Arimbi menemukan buku harian Eyang Roekmi, dengan foto sang nenek semasa muda bersama seorang lelaki Eropa terselip di dalamnya. Dia juga mendapati setumpuk surat tak terkirim tersimpan rapi dalam sebuah kotak kayu tua. Willem Godewyn. Nama itu berkali-kali muncul dalam buku harian neneknya, juga kepada siapa surat-surat itu ditujukan. Demi menyampaikan surat-surat itu, Arimbi bertolak ke Belanda. Nyatanya, perjalanan itu membuat Arimbi bagai membuka kotak pandora. Arimbi yang selama ini merasa dekat dengan Eyang Roekmi harus mengakui bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang neneknya. Arimbi pun tak menyangka, perjalanan itu tidak hanya menyingkap tabir kehidupan sang nenek yang penuh liku, tetapi juga memaksanya menilik ulang pilihan hidupnya, mendengarkan kata hatinya.
Kalau ada yang bilang baca buku fiksi enggak menambah wawasan. Coba sodorkan saja buku ini padanya. Sambil bisikkan "hei aku dapat banyak informasi penting dari novel ini."
Bermula dari "Eyang jangan khawatir. Arimbi akan mencari Willem. Surat-surat ini pasti sampai ke tangannya."
Membuat Arimbi membulatkan tekad melakukan perjalanan ke Amsterdam demi memenuhi permintaan Eyang Roekmi.
Di bab awal sudah disajikan cerita, tentang pak Willem yang baru saja keluar dari kamp interniran. Menolak untuk kembali ke Belanda demi mencari istrinya yang tengah mengandung. Namun, kisah terputus meninggalkan pertanyaan, bagaimana kisah Willem dan Eyang Roekmi ini?
Kisah dituturkan dengan gaya bercerita yang ringan dan membuat nyaman. Batasan - batasan untuk penanda kisah masa lampau memudahkanku mengikuti jalan cerita dan merajut kepingan puzzle sehingga menjadi gambaran besar yang cukup memuaskan.
Nyatanya memang kisah cinta zaman dulu itu selalu membawa rasa manis yang berbeda ya. Romantisme yang terwujud dalam bentuk kesetiaan dan penantian. Nyatanya memang lebih mudah menelusup ke dalam hati. Perjuangan mencintai ia yang rasanya tak mungkin bisa bertemu lagi. Menjadi bumbu utama yang mengandung beragam rasa.
"Entah mana yang lebih menyedihkan, pertemuan dengan orang yang kamu cintai tapi ngga bisa bersama. Atau sama sekali ngga pernah bertemu dengannya." - Hal 347
Selain kisah Eyang Roekmi dan Willem ada juga cerita cinta masa kini antara Bima dan Arimbi.
Novel ini bukan sekadar cerita cinta biasa. Tapi juga perjuangan mempertahankan cinta meski situasi dan kondisi yang sulit setelah peperangan
Perang dan penjajahan identik dengan penindasan, ketidakadilan, pertumpahan darah, dan hal mengerikan lainnya. Bahkan dalam skala kecil, perang dapat mencerai-berai sebuah keluarga dalam jangka pendek maupun panjang. Hal itulah yang diceritakan dalam buku ini.
Roekmi merupakan perempuan muda yang tegas dan cerdas. Dia tinggal di desa kecil bersama ayah dan adiknya. Suatu hari, terjadi peristiwa yang membuat Roekmi terpaksa berpisah dengan keluarganya. Namun tak disangka-sangka, hal itu pula yang mempertemukannya dengan seseorang.
Puluhan tahun kemudian, Arimbi bertekad ke Belanda untuk mencari jejak kakeknya yang identitas dan keberadaannya tidak pernah terdengar lagi sejak kemerdekaan Indonesia. Bermodalkan buku harian Eyangnya, Arimbi nekat melakukan pencarian itu dengan bantuan kerabat jauhnya yang menetap di Belanda.
