakut-nakuti pencuri padi.
(hal.75)

Saya tertarik novel ini—tentu selain tipisnya—adalah narasi teks yang mengantarkan novel ini: novel ini ditemukan kembali setela sekian lama “menghilang”, padahal teks ini mendapatkan penghargaan penting di Belanda: honorary mention dewan juri sayembara naskah Reina Prinsen Geerligs Prize 1953; kemudian hilang dan baru terbit kembali di Belanda 2022—70 tahun sejak pertama kali ditulis. Selain itu rasa penasaran akan penulisnya sendiri; Basuki Gunawan (1929-2014) orang Banyumas dan pindah ke Belanda dan kemudian menulis dalam bahasa Belanda—termasuk novel pendek ini. Dan tentu tema yang meliputi novelnya: masa revolusi, agresi militer Belanda, dan tentara pejuang kala itu.

Oke ini berkisah soal WINARTA, mahasiswa kedokteran yang kemudian drop out sebab tidak lagi punya minat pada kedokteran dan malah menyukai seni—yang itu pun nanti nggak jadi. Namun, di tengah rencana dia akan kuliah ke luar negeri untuk belajar seni dan dia dirawat sebab TBC, orangtuanya dikabarkan meninggal dengan tragis. Dibunuh tentara musuh.

Winarta kemudian balik ke rumah untuk mengunjungi kuburan orangtuanya. Dan kemudian diketahui bahwa orangtuanya dibunuh dengan sangat tragis: ditembak, belum mati, kemudian disiksa, dikabar beserta rumah dan hartanya dijarah. Cerita ini didapatkan Winarta dari penyewa tanah ayah Nuraini—gadis yang kelak Winarta jatuh cinta kepadanya. Dendam kemudian menguasai Winrta dan membuatnya bergabung dalam Laskar Perjuangan X.

Di sanalah dendam dan kemarahan Winarta bermuara.

"Aku ingin berperang melawan musuh."
"Jadi kau ingin berjuang bagi bangsa dan negara, begitu?"
(hal.53)

Agak menarik adalah mengamati karakter Winarta. Dia memang sangat modern dan berpikiran barat, terletak dari kecenderungan dia memandang barat sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kemudian pandangan modern akan agama dan Tuhan—termasuk hubungan cinta dengan Nuraini. Dan ketika merebak komunis, ternyata dendam pada aliran ini juga membara.

Aku bingung mengapa novel tipis ini disandingkan dengan Pramoedya Ananta Toer? Apakah sebab latar revolusi? Atau sebab apa? Ada beberapa yang menurutku andai ditulis agak tebal, akan lebih terelaborasi… bagaimana kehidupan awal-awal Winarta di ketentaraan? Dan isu “pemberontakan” PKI di ujung tahun 40-an menurutku menarik dibahas lebih panjang.

Tapi yaaa sebab penulis sudah wafat, yaaaa kita nikmati yang singkat ini saja dulu.
Profile Image for Aldythtryingtoread.
29 reviews
May 15, 2024
Basuki Gunawan menulis buku ini dengan sudut pandang Winarta, pemuda penderita tuberkulosis, sempat belajar kedokteran, dan akhirnya menjadi tentara pada masa revolusi di awal kemerdekaan Indonesia. Menurutku terlalu banyak detail yang tidak berkaitan dengan inti cerita. Pun setelah selesai, aku masih tidak bisa menemukan inti cerita dari buku ini.

Membaca buku ini seperti membaca buku yang ditulis oleh dua penulis yang berbeda. Di setengah awal buku ini, percakapan sangat jarang terjadi. Perasaan Winarta juga terus disebutkan, lengkap dengan pikiran Winarta tentang perkiraan perasaan dari lawan bicaranya. Meskipun ditulis dengan sudut pandang orang pertama, ketika dibaca rasanya seperti membaca cerita dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Karakter Winarta juga masih memiliki akal sehat di awal cerita. Banyak berpikir tentang keadilan dan juga kesewenang-wenangan ketika melihat mata-mata ditangkap tanpa bukti.

