Jump to ratings and reviews
Rate this book

Aib dan Nasib

Rate this book
Pemenang Pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2019

“Malah aku heran, kenapa TV-TV tidak datang ke Tegalurung buat siaran berita. Padahal kukira setiap hari pastilah ada berita kriminal, apalagi di Tegalurung. Tidak pagi tidak siang tidak sore tidak malam.”

Kehidupan warga desa Tegalurung rasanya akan membuyarkan gambaran tipikal kehidupan pedesaan di benak kita. Alih-alih damai dan harmonis, kita dapati aneka rupa konflik dari orang-orang yang dipertemukan dalam nasib dan terjalin oleh aib—konflik-konflik yang bersumber dari permasalahan-permasalahan lama seperti asmara dan kemiskinan, maupun dari permasalahan-permasalahan baru seperti media sosial dan politik elektoral tingkat lokal.

Disusun dalam bentuk fragmen-fragmen episodik dengan alur maju-mundur, gairah eksperimentasi bentuk novel Aib dan Nasib akan memberi pembaca pengalaman naratif yang tak terlupakan.

264 pages, Paperback

First published June 1, 2020

23 people are currently reading
252 people want to read

About the author

Minanto

6 books5 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
53 (24%)
4 stars
102 (47%)
3 stars
53 (24%)
2 stars
6 (2%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 67 reviews
Profile Image for ucha (enthalpybooks) .
201 reviews3 followers
September 20, 2020
Sebenarnya ini bukan kisah pertama tentang daerah Cirebon dan pantura yang pernah saya baca, beberapa tahun lalu berhasil menyelesaikan novel Telembuk dengan lokasi yang mirip.⁣

Yang menjadikan novel ini spesial lokasi Tegalurung di Indramayu ini adalah daerah asal Papa saya saat kecil hingga remaja sebelum merantau ke Bekasi. Jadi saya selalu mengasosiasikan diri di sanalah kampung halaman kami.⁣

Logat dan dialek Indramayu itu sangat istimewa karena berbeda dari bahasa Jawa dan Sunda di sekitarnya. Bahkan bercampur dengan budaya etnis keturunan Tionghoa, sampai sekarang saya memanggil saudara sepupu dengan panggilan Ci Enok dan Ko Nanang (Nok dan Nang adalah panggilan khas daerah pantura). Sehingga membaca buku ini terasa dekat sekali.⁣

Apa yang menarik dari Juara Pertama naskah DKJ tahun lalu ini ?⁣

Yang mempesona saya adalah teknik penulisannya sungguh luar biasa, bagaimana ratusan fragmen episodik dengan lima puluh tujuh tokoh dirangkai dalam lima bab dimampatkan dalam buku setebal 260an halaman saja.⁣

Dengan teknik plot maju mundur tapi tidak membingungkan, saya menduga ada satu template untuk panjang satu fragmen dan dengan konsisten digunakan dan diulang lagi.⁣

Membaca ini seakan menonton satu satu layar yang dibagi empat bagian sama besar dan tiap lima menit berganti adegan, dengan layar lainnya stand-by untuk menunggu gantian tayang. Begitu seterusnya hingga tamat. Tidak ada tokoh yang begitu menonjol, semua tokoh dan peristiwa sama pentingnya.⁣


Salah satu bahasan diskusi Baca Bareng Tangerang kemarin sore tentang Buku Yang Habis Dibaca Sekali Duduk adalah kriterianya buku itu punya plot yang menarik dan membuat penasaran.⁣ Bagi saya Aib dan Nasib ini masuk dalam kategori tersebut, walau ketika membaca terpotong jeda sedikit untuk istirahat. Saya bisa menyelesaikannya dalam beberapa jam saja, sekali membaca sulit untuk berhenti.⁣

Buku ini cocok jad⁣i obat untuk reading slump, bacalah dan nikmati liarnya racikan karya penulis muda Minanto ini.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
July 14, 2022
“Orang bilang aib sama saja dengan nasib.”

Bagi orang-orang tak berpunya, nasib mereka ibarat aib yang mau tak mau harus dijalani. Simak empat fragmen kisah dalam buku ini, yang dijalani oleh orang-orang yang berbeda tetapi memiliki kesamaan: tak berharta menjadikan kesemuanya korban keadaan yang sayangnya serba jelek dan memprihatinkan.

Kisah Mang Sota, Marlina, Boled Boleng, dan Gulabia di dusun Tegalurung, di pelosok Indramayu, yang dengan realistis sekali memotret kondisi masyarakat bawah yang tak berpunya. Masing-masing kisah mewakili kemiskinan, ketidakberdayaan, kebodohan, dan kekerasan seksual. Sama sekali tidak ada yang bernasib baik di buku ini, karena seperti judulnya, nasib mereka seolah telah ditakdirkan untuk menjadi aib.

Yang unik adalah cara penceritaannya. Pengarang membagi cerita dalam empat fragmen pendek pendek yang saling bergantian. Satu halaman kisah Mang Sota, disambung satu setengah halaman kisah Marlina, dan begitu seterusnya berselang-seling dengan gerak yang cepat. Bagi yang terbiasa membaca dengan sistem bab, buku ini terasa cepat sekali selesai. Mungkin karena berupa fragmen fragmen jadinya tanpa terasa sudah terbaca banyak halaman. Apalagi cara bertuturnya yang enak diikuti. Novel setebal 260 an halaman ini pun segera tuntas terbaca.

Meskipun nasib karakter-karakter dalam buku ini serba memprihatinkan, penulis mampu membawakannya dengan asyik. Malah terasa nada humor dan sindirian, mungkin untuk menunjukkan bahwa bagi orang-orang miskin yang terpinggirkan, sudah tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain menertawakan keadaan. Buku ini dengan caranya yang unik menunjukkan betapa yang miskin akan terus tersisihkan, kebodohan menjadikan nasib yang aib itu terus bertahan, dan pada akhirnya, tidak ada bedanya nasib mereka dengan aib itu sendiri.
Profile Image for yun with books.
714 reviews243 followers
June 11, 2021
“Orang bilang aib sama saja dengan nasib.”


[TW: rape, murder]
Aib dan Nasib becerita tentang kehidupan manusia-manusia di desa Tegalurung beserta dramanya. Dikisahkan dengan bahasa sederhana dengan begitu banyak karakter, buku ini menjadi buku seru yang memuat nilai-nilai realisme beserta kritiknya, yang sangat mungkin terjadi di lingkungan sekitar.

Aib dan Nasib merupakan buku paling aneh dan "kocak dengan cara yang tragis" yang gue baca tahun ini. Gue langsung baca buku ini ketika direkomendasikan oleh salah satu teman Goodreads. Ketika itu gue selesai baca buku Orang-Orang Oetimu, dan dia bilang harus baca buku Aib dan Nasib kalau suka dengan Orang-Orang Oetimu. Langsung baca dong tanpa ba...bi...bu...

