Jump to ratings and reviews
Rate this book

Penyalin Cahaya

Rate this book
Aku Suryani, seorang mahasiswi. Ini pertama kalinya aku ke pesta untuk ikut merayakan kemenangan Teater Mata Hari, grup teater tempat aku menjadi sukarelawan pembuat website. Di pesta itu aku mabuk hingga tak sadarkan diri saat diantar pulang.

Namun, keesokan harinya, tanpa sepengetahuanku, aku mendapati foto-fotoku yang sedang mabuk terunggah di media sosial. Foto-foto itu membuatku kehilangan beasiswa dan diusir dari rumah. Aku yakinseorang anggota teater telah mengerjaiku. Dibantu Amin, teman masa kecilku yang bekerja di kios fotokopi kampus, aku berupaya menelusuri kejadian pada malam pesta itu dengan meretas ponsel para anggota Teater Mata Hari.

Bukti-bukti yang kukumpulkan mengarah pada seseorang. Namun, posisi dan kekuasaan keluarga orang itu membuat pihak kampus memilih untuk berdamai. Konsekuensinya, aku malah harus memublikasikan permohonan maaf.

Aku tidak tinggal diam. Aku harus mengungkap kejahatan orang itu, sampai kapan pun.

208 pages, Paperback

Published June 13, 2022

1 person is currently reading
13 people want to read

About the author

Lucia Priandarini

11 books58 followers
Lucia Priandarini lahir dan dibesarkan dalam rumah penuh buku. Setelah lulus dari Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, ia sempat menjadi reporter di media gaya hidup, menulis naskah nonfiksi untuk penerbit, serta menulis konten untuk media daring. Kini ia bekerja mendokumentasikan pendampingan komunitas pembatik dan penenun di beberapa daerah.

Episode Hujan dan 11.11 (2016) adalah 2 novel pertamanya. Ia menerbitkan buku nonfiksi kesembilannya, Mengejar Ujung Pelangi pada 2020. Pada 2021 ia menerbitkan kumpulan puisi pertamanya, Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager. Buku ini menjadi nomine buku sastra pilihan Tempo kategori puisi tahun 2021.

Dua Garis Biru (2019) adalah kolaborasi ketiganya dengan Gina S. Noer setelah novel adaptasi Film Posesif (2017), dan Dunia Ara, buku anak dari semesta Film Keluarga Cemara (2018).

Ia dapat dihubungi melalui surat elektronik: lucia.priandarini@gmail.com, Instagram dan X: @rinilucia.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
5 (17%)
4 stars
11 (39%)
3 stars
10 (35%)
2 stars
2 (7%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 5 of 5 reviews
Profile Image for Ruang Tahul.
10 reviews
December 26, 2024
Sebagai novel adaptasi, aku berharap sesuatu yang lebih lagi daripada ini. Adaptasi ini setidaknya bisa jadi ruang bagi penulis, atau pun penulis naskah untuk eksplorasi lebih jauh lagi dan lebih dalam lagi. Sayangnya, aku tidak menemukannya di sini.

Suryani, seorang mahasiswa Ilmu Komputer pemegang beasiswa berprestasi. Berasal dari keluarga sederhana dengan menaruh kehidupan keluarga pada sebuah warung nasi milik sang ibunda.

Mendapatkan pekerjaan sambilan pada sebuah kelompok teater di fakultas yang berbeda, Sur segera menjadi bagian dari mereka. Ia pun ikut ke dalam pesta perayaan kemenangan dan mendapatkan kemalangan usai pesta itu. Foto-fotonya selama pesta tiba-tiba dibagikan di media sosialnya sendiri tanpa pernah ia tau telah mengunggahnya. Foto dirinya tengah minum-minum yang kemudian menyebabkan beasiswanya terancam dicabut dan diusir dari rumah oleh ayahnya sendiri.

Sur berupaya untuk mencari tau siapa pelaku yang telah membawa kemalangan dalam hidupnya. Ketika tersangka pelaku berhasil ditemukan, ia malah mendapatkan tuduhan pencemaran nama baik sebab belum cukup bukti untuk menguatkan tuduhannya.

Penyalin Cahaya, peraih 12 Piala Citra adalah bukti kualitasnya sebagai film. Aku belum menonton filmnya, tapi mendengar cerita orang-orang selalu membuatku tertarik untuk menyaksikannya sendiri. Kemudian aku pun menemukan novel ini.