Sementara itu, babak kedua buku ini menyuguhkan sesuatu yang sangat kontras. Mulai banyak percakapan dengan kutipan-kutipan (kebanyakan tidak bertuan). Selain itu, karakter Winarta tiba-tiba jadi gila. Entah kenapa, mungkin karena krisis eksistensial. Ia tiba-tiba membunuh mata-mata dan menemukan hobi membunuh(?).

Menurutku, alasan dari pergeseran watak dan pikiran Winarta kurang dijelaskan dalam buku ini. Buku ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda. Terjemahannya menurutku sangat top markoptop. Mudah dipahami dan tidak ada typo-typo maupun kata yang tidak menyambung dengan konteks dalam sebuah kalimat.

Kendati demikian, buku ini masih menarik untuk dibaca. Jumlah halamannya sedikit dan dapat menggambarkan masa revolusi di awal kemerdekaan. Tentang hasrat seorang prajurit, alasan membunuh, dan juga prajurit yang hanya ikut-ikutan dalam berperang. Ketegangan masa revolusi juga dipotret dengan baik lewat terbunuhnya orang tua Winarta, dan juga perang-perang yang dijalani oleh Winarta.

Kosakata baru dari buku ini:
1. Mitraliur: Senapan.
2. Kadaster: Administrasi pertanahan.
3. Mengi: Suara nafas yang berbunyi seperti siulan.

Catatan tambahan: Terima kasih untuk Refina sudah memberi buku ini sebagai cendera mata kelulusanku.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Saskia.
318 reviews6 followers
September 22, 2024
Een dun en bedrieglijk eenvoudig boek over een jonge Indonesiër die zijn ouders verliest en eindigt in de gevangenis, geschreven in de vroege jaren 50. Het verhaal van een slachtoffer van het kolonialisme, denk je dan al snel. Maar deze Winarta is ook een dader die heel wreed is en geen moraal of motief lijkt te hebben. Dat verwarde me als lezer. Ik had wat tijd nodig om dit verhaal te duiden en op waarde te schatten.

Ik denk dat Gunawan wilde zeggen: een oorlog kent geen helden, het heeft geen hoger doel. Dat willen mensen wel, ze willen ergens in geloven, tegen helden opkijken, maar alles is onzinnig en nodeloos wreed. Winarta vindt pas rust in de gevangenis. Waar hij weg kan lopen als hij wil, waar hij bewonderd wordt door de oude cipier, maar hij geeft er niet om. De bewondering vindt hij onterecht, de vlucht niet interessant. De invloed van Camus (waar ik erg van houd) is zichtbaar.
Profile Image for Francisco van Jole.
157 reviews30 followers
Read
August 3, 2024
Nooit eerder las ik in een roman het woord ‘vijand’ en dacht hé, dat ben ik. Het overkwam me in Winarta, een verpletterende novelle van de Indonesische schrijver Basuki Gunawan. Hij schreef het verhaal in het Nederlands als feuilleton het tijdschrift De Nieuwe Stem. Een boekuitgave ging in 1954 – vijf jaar nadat Nederland de oorlog tegen de Indonesische vrijheidsstrijders eindelijk opgaf – op het laatste moment niet door vanwege de ‘spanningen’. Grote kans dat je er nog nooit van gehoord hebt en ik kan je aanraden daar snel verandering in te brengen.

Lees mn hele beschouwing https://www.franciscovanjole.com/blog...
Profile Image for Egy Imaldi.
30 reviews
May 13, 2025
Seperti mengikuti kisah seorang yang limbung karena trauma berat. Saya menikmati karakter Winarta yang menurut saya sering kali merasa hidupnya hampa.

Menjelang akhir, cerita semakin menarik ketika berfokus pada pribadi dan kondisi psikologis Winarta. Penceritaan yang apik.
Profile Image for Ramon Groenendijk.
176 reviews
December 2, 2025
Wat een waanzinnig goed, en helaas vergeten, boek! Wat betreft stijl schieten Camus en Céline direct te binnen en de thematiek raakt Hermans.
Profile Image for Kezia Nadira.
59 reviews6 followers
October 19, 2025
Kalau ada yang pernah kecewa dengan isi buku dan merasa "tertipu" dengan blurb dan testimonial, saya adalah salah satu di antaranya...untuk buku ini. Untung saja sangat tipis, dan saya habiskan dalam sekali duduk, jadi saya tidak buang-buang begitu banyak waktu dan energi untuk menghabiskan cerita tentang karakter yang sangat self-centered seperti Winarta.