Fiksi sejarah ini mengambil latar Indonesia zaman dulu, tepatnya pada masa pra-kemerdekaan dan tahun 2000-an. Alurnya yang maju-mundur berhasil membuat penasaran di setiap halamannya. Apa relasi mereka? Bagaimana bisa seperti ini? Apa yang terjadi selanjutnya? Dan sebagainya.
Aku suka penggambaran latarnya yang membuat pembaca seperti terbawa ke masa lalu. Narasinya sangat mengalir, penggunaan diksi-nya tidak berlebihan namun tetap indah, sehingga secara keseluruhan enak dibaca. Dinamika karakternya juara, mulai dari persaudaraan, persahabatan, segala emosinya terasa. Romansanya manis dan malah bikin aku malu sendiri walaupun sama sekali ga ada adegan vulgar, karena kayak lagi ganggu mereka. Bagian akhir-akhir juga bikin nangis sampe susah napas🥲 bener-bener emosional.
Cuma ada sedikitt hal yang mau aku komentari, yaitu pada latar tahun 2000-an menurutku terasa terlalu modern. Tapi tidak masalah, itu tidak mengurangi kualitas ceritanya kok.
Kalau suka fiksi sejarah, apalagi suka buku sejenis Pachinko, buku ini cocok banget untuk dibaca. Soalnya ada hal-hal yang bikin teringat sama Pachinko walaupun ceritanya jauh berbeda (jelas, latarnya aja udah beda). Worth to read pokoknyaa!
Novel "Tunggu Aku di Batavia" adalah kisah fiksi sejarah drama romantis yang berjalan secara paralel di tahun 2000 dan saat akhir penjajahan Belanda & saat awal hingga akhir penjajahan Jepang. Cerita yang memuat pelajaran hidup, terutama di awal yang sedikit menyinggung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Membaca ini juga tak perlu waktu yang lama karena alur cerita yang cepat karena bertumpu pada plot (plot-driven).
Di awal aku berekspektasi dan berharap banyak sama novel ini. Sinopsis ceritanya sangat menarik, tentang Arimbi yang mencari Willem Godewyn, penerima surat-surat tak terkirim Eyang Roekmi yang sedang kritis. Tapi ternyata ekspektasi dan harapan itu harus turun karena jalan cerita yang tidak sesuai dengan beberapa preferensi pribadiku.
Maaf ya setelah ini isinya penuh dengan spoiler, jadi tolong baca dengan penuh kesadaran.
Novel ini membenarkan perselingkuhan😐 Di cerita cinta Eyang Roekmi, juga di cerita cinta Arimbi. Cerita ini mengeksplor "keanehan" dan "kekuatan" "cinta", cinta bisa membuat wanita tangguh dan berpendirian seketika melakukan hal irasional yang tidak bisa dibenarkan. Setidaknya pada cerita Eyang Roekmi, Willem dijodohkan jadi tidak ada rasa dan hanya dijalani sebagai kewajiban. Walaupun cara Willem memang salah dalam mengakhiri hubungan perjodohannya sehingga tetap tidak bisa dibenarkan. Di cerita Arimbi, dia punya hubungan yang dari awal dimulai atas dasar saling suka, tapi setelah ketemu Bima, Arimbi jadi meragukan hubungannya. Berkali-kali selalu mengulang narasi-narasi pembenaran bahwa dia tidak mencintai pacarnya, dan ternyata dia benar-benar baru merasakan cinta saat bertemu Bima *sigh*. Tentu saja ada adegan perselingkuhan tersebut ya (ytta). Bima memutuskan untuk menjauhi Arimbi dan ingin melupakannya, tapi tidak berhasil hingga 2 tahun lamanya. Lalu Ia memutuskan untuk nekat mengejar Arimbi padahal saat itu yang dia pahami Arimbi masih bersama pacarnya🤦🏻♀️(lalu Anda berharap apa Bima???🤷🏻♀️). Saat Bima menjauh dari Arimbi dan baru mengejarnya 2 tahun kemudian, Arimbi marah. Katanya Bima pengecut dan kenapa baru ngejar Arimbi sekarang (lah??? Dulu Anda kan masih punya pacar mbak🙏🏻)
Semakin membaca lanjut, aku rasa novel ini "too good to be true". Fiksi sejarah yang berlatar belakang di masa penjajahan Belanda dan Jepang, tapi Eyang Roekmi diselamatkan oleh petinggi pemerintah kolonial yang tidak mau membuatnya menjadi (maaf) "nyai" (padahal saat itu lebih biasa terlihat Meneer2 mengambil perempuan pribumi untuk menjadi "nyai"), selain itu Eyang Roekmi diselamatkan oleh tentara Jepang karena tentara itu punya istri yang ditinggal hamil di rumah, sama seperti Eyang Roekmi yang saat kabur sedang hamil. Bisa jadi aku merasakan ini karena selalu membaca hal yang buruk terjadi pada perempuan-perempuan Indonesia saat masa penjajahan yang membuatku akhirnya terlalu terbiasa dengan novel "dark" bertema penjajahan🙂 Jadi waktu baca ini merasa "ah kejadian ini terasa terlalu baik untuk menjadi kenyataan saat perang". Tapi bagaimanapun novel ini cerita fiktif yang bisa dikarang penulis sesuai dengan jalan cerita yang dimau.
