Perkenalkan Lintang, Banjar, Wicak, Daus, dan Geri. Lima anak manusia terlahir di Indonesia, terdampar bersekolah di Belanda demi meraih gelar S2. Mulai dari kurang tidur karena begadang demi paper, kurang tenaga karena mesti genjot sepeda 5 km bolak-balik ke kampus setiap hari, sampai kurang duit hingga terpaksa mencari pekerjaan paruh waktu; semua pernah mereka alami.
Selain menjalani kisah susah senangnya menjadi mahasiswa rantau di Eropa, mereka juga menjalin persahabatan dan berbagi survival tip hidup di Belanda. Mereka pun bergelut dengan selintas pertanyaan di benak mahasiswa yang pernah bersekolah di luar negeri: untuk apa pulang ke Indonesia? Dalam perjalanan menemukan jawaban masing-masing, takdir menuntut mereka memiliki keteguhan hati untuk melampaui rintangan, menggapai impian, serta melakukan hal yang paling sulit: the courage to love!
Novel ini ditulis dengan gaya lincah, kocak, sekaligus menyentuh emosi pembaca. Kita juga akan diajak berkeliling mulai dari Brussels hingga Barcelona, mengunjungi tempat-tempat memikat di Eropa, dan berbagi tip berpetualang ala backpacker.
Di suatu siang yang terik, girangnya hatiku mendapat kiriman buku ini dr seseorang... Senyum makin terkembang setelah membaca pesannya, tulisan tangan lho.... ^__^ To KingPing: semoga Tuhan mengabulkan doamu dan doaku :)
Aku membaca buku ini dengan rasa ingin tahu yang terus bertambah tiap membuka lembarannya. Oleh sang pengirim, dikatakan bahwa buku ini memberikan gambaran mengenai kondisi perkuliahan di Belanda. Terang saja aku tertarik, karena punya impian suatu hari bisa 'menjajah' balik dengan menelusuri negeri tersebut.
Kisahnya lucu, gaya berceritanya santai dan kadangkala konyol..apalagi membayangkan jika novel ini adalah tuangan kisah nyata, rasanya perutku bertambah geli :P Komentar-komentar yang dicantumkan di catatan kaki pun menambah asyiknya membaca, karena terkadang celetukan di situ justru tak terpikirkan olehku, eh ternyata begitu ya...he..he..
Paling suka bagian yang ber-shading abu-abu tentunya, bagian dari fakta yang kebanyakan berupa tips tentang bagaimana menghadapi lika-liku administratif maupun hidup dan travelling di Belanda. Sepertinya panduan itu perlu digunting dan dibawa di buku agenda kelak :D
Diselipi dengan kisah cinta, membuat novel ini lebih hidup, karena ada gejolak emosi walaupun tak terlalu nyata. Konflik tak terlalu rumit, ending-nya tidak terlalu mengejutkan, namun tetap saja penuturannya membuatku senyum-senyum simpul saat membacanya di bus (semoga tak ada yang menyangkaku stres saat melihat senyum-senyum sendiri itu :D).
Well, terimakasih sekali lagi untuk KingPing yang telah menghadiahkan novel oranje ini, novel yang bukan hanya menambah pengetahuanku tentang Belanda, tapi juga menghibur hati karena ringan dan mengasyikkan :)
Jadi teringat kata-kata Sri Sultan HB IX yang kurang lebih begini: "walaupun saya dididik oleh Barat, namun saya tetap orang Jawa" (beliau dahulu sempat kuliah di Belanda juga).