Membaca buku ini menjadi pengalaman seru dan yang paling nyata menurut gue, fragmentasi karakter-karakter dan cerita-cerita di dalam buku ini kerasa sangat amat dekat dengan gue sebagai pembaca. Sebuah desa dengan konflik lokalnya, ada warga yang sinting, ada warga kaya yang "didewakan" oleh warga lain, ada warga paling miskin, dan lain sebagainya.
Buku Aib dan Nasib juga bisa menjadi "obat" buat kalian yang sedang terkena reading slump, buku ini secara bahasa dan cerita mudah sekali untuk dibaca. And I find this book is easy and fun, walaupun di dalamnya terdapat beberapa bagian yang tragis menurut gue.
Yang gue perhatikan dari buku ini adalah, betapa epiknya Minanto menuturkan cerita yang begitu nyata, kaya nyeritain tetangganya, serius! Seakan-akan penulis ada di situ sebagai semacam sutradara dan/atau screenwriter dalam cerita-cerita warga Tegalurung. Detil dari maju dan mundurnya cerita sehingga di akhir akan ketahuan ujung dari kesinambungan masing-masing cerita, hingga kepada para karakter-karakter. Waktu gue bilang karakternya banyak, IT LITERALLY IS BUANYAAAAKKK banget! Mesti mengasah otak juga mengingat-ingat namanya siapa, orangtua siapa, dan lain-lain sebagainya.

Buku dengan halaman +-250 halaman ini tidak akan terasa untuk dibaca, walaupun menurut gue dibagian tengah (sedikit) agak membosankan karena tentang Boled Boleng vs Bagong Badrudin mulu... rungsing asli! hahaha
Tapi, overall kritik-kritik sosial yang dibangun dari buku ini "nyampe" banget ke pembaca. Mengapa kita harus aware terhadap lingkungan sekitar, bahwa ketimpangan sosial sangat amat nyata dan akan selalu ada bahkan di ruang lingkup paling lokal, seperti desa misalnya.

I recommend this, untuk kalian yang suka dengan cerita ringan, seru tapi kritiknya "nyampe".
Profile Image for Evan Kanigara.
66 reviews20 followers
July 20, 2021
Awalnya saya kira 'Aib dan Nasib' adalah karya dengan format yang akan sulit dinikmati. Cerita dibagi menjadi empat bagian dengan tokoh utamanya masing-masing. Semuanya saling terhubung di Desa Tegalurung. Alur ceritanya pun maju mundur.

Apalagi setelah saya mendapatkan pekerjaan part-time rasa full-time, membaca maraton menjadi hal yang sukar dilakukan. Membaca jadi aktivitas sepotong-sepotong, serba sebentar, sepintas kalau sempat. Saya sempat khawatir kalau saya akan lupa dengan apa yang saya baca.

Meskipun begitu, 'Aib dan Nasib' ternyata merupakan karya yang begitu mengalir. Ketika saya memulai membaca lagi setelah jeda, kisah-kisah di Desa Tegalurung seolah langsung terhubung kembali. Tidak ada kebingungan alur dan tokoh yang berarti. Mungkin saja saya melewatkan detail-detail. Tetapi yang terpenting ialah: saya tidak merasa bingung. Entah apa. Gaya penulisan Mintanto cocok untuk saya.

Sesuai judulnya, aib dan nasib merupakan dua hal yang sentral dalam karya Minanto. Dalam situasi pedesaan yang tampak tenang dan rukun, terdapat kemiskinan struktural yang mengakar. Semua tokoh memiliki akses yang terbatas sehingga terpaksa hanya ada dua hal bisa dipilih, yaitu antara nasib atau aib. Meskipun keduanya pada akhirnya terlihat tidak ada bedanya. Memilih aib atau nasib. Memilih malu atau malang.

Semuanya terjalin dalam keputusan-keputusan buruk yang kusut.

"Jika ia memilih kunci A, maka ia tidak dapat menikahi gadis pujaan, tetapi dapat membebaskan orang tua dari kemelaratan [...]. Namun, jika ia memilih kunci B, maka ia dapat menikahi gadis pujaan, tetapi tidak dapat membebaskan orang tua dari kemearatan."

"Kemudian, nasib tidak saja memberi soal pilihan ganda, tetapi ia juga mempersoalkan aib: jika ia memilih kunci A, maka aib akan mengikuti dan membikin malu orang tua. Namun jika ia memilih kunci B, maka barangkali aib pun akan dapat dimaklumi." (hal 183)

*sedikit catatan: latar 'Aib dan Nasib' berada di sebuah desa di Jawa Barat, ada yang bilang di daerah Cirebon, ada yang bilang di Indramayu. Tapi ketika membaca rasanya suasananya selalu seperti di daerah pedesaan Jawa Tengah/Timur. Ada penggambaran suasana/latar yang saya rasa kurang mendetail.
Profile Image for Muhammad Rajab Al-mukarrom.
Author 1 book28 followers
July 19, 2020
Cerita yang disajikan sudah pernah dibawa oleh beberapa novel Indonesia lainnya. Gaya penulisannya cukup baik, kendati cara penulis membuat dialog antar tokoh terasa tidak organik.
Profile Image for rasya swarnasta.
101 reviews21 followers
August 28, 2025
Saya nggak begitu dekat dengan blurb-nya yang bilang bahwa, "(novel ini) membuyarkan gambaran tipikal kehidupan pedesaan di benak kita," karena pedesaan memang banyak rupa konflik demikian. Justru, konfliknya adalah "tipikal konflik pedesaan" itu sendiri alih-alih membuyarkan tipikal kehidupan pedesaan: stigma orang gila, apa-apa adu jotos, bagi-bagi duit agar dipilih, kecanduan ponsel, kecanduan game, pasangan kekasih mojok di sekolah, penyintas dan pelaku perkosaan dinikahkan ...

Alurnya maju-mundur dan diceritakan dalam bentuk kepingan-kepingan. Pilihan gaya bercerita yang bagus untuk cerita yang progresnya lambat begini. Jadi penulis nggak perlu ambil pusing untuk merangkai adegan, soalnya sudah disajikan sepatah-sepatah sejak awal.

Gulabia menghilang di bagian akhir cerita, padahal saya menunggunya. Mungkin karena itu satu-satunya perempuan yang kebagian jadi tokoh sentral (selain Bagong, Marlina, dan Sota). Dan nasibnya sangat, sangat, sangat menyebalkan. Saya marah dengan "suami"-nya. Saya kesal BANGET dengan ayahnya. Saya kesal dengan Jahari dan pergaulannya Kicong. Padahal cara Gulabia mendominasi di ikatannya dengan Kicong itu keren; dia bisa tangguh dan berani, pada satu dan lain hal bahkan bisa mengendalikannya. Semua buyar karena rekaman seks kesebar, huft.

Sayangnya, resolusi konflik semua tokohnya hampir sama. Antara mati, membunuh, atau minggat dari desa. Mungkin bermaksud untuk menggambarkan tipikal pola pikir orang pedesaan ya. Dan balik ke premis buku ini. Aib dan nasib. Nasib itu aib.

Saya suka persepsinya Sota terhadap Boled Boleng, BTW. Tidak menjustifikasi. Tidak terpengaruh pendapat orang lain. Soalnya dia mengasosiasikan Boled Boleng dengan Uripah. Saya agak suka dengan Sota. Kenapa dia mematikan Duloh, nggak tahu saya. Matinya Duloh nggak paralel dengan awal dan akhir ... atau saya yang salah mengerti.

Dan Boled Boleng hilang beneran. Dan setelah tahu betapa kejamnya Bagong terhadap Boled Boleng, dan betapa penginnya Bagong kalau Boled Boleng mati, saya jadinya nggak ngerti kenapa di keping paling pertama cerita, reaksi Bagong justru, "Mati aku!" saat ia bisa membunuh Boled Boleng. Nggak paralel(2). Ah, ya, soal Bagong membunuh ibunya, saya pengin banget denger perspektifnya Bagong. Sayang nggak diceritakan.