Bisa dicoba baca ya buku ini buat pecinta drama romansa sejarah biar kita bisa berdiskusi bersama😬
This entire review has been hidden because of spoilers.
1. Kenapa perempuan tambun sering dinarasikan sebagai tokoh antagonis (fatphobia) 2. Aku suka karakter Cornelia, apalagi heavily implied dia aromantic 3. Tadinya nganggep Bima cowo green flag karena bisa berkomunikasi dan meminta maaf tapi cuyyy kok tiba tiba lo kokop bibir Arimbi, mana Arimbi bilang, "Lepaskan! Lepaskan!" Itu jatuhnya pelecehan seksual cuyyyy 4. Aowkwowkw aku baru sadar si Arimbi tuh selingkuh 5. Ugh, ga suka bagaimana penulis menuliskan bahwa perempuan banyak bermain dalam tatanan perasaan, sexist
This entire review has been hidden because of spoilers.
Campur aduk, mungkin ini yang bisa dirasakan dari membaca buku ini. Premis yg menarik mungkin lebih terinspirasi dengan "Bumi Manusia" karya Pram tapi dengan konflik yang lebih sederhana dan gk berfokus pada isu2 kolonialisme.
Awalnya kukira akan berfokus pada Arimbi yang berusaha mencari Willem di Amsterdam. Namun ternyata lebih ke bercerita tentang kisah cinta Willem Godewyn dan Roekmi. Dua manusia yang terpisah jurang yang jauh karena satunya adalah orang Belanda (meskipun aslinya keturunan campuran) dan Roekmi yang pribumi asli. Kisah cinta tersebut dipadukan secara apik dengan isu kolonialisme dan alur sejarah pada waktu itu.
Alurnya dibuat secara tuntas oleh penulis hingga memuaskan semua rasa penasaran yang muncul saat awal2 membaca. Aku sampai dibuat ikut terharu saat akhirnya Arimbi bertemu dengan Willem. Seperti merasakan haru yang sangat dari pertemuan yang sudah lama diharapkan. Surat2 yg dibaca Arimbi pun membuat semakin tuntas untuk mengetahui jalan hidup Roekmi sepergian Willem. Hal itu melengkapi cerita Willem juga selepas kembalinya di ke Belanda meninggalkan Roekmi.
Mungkin yang agak kurang adalah penambahan kisah cinta Arimbi dan Aryo yang terasa prematur pada awalnya. Meskipun patut diakui pada akhirnya menghasilkan akhir cerita yang tidak mengecewakan. Seperti blurb buku ini, bagi pembaca yang ingin merasakan campur aduknya perasaan saat Arimbi membuka kotak pandora masa lalu pasangan yang dipisahkan oleh keadaan hingga akhirnya memutuskan tetap setia hingga hari tua, sangat disarankan untuk membaca buku ini.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Mengangkat latar di masa lalu, yakni tahun 1930-an hingga akhir penjajahan Belanda. Roekmi, gadis muda yang tangguh (kalau dijaman sekarang mungkin dia akan menjadi tokoh penggerak feminisme dan penegak hak-hak wanita). Roekmi adalah sosok yang tangguh (girl crush bangettt ❤️). Sedangkan Willem godewyn adalah laki-laki serius dengan kehidupan yang sangat tertata rapi. Mereka dipertemukan oleh takdir yang tragis, namun juga manis.