Ingin rasanya suatu hari nanti dapat berucap seperti beliau...tetap bangga menjadi orang Jawa, walaupun-di manapun-bagaimanapun-oleh siapapun aku dididik dan berada :)
Sekiranya Allah SWT memberi kesempatan (amiin!), saya punya sembilan alasan untuk berharap melanjutkan kuliah di Inggris. Di antaranya adalah cerita-cerita Enid Blyton dan Agatha Christie yang menemani pengalaman berkhayal saya sejak bisa membaca. Alasan lain adalah ingin menonton bersama ayah saya salah satu big match Arsenal langsung di Stadion Highbury (yang tidak bakal kesampaian karena stadion itu sekarang sudah tidak ada lagi, hiks!). Oh iya, juga supaya suatu ketika bisa ketemu Robbie Fowler, hihihi... (khayalan seorang mantan Liverpudlian cilik yang sudah insyaf sejak Arsene Wenger membawa Robert Pires main di Arsenal :D).
Karena berbagai alasan realistis dan pragmatis, saya sempat berpikir mau bersekolah di Belanda saja. Impian saya kalau ke Belanda bukan mau ketemu Dennis Bergkamp, sumpah! Tapi ingin sekali saja berkunjung ke museum Vincent van Gogh. Dan ternyata saya tidak sendiri. Begitu banyak anak Indonesia yang dengan naifnya juga mau menginjakkan kaki dengan dalih belajar di negeri kumpeni ini. Bisa karena gencarnya tawaran beasiswa, bisa juga akibat tawaran segala bentuk "kebebasan" yang dikumandangkan di sana. Kebebasan nyimeng, kebebasan tidak beragama, kebebasan keluyuran di distrik "lampu merah", dan lain2 yang sayup2 terdengar sampai ke tanah air kita.
Nah, buku Negeri van Oranje ini membawa kita pada beragam motivasi anak bangsa yang diwakili oleh Wicak, Daus, Banjar, Geri dan Lintang untuk bersekolah pascasarjana di negeri bekas penjajah nusantara itu. Mereka bertemu pertama kali secara kebetulan di stasiun kereta Amersfort saat perjalanan tertunda akibat badai. Iya, di sini cerita mulai terasa komedik, karena kok ya ada orang yang terancam dibunuh mafia kayu, orang yang patah hati, dan orang yang mau cari muka pada calon ipar bisa sama-sama ketemu saat kuliah di Belanda, dipersatukan gara-gara rokok kretek pula! Lalu kelima jagoan kita itu, akhirnya, walau tinggal dan berkuliah di kota yang berbeda, kemudian bisa-bisanya bersahabat atas dasar persamaan nasib anak rantau di negeri orang.
Benang merah cerita buku ini cukup klise sebenarnya, persahabatan yang dibumbui perebutan cinta. Wicak, Banjar dan Daus terlibat dalam persaingan memperebutkan perhatian Lintang, sedangkan Lintang sendiri sedikit demi sedikit menjatuhkan hatinya pada Geri. Hmmm... Sangat teenlit sekali, walau tokoh2nya sudah lewat usia remaja. Bagian penutupnya pun walau membuat pembaca harus menebak-nebak, pastinya berakhir bahagia.
Tapi bagusnya buku ini, latar belakang cerita dijaga untuk tetap di koridor yang begitu lurus. Tetap berbau "akademik" lah, hingga bisa menyelamatkan buku ini dari embel2 "metropop". Mungkin juga karena tokoh-tokoh jagoan kita diciptakan sebagai mahasiswa "baik-baik" semua, baik saat di tanah air maupun ketika menjelajah tanah kumpeni. Saya suka bagian saat nasionalisme para mahasiswa ini untuk mengabdi kembali di tanah air seusai studi dihadapkan pada pilihan kemungkinan menambang euro di benua orang. Pada akhirnya memang pilihan tiap orang akan sangat personal dan tidak layak untuk dinilai hitam-putih.
Beragam kiat hidup di negeri orang yang muncul begitu saja di sela2 cerita, tak pelak memperjelas niat buku ini yang tersirat, yaitu sebagai panduan sekolah dan jalan2 di Eropa. Tidak heran kalau buku ini sampai dipromosikan oleh lembaga penyedia beasiswa Belanda.