Kaji Basuki ... sudahlah. Biasa. Menyuap menjelang pemilihan, dan kalau kalah suara, bubar semua janji-janjinya. Nggak ngerti dah itu sama Kartono gimana jadinya. Keping cerita Gulabia ngilang setelah itu.

Terakhir, Marlina dan Eni ya. Marlina kenapa sih. Bingung saya. Kok bisa dia malah lupa sama Eni waktu buntutin Bagong, kok bisa dia cari pelarian seks ... nggak ngertilah saya. Padahal dia sayang Eni banget. Dia pernah mau nyusulin ke Singapura. Dia dulu mau banget mereka nikah. Dia mau banget bersabar dan ikut berjuang mewujudkan "masa depan bersama". Akhirnya malah seperti itu ... BTW, Eni minta cerai dan memutus telepon di bawah ancaman itu sebuah keberanian yang patut diapresiasi. Bagus, Eni.

Buku ini saya baca lebih lama dari yang saya rencanakan semula. Saya pinjam di B21.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Yuniar Ardhist.
146 reviews18 followers
July 1, 2021
“Aib dan Nasib” - @minantoo

“Hidup ini adalah cerita itu sendiri”.

Ketika membaca novel ini, yang saya bayangkan penulisnya adalah anak bandel yang punya banyak kawan bandel. 😂🙏🏻 Saya juga bertanya, apakah kisah yang dituliskan di sini adalah nyata (ada sebagian yang nyata; mewakili karakteristik/penokohan orang-orang yang dikenalnya?)

Ketika buku ini diangkat dalam diskusi KEBAB (@kebabreadingclub), kami sedikit banyak mendapatkan gambaran jawaban atas pertanyaan itu. Diskusi yang seru!

Digarap dengan konsep fragmen-fragmen pendek yang berulang, drama kehidupan orang-orang ‘biasa’ di Tegalurung, Indramayu ini menampilkan cerita-cerita yang…..sebenarnya (juga) biasa. Sebagaimana yang diungkapkan @minantoo bahwa seringkali kita ingin menceritakan sesuatu yang jauh, padahal yang dekat dengan kehidupan keseharian sendiri itu juga adalah cerita. Hanya saja, seringkali luput dari perhatian.

Namun memang, ketika cerita-cerita dituliskan; dalam bentuk karya (sastra), bukan lagi cukup menyoal ide/gagasan awal saja, tapi juga tentang bagaimana cara menceritakannya. Di sini yang membuat novel ini jadi menarik.

Deskripsi yang terbuka, terus terang, eksplisit menjelaskan situasi kehidupan masyarakat di sebuah desa, @minantoo memberi contoh inilah situasi sosial sebuah objek dari pembangunan yang bergerak pasif, tanpa diikuti kesiapan mental menerima perubahan dan perkembangan, termasuk ketika teknologi menyusup dalam ruang-ruang pribadi. Menjadikannya ‘bulan-bulanan’ peradaban. Tergilas tanpa ada yang mampu menghentikan.

Mungkin membuat pembaca sesaat terpantik tanya, “Benarkah semua ini bisa terjadi di desa?”. Mari coba ditanyakan balik, “Memangnya gambaran apa yang masih bisa kita selipkan untuk menceritakan tentang desa saat ini?”

Setebal 263 halaman, ternyata mampu dengan cepat terselesaikan. Saya menyukai bagaimana @minantoo menarik pembaca dengan percakapan-percakapan antar tokohnya. Pertanyaan, dibalas dengan pertanyaan. Itu asyik. Seperti tampar-menampar menggunakan kata-kata. 😂

Terima kasih @marjinkiri menerbitkan buku ini dengan baik, hingga bisa dibaca, dinikmati, dan menempatkannya pada posisi kualitas yang seharusnya.
Profile Image for Kahfi.
140 reviews15 followers
July 8, 2021
Dibuat dalam 4 cerita yang ditulis saling berurutan, lalu kemudian keempatnya saling berkait kelindan, dan pada akhirnya mengerucut menjadi 2 cerita besar yang menghantarkan kisah pilu penuh konflik pedesaan yang khas.

Pertama kali saya membaca novel dengan format yang unik seperti ini, selain format, yang patut dipuji dari novel ini adalah digunakan nya beberapa dialek khas latar belakang tempat yang melatari peristiwa dimaksud.

Selain masalah personal, novel ini pun mengangkat permasalahan publik dimana infrastruktur pedesaan yang bersifat vital seperti jalan dan musala harus menunggu gelaran pemilu untuk dapat merasakan pemeliharaan yang mana merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan.
Profile Image for Adham Fusama.
Author 9 books72 followers
August 9, 2020
Sialan! Ceritanya terasa dekat sekali. Kehidupan seperti di Tegalurung ada di sekitar kita. Tapi sering kali kita tidak mengacuhkannya. Kenyataan buruk tersebut kini malah disajikan apa adanya oleh Minanto. Kalimat-kalimatnya jujur, apa adanya, tidak berpretensi.

Buku yang bagus. Kalau pun ada sedikit kekurangan, bagi saya ceritanya bisa dipangkas satu bab. Beberapa fragmen di dalam cerita ini bisa dibuang tanpa mengurangi kekuatan cerita dan kenikmatan membaca. Dan, bagian akhir cerita terasa kurang mulus, bahkan sedikit antiklimaks.
Profile Image for e.c.h.a.
509 reviews258 followers
September 4, 2020
Ratusan fragmen disajikan layaknya menonton film dalam beberapa layar, berganti-ganti tapi saling terkoneksi. Semua tokoh, tidak satu tapi puluhan tokoh pun memerankan peran penting di fragmennya masing-masing.

Pengalaman yang berbeda saat membaca ceritanya........

Profile Image for Hakim.
52 reviews1 follower
February 8, 2021
Semua cerita pasti akan menarik apabila diceritakan secara baik, terlepas dari apa isinya. Aib dan Nasib menurut saya adalah percobaan yang apik. Alur maju mundur dan penyampaian melalui fragmen-fragmen dieksekusi dengan cukup baik. Saya rasa narasi dengan fragmen pendek seperti ini cocok untuk kita manusia abad 21 yang punya rentang atensi minim :) Novel ini akan jadi 1000x lebih hambar apabila Minanto memilih cara-cara bercerita yang konvensional.
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
September 15, 2020
Buku ini sialan dalam dua hal:
1. Dibagi Empat plot, alur maju-mundur, ceritanya sepotong-sepotong lagi.
2. Membuatku rindu kampung

Saya juga gagal menebak latar waktu cerita. Bisa jadi 2004 an, bisa juga 5 tahun lalu. Kontradiksinya ada pada anak-anak muda yang keranjingan nongkrong di rental PS, di bagian lain tersebutlah Mobile Legend. Selain itu, harga sebungkus nasi masih dua ribu rupiah, tapi rokok U-Mild sudah beredar. Membingungkan, bukan?

Tapi, ini memang cerita yang apa adanya, kehidupan rural yang pelik. Konflik-konflik di dalamnya terdorong oleh perut yang melonglong. Kebutuhan dasariah manusia yang tak sepenuhnya terpenuhi. Sangat menarik. Terlebih di masa hedonisme dijunjung tinggi demi pencitraan seperti sekarang ini, Aib dan Nasib bagaikan pengingat bahwa ada manusia-manusia di sekitar kita yang masih berjuang demi kehidupan layak.

Sangat riskan menurut saya penceritaan dengan alur yang dipenggal-penggal seperti ini. Saya merasa di bagian Lima penceritaan menjadi agak terburu-buru. Salah satu plot juga dihilangkan yang kemudian muncul sekilas di bagian paling akhir. Selain itu, beberapa saltik juga terdapat di beberapa halaman.