Arimbi, cucu roekmi yang sama kuatnya dengan roekmi, perempuan tangguh dan mandiri. Ditemani saudara kakak iparnya, Arimbi mencari Willem godewyn sekaligus mencari arti dari cinta.
Kalau masalah plot cerita, menurut saya ceritanya sangat mudah ditebak dan cukup mainstream (banyak cerita-cerita seperti ini). Namun entah mengapa buku ini tidak membosankan sama sekali. Kalau menurut saya, ini dikarenakan penulis dapat menulis dengan sangat baik. Penggambaran dan deskripsi mengenai latar hingga emosi para tokoh tergambar dengan sangat baik, sehingga saya turut merasakan apa yang dirasakan para tokohnya. Penggambaran latar juga dijelaskan dengan baik.
Jika ingin mencari buku yang sekiranya hangat dan penuh haru, buku ini sangat cocok untuk anda sekalian.
Novel ini benar-benar bagus. Apa ya istilahnya, mungkin mengharu biru.. Membaca novel ini serasa menonton sebuah film, saya bahkan bisa menggambarkan adegan-adegan di dalamnya. Rasanya semuanya hidup.
Kekurangannya hanya satu, sebenarnya ini sangat kecil, tapi membuat saya susah menaruh rating 5. Di dalam buku diceritakan perusahaan batik milik nenek Arimbi dikelola oleh anak ke 3 dari adik neneknya Arimbi. Dimana anak pertama dari adik neneknya saja lahir setelah ibu dari Arimbi lahir. Namun Arimbi memanggilnya Bude (Ibu Gede). Meski sekalipun dia lebih muda dari ibu Arimbi, seharusnya Arimbi memanggilnya dengan sebutan Bulik (Ibu Cilik). Seperti yang saya katakan, ini perihal yang sangat kecil sekali karena sejujurnya buku ini benar-benar sebagus itu dan rekomended untuk dibaca. Saya menyayangkan kekurangan kecil ini, padahal riset sejarah yang mungkin dilakukan penulis sungguh-sungguh serius, namun kekurangan itu malah hadir pada hal yang sepele.
Semoga di novel berikutnya hal ini bisa lebih diperhatikan. Saya sangat menantikan novel-novel berikutnya dari penulis. Saya gak heran sama sekali jika cerita ini meraih juara ke ke dua untuk kompetisi menulis.
I must say that I am bit dissapointed with this book. Honestly, the premise and the blurbs of the book quite good, but the whole storyline is too easy to guess for me rather than other Indonesian hisfic book that I ever read, and this is makes my curiosity with the whole plot of this book is decreasing day by day because of that as I continued to read it. I was expecting more about the plot twists inside the book but I didn't find any. Nevertheless, I acknowledge the skill of the author to write the background of the story and the description of the colonization times, I could imagine vividly in my mind, how and where the each character lives in those times especially during 2nd world war, since the main background of the story during 2nd world war. If I must to be honest, what I loved about this book is the skill of the author to molded the whole background of the story. Yet, I will suggested this book for anyone who want to start to read Indonesian hisfic book as I think the book is quite light for hisfic-starter reader, and yes please do prepare a box of tissue since 90 percent of this book contains tears and heartwarming moments between the characters.
menceritakan cinta sejati yang tak lekang dimakan waktu, buku ini cocok kalau kalian suka buku fiksi dengan latar belakang sebelum kemerdekaan Indonesia
Arimbi yang berambisi terbang ke Amsterdam untuk menemukan cinta sejati Eyangnya, Willem Godewyn. Perjalanan dimulai namun tidak semudah itu untuk menemukan Kakeknya Arimbi.