Nah, setelah niat buku ini ketahuan (ups!) maka bagi mereka yang pernah kuliah di Belanda, tak pelak buku ini pasti berhasil menarik kumpulan nostalgia dan emosi; tawa dan airmata; hal-hal konyol maupun penuh kejayaan (kamu akan tahu rasanya jika pernah mengalaminya :p). Bagi mereka yang masih sangat berniat untuk kuliah di Belanda, buku ini pun akan menambah motivasi ke titik tertinggi, menawarkan petualangan untuk dijalani dan beragam ranah untuk ditaklukkan. Atau buat mereka yang berniat suatu ketika hanya sekedar akan jalan-jalan di Belanda atau Eropa, buku ini pun cukup direkomendasikan, mengingat begitu detil rute perjalanan kelima sekawan jagoan buku ini dipaparkan, plus sejarah beberapa lokasi wisata populer.
Sayangnya, buat pembaca yang sudah memasuki masa tenang tanpa pernah ke Belanda (seperti saya), buku ini agak melelahkan. Pilihan frasa yang cocok buat hal ini mungkin karena ada "pengkhianatan catatan kaki". Bukannya tidak sah jika sebuah novel/ karya fiksi mencantumkan catatan kaki, tapi aneh sekali rasanya jika dengan berulang-ulang, bagian di halaman buku bagian bawah itu bukan menampilkan informasi tambahan, tapi justru untuk membuat plot sempalan. Atau untuk memberi tahu pembaca bahwa kita dipersilakan nyengir.
Bagaimana pun, buku yang alur dan diksinya berasal dari empat kepala ini terasa lancar bercerita karena memilih penulisan lewat sudut pandang orang ketiga. Tidak ada narasi ber-"aku-aku" yang bisa tidak adil bagi sudut tertentu. Tetap saja, sebagai pembaca yang juga orang ketiga saya merasa terlalu banyak pesan titipan.
Misalnya aneka tips dan trik. Tidak jelek kalau tips dan trik bagi kehidupan nyata dikaitkan dengan pengalaman tokoh rekaan. Namun akan lebih baik, misalnya, boks tips mencari sepeda tidak muncul sekonyong-konyong di tengah lajunya goesan pedal seorang tokoh cerita menuju ke kampusnya.
Kalau menurut saya, novel ini paling pas disebut "buku panduan plus plus". Panduannya lengkap dan berguna banget buat yang mau sekolah, cari kerja paruh waktu, cari pondokan, atau sekadar jalan-jalan di Belanda (dan Eropa).
Plus plusnya, tentu saja adalah jalinan cerita dan drama yang mengikat panduan-panduan deskriptif tadi, supaya ada benang merahnya dan lebih enak dibaca. Gaya penulisannya cukup menyenangkan, dan sesekali berhasil memancing tawa. Tapi yang paling bikin saya terhibur adalah sepotong cerita tentang kedatangan mahasiswa kaya pegawai BUMN yang ngeselin banget!!
Kentara sekali penulis ingin memasukkan sebanyak mungkin informasi mengenai Belanda dan kota-kota di Eropa yang mereka jelajahi, sehingga di tengah jalan-jalan/kencan/belajar pun, bisa muncul deskripsi mengenai sejarah tempat-tempat tersebut.
Dalam hal dramanya sendiri, sebenarnya yang istimewa adalah persahabatan mereka. Chemistry yang digambarkan antara mereka bagus sekali, apalagi dengan latar belakang kelima tokoh yang berwarna-warni. Saya malah tidak terlalu peduli siapa yang akhirnya jadian sama Lintang, karena menurut saya bagian itu menjadi tidak penting dibandingkan pencarian jati diri kelima sahabat. Tapi mungkin yang namanya kisah cinta, dianggap selalu manjur untuk jadi bumbu penyedap, dan resep itu masih diterapkan oleh penulis.