Profile Image for aynsrtn.
487 reviews12 followers
January 26, 2025
Membaca ini cukup satu kali seumur hidup. After taste-nya membuat tertegun. Jika di blurp dituliskan bahwa gambaran apa yang terjadi di Tegalurung—nama desa di novel ini—membuyarkan gambaran masyarakat pedesaan, justru buatku ini malah sangat dekat dan nyata dari intrik dan polemik masyarakat desa.

Peringatan pemicu: mengandung kekerasan, adegan pemerkosaan, pembunuhan, kekerasan seksual, dan adegan eksplisit.

Novel ini sangat unik. Berisikan 5 bab yang di dalamnya terdapat fragmentasi episodik yang pendek-pendek dengan alur maju-mundur. Awal-awal mungkin akan merasa bingung dengan perpindahan adegan, tokoh, serta garis waktu yang berbeda, tapi makin menuju akhir, semua benang merah bersatu.

Meskipun tokohnya sangat amat banyak. Namun, ada 4 pusaran konflik di novel ini, yaitu:

1. Keluarga Marlina
Tentang Marlina yang harus menghidupi ayah dan 3 adiknya, selepas ibunya meninggal. Bahkan setelah Marlina menikah dengan Eni, ia pun tetap harus bertanggung jawab penuh soal adik-adiknya. Eni pun ikut kecipratan. Kadang ia diperlakukan sinis oleh mertuanya, Nurumubin, ayah Marlina dan Pang Randu serta Gondo Gunda, adik-adik Marlina. Eni pun sampai pergi ke Singapura untuk menjadi TKI demi ekonomi keluarga dan kesehatan pernikahan mereka. Sepertinya Marlina mengalami Impotensi.

2. Keluarga Mang Sota
Dari 4 pusaran konflik, aku merasa keluarga ini yang paling miris dan menyedihkan. Terutama apa yang dialami oleh Uripah, anak perempuan Mang Sota. Jujur, emang nggak ada satu pun tokoh yang "baik" di novel ini. Tetapi, jika harus memilih tokoh mana yang paling ku "benci" adalah Mang Sota. Pria ini sungguh melakukan kesalahan lebih-lebih dari keledai. Keledai tak akan jatuh ke lubang ya sama kan menurut pepatah? Tapi, Mang Sota malah lanjut part dua dan part tiga. Mungkin memang ada orang yang sudah nasibnya jadi pecundang—dan tak mau mengubah nasib itu. Ya, dia adalah Mang Sota. Sungguh, Uripah deserved better.

3. Gulabia dan deritanya
Gulabia sebenarnya anak yang cerdas, namun sayang seribu sayang. Sudah jatuh tertimpa tangga masuk sumur, seolah sial dan derita selalu melingkupinya. Ia terkena revenge porn, terpaksa DO dari sekolah, hamil di luar nikah, dinikahkan dengan seorang supir angkot yang sudah punya 2 istri, tidak dianggap lagi oleh keluarganya karena hanya menjadi aib, mendapatkan kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga dari suaminya. Gulabia oh Gulabia.

4. Boled Boneng vs Bagong Badrudin
Dua orang ini kalau masuk neraka bisa sekalian barengan dengan Susanto. Apalagi Susanto dan Bagong, ini dua orang yang jahatnya sudah mengakar bahkan sejak dini. Boled Boneng sebenarnya masih bisa "selamat", namun sayang, dia salah pengasuhan. Dia dan Uripah deserved better.

Penyelesaian konfliknya anti-klimaks, tapi justru sangat realistis. Seakan pilihan solusi untuk orang yang tinggal di pedesaan dengan tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan struktural adalah kabur jadi TKI, mati, atau hanya bisa menerima nasib.
Profile Image for Iryanthi Faridah Saiful.
33 reviews
March 1, 2021
Saya suka sekali dengan gaya narasi berfragmen-fragmen seperti ini. Meskipun tema yang diangkat sudah sering sekali diceritakan di buku lain, tetap saja selalu ada hal baru yang bisa diambil. Untuk pembaca yang mudah ketrigger dengan hal-hal pemerkosaan dan pelecehan seksual, saran saya sebaiknya menunda membaca buku ini. Saya pribadi pun sedikit mual dan jijik dengan beberapa adegan yang disajikan.
Profile Image for Satria.
20 reviews4 followers
July 6, 2020
Juara 1 Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2019 tentu membawa ekspetasi besar. Saya cukup puas sama ceritanya tp klo dibandingkan dengan Orang-orang Oetimu yg juga menyandang juara 2018 tidak lebih baik.
Profile Image for fara.
280 reviews42 followers
December 31, 2022
Saya lama sekali memikirkan mau memberi buku ini rating berapa karena saya sangat menggemari fiksi lokal dengan tema pedesaan yang mengangkat betapa paradoksnya kehidupan di desa dengan seril dan senyata mungkin, tetapi di sisi lain saya menemukan beberapa hal yang cukup mengganggu selama membaca Aib dan Nasib, beberapa di antaranya adalah konflik yang monoton (meski kebanyakan konflik di desa ya seputar itu-itu saja; rendahnya pendidikan, edukasi seks yang minim, kemiskinan struktural, masalah hak milik tanah, keterbelakangan informasi, politik suap, pembunuhan, hingga konflik agama), juga penokohannya yang cenderung membosankan dan platonik (tanpa kemudian ada pengembangan karakter yang cukup berarti seusai klimaks).

Di akhir cerita saya tetap memaafkan hal-hal yang mengganjal tersebut karena saya memikirkan bahwa dengan judul yang super-memberi-spoiler dan sedikit fenomenal (Aib dan Nasib) ini memang berfokus pada adagium "aib itu nasib" yang ada di Desa Tegalurung. Penulisannya yang dibagi menjadi beragam fragmen membuat pembaca seperti mengumpulkan potongan puzzle dan ini adalah hal yang menurut saya menarik dan jadi poin tambahan (karena saya tahu membuat cerita berbingkai seperti ini pasti sulit dan butuh outline yang pas). Alih-alih membandingkannya dengan raja penulisan deskripsi pedesaan sekaliber Ahmad Tohari, saya rasa Minanto punya caranya sendiri dalam menulis sehingga saya mafhum jika dewa-dewa kesenian selaku juri DKJ memboyongnya menjadi pemenang Sayembara Novel di tahun 2019. Hebatnya lagi, setelah membaca novel ini, saya mengalami book hangover yang cukup lama pula.
Profile Image for Andris Sambung.
39 reviews3 followers
July 14, 2020
Setelah selesai membaca buku ini aku membatin dalam hati, bajingan sekali penulisnya alih-alih mendapat hiburan malah aku jauh masuk ke dalam tokoh-tokoh dalam Aib dan Nasib. Buku ini menyiratkan berbagai masalah dalam sebuah kampung di pesisir Indramayu. Permasalahan yang timbul begitu dekat dengan tempat aku tumbuh besar. Nasib seorang manusia kadang begitu memilukan dan kita dipaksa pasrah atas kondisi seperti itu. Kita tidak punya pilihan lain selain menerima dengan hati penuh harap keadaan akan segera berubah. Buku Aib dan Nasib membawamu ke dalam kondisi tidak ideal dalam hubungan antar manusia. Aib dan Nasib akan membawamu masuk ke dalam pilihan-pilihan hidup yang akan kami pilih dalam waktu sekarang. Pasang mata baik2 dan masuklah ke kampung Tegalurung
Profile Image for Miftahul Jannah.
4 reviews
September 29, 2021
Membaca novel aib dan nasib karya minanto, rasanya bagaikan apa yah. Terhisap dalam suasana desa di tegalurung. Saat ka ulpa bilang baca novel ini bakalan bikin ternyata sekampung itu suka nyeritain orang, iya sih aku juga mikirin kek gini. Tapi ini diluar ekspektasi. Bener bener kacau. Kacau banget. Menjadi baik saja gak cukup. Beneran.