Pernah tidak kalian membenci karakter fiksi? Ya, saya benci karakter Winarta. Lahir dari keluarga berada, di masa revolusi - di saat masyarakat Indonesia hampir seluruhnya kesusahan - ia bisa mengemban keistimewaan untuk kuliah kedokteran, memiliki kedua orang tua lengkap, mendapatkan kemewahan tempat tinggal dan lainnya, tapi yang ia pikirkan hanyalah dirinya sendiri.

Dendam? Membalaskan dendam orangtuanya? Saya tidak mendapatkan esensinya. Padahal, di sini dikatakan tujuan ceritanya adalah pembalasan dendam Winarta atas kematian kedua orang tuanya yang sangat tidak adil dan brutal. Baginya, dan memang kenyataannya, kematian kedua orang tuanya adalah ketidaksengajaan akibat salah informasi dari seorang mata-mata, yang mana harusnya yang dibunuh bukanlah kedua orang tua Winarta. Ia menjadi penuh dendam, bergabung ke dalam laskar dan ketentaraan, dan mengalirkan dendam itu dalam bentuk kekerasan dan kebengisan dengan egocentric-nya sebagai bahan bakar. Saya kira perjalanan Winarta dalam berbalas dendam akan berujung pada menemukan mata-mata yang menyebarkan informasi yang salah, menghukum bandit-bandit yang membunuh orang tuanya secara keji, atau setidaknya menegakkan keadilan bagi yang lainnya yang mungkin menjadi korban dengan hal yang sama. Tapi tidak, kalau kalian mengenal anti-hero...semi-villain, ya Winarta inilah orangnya.

Tidak ada satu pun hal yang saya sukai dari Winarta. Cara berpikirnya yang terlalu judgmental terhadap orang lain, penuh dengan penilaian-penilaian yang hanya berbasis dan berporos pada dirinya sendiri, karakter seseorang yang lahir dengan perhatian banyak orang tercurah padanya dan ia terbiasa seperti itu hingga dewasa. Apalagi, sudut pandang yang digunakan adalah "aku", sudut pandang orang pertama - yaitu si Winarta sendiri. Jadinya semakin muak dengan isi pikirannya. Entahlah, tapi itu yang saya rasakan selama membaca ini. Maafkan kalau saya salah menilai dan menginterpretasi karakter Winarta ini.

Baiklah, mari beralih ke ceritanya.

Kisah ini dimulai karena Winarta dendam akan kematian kedua orang tuanya:

"Tetapi ingatan akan derita orang tuaku yang sia-sia itu terus menggangguku....membangkitkan kegetiranku...akibat kesalahan kecil dari sosok rendahan seperti mata-mata, kematian orang tuaku sepenuhnya sia-sia...seluruh hidup mereka....kesia-siaan ini tidak bisa kuterima. Aku tidak bisa menanggung derita ini. Pada saat itulah aku membulatkan tekadku untuk membalas dendam."

Dari sini, kita bisa mengerti mengapa Winarta sangat membenci mata-mata, yang menjelaskan kenapa ia menggorok leher seorang mata-mata lawan padahal tidak seharusnya ia membunuh anak laki-laki itu. Ia memilih jalan kekerasan, untuk melampiaskan dendamnya. Hanya saja, pembalasan dendam yang dipilihnya menurut saya seperti menepuk nyamuk dalam kegelapan. Kita gelap mata, tidak bisa melihat, memukul rata ke sekitar dengan harapan bisa melenyapkan nyamuk-nyamuk di sekitar kita, padahal belum tentu tepat sasaran - karena kita tidak bisa melihat dalam kegelapan. Kepada siapa Winarta balas dendam? Ia mengejar pembalasan dendam yang tiada berujung, tiada akhir, karena tidak ada targetnya. Yang ia tahu, selama ia melakukan kekerasan, selama ia mengikuti kata hatinya untuk bertidak di jalan itu, maka ia seperti sudah merasa membalaskan dendamnya. Sayangnya, ia begitu terbalut dalam spiral kekerasan yang tiada akhir dan begitu menggoda, hingga dengan beralasan dendamnya ia terus menerus melakukannya dan menjadi sosok yang menurut saya bengis:

"Baru sekarang aku betul-betul menyadari bahwa aku hari ini baru saja membunuh seseorang. Ternyata itu tidak sama seperti menjagal seekor sapi. Tapi, haruskah aku merasa bersalah dalam hal ini? Tidakkah ini memang jalan yang sudah kupilih?"