Tapi secara keseluruhan, Negeri van Oranje adalah buku yang sedap untuk dibaca, seperti halnya buku-buku bertema perjalanan yang memang sedang naik daun saat ini. Dan, sukses bikin saya ngiri untuk bisa ikut menjadi penjelajah dunia suatu hari nanti....semoga.
Pertama...karena punya mimpi ingin belajar di negeri van oranje. Ada yg bilang, jika ingin memahami budaya suatu negera, bacalah dari novel tentang negeri itu. Nah....buku ini cocok sekali, terutama melihat dari sisi mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. Sayangnya kota tujuanku gak masuk dikisah ini. Delft. :(
Banyak tips yang cukup membantu. Bagaimana cara belajar, cara mencapai suatu kota, bagaimana mendapatkan kemudahan di perpustakaan, bagaimana ribetnya jika kecopetan, dan....terutama makananan :D. Kadang kupikir malah novel ini sebenarnya tips dan trik belajar di belanda.
Cerita cinta dalam novel ini cuma bumbu penyedap aja. Mungkin biar beda dengan travel tips yang formal di pameran-pameran pendidikan. hee..hee..
Alur ceritanya biasa aja. Satu orang Perempuan diperebutkan 3 lelaki, dan...happy ending. Tapi kelucuan cara menceritakannya membuat buku ini tetap asyik dibaca.
Oya...rokok jadi perekat cerita di novel ini. Pertemanan tokoh didalamnya malah terjadi karena rokok. Baru tau kalau rokok Indonesia begitu spesialnya. Indonesia betul-betul surga bagi perokok. Dulu, sebelum memasuki komunitas anti kampanye rokok, buku ini bagiku asyik-asyik aja. Ringan dan menyenangkan dibaca. Tapi sekarang...rada enggan merekomnya ke kawan-kawan. ya...krn buku ini bisa jadi alat kampanye rokok :(.
at last... entah kapan terwujud mimpiku ke negeri van oranje... berhubung beasiswaku akhirnya kandas... hiksss.......... mungkin cuma bisa baca dari novel aja :(
Bercerita tentang 5 mahasiswa post graduate dari Indonesia yang kuliah di 5 tempat di Negeri van Oranje (Belanda), yang ketemu ngga sengaja gara-gara kretek. Wicak, aktivis LSM yang sengaja dikirim ke Belanda untuk menyelamatkan nyawanya, Daus anak betawi yang berkat aji-aji engkongnya ngga pernah berhasil berbuat maksiat di negri orang, Lintang, satu-satunya tokoh wanita dalam gang ini, Banjar - anak kalimantan kuliah di Bandung- yang ingin membuktikan kalo dia "anti kemapanan" walo udah jadi eksmud di Jakarta, dan Geri yang modal hidupnya diatas rata-rata keempat temannya lain. Mulailah cerita bergulir tentang hari-hari mereka sebagai mahasiswa, dengan segala tugas scientific journal, debate class(es) , sampai komputer yang crash di detik terakhir pengumpulan thesis, menyiasati biaya hidup yang mahal (standard masalah kalo kuliah di LN yeee...:p), dan cara mereka mengusir jenuh dengam mengunjungi satu dengan lainnya. Ada juga kisah cinta diantara mereka ketika merebutkan hati Lintang yang sudah putus dengan pacar bulenya, jealous satu sama lain...tapi jatuhnya lucu. hihihihi. And the best part, sebelum pulang (ato setidaknya memutuskan tetap tinggal atau kembali) ke Indonesia, mereka memakai sisa uang yang ada untuk...jalan2x lah....!