Gak salah emang judulnya sampe dituliskan begitu. Ya karena konflik nya bener bener karena aib jadi nasibnya demikian.

Tapi yang paling bikin aku membekas adalah, pentingnya punya ilmu. 😭😭😭 Beneran yang. Ya Allah kalau gak punya ilmu kacau banget ni hidup ditegalurung.

Jadi anak SMA disana kalau dah lulus pilihan cuman 2. Jadi istri atau TKI ke Singapura. Can you imagine? Sepanjang ku baca novel ini gak henti hentinya aku bertarung dengan ekspektasi kalau Galabia murid SMA anak pak kyai sobirin bakalan bisa nembus buat kerja lebih baik. I want something heroic from this novel. 😭😭😭😭 Tapi gak begitu.

Gara gara nafsu sesaat, Galabia ada main sama kicong. Kicong yang anaknya tampan, baik hati, hidupnya juga pas pasana doang. tapi endingnya juga kacau. Nasibnya Kicong ya nikahin janda dan beranak tiri. Diperlakukan kayak budak sama Istri sendiri. Galabia jangan ditanya. Gara gara aib dia ama kicong orangtuanya gak mau tahu lagi pokoknya dia harus dinikahin ama siapa aja, setelah tahu Galabia hamil. You know... I know this sound kek sinetron banget tapi aku ngerasa merana banget liat hidup kek begini....

Galabia ini 😭 karena nafsu sesaat dia pacaran sama Kicong teman sekelasnya, abis itu ada main sama Kicong. Pas liatin Kicong selingkuh, Galabia juga selingkuh dan ada main sama Kartono laki laki istri dua, dan supir angkot. Akhirnya yah Galabia kagak tahu si anaknya ini bapaknya siapa? Kacau sih. Endingnya dia dinikahkan sama Kartono. Dan diperlakukan kayak budak. 😭 Dibelakang ketahuan Kalau Kartono ada kelainan seksual. 😭 Galabia mau cerai gak bisa. Orangtuanya sepuh. Dia balik ke orangtuanya juga gak dibolehin karena mereka jg hidup dari hasil seprihan uang ceramah si bapak alias kyai sobirin. Dia mau jadi TKI juga gak mudah, pake budget. Ya jadi dia gak ada pilihan selain menetap jadi istri Kartono doang.

Aku cerita sepanjang ini karena mau ngingetin diri sendiri. Jadi perempuan beneraaaaaaaaaan struggle banget 😭😭😭😭 struggle karena pendidikan. Struggle kalau ternyata salah pilih wah jadi neraka. Hidup segan. Mati juga gak bisa.

Belum lagi kasusnya Mas Marlina yang harus bekerja buat hidupin bapaknya dan biayain sekolah 2 adeknya juga si bungsu. Dan pingin Nikahin eni. Apa yah kacau banget kurasa nasibnya. Dihina bapak sendiri karena kerja serabutan, nyari uang selalu dirasa gak cukup. Karena bayar hutang 😭 i mean kenapa di novel ini rasanya hidup susah sekali.

Ada lagi Mang Sota, rumahnya kayak gubuk pekerjaannya adalah narik becak, Istrinya Utari pas mau lahiran telat dibawa kebidan akhirnya meninggal dan endingnya anaknya yang dibelakang dinamai Uripah gak dididik jadi dibiarkan aja kemana mana. Atau kadang dibiarkan ke tetangga. Makin besar Uripah dan bebas jalan kemana mana modelannya udah kayak gembel, dan gak bisa ngomong lancar, pernah diperkosa. Sampe hamil dan gak ketahuan bapaknya siapa😭😭😭 pas lahiran anaknya namanya Duloh. Diangkat anak sama yuminah tetangga mang Sota.

Endingnya? Duloh meninggal gaes. Dia masuk ke parit selokan yang dibuat dekat rumah Mang Sota. Uripah juga meninggal dia dibunuh oleh sipemerkosa. Marlina juga dibunuh karena menciduk pelaku pemerkosa Uripah.

Wah. Kacau banget sih ini novel. Aku bingung sendiri bagaimana rasanya kalau jadi mereka nasib sudah seperti itu apa masih bisa diubah?

Apa masih bisa bertahan? 😭😭😭😭😭

Aku jadi ngeh kalau ilmu berharga banget. Kamu bisa ubah keadaanmu. Aku jadi paham kalau sebenarnya mindset adalah segalanya. Awal mula perubahan hidupmu ada disana. Aku jadi paham kalau kita memang gak bisa memilih dilahirkan sama siapa, tapi... Kita masih bisa berusaha untuk mengubah nasib dengan segala yang kita punya. Aku kalau jadi Marlina mungkin bakalan modelannya meratapi nasib doang. Atau langsung lari aja karena gak kuat hadapi keluarga sendiri kalau di hina begitu.

Aku kalau jadi Mang Sota barangkali gak kuat hadapin hidup seperti itu. Tapi tetep.... Jalanin aja. Jalanin hidup itu dengan segala bekal yang dikasi sama Allah. 😭 Bertahan disana. Jalani disana. Menjadi manusia beneran susah ternyata.

This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for nana.
68 reviews9 followers
December 2, 2025
Actually ⭐3.5/5

Aib dan Nasib adalah sebuah novel yang membawa pembaca menyelami kehidupan di sebuah desa bernama Tegalurung, salah satu desa di Indramayu yang keras, penuh peristiwa kecil yang getir, dan dihuni oleh orang-orang yang menjalani hidup seadanya.

Dalam novel ini, penulis bercerita dengan cara merangkai fragmen pendek dengan alur maju dan mundur, serta menceritakan sangat banyak tokoh yang hidup dalam lingkaran kemiskinan, minim pendidikan, dan kedekatan dengan berbagai bentuk kejahatan yang dianggap lumrah oleh masyarakat. Cerita sendiri tidak mengarah kepada satu tokoh utama, melainkan pada seluruh tokoh di Desa Tegalurung dengan kehidupan yang saling bertaut, membuat pembaca seakan melihat banyak lapisan kehidupan sekaligus. Bagi saya cara menulis seperti ini cukup unik dan baru, meskipun agak membuat kesusahan karena alurnya yang loncat dan maju—mundur.

Novel ini memperlihatkan potret kehidupan masyarakat pedesaan pantura yang penuh aib, rahasia, dan nasib buruk yang seolah diwariskan turun-temurun. Yang menjadi fokus cerita juga bukan satu orang, tapi seluruh warga Tegalurung, baik laki-laki dengan ambisi kecil, maupun perempuan yang terjebak keadaan, dan anak-anak yang tumbuh tanpa bimbingan memadai.