Dan ada salah satu percakapannya dengan Abubakar, atasannya di laskar, ketika ia sangat berang akibat Winarta menyuruh pasukan mereka untuk menyerang yang berakhir dengan semua mati kecuali dirinya sendiri. Dan Abubakar menyindirnya, "Dalam hal ini, aku tidak bakal menggunakan mereka untuk melampiaskan nafsuku." , menyadari bahwa alasan Winarta melakukannya adalah karena ia bisa merasa tenang setelah melakukan kekerasan yang tidak perlu. Apalagi di bagian ini, dia tega menembak mati kawan seperjuangannya sendiri yang lari ketakutan tunggang-langgang saat melihat jumlah musuh, untuk apa sih begitu? Kesal sekali saya dibuatnya, apa pemahaman saya yang dangkal ya?

Lalu Winarta menjadi seseorang dengan jabatan yang dihormati, sebuah mitos yang ditakuti, sebuah keberadaan yang diakui. Dan di sinilah puncak kekerasan dalam hidupnya telah merampas hati nuraninya seluruhnya. Dengan segala sesuatu di bawah radar kekuasannya, ia merasa berhak untuk mencabuti hidup orang-orang yang dibencinya, walau tanpa alasan. Seperti, kawan-kawan seperjuangannya dulu, mantan tentara yang kemudian beralih pihak kepada pemberontak selama masa revolusi, dengan tidak ragu ia mengeksekusi mereka semua. Khususnya, Abubakar, yang memang menurut penilaian si Winarta ini tidak sejalan prinsip hidupnya dengan dirinya, sehingga ia dengan sengaja menikmati menyiksa pria itu dengan penundaan eksekusi tiada akhir yang menyebabkan pria itu gila.

"Dari sinilah mitos keberanianku mendapatkan cahaya kehidupannya, dia terus terpupuk hingga mengerikan besarnya dan nyaris menjadikan ketokohanku sebagai sesuatu yang terlembaga."

"Aku menyamaratakan rekan sebangsaku ini dengan musuh karena melalui pemberontakan, mereka sudah menguji ketahanan kami dalam menghadapi musuh."

Ini bagian yang bikin saya meremas halaman, ingin menampol kepala Winarta:

"Abubakar mengemis-ngemis meminta dibiarkan hidup atau dibiarkan mati. Hanya waktunya belum tiba. Aku berkata kepadanya bahwa aku yang menentukan saatnya dia harus mati atau hidup. Ketika masa-masa eksekusi hampir berakhir Abubakar boleh dibilang sudah gila. Aku membiarkan dia dibunuh seperti seekor anjing."

Dan terbalut dalam spiral kekerasan yang tiada akhir, akhirnya ia kehilangan makna. Menurut saya sudah sepantasnya begitu. Jika memulai sesuatu yang tidak dilandasi oleh motivasi yang positif, maka dalam perjalanannya juga akan mudah untuk kehilangan arah. Itulah yang terjadi pada Winarta. Ia kembali mempertanyakan alasan akan perbuatan-perbuatan yang telah ia pilih, atas dasar kekerasan tentunya, dan kehilangan arah dan tujuan oleh karenanya. Ia pun tidak sanggup lagi memiliki hasrat untuk terus hidup, dan berkali-kali berharap untuk mati.

"Tak ubahnya seorang jenderal, yang kehilangan segalanya kecuali dirinya sendiri dan berpikir apakah tidak sebaiknya menembakkan peluru di kepalanya sendiri."

"Buat melawan kesia-siaan aku telah melakukan kesia-siaan. Aku menyadari bahwa perjuangan itu tidak bisa lagi memberiku kepuasan."

...sendirian dan kesepian...pembunuh di antara kaum idealis...manusia yang tidak bisa melihat makna dari tindakannya...dan tidak bisa mempertanggungjawabkannya..."