Kisah perjuangan mahasiswa Indonesia yang merantau ke Belanda, menuntut ilmu di universitas terbaik disana, walau garis besar ceritanya akan tertebak, 1 cewek bersahabat dengan 4 cowok (taulah apa yang terjadi?) cinta segibanyak.
walau demikian sungguh Informasi yang terletak di hampir semua bab sangat berguna bagi pelajar yang ingin kuliah di luar negeri. Tentang suka duka sebagai pelajar perantau, lelahnya berkerja part time mencari uang saku tambahan sampai meriahnya festival di negeri kincir angin, semua dibahas tuntas. Bagian akhir mengisahkan petualangan mereka ala backpacker hingga ke spanyol (lagi-lagi membuat saya ingin melakukan hal serupa, traveling ke berbagai negara)
kelebihan novel ini terletak pada gaya tutur yang baik, humor yang cerdas, dan membuat saya bingung bagaimana menyatukan 4 kepala penulis untuk membuat buku ini? apapun itu, wahyuningrat dan rekannya membuat sebuah buku yang memikat. selamat!
P.S: saya menemukan kesamaan pada salah satu tokoh di novel ini dengan tokoh novel Travellous yang sama-sama dari Banjar, dan sama-sama menulis bahasa Banjar di buku masing-masing.
Lumayan lah. Saya cuma kasih 2 bintang karena novel ini gak sesuai dengan harapan saya yang terbuai oleh tulisan 'Best Seller'. Mungkin juga karena genre-nya tidak sesuai dengan selera saya.
Sama seperti yang ditulis reviewer lain, rasanya buku ini lebih berupa gundukan informasi mengenai Eropa, bukan novel petualangan 5 orang mahasiswa. Dan kadang informasinya juga gak menarik, biasanya sih yang mengenai sejarah kota (ada beberapa yang saya lewat saja biar novelnya cepat habis). Cerita 5 mahasiswa ini malahan cuma jadi 'penghias latar' dari novel ini.
Saya juga setuju dengan pendapat bahwa endingnya dangkal banget. Kayanya bakalan lebih menarik kalau kisah antara dua orang itu dieksplorasi lebih mendalam lagi.
Di pertengahan novel (1/3 jalan), rasanya tokoh Daus-Wicak-Banjar datar banget. Saya gak tau bedanya mereka apaan. Gak unik gitu, padahal di intro-nya udah diceritain panjang lebar. Saya bisa ganti nama tokoh itu dengan nama siapa saja dan gak bakal terjadi perbedaan. Di novel ini juga banyak terjadi pelanggaran prinsip "show, don't tell".
WOW! Sebenarnya udah lama pengin baca buku ini, tapi yagitulah selalu ada distraksi. Kemudian Ramadhan kemarin dikasih parsel sama penerbit, alhamdulillah ternyata jodoh.
Yang paling saya suka dari buku ini adalah storytelling-nya. Ringan dan mengalir banget. Selain itu pastinya informatif, kocak, haru, dan memotivasi. Meski kemampuan masing-masing tokoh untuk belajar di negeri van oranje ini karena mereka benar-benar mampu, baik finansial & otak. Terus nasib yang lemot & kere kayak saya gimana? #OOT
Berharap ada novel sejenis dari negara lain. Ayolah, pelajar Indonesia kan banyak yang di luar.. :D
Novel bergaya buku panduan atau buku panduan dengan plot novel? Kalau dari sisi novelnya nanggung menurut saya. Plot cerita terkesan hanya "tempelan", konflik cerita yang menjadi elemen sebuah karya fiksi juga kurang. Tapi idenya saya pikir kreatif. Yang suka fiksi dapet, yang suka buku traveling/memoar (?) juga dapet. Sangat infromatif mengenai studi di Belanda plus traveling di beberapa kota Eropa.
Pleasurable, useful, and easy read especially for Indonesians who are looking to study / backpack to the Netherlands. Having been an international student from Indonesia as well (although not in the Netherlands), their joys and woes are familiar and very relatable. The book was filled with historical anecdotes, funny experiences, and nuances of each university town like Maastricht, Utrecht, Leiden, etc.