Mereka hidup dalam kondisi yang sebenarnya sangat relevan dengan Indonesia hari ini, saat kemiskinan, pendidikan yang terpinggirkan, dan kekerasan masih menjadi bagian nyata dari kehidupan daerah marjinal. Cerita di dalam buku ini memberikan wawasan baru mengenai Indramayu dan wilayah pantura yang jarang terekspos ke media, mengenai kehidupan orang-orang kecil di pinggiran. Bagaimana mereka terjebak dalam kebodohan, kemiskinan, dan kriminalitas yang tinggi dan seakan masyarakat tutup mata seolah tak pernah terjadi apapun setelah sehari dua hari bergunjing.

Terdapat konteks sosial yang kuat yang ingin disampaikan oleh penulis melalui novel ini, misalnya memperlihatkan bagaimana minimnya pendidikan dapat membuka jalan ke lingkaran kemiskinan yang lebih dalam, dan bagaimana kemiskinan mendorong masyarakat pada kejahatan, perjudian, kekerasan, serta pilihan-pilihan hidup yang sempit. Novel ini menegaskan bahwa rendahnya kualitas pendidikan tidak hanya melahirkan ketidaktahuan, tetapi juga mematikan kesempatan. Di banyak desa Indonesia, realitas seperti ini masih terjadi: anak-anak berhenti sekolah karena bekerja, menjadi TKI sebagai jalan cepat dan suatu cita-cita yang biasa di mana para istri merantau ke luar negeri menghidupi suami dan anak-anak di kampung, orang dewasa hidup dalam struktur sosial yang sempit, dan kriminalitas dianggap “bagian dari hidup”. Hal inilah yang membuat novel ini terasa relevan dan penting, karena ia bukan sekadar cerita fiksi, tetapi bayangan nyata dari persoalan sosial kita hari ini.

Teknik penulisan berupa fragmen-fragmen, tokoh yang banyak, dan alur maju-mundur menjadi daya tarik utama novel ini. Bahkan, bagi sebagian pembaca, teknik ini bisa menjadi “obat reading slump” karena ritmenya yang cepat dan gaya narasinya yang mengalir. Meski demikian, struktur yang unik ini juga menjadi pedang bermata dua: karena begitu banyak tokoh dan potongan peristiwa, tidak ada satu pun yang benar-benar membekas atau memberikan semacam "feeling" emosional yang kuat ke pembaca. Premis cerita sendiri sebenarnya biasa saja, tanpa kejutan besar, dan setelah menutup halaman terakhir, rasanya ada banyak fragmen menarik, tetapi tidak ada yang benar-benar menetap di ingatan.

Secara keseluruhan, Aib dan Nasib adalah novel dengan teknik penulisan yang unik dan baru bagi saya pribadi, namun tetap memiliki beberapa kelemahan: terlalu banyak tokoh dan alur yang melompat maju-mundur. Sehingga, buku ini tidak menimbulkan kesan yang membekas kepada saya sebagai pembaca. Yasudah, sehabis lalu saja setelah baca.

Meskipun begitu novel ini bisa menjadi cermin kecil tentang bagaimana pendidikan, kemiskinan, dan kejahatan saling memengaruhi, dan bagaimana hidup di daerah marjinal sering kali berjalan di antara aib dan nasib yang sulit dipisahkan.
Profile Image for Aziz Azthar.
30 reviews6 followers
February 6, 2023
Benar apa kata blurb buku ini: ... memberi pembaca pengalaman naratif yang tak terlupakan. Setidaknya bagiku.

Novel ini dinarasikan dengan alur maju-mundur-kiri-kanan-geser-gusur dalam fagmen-fragmen pendek. Mungkin karena itu juga proses membaca buku ini cepat kurasa. Awalnya memang membingungkan dan perlu usaha untuk mengingat nama-nama tokoh, relasi antartokoh, dan cerita mereka. Sampai-sampai aku merasa perlu membuat peta relasi tokoh, tapi enggak seru juga kalau melihat contekan. Akhirnya, aku memaksa otak untuk mengingat and keep up with everything, menerima saja apa yang disuguhkan penulis.

Apa yang terjadi selanjutnya (atau sebelumnya)? merupakan formula jitu untuk membuat pembaca membalik halaman demi halaman. Buku ini berhasil membuatku ingin membaca terus.

*****

Aku membaca buku pemenang Sayembara Novel DKJ 2019 ini setelah menghabiskan Orang-orang Oetimu, pemenang sayembara yang sama pada setahun sebelumnya. Jadi, aku tanpa disengaja membandingkan keduanya atau mencari persamaan antara keduanya.

Kedua-duanya memuat absurditas. Katanya, absurd itu identik dengan cerita orang miskin dan golongan marjinal. Kelakuan mereka memang bikin takjub orang kota. Kemungkinan besar pembaca buku ini ya orang kota. Mungkin aku salah duga. Paling tidak, Air dan Nasib juga jadi buku Pilihan Tempo yang redaksinya berada di Jakarta.

Kedua-duanya punya karakter yang memerkosa atau menjadi korban pemerkosaan. Relasi kuasa antara laki-laki - perempuan, orang waras - orang kurang waras, orang dewasa - orang yang masih remaja, dst. Kebetulan kedua penulisnya sama-sama laki-laki.

Orang-orang Oetimu dengan keras meledek institusi besar seperti aparatur negara dan agama. Sedangkan Air dan Nasib menyentilnya sekilas lewat sosok caleg yang hendak mendirikan musala. Yang satu Katolik, yang lain Islam. Kedua-duanya menunjukkan agama bisa jadi alat tunggang untuk mendapatkan kekuasaan.

Bedanya, Orang-orang Oetimu punya cerita yang terkait tragedi besar dalam sejarah Indonesia, terutama '65 dan '98 (plus periode awal pendudukan Indonesia atas Timor Timur). Sedangkan Air dan Nasib tidak mengungkit periode-periode tersebut, tetapi mengangkut situasi politik lebih terkini, yakni masa-masa caleg beserta spanduk-baliho dengan muka selebar teras musala. (pengingat kalau novel susastra tidak harus mengangkat 65-98 ya)

Air dan Nasib juga memasukkan unsur media sosial, yang mungkin sebagian penulis sastra hindari karena takutnya tidak relevan lagi di masa mendatang. Menurutku, adanya Fesbuk di buku ini menjadikannya semakin merekam zaman 2010-an ketika semua orang, bahkan di desa pun, terhubung satu-sama lain dengan internet dan Fesbuk. Dari pencitraan caleg sampai perselingkuhan dipertontonkan secara gamblang. Tidak seperti TV yang menyeleksi demi sempitnya durasi tayang.