"Aku berjuang karena aku ingin berjuang. Aku lebih suka menyebutnya: membunuh. Begitu itu tidak lagi memuaskan, jadinya akan sia-sia. Adalah kejahatan untuk meneruskan hidup ketika orang sudah melihat tidak ada gunanya lagi untuk hidup."


Dan ia tega sekali meremehkan cinta Nuraini padanya! Dengan berselingkuh dan meniduri perempuan-perempuan lain, di saat Nuraini menolak cinta pria-pria lain yang saya yakin jauh lebih baik dibanding Winarta, hanya untuk menunggu pria bengis ini! Dan lalu apa yang Winarta pikirkan tentang Nuraini di akhir cerita sebelum memutuskan untuk meniduri Ratna?

Tak ada lagi yang bisa kukenali dari dirinya. Atau aku sendiri sebetulnya yang sudah begitu berubah?"

Singkatnya, padahal saya berharap tinggi dari buku ini. Dikabarkan sebagai sastra yang hampir setara dengan Pramoedya Ananta Toer, tapi menurut saya malah jauh. Atau pemahaman saya yang tidak sampai, entahlah. Padahal, sastra ini sempat "hilang" selama 75 tahun, dalam arti, tidak ditepati janjinya untuk diterbitkan.

Hanya saja, sepertinya saya yang berharap terlalu lebih....
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Wilco.
337 reviews2 followers
October 7, 2024
Rauwe novelle over Indonesische vrijheidsstrijder, die na de vergismoord op zijn ouders wil vechten tegen de Nederlanders. Het is een aanklacht tegen de oorlog en verbloemt de gruwelijke dingen niet. Sober geschreven, doet me denken aan De vreemdeling van Albert Camus, ook zo’n benauwend boek over een eenling.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Sheeta.
214 reviews18 followers
May 16, 2025
Novel Winarta yang disebut-sebut sebuah novela indah yang bisa bersaing dengan Pramoedya Ananta Toer ini sudah berhasil membuatku penasaran setengah mati. Apa yang dibicarakan dalam novel 'Winarta' ini?

Winarta bercerita tentang seorang pemuda bernama Winarta—mahasiswa kedokteran yang kemudian memutuskan untuk drop out dari studinya karena kehilangan minat di bidang tersebut, tertarik pada seni tapi itupun tidak terwujud. Terakhir, ia didiagnosa terkena TBC dan ingin melanjutkan studinya ke luar negeri. Di tengah persiapan tersebut, ia mendapatkan berita bahwa orang tuanya meninggal. Ia berkunjung ke kuburan tempat orang tuanya dimakamkan. Hanya ada satu kuburan untuk dua orang. Ia menemukan fakta dari si penjaga kuburan tersebut—ayah dari Nuraini, yang kelak perempuan tersebut membuat Winarta jatuh cinta—bahwa orang tuanya mati dengan tragis. Orang tua Winarta dibunuh tapi tidak sampai mati, disiksa, kemudian dibunuh, dan hartanya dijarah. Winarta tak mendapatkan apapun.

Ia kemudian masuk ke dalam sebuah pergerakan laskar militer untuk membalas dendam pada musuh-musuh yang membunuh orang tuanya. Ia menjadi hilang akal, sehingga dalam novel ini Basuki membuat tokohnya seperti gila. Seolah sarafnya hilang dan ia sudah kehilangan kewarasannya. Bahkan di tempatnya berjuang, ia dijuluki Si Banteng karena tidak mengenal takut. Cerita tentang ia yang masuk militer hanya untuk membalas dendam dengan heroik ketidakwarasannya membuat semua cerita tentang Winarta seolah fantastis di kalangan militer saat itu. Sungguh novel yang memang hanya berfokus pada dendam itu. Dan bisa dirasakan dari setiap kata yang ada.

Sayangnya, menurutku, novel ini belum jelas menggambarkan bagaimana Winarta akhirnya masuk ke dalam militer dan latar belakangnya. Novel ini juga tidak menggambarkan situasi agresi militer atau pecahnya pemberontakan PKI di akhir 1940-an dengan jelas. Seperempat buku ke belakang lebih banyak bercerita tentang romansa Winarta dan Nuraini, bercumbu dan berhubungan badan. Hal ini menunjukkan pemikiran Winarta yang sudah kebarat-baratan dan bagaimana ia menjadikan negara dan budaya barat sebagai suatu patokan yang penting di hidupnya.