Lastly though, didn't quite like the romance plot at the end which seems like an effort to tie things up from the writer. But overall, appreciated the creative endeavour of the author. Gezzelig!
----
Menyenangkan, bermanfaat, dan mudah dibaca, khususnya bagi orang Indonesia yang ingin belajar / backpacking ke Belanda. Karena saya kebetulan pernah menjadi pelajar internasional dari Indonesia juga (walaupun bukan di Belanda), jadi teringat suka dan duka mereka yang ternyata juga dirasakan banyak kaum pelajar di luar negeri. Buku ini penuh dengan sejarah, pengalaman-pengalaman kocak, dan gambaran nuansa kota-kota universitas masing-masing seperti Maastricht, Utrecht, Leiden, dll.
Sayangnya, kurang suka dengan plot cinta-cintaannya di bagian akhir; padahal udah bagus cerita pengalaman & pertemanannya; mungkin ini upaya penulis untuk mengakhiri cerita. Hehehe, tapi secara keseluruhan, jempols buat sumbangan karya dari penulis. Gezzelig!
Sebenarnya sudah sempat membaca novel ini di masa-masa awal kuliah, namun tidak selesai membacanya karena tugas kuliah yang menumpuk. Akhirnya baru memutuskan untuk kembali membaca buku ini karena baru saja diterima bekerja di Nuffic Neso. Rasanya membaca buku ini seperti mendapat matrikulasi mengenai pekerjaan saya di Neso.
Buku ini bisa dibilang agak lain dari buku-buku lain yang bercerita tentang perjalanan di luar negeri, berhubung para penulisnya adalah mahasiswa Indonesia yang telah melakukan studi di Belanda. Sehingga bisa dibilang para penulisnya adalah orang-orang yang sudah mengerti medan. Buku ini cocok buat orang-orang yang sedang berkontemplasi untuk melakukan studi di Belanda ataupun mereka yang sekadar ingin traveling singkat ke negara kincir angin tersebut.
Film Negeri van Oranje barusan masuk Netplik, trus pas abis nonton, jadi pengin baca ulang. Eh, ternyata di goodreads ambu belom masukin ya, kalo udah baca dari kapan 🙈🙈🙈
Yah, seperti biasa, bukunya lebih cakep dari filmnya. Dalam film, indah-indah semuanya nda ada yg jele 😬😬😬
Mendung tak berarti hujan, yakinlah itu suatu cobaan. Hmmm, kalimat pembukaannya kok terasa dangdut ya… Biarlah! Cuaca buruk tidak selalu menjengkelkan walau sering mendatangkan badai. Namun, karena badailah geng Aagaban (Aliansi Amersfort GAra-gara BAdai di Netherlands) terbentuk, beranggotakan Lintang, Wicak, Daus, Banjar, dan Geri. Mereka berlima bertemu di stasiun kereta Amersfort karena terjebak badai. Diperkuat akan kebutuhan rokok kretek yang susah didapatkan di negeri Belanda, tempat kelima orang Indonesia tersebut mengejar gelar S2.
Masing-masing punya alasan kenapa sampai harus terdampar di Belanda. Daus, putra Betawi asli anak gang Sanip, melanjutkan studi S2 ke Belanda karena dibiayai Departemen Agama tempatnya bekerja sebagai PNS. Dia jebol mendapatkan beasiswa kuliah di Utrecht karena saat itu hanya dia yang tertarik mendaftar untuk mempelajari hukum hak asasi manusia internasional.
Wicak, anak Banten asli, seorang aktivis lingkungan hidup yang bekerja pada sebuah LSM. Terbongkarnya penyamaran Wicak sebagai mata-mata praktek illegal logging di Kalimantan, membuat dia dikejar-kejar untuk dibunuh. Demi keamanan, dia diungsikan sambil kuliah di Wageningen. Berbeda dengan Geri, anak pengusaha tajir, tampan, baik hati, disukai banyak perempuan tapi tidak tertarik pada perempuan. Lahir di Bandung dan sudah melanjutkan kuliah di Belanda, tepatnya di Den Haag, sejak lulus SMA. Kuliah S2 sebagai persiapan untuk menjaga pengusaha.