Terakhir, kedua-duanya ada tokoh mati. Bahkan mereka bisa balap-balapan jumlah karakter yang mati. Mungkin Orang-orang Oetimu menang untuk hal ini. Sebab ada pembantaian orang Portugis oleh Jepang, pembantaian komunis oleh negara, pembantaian pemberontak Timor Leste oleh aparat, hingga zaman Reformasi dan segala tragedinya. Membuat kita kadang terpikir bahwa nyawa manusia itu bagai tidak ada harganya. Yah... begitulah absurditas. Katanya.
Profile Image for Ardhias Nauvaly.
63 reviews3 followers
July 11, 2025
Boled Boleng, ABG laki-laki yang jejeg nggak, waras pun kurang. Baridin, bapaknya Boled Boleng yang merasa bocahnya cuma pura-pura gelo. Ratminah, emanya Boled Boleng (hanya dia, dan kadang Baridin, yang masih memanggil Boled Boleng dengan nama aslinya: Sahrul). Susanto berandalan kesohor. Bagong cecunguknya Susanto, watir dikata culun tapi berani aneh-aneh pun kadang masih maju-mundur. Badrudin, bapaknya Bagong yang mangkel anaknya nggak punya gawe selain dolan dan dolan. Uripah perempuan sinting. Duloh, bocahnya Uripah dari hasil Susanto menyerimpung kakinya, dan merogol peranakannya di semak-semak. Mang Sota, tukang becak bapaknya Uripah, kakeknya Duloh, suaminya Yati. Yati, istrinya Mang Sota yang mati habis melahirkan Uripah gendeng. Yuminah, tetangga Mang Sota yang mengurus Uripah, mengangkat Duloh jadi anak. Saiful, suaminya Yuminah. Kaji Basuki, kaji hartawan yang medit usai gagal nyaleg. Nurumubin, si miskin kampung sebelah yang, setelah istrinya meninggal, mesti minggat dari rumah (milik istrinya) bersama tiga anaknya. Marlina, anak pertama Nurumubin yang kebelet kawin dengan Eni. Eni, janda demenan Marlina yang disinguti Nurumubin melulu. Pang Randu, adik Marlina yang suka julurin silit kalo ngalelewe. Godong Gunda, adiknya Pang Randu yang gaul dengan Susanto dan Bagong Badrudin. Kicong, teman satu sekolah Pang Randu dan Godong Gunda. Gulabia, pacarnya Kicong. Kartono, tukang angkot beristri tiga, dan yang paling muda adalah Gulabia, penumpang langganannya.

Wah, saya kira saya punya stamina untuk ngedaras karakter "Aib dan Nasib". ternyata, nggak, saudara-saudara. Ini jadi bukti, kalo Minanto bukan penulis sembarangan. Membikin cerita dengan puluhan karakter yang masing-masing punya cerita, dijahit dengan fragmen-fragmen adegan pendek (rerata 1 halaman doang), itu butuh stamina dewa. Dan tentu kejelian pada struktur dan kemahiran berbahasa. Kudos!

Ini kali kedua saya baca "Aib dan Nasib". Kali pertama, bertahun-tahun silam, bikin saya percaya lagi pada kesenangan membaca cerita. Kali kedua, saya jadi bertanya-tanya: Buku apa lagi ya yang belum saya baca dan, seperti "Aib dan Nasib" dengan lima puluhan karakter dalam satu desa keotik bernama Tegalurung dijalin aib-nasib dalam bentuk fragmen-fragmen adegan, bisa bikin saya kesirep membacanya?
Profile Image for Desca Ang.
704 reviews35 followers
November 26, 2020

The review is taken from my Instagram: @descanto

People in Tegalurung, a small village in Indramayu, West Java are none but very interesting creatures.

Meet Marlina-such a name for a man-the eldest of a family who works as a security guard to look after his father and his three siblings. He marries Eni after a long battle with the family and a struggle over financial condition just to find out that he cannot have a hard on!Too bad! Eni, his wife is a flirtatious lady who will let herself being seduced by his brother in law whenever she is in the mood. Life leads Eni to work in Singapore. Does the the story stop? Nope! The story continues with Marlina's jealousy when he suspects Eni is having an affair with somebody over Facebook.

Meet another figure of the story: Mang Sota, a single father who tries to live his life as a becak driver while taking a good care of her daughter, Uripah. Uripah is very much dependent of her father and is considered mentally unstable by the people there. She would come and bother her father by sitting in his becak for hours. Mang Sota finally finds a way to keep her daughter at home: feeds her and asks the neighbour to have a check on her sometimes. He's very fond of her daughter until Uripah's sudden disappearance. Yet Uripah does finally returns to their small hut tho! Nay, not alone but with a baby inside her tummy.

Each story is segmented and the plot of the story is a little bit confusing particularly with so many characters and names to remember. But Minanto is brilliantly able to portray the reality of life and the issues about poverty, gender, violence, sexuality along with its harassment in this book.His characters are portrayed with their flaws and positive sides. Mang Sota is the example. He's rude and is considered so unkind to others but is very lovable father.

"...Satu-satunya yang dia miliki adalah Uripah. Meski tidak tahu bagaimana mendidik anak perempuan, ia berusaha untuk menjadi bapak. Ketika malam datang, sebisa mungkin ia mengajak Uripah mengobrol. Mereka duduk bersama sembari menghadapi piring masing-masing."

Profile Image for Kreta Amura.
12 reviews
February 11, 2021
Review ini bisa dibaca lengkap di : http://www.kretaamura.com/resensi-aib...

Aib dan Nasib menceritakan dinamika kehidupan masyarakat desa Tegalurung. Novel ini mengangkat permasalahan khas pedesaan seperti kemiskinan, kebodohan, kisah asmara hingga politik elektoral tingkat lokal dengan sedikit pengaruh tekonologi sebagai hiasan untuk mempercantik konflik yang terjalin di antara para tokoh.

Pada dasarnya, kisahnya berpusat pada beberapa kehidupan tokoh. Misalnya Boled dan Bagong, Marlina dan keluarga, Mang Sota dan anaknya, serta Gulabia dan Kartono. Masing-masing tokoh berhadapan dengan peliknya kehidupan di pedesaan. Di sisi lain, nasib mereka juga saling terjalin oleh sebuah tragedi, yang dalam hal ini kita sebut dengan aib khas pedesaan. Suatu bentuk fenomena yang terkadang membuat orang-orang daerah perkotaan geleng-geleng kepala.

Novel ini menghadirkan banyak tokoh dengan karakter yang berbeda-beda. Masing-masing dihadirkan dengan konteks yang pas. Dalam satu sisi, saya melihat bagaimana karakter terbentuk berdasarkan watak dari keluarga orang tua, dan hal tersebut membuat tokoh menjadi sosok yang multi-dimensi. Misalnya saja, kita mengetahui bagaimana Boled menjadi sedemikian sinting, mengapa Marlina sedemikian keras.

Hal ini membawa pelajaran tersendiri bagi kita, bahwa sebetapa absurdnya perilaku seseorang, kita tidak boleh seenaknya menghakimi. Kita tidak tahu apa yang telah dialami oleh seseorang. Dan belum tentu kita bisa bertahan jika berada dalam posisi mereka.

Ketika saya menyelesaikan novel ini, pikiran picik saya mengatakan bahwa tidak ada yang istimewa pada Aib dan Nasib. Pun demikian dengan tokoh-tokohnya, biasa saja. Mungkin karena saya berasal dari desa, dan hal tersebut lumrah saya temui dalam keseharian. Tapi biarpun demikian, saya bertanya-tanya apa gerangan yang membuat saya menyelesaikan novel ini dengan begitu cepat? Adalah kepiawaian penulis dalam merangkai cerita yang biasa menjadi luar biasa melalui alur yang unik, sudut pandang yang jujur, serta penuturan yang jenaka. Luar biasa.
Profile Image for Romie Afriadhy.
14 reviews1 follower
January 1, 2021
Awalnya saya dibuat pusing oleh novel ini. Dengan tokoh yang banyak, alur yang maju-mundur, perpindahan plot yang cepat dengan segala permasalahan masing-masing semua tokoh di dalamnya. Betul-betul membuat saya cukup mengerutkan kening. Hingga saya sempat ragu, kok begini saja novel pemenang DKJ?