Menurutku buku ini salah satu buku underrated yang harus dibaca minimal satu kali seumur hidup. Selain pembawaan ceritanya yang berbeda, menarik lagi buku ini ditulis oleh orang Indonesia yang tinggal di Belanda yang aslinya ditulis dalam bahasa Belanda.
Profile Image for ℛ..
136 reviews25 followers
April 23, 2025
Salah satu buku yang terbilang tipis dan sangat bisa dibaca dalam sekali duduk. Awalnya tertarik dengan buku ini karena disebut-sebut sebagai buku yang sempat menghilang, mendapat penghargaan ternama di Belanda tapi tak pernah sampai diterbitkan menjadi sebuah buku.

Dari buku ini, aku diajak melihat karakter seorang Winarta dan segala isi kepalanya. Seorang mahasiswa kedokteran yang tak sampai tuntas menyelesaikan pendidikannya dan bermimpi untuk melanjutkan studi di bidang seni, meskipun keinginan untuk alih haluan itu tidak pernah kesampaian sebab ketika dia dirawat sebagai salah satu pasien TBC, kabar mengenai meninggalnya kedua orangtua Winarta membuatnya segera kembali pulang.

Sayangnya, ketika pulang ia justru mendapati segala sesuatunya telah hilang. Orangtua yang dibunuh oleh tentara musuh, pun kehidupan sebelumnya yang aku simpulkan terbilang berkecukupan.

Kehilangan orangtuanya seolah menjadi titik balik kehidupan Winarta yang justru memilih untuk bergabung dalam sebuah laskar perjuangan. Menariknya, kisah hidup Winarta ini tidak berhenti sampai dengan masa Agresi Militer Belanda II, melainkan berlanjut hingga isu pemberontakan PKI yang mana membuat keinginan membunuhnya seolah kembali terbakar.

Namun, meski begitu, Winarta seolah kerap kali dilanda kejenuhan dalam hidupnya. Seolah-olah ia hidup tanpa ada tujuan pasti. Seperti terombang-ambil diatas ombak. Entah dari sisi rencana hidup, kehidupan pribadi mengenai percintaan, maupun hal-hal lain. Seperti seseorang yang terpapar trauma yang terlalu lama.

Mungkin bisa jadi isi kepalanya memang akibat trauma mendalam yang dia rasakan, atau mungkin juga tidak?

Yang pasti buku ini cukup bisa dinikmati meskipun akhir dari buku ini memberi kebebasan pembaca untuk menyimpulkan sendiri ihwal apa yang akan terjadi kepada Winarta.
Profile Image for Frank.
846 reviews43 followers
October 13, 2022
Indringende oorlogsnovelle, een mooie herontdekking. Stilistisch soms wel wat stug: in grote delen past dat bij het verhaal van een verteller die, aan verwarring en trauma ten prooi, zijn emoties lijkt te onderdrukken en zich expliciet afzet tegen literaire stijl en beeldspraak. Soms (bijvoorbeeld in veel dialogen, onder andere de lange gesprekken met een prostituee aan het eind) komt het op mij toch ook gewoon wat houterig over.
Evengoed een mooie toevoeging aan de tegenwoordig zo vaak aangeroepen ‘canon’.
Profile Image for Dolf van der Haven.
Author 9 books26 followers
January 21, 2024
Basuki Gunawan was an Indonesian living in the Netherlands after the independence war. The story is about a student whose parents are killed by the Dutch and who subsequently joins the resistance. More pertinently, it is about principles in and perspectives on life. Oddly, the novella was originally written in Dutch, the language of the oppressor. It is elegantly written and provides a raw, direct depiction of events.
Unfortunately, not much else from this author can still be found, but this book is a testament to his authorship.
Profile Image for Reiza.
187 reviews6 followers
July 22, 2024
Membaca Winarta ini sekilas teringat sosok Meursault, si nihilis dalam buku The Strangersnya Albert Camus. Hanya saja makin mendekati akhir buku, makin aku tak mengerti apa yang dimau si Winarta.