Banjar, anak Banjarmasin, pengusaha muda dan mapan, yang mendapat tantangan dari temannya untuk sekolah lagi dan hidup dengan biaya terbatas di negeri orang. Dia memilih sekolah di Rotterdam. Sedangkan Lintang, perempuan Padang, cantik, dan menjadi rebutan anak geng Aagaban. Lintang kecil yang tomboi, suka manjat pohon dan menganggap ulat adalah jenis makanan pokok sehingga selalu berusaha memakannya saat memanjat pohon. Di hari ulang tahunnya, sang ibu memberikan uang tabungan (asuransi) yang dulunya dipersiapkan sebagai biaya pernikahannya. Tapi, karena melihat sejarah percintaanya yang selalu kandas dengan cara yang aneh, akhirnya uang itu dipergunakan untuk biaya kuliah Lintang di Leiden.
Dan, berkumpullah mereka di Belanda meski berlainan kota.
Banyak hal yang mereka alami. Permasalahan kuliah, kantong yang semakin menipis sehingga harus mencari kerja sampingan, sampai getaran cinta antar sahabat. Getaran cinta segitiga sama-sama (bukan sama kaki apalagi sama sisi). Maksudnya, Wicak, Banjar, dan Daus sama-sama naksir Lintang, sementara Lintang naksir Geri. Lalu Geri naksir siapa? Wicak kah? Daus kah? Atau malah Banjar yang suka ngeri berhadapan dengan gay? Kuliah sih kuliah, tapi mereka juga tidak sekali-sekali melupakan waktu untuk pelesiran.
Berbicara tentang pelesiran, buku ini juga memberikan informasi tempat-tempat pelesiran di Belanda. Selain tentunya, sejumlah tips bagi orang-orang yang ingin bersekolah di Belanda.
Dari isi ceritanya sih, menurutku biasa saja. Yang menjadi tidak biasa adalah cara keempat penulisnya mengekspresikan kisah mereka melalui kalimat-kalimat yang kocak. Jadi, tidak heran kalau aku tiba-tiba bisa menahan tawa yang berujung menjadi bunyi dengusan saat membaca buku ini di Kopaja 20, jurusan Lebak Bulus – Senen.
Ada juga toelan-toelan tentang anggota DPRD yang studi banding dengan fasilitas tours and travel, yang langsung kabur saat dijadwalkan berdiskusi dengan mahasiswa Indonesia di Belanda. Ada juga isu idelisme dan nasionalisme. Lalu, ada Tyas, “mafia” manja, sombong, tidak baik hati, dan tentunya tidak suka menabung. Menghamburkan uang negara, iya…!
Pernah membaca The Naked Traveler dan 40 Days in Europe?? Kalau kedua buku itu digabungkan, ya ceritanya jadi agak mirip dengan buku ini. Bedanya, 40 Days in Europe mengisahkan orang-orang Indonesia yang membawa misi kebudayaan ke luar negeri sementara buku ini mengisahkan orang-orang Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di luar negeri (Belanda).
Dengan total 478 halaman, buku bersampul oranye ini (itu oranye apa merah yahh, agak-agak buta warna nih) cukup menghibur. Tanpa terasa, udah habis aja bacanya, dan begitu pula dengan ripiu ini. Habis juga. Tiga setengah bintang. Terima kasih.
Bener sih kata orang-orang, buku ini tuh full of information. Very informative! Selain keseruan para mahasiswa dan mahasiswi rantau yg kuliah di Belanda, buku ini juga memberitahu kita how to survive in Netherlands, especially for students!