Buku ini unik karena menurutku kisah Roekmi dan Willem diceritakan oleh penulis dengan sangat menarik. Banyak pelajaran hidup dapat dipetik di sini menyisakan haru dan wawasan tentang bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kalian anggap spesial.
Sebagai anjuran mungkin kalian butuh tissue sebelum membaca ini 😉
Memadukan kisah cinta dan perjuangan di masa kolonial Belanda dan Jepang (1930 - 1945) dan masa kini (2000 - 2002) dengan tema cinta lintas generasi. Hisfic yang dibalut romance dengan diksi yang indah.
Arimbi menemukan surat milik Eyang Roekmi, neneknya, yang tak pernah dikirimkan kepada Willem Godewyn, kakeknya. Di mana pada waktu itu di tahun 1942, Willem dipenjara pada masa kependudukan Jepang, saat Roekmi tengah mengandung anaknya dengan Willem. Arimbi pun terbang ke Belanda untuk mencari kakeknya.
True love always find their another half.
-----
Begitu hangat di hati. Aku membaca ini seperti membaca dua cerita. Kisah Roekmi dan Willem. Serta kisah Arimbi dan Bima.
Roekmi yang berkarakter tangguh dan berani memiliki ayah yang merupakan salah satu dari mereka yang memberontak untuk meraih kemerdekaan. Roekmi yang telah kehilangan ibunya karena melahirkan Maya, adiknya, harus kehilangan ayahnya yang meninggal ditembak tentara Belanda. Selain itu, Roekmi pun harus terpisah dengan adiknya. Dia pun diselamatkan oleh Willem—seorang asisten residen yang baru pindah ke Hindia Belanda karena mencari ibunya yang seorang pribumi. Cinta dan konflik pun dimulai.
Di cerita Roekmi dan Willem, banyak informasi sejarah. Penjelasan beberapa peristiwa selaras dengan garis waktu yang terjadi pada masa itu. Sangat terasa bahwa penulisnya telah melakukan riset yang mendalam.
Lalu, pada fase masa kini di novel tersebut yaitu tahun 2000 - 2002, serasa diajak keliling-keliling Belanda. Namun, sayang, karena terlalu fokus dan lebih banyak menceritakan kisah Roekmi dan Willem, sehingga untuk kisah Arimbi dan Bima rasanya semua dibuat cepat. Pengembangan karakternya pun terasa buru-buru. Malah sebenarnya ku nggak berharap Arimbi dan Bima end game karena hubungan mereka dimulai saat Arimbi masih berstatus pacar Aryo.
Tapi, kalau dilihat lagi persis seperti Roekmi dan Willem. Mereka memulai pun saat Willem masih berstatus tunangannya Valerie. Bedanya untuk Roekmi dan Willem karena penceritaannya lebih panjang, jadi ada justifikasinya saat Willem memutuskan pertunangannya dan memilih dengan Roekmi. Kalau Arimbi, ya, putus, tetapi dibuat cepat. Atau mungkin memang di novel ini lebih menekankan kisah Roekmi yang "menunggu" Willem di Batavia.
-----
Akhir kata, novel ini di akhir mbrebes mili. Apalagi saat surat-suratnya dibacakan. Suka. Cinta dengan penantian selama 70 tahun.
This book has a unique setting, I've never thought of a story about an Indo-indigenous romance taking place at a time close to when the Japanese invaded Indonesia. The book is well-written and the word choices are also great. What I think brings this book down is that the storyline is all too predictable, no thrill comes from reading it. The romance is good but I think a romance between in-laws is weird..? Also, I wouldn't say I like how everyone in the story gets a happy ending even though technically there can be many more outcomes to make the story more interesting, and tragic (because the story takes place in the middle of times of war). I recommend this for people who want an easy read.
This entire review has been hidden because of spoilers.
I felt like at first this novel was going to be really heavy, but apparently not. Even with such diction, the story were delivered so that we could understand and immerse ourselves in the settings of the story.