Tapi pada satu titik, saya menyadari pasti ada sesuatu besar yang disembunyikan pengarang dalam cerita yang ia tulis. Maka, saya memutuskan untuk terus membaca dan membantu dengan segenap harap ledakan macam apa yang akan terhidang. Benar saja, seiring banyaknya halaman yang terbaca, saya kian diajak pula untuk menyelami dunia kelam masing-masing tokohnya. Bahkan, tak jarang saya mesti kembali ke beberapa halaman sebelumnya, demi mendapatkan versi cerita yang lebih utuh. Ya, novel ini memang butuh kesabaran dan fokus ekstra untuk melahapnya. Kemudian saya berkesimpulan, barangkali itulah salah satu nilai plus buku ini hingga diganjar pemenang DKJ 2019.

Tapi sebenarnya, Aib dan Nasib memang menyampaikan kabar yang sering kita jumpai dibanyak tempat. Potret-potret para tokohnya, merupakan potret masyarakat kita dewasa ini. Siswa SMA yang hamil diluar nikah, pernikahan yang berantakan gegara kemiskinan, perempuan gila yang diperkosa, pergaulan sekelompok pemuda yang brutal, hingga sikap licik seorang pemuka agama yang terjun dalam dunia politik.

Banyak pembaca buku ini berkomentar, bahwa Minanto menulis permasalahan satu kampung dalam satu buku. Saya menyetujuinya, dan ia melakukannya dengan baik. Aib-aib yang berseliweran dalam dunia kita, aib-aib yang selalu coba kita tutupi.
Profile Image for Dimas Aditya.
2 reviews
July 24, 2021
Aib dan Nasib merupakan salah satu novel sastra favorit saya. Novel ini begitu memikat, bahkan berhasil menjadi pemenang pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2019, juga sebagai salah satu Buku Sastra Pilihan TEMPO kategori prosa tahun 2020. Jadi, apa sih yang membuat novel ini begitu memikat?

Novel ini mengisahkan tentang kehidupan sejumlah warga desa Tegalurung dengan taburan konflik yang begitu melekat di kehidupan nyata. Beberapa konflik yang dikisahkan bersumber dari permasalahan asmara (seperti konflik Marlina dengan Eni, Gulabia dengan Kicong dan Kartono), permasalahan hidup dan kemiskinan (betapa pilunya nasib Mang Sota dan keluarga), permasalahan keluarga (dengan tokoh anak bandel seperti Boled Boleng dan Bagong Badrudin), dan permasalahan lain yang menarik untuk diikuti.

Dari segi ide, bisa dibilang sebagai ide yang sederhana. Pun bahasa yang tidak berlagak sastrawi. Namun, ditulis dengan bahasa yang lentur dan teknik dalam mengeksekusi ide yang begitu mengagumkan. Novel ini memiliki banyak tokoh dengan alur maju-mandur, tersaji dalam ratusan fragmen episodik yang penuh kejutan hampir di setiap fragmen. Penulis begitu apik mengacak-acak logika sebab akibat sehingga berhasil memanipulasi rasa penasaran pembaca hingga akhir.

"Malah aku heran, kenapa TV-TV tidak datang ke Tegalurung buat siaran berita. Padahal kukira setiap hari pastilah ada berita kriminal, apalagi di Tegalurung. Tidak pagi, tidak siang, tidak sore, tidak malam."
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Iin Farliani.
Author 6 books5 followers
September 14, 2023
Pengalaman membaca yang mengasyikkan akan kau temui ketika membaca novel “Aib dan Nasib” karya Minanto ini. Seperti versi lain dari berita di media yang sering kita temui sehari-hari: kemiskinan, kriminalitas, dan kebanalan yang membalut dunia tersebut. Realita yang sangat kejam, membuat matamu terbelalak lebar, tapi kau cukup sempat untuk menarik napas di sela-sela limpahan kekalutan tak kepalang yang kau temui dalam novel ini sebab susunannya yang terdiri dari banyak fragmen memungkinkanmu untuk berpijak sebentar sebelum melanjutkan cerita yang kau suka. Episode fragmen yang saling bertukar-tukar itu juga menyapu rasa bosan yang mungkin menggelayut andai novel ini disusun secara konvensional. Saya yakin siapa pun pembaca yang sudah telanjur berada dalam semesta cerita novel ini, ia pasti memiliki paling tidak satu tokoh yang paling difavoritkan atau satu tokoh yang paling memunculkan empati mendalam.

Saya sendiri memilih tokoh Mang Sota sebagai tokoh yang saya katakan paling berhasil mengoyak-ngoyak perasaan saya. Apa yang dialaminya benar-benar kegetiran tanpa batas. Membuatmu ingin mengulurkan pertolongan padanya namun tahu bahwa ada sistem tak terjembatani yang menciptakan dinding tinggi antara kesempatan untuk menolong dengan lautan ketimpangan sosial yang berada di seberangnya. Tak ada jalan keluar, akar ketimpangan sudah mengakar terlalu dalam. Inilah novel yang sangat padu dalam menggabungkan teknik dan isu yang dibawanya. Salah satu novel favorit!
Profile Image for Shelin.
66 reviews
April 11, 2025
Novel dengan latar tempat di dua desa yang sangat dekat dengan kampung halaman ku ini menyuguhkan dinamika kondisi sosial-budaya yang sangat personal dengan pengamatan ku sendiri. Kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan kesenjangan sosial menciptakan berbagai masalah dan konflik di masyarakat -kriminalitas juga. Saya dengan penghakiman dan kekesalan yang saya miliki setiap melihat masalah di kampung sendiri selama ini, disadarkan bahwa mereka pun sulit untuk keluar dari kutukan yang mengungkung mereka dalam lingkaran pola pikir dan kondisi yang salah.

Uniknya novel ini dimulai dengan puncak konflik dari tiap-tiap tokoh. Alur cerita kemudian mundur cukup jauh, untuk selanjutnya maju lagi mendekati puncak konflik. Di awal pembaca perlu bersabar karena ceritanya tersusun dari adegan-adegan pendek dari banyak sekali tokoh yang kelihatannya tidak saling berkaitan. Semakin menuju akhir cerita adegan-adegan jadi makin pendek namun keterkaitan antar tokoh terjalin makin kompleks. Novel ini menggunakan banyak sekali istilah dalam bahasa jawa Indramayu/Cirebon tanpa ada keterangan atau catatan kaki. Menjumpai berbagai kata kasar dan istilah yang hanya saya jumpai di Cirebon memberi efek tersendiri. Saya tidak tahu apakah pembaca yang bukan penutur bahasa ini akan terganggu dengan banyaknya istilah dalam bahasa jawa Indramayu/Cirebon yang mungkin tidak dimengerti.
Profile Image for Cep Subhan KM.
343 reviews26 followers
August 1, 2020
I can't help but thinking about the reason why the chain of events construct the story is presented in a puzzle-like instead of a linear timeline. I see it in a reverse way from its effect: the concept of time in the story is blurred. So, I don't think that right reason for the chosen style is because the story forces it for the need of suspense (means: event a must be narrated before event b even if it [event a] happens after event b) to make it more impressive since by doing so the effect of confusing reader is possibly higher than impressing him.

Puzzle-like events constructs the blurred setting of time and it makes easier the portrayal of its characters as the confused puppets inside a labyrinth named Tegalurung. There day by day gone as an identical repetition consists of events associated not only to a character (for instance: Gulabia's domestic violence) but also to others (for instance: fighting scenes between Boled Boleng v. Godong Gunda, Marlina v. Susanto).

What is changed in Tegalurung after so many events? Nothing, even death is a kind of repetition there (look, for example, at the death of Turi, Uripah, Duloh). The change could be found only outside, its characters should find the way out of the labyrinth and to some extent it is depicted by character Eni.
Displaying 1 - 30 of 67 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.