Actually, I bought this book like 6 years ago, in 2015, but I didn't read it at that time. Sampai akhirnya aku baca buku ini, because I plan to pursue my higher degree there (aamiin)! And surprisingly, this book is amazing!
Inti dari buku ini adalah: Kisah perjalanan 5 orang mahasiswa Indonesia yang kuliah S2 di Belanda. Diceritakan dari awal bagaimana cara mereka bisa bersekolah di Belanda hingga mereke lulus kuliah masing-masing dan menjalani hidup setelahnya. Ditambah dengan penggambaran tiap kota terkenal di Belanda pada tiap bab-nya.
Di awal aku agak jengah dengan buku ini karena buku ini semacam novel teenlit biasa, namun ini latarnya di Belanda. Penyampaian informasi di kotak cokelat pada awalnya juga cukup mengangguku dan membuatku ngomong: "Eh, gak penting, pek..". Namun sejalan membacanya, aku bisa memaklumi karena pada dasarnya buku ini memang merupakan buku panduan travelling di Belanda dengan menggunakan gaya bahasa 'bercerita'.
Semakin ke belakang aku semakin suka sama buku ini. Seolah-olah buku ini tahu dengan apa yang aku suka: - Aku memang suka semua cerita yang bercerita tentang sekelompok orang yang bersahabat. - Buku ini juga menghadirkan kisah perjuangan mengerjakan Thesis (pas banget dengan kondisiku yang sedang mengerjakan TA. Semacam merasa tersindir!) - Dan aku memang punya cita-cita sekolah di Belanda.
Dan... Voila!! Aku beri 4 rating untuk Negeri Van Oranje karena alasan-alasan tersebut. Selain bikin otak fresh, aku juga sempet termotivasi gara-gara buku ini. Yah.. Mudah-mudahan aku juga mengalami ending yang sama seperti Lintang, Wicak, Banjar, Daus, dan Gery. :D
Finally, a story I can relate to. Walau nggak pernah kuliah di luar negeri, tapi pengalamannya 11-12 (more likely 11-19) deh ama anak rantau di seluruh penjuru Nusantara ini...hehehehehe. Gue seneng banget baca buku ini ampe bingung mo mulai dari mana. Ni buku ceritanya tentang 5 mahasiswa Indonesia di Belanda. Mereka adalah Banjar, Wicak, Daus, Geri dan Lintang. Kelimanya dateng karena alasan yang berbeda2 dan memiliki latar belakang berbeda pula. Pokoknya bhineka tunggal ika deh. Ceritanya juga banyak, mulai dari susahnya idup di negeri orang, persahabatan, kejujuran dan juga cinta. Gue suka buku karena ada cerita kebokekan mereka (soalnya dekat dengan kondisi pribadi ;p). Emang mahasiswa dimana-mana begitu, kadang ada masa kere sekere2nya. Jangan macam sinetron2 itulah yang setiap hari naik turun mercy. Lalu, walau ni cerita ujung2nya cinta2an juga, tapi tetep ada cerita lainnya. gimana mereka dikejar deadline tesis, mesti nyari kerjaan tambahan di kota yang jauh, bingung abis kuliah mo ngapain lagi dan juga cerita jalan-jalan mereka ke beberapa negara Eropa. oia, di buku ini juga ada sejarah2 kota2 di Belanda yang mereka datangi. hampir di setiap bab juga ada tips2 hidup di luar negeri misalnya tips nyari kerjaan tambahan atau tips menghadapi language gap waktu kuliah. enivei, baca sendirilah buku ini...highly recommended pokoknya....
Novel yang menarik dan menyenangkan... sarat makna, sarat tips, plus juga sarat banyolan.. ga rugi baca buku ini... rasanya pengen baca lagi..lagi..n lagi... blm lagi penuturannya yang deskriptif ttg kota-kota di belanda bikin pembaca jadi pengen ke belanda... (apalagi cerita ttg karnaval, festival, n kanal2nya...wuiih...) Penggambarannya detