"Memahami kebenaran secara ringkas serta langsung merupakan upaya tertinggi manusia. Tak ada yang lebih mulia dibanding hal itu."
Cerita-cerita pendek yang ditulis oleh Dazai mungkin tidak membuat pembaca menangis terharu secara tulus, tetapi membuat pembaca termenung, curiga, berspekulasi dan ingin mengamati dunia dari sudut pandang yang berbeda secara bebas.
Osamu DAZAI (native name: 太宰治, real name Shūji Tsushima) was a Japanese author who is considered one of the foremost fiction writers of 20th-century Japan. A number of his most popular works, such as Shayō (The Setting Sun) and Ningen Shikkaku (No Longer Human), are considered modern-day classics in Japan. With a semi-autobiographical style and transparency into his personal life, Dazai’s stories have intrigued the minds of many readers. His books also bring about awareness to a number of important topics such as human nature, mental illness, social relationships, and postwar Japan.
[ Hidup bukanlah drama yang terdiri dari satu demi satu momen mendebarkan. Kita dilahirkan untuk menghabiskan sebagian besar hari di tengah realitas yang hambar dan suram. ]
Dibandingkan dengan karya Osamu Dazai yang paling terkenal, No Longer Human, buku ini bisa dibilang lebih santai dan rileks. Cocok dibaca sebagai selingan 👍
Saya suka sekali dengan cerita Keluarga Irie. Tiap karakter memiliki kepribadian yang unik dan kontras, gaya bercerita tiap anak juga ditampilkan secara berbeda-beda. Selain itu, isi dari sambung cerita yang disampaikan cukup menghibur dan memberi sudut pandang yang baru.
Cerita kedua memberikan rasa melankolis yang kuat, sesuatu yang sama mungkin dapat terasa berbeda dengan berlalunya waktu. Manusia bukan termasuk hal yang konstan. Sudut pandang, perasaan, bahkan kondisi psikologis seseorang pada suatu waktu pasti akan berubah.
Setelah membaca Bambu Biru yang berisi kisah-kisah fantasi, kemudian membaca cerita autobiografi dari salah satu cerpen yang ada di buku ini, kurasa aku lebih menyukai autobiografi Dazai Osamu.
The Main Point: The Nature of Love: Dazai explores the nuances of romantic love, touching on the idealization of love and the inevitable pain that often accompanies it. Love is portrayed not as a perfect experience but as something that brings both joy and suffering. The complexity of relationships and the personal turmoil of unfulfilled or troubled love are key themes.
Beauty and Its Paradoxes: The book discusses beauty both in physical and metaphorical terms. Dazai reflects on how beauty is often tied to personal or emotional suffering, and how individuals often perceive beauty in an idealized or distorted way. There is a deep exploration of how beauty can become a source of obsession or a vehicle for escape.
Existential Reflections: In his introspective style, Dazai engages with existential questions about life, death, and human isolation. There’s a strong focus on the fragility of the human experience, and how the pursuit of beauty or love often intersects with feelings of despair and alienation.
Idealism vs. Reality: Dazai contrasts the idealized notions of love and beauty with the harshness of reality. He questions whether people can ever truly find the kind of pure, untainted love or beauty they seek, or if their desires are inherently unattainable and doomed to disappointment.
Personal Thought: Osamu Dazai brings a different way of multilayering stories. As readers, we try to align our perspective with Osamu Dazai's, but inside these stories, there are families that create their own stories, each of which may have a different tone, even though they share the same storyline. At the beginning, it takes some brainwork to truly understand his perspective. In this story, readers may be more interested in the characters' stories rather than their own. We are reading a story that features a character who is also telling stories within the story. The moral lesson of this book resonates with the idea that when we have a partner or are in a relationship with someone, as a husband or wife, it requires mutual respect for the relationship to last. At first, we may learn about a young couple who are drawn together by appearance. But what makes it last is how we stay loyal and don’t give up on one another. There are always challenges to being together, whether internal or external, but there is also acceptance and tolerance to make it last. People can change, but sometimes they cannot. We may be drawn to potential, but I think it is also important to see what truly exists in reality.
Dazai sangat baik dalam menggambarkan tiap-tiap tokoh dalam ceritanya. Bagian yang paling berkesan menurut saya adalah, penulis mampu membuat buku ini penuh detail perasaan cemas dan enggan yang dideskripsikan dengan baik mampu menularkan perasaan serupa pada pembaca. Buku ini, agaknya, salah satu sisi lain cerita keluarga yang terasa sangat cemas dan penuh pura-pura. Atau mungkin di sisi lainnya, inilah buku tentang keluarga pada situasi manusia pada umumnya.
To read when you need a refreshing perspectives of love. Interesting how Dazai could wrote in 5 different tones that actually felt like it was written by 5 different people. Loved it.
“Sekalipun bila ada yang tidak ‘memenuhi syarat untuk dicintai’, ia selamanya akan ‘memenuhi syarat untuk mencintai’.”
Osamu Dazai menghadirkan cerita-cerita yang suram namun mendalam. Membahas mengenai manusia sehari-hari yang tidak begitu banyak kita temukan dalam fiksi yang lain namun rasa-rasanya dekat dengan kehidupan kita yang sebenarnya.
Buku ini adalah kumpulan cerita pendek Osamu Dazai. Terdapat tiga cerita yang menurut saya menarik untuk dibaca waktu senggang. Gaya penceritaannya ringan dan dapat dihabiskan sekali duduk.
Buku ini adalah buku ketiga Osamu Dazai yang saya baca versi Bahasa Indonesianya.
Tidak menyangka bahwa kegiatan sambung cerita yang dilakukan oleh lima bersaudara keluarga Irie akan se-mengasyikkan itu. Osamu Dazai menuliskannya dengan baik.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Kumpulan cerpen ringan tentang lima saudara penyuka sastra dan suka bertutur serta menuliskan cerita bersambung. Typical Japanese literature yang ceritanya santai dan mindful, translitannya bagus.
Kurang suka dengan translate-an yang dua kali (jp-eng-id). Tidak berkesan sama sekali isinya. Mungkin saya memang bukan kaum intelek yang mengerti karya-karya seperti ini.