Romance was good. The weight of the "feelings" of the characters were felt pretty quick. But there's one thing that I felt was weird, there were times when I felt like the plot was cut and shortened. It was forced to meet the end. But overall, it's good.
Historical part of it were cool too. It shows more on the fighting-for-freedom parts but I think it was enough to support the story.
Bukan novel yg sempurna tapi berhasil membawa pembaca masuk ke dalam cerita, merasakan suasana dari latar waktu masa lampau, emosi dari tokoh tokohnya, kdg ikut memekik gemas dgn suguhan romansa tipis dari awal kedekatan Willem dan Roekmi, kadang haru oleh cinta kasih keluarga, kemarahan dari penindasan, dan juga ikut merasakan pedihnya menanggung rindu dari sepasang sejoli yg ada di buku ini. Saya belum bisa move on dari buku ini, masih terbayang sosok Willem dan Roekmi di masa lampau. Buku ini sangat berkesan bagi saya. Alur yang menurut saya ada sedikit bagian yg seperti terburu buru, namun keseluruhan cerita disampaikan ke pembaca dgn hangat, dan menyentuh.
Dua kisah cinta dengan latar tempat dan waktu yang berbeda. Tapi, tetep terasa manis dan romantis. Novel ini berhasil membuat saya meneteskan air mata. I used to be a woman who did not believe in true love. Falling in love is easy come and easy go. After reading the novel, "maybe, there is a true love, still." Novel ini memberikan gambaran bagaimana seorang perempuan merupakan gabungan antara sifat kereas kepala, persistensi, kerja keras, digabung dengan keteguhan hati untuk hati untuk memgang satu komitmen serta jiwa welas asih yang tak tertandingi. "... Namun baik saja tidak cukup untuk menikah. Diperlukan juga rasa cinta karena menikah itu sekali seumur hidup." -Roekmi-
Seneng banget bisa nemu buku ini. Underrated , karena harusnya bisa lebih terkenal. Ceritanya bagus, alurnya bagus, dan ide yang dipilih juga unik. Novel genre historical fiction di indonesia belum banyak, dan mampu memberi angin segar buat para pembaca. Sayangnya kalau menurut saya, ada beberapa bagian di buku yang diceritakan terlalu cepat dan buru2. Terus agak kecewa sama salah satu tokoh di cerita ini. Tapi overall, buku ini worth to read terutama buat para perempuan indonesia agar terus maju dan berdaya.
Buku yg bisa dihabiskan dalam sekejap. Alurnya maju mundur, tapi gak bikin pushing. Semua mengalir dengan lugas. Selama baca perasaan ikut tegang, berkecamuk, seneng, I feel butterfly in my stomach serta haru sedih bahagia. Ada beberapa kata yang typo sayangnya. Secara cerita, aku suka. Ini adalah fic-hys pertama yg aku baca di tahun ini dan tidak menyesal telah membaca ini. Kagum dengan Roekmi, ada part" yg bikin senewen sama Willem. Salut dengan Arimbi, dan buat Bima congratulations.
Kukira bakalan jadi buku yang berat karena latar zamam kolonialnya, tapi ternyata ceritanya mengalir lancar. Diksinya bagus, hampir-hampir puitis, tapi tetap enak dibaca.
Mungkin kemistri antara para tokohnya agak kurang terasa karena alurnya cepat, tapi secara keseluruhan kisah mereka masih tetap menyenangkan untuk diikuti. Thumbs up buat penulis, ditunggu karya-karya lainnya! 😍
ini pertama kalinya aku baca buku historical-fiction Indonesia. Aku gak nyangka bakal sesuka itu sama buku inii.. sedihnya dapet, romancenya dapet, harunya dapet. Pokoknya kamu yang ragu ragu mau baca buku ini atau enggak, BACA!
one of my comfort book, very well and beautifully written.. kisah romansa nya manis sekali, dan mulai di bagian akhir - akhir buku itu bikin sedih banget.. the bahasa indonesia that’s used here its no awkward, which is thing that takes me out of the story most of the time t____t