Chen Xue, born 1970, is a key figure in the development of a queer literature in Taiwan.
She graduated from the Chinese Department of National Central University in 1993.
Since 1995, she has produced 10 novels and short story collections. Her 2009 novel The Possessed was nominated for three Taiwanese literary prizes, and her 2004 work Child on the Bridge was published in 2011 in Japanese, with an English translation in preparation.
The short stories "In Search of the Lost Wings of Angels" (tr. Patricia Sieber; tr. Fran Martin) and "Dust" (tr. Howard Goldblatt) are available in English-language anthologies.
Her story "Butterfly"/《蝴蝶》, was made into a film by Hong Kong woman director, Yan Yan Mak, and won awards in Taiwan, 2004, and Hong Kong, 2005.
Novel ini memang berkutat di seputar sejumlah kasus pembunuhan misterius yang terjadi di Taolin, sebuah kota kecil di Taiwan. (Hore! Novel Taiwan terjemahan kita bertambah!) Akan tetapi, menurut saya fokusnya lebih ke bagaimana dua orang yang kehidupannya hancur akibat kisah pembunuhan pertama berusaha menyembuhkan luka masing-masing. Kalau dari segi penulisan misterinya sendiri sih menurut saya agak lemah.
Ada beberapa hal yg kurang wajar yang saya catat (peringatan: SPOILER!!!!):
- Ada anak perempuan lagi diculik, terancam terbunuh. Salah satu orang yang diduga keras terkait kasus itu didatangi polisi. Sekretaris orang itu berkata bosnya jarang ke kantor, jadi harus bikin janji temu dulu. Dalam keadaan mendesak seperti itu, apa yang dilakukan polisi? Menunggu sampai bisa dibuatkan janji temu yang entah kapan. Adakah yang heran ketika kemudian anak yang diculik itu keburu ditemukan tewas terbunuh?
- Protagonis cewek, Li Haiyan, merasa melihat terduga pelaku di TKP. Saking ketakutan, dia pingsan, tetapi sempat memberi tahu si protagonis cowok, Song Dongnian, yang merupakan seorang polisi. Song Dongnian bergegas membawa si Li Haiyan ke petugas lain agar dia ditolong. Lalu... Bukannya menyuruh pengejaran atau pencarian, atau blokir jalan, dia... Menunggu Li Haiyan bangun. Suka sekali menunggu, ya?
- Penggambaran Li Haiyan juga suka bikin gemas. Katanya jurnalis andal yang biasa mengubek-ubek kasus kriminalitas, tapi kelakuannya sering kali tidak hati-hati sama sekali. Sudah tahu diincar, malah ke tempat terpencil milik terduga tanpa memberi tahu siapa-siapa atau meninggalkan pesan. Bahkan sebagai jurnalis dia tidak digambarkan rajin berkontak atau berkirim kabar dengan rekan-rekannya di kantor. Bagaimana tidak bikin orang panik gara-gara tidak ada yang tahu dia ke mana?
- Katanya kasus ditangani tim polisi, tapi yang kerja kok Song Dongnian dan Tie Xiong terus sampai mereka berdua kelelahan...
- Lalu untuk saya, hal berikut ini rasanya glaring plot hole sih. Awalnya terdapat kesan bahwa pembunuhan-pembunuhan yang terjadi dilakukan dengan mengikuti pola tiga monyet bijaksana, yang dibuktikan oleh kehadiran boneka monyet dalam foto-foto bukti kasus pembunuhan pertama yang terjadi 14 tahun silam. Akan tetapi, kemudian kita melihat bahwa pembunuhan kedua dan ketiga baru direncanakan jauh setelahnya ketika si pembunuh ingin memancing Li Haiyan kembali ke Taolin. Tidakkah baru pada saat itu dia berpikir untuk memberikan suatu pola ke pembunuhan-pembunuhan yang ia lakukan? Lalu kenapa boneka monyet bisa ada dalam kasus yang pertama?
Bagusnya sih, untuk novel yang menekankan kondisi psikis pihak-pihak yang terlibat, bagian penutup ditulis dengan cukup panjang dan mendetail tentang apa yang terjadi SETELAH kasusnya selesai. Jadi tidak ada rasa 'menggantung' yang tidak nyaman.
Kalau dari segi penerjemahan, terjemahannya jelas, ketikan rapi, tapi pembagian kalimat (penggunaan tanda titik/koma) dan flow kurang enak. Sering sekali susah memahami apa yang hendak disampaikan karena sering kali satu 'kalimat' dalam terjemahan ini seharusnya merupakan beberapa kalimat berbeda dengan gagasan berbeda-beda, tetapi digabungkan dengan hanya dipisahkan koma.
This entire review has been hidden because of spoilers.