Tidak semegah dan sepanas yang ku bayangkan. Adegan-adegannya kurang membuatku simpatik dengan alasan Winarta, pun tidak membuatku begitu penasaran dengan nasib Winarta sepanjang cerita. Dengan premis yang begitu menarik, sejujurnya aku berharap lebih pada bukunya. Membaca premisnya, awalnya aku membayangkan adegan demi adegan khas film-film Tarantino. Ternyata…hmmm.
Profile Image for Martijn Nicolaas.
295 reviews18 followers
July 1, 2024
Een krachtige novelle over een zoektocht naar zingeving van een Indonesische jonge man wiens ouders in het naoorlogse Indonesië bruut werden vermoord door de ‘vijand’. Wie die vijand precies is, wordt steeds in het midden gelaten. Sterk geschreven maar ik vond het na alle positieve verhalen erover toch wat tegenvallen. Hij kiest uiteindelijk ‘de moeilijkste weg die er is, de enige weg een mens waardig’ en pleegt geen zelfmoord maar geeft zich over.
Profile Image for oatmeal77155.
365 reviews
May 21, 2025
transisi seseorang yg bangga dengan keilmuannya, dimana kematian kedua ortunya memaksanya mencari jati diri yg baru, hingga menjadi sosok manusia yg ketika diberi akses senjata, auto berubah jadi settingan awal manusia tanpa kemampuan berpikir: a monster. pemikiran2 sebelumnya berubah menjadi absurd, kematian baginya hanya sekedar angka.

bukan jenis cerita dgn chara development, jd kalau mencari patriotisme di buku ini lu ga bakalan dapat.

manusia + kekuasaan + senjata = tiran
Profile Image for ..
4 reviews
November 15, 2025
I like the idea of this story. It really gives you a different perspective. The story itself was really unique but I think the book is missing something. I feel like the author could have gone more into the details and depths of this storyline and I feel like the book and the story is a little rushed. I liked the beginning more than the ending. I feel like the ending could have ended with more detail and clarity.
260 reviews9 followers
Read
August 8, 2022
Het boek begon veelbelovend, maar maakte het niet waar. Ik kon gewoon niets met de ontwikkeling van het hoofdpersonage. Nihilistische personages kunnen heel interessant zijn, maar dat was hier niet het geval. Ik had ook gehoopt meer over het Indonesische perspectief op de Onafhankelijkheidsoorlog te lezen, dus ik koesterde misschien ook verkeerde verwachtingen.
145 reviews1 follower
August 1, 2023
Indonesië, jaren '50 vorige eeuw. Wanneer de hoofdpersoon ontdekt dat zijn ouders zijn vermoord, sluit hij zch aan bij een groep vrijheidsstrijders; hij heeft immers niets te verliezen. De beschrijving van de strijd en de liefdesaffaires van Winarta heeft iets onderkoelds, gevoelloos', waardoor het boek mij niet echt kon boeien.
Profile Image for Ariel Seraphino.
Author 1 book52 followers
June 26, 2024
Iritated! Novela yang menjanjikan, menantang pemikiran kita akan makna kehilangan orang-orang terdekat. Periode waktu yang tepat guna digunakan penulis untuk membongkar narasi-narasi kelam korban perang dan ketidakadilan. Berharap akan lebih panjang sih, tapi dengan suguhan plot yang menarik membuat cerita jadi tetap kuat.
Profile Image for Aalt Swiebel.
42 reviews
July 9, 2024
Voor mij het eerst boek vanuit ik Indonesisch perspectief. Het is een korte roman over een super heftige periode uit het leven van de hoofdpersoon. Taal is soms wat ouderwets maar de inhoud komt luid en duidelijk binnen. Oorlog is grote ellende voor alle betrokkenen.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Marijke.
157 reviews1 follower
May 5, 2022
Schrijfstijl is mooi, gedachtengang soms moeilijk in te voelen.
Profile Image for Peter.
200 reviews1 follower
October 27, 2024
Wel aardige novelle maar niet veel meer dan dat
Profile Image for Fennn_.
55 reviews
April 25, 2025
Was lowkey the most interesting book I've read for school
Displaying 1 - 30 of 35 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.