Ini bukan novel yang membuatku begitu tergugah, tapi aku cukup tergugah dengan kata pengantar dari pemilik cerita aslinya, si penulis skenario: Wregas Bhanuteja. Mengambil pendekatan filosofi antara mesin fotokopi dengan tokoh fiktif medusa sebagai bumbu penting untuk mendukung ceritanya.

Aku seringkali menemukan keluhan pembaca ketika sebuah novel diadaptasi menjadi film. Dikatakan cerita dalam film berbeda dari novelnya, pemainnya tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan, dsb. Bagiku, perbedaan itu ada sebab diperlukan penyesuaian dalam peralihan dari tulisan menjadi visualisasi film. Apa yang ada dalam novel seringkali tidak ditemukan dalam film.

Aku mampu memahami penyesuaian itu dari anime Oshi no Ko dengan satu bagian cerita yang sama perihal adaptasi naskah kertas untuk dijadikan panduan bermain peran. Ada ketegangan antara pemilik cerita asli dengan penulis skenario. Ketegangan yang timbul sebab teguh pada idealisme sendiri tanpa mau memahami satu sama lain. Pada akhirnya, penyelesaian bisa didapatkan dengan komunikasi yang baik.

Sebaliknya, adaptasi novel pun seharusnya demikian. Ada penyesuaian dalam peralihan dari panduan bermain peran menjadi naskah yang lebih kompleks lagi sebagaimana novel pada umumnya. Itulah kenapa adaptasi novel diharapkan sebagai bentuk eksplorasi untuk mendapatkan apa yang tidak bisa ditampilkan dalam layar. Sangat disayangkan hal itu tidak dilakukan dalam novel ini.

Ada cukup banyak hal yang tidak bisa aku mengerti atau bayangkan. Seperti foto instalasi yang merupakan foto bagian tubuh manusia. Mengambil asumsi bahwa pembaca adalah mereka yang telah menonton filmnya, tentu adalah asumsi yang keliru. Film dan novel adalah dua karya yang berbeda. Keduanya tetap berdiri sendiri sekalipun punya cerita yang sama. Visualisasi dalam film bukanlah untuk membatasi imajinasi pembaca, melainkan membantu para pembaca untuk membayangkan apa yang sulit dibayangkan dalam bentuk tulisan.

Tidak adanya eksplorasi ini bisa dilihat dari jumlah halaman novelnya. Cukup mengejutkan sebuah film dengan total durasi dua jam sepuluh menit hanya memuat sebanyak dua ratus delapan halaman dalam adaptasi novelnya.
Profile Image for Arutala.
506 reviews1 follower
August 24, 2023
Mantap banget membaca adaptasi cerita yang diangkat dari film. Kisahnya fiktif tapi bukan tak mungkin kejadian seperti ini bisa terjadi dalam wilayah mana pun, entah kampus, keluarga, kantor, birokrat dll. Saya menikmati setiap alur ceritanya dan berempati banget dengan tokoh Suryani.

Meskipun saya belum pernah nonton filmnya, tapi membayangkan karakter-karakter lainnya dengan panduan wajah pemeran di filmnya yang sudah beredar sungguh membantu sekali dalam merangkai cerita secara keseluruhan.

Tokoh Anggun dan Farah mungkin menjadi sosok yang paling ingin saya lihat aktingnya. Seru dan rada tegang apalagi saat upaya Suryani mengungkap dalang pelecehan mengalami sandungan dan terjegal. Endingnya saja kurang nendang menurut saya.
Profile Image for Stephany Efflina.
118 reviews1 follower
March 19, 2024
Cerita depannya nyambung, makin ke belakang jadi rada maksa kalo menurut aku sih
Profile Image for Vida Kartika.
28 reviews1 follower
August 24, 2023
Bayangkan bila dalam semalam kehidupanmu berubah total, yang lebih mengerikan lagi tidak ada satupun yang dapat dipercaya dan mempercayai kamu.
Karna tahun kemarin sempat jadi trending topik baik film maupun skandalnya, membuat saya tertarik untuk membaca buku ini. Banyak hal yang dalam buku ini yang membuka pikiran saya seperti tidak sembarangan mengakses wifi di tempat umum dan tidak sembarangan menyambungkan telpon genggam pada komputer umum
Displaying 1 - 5 of 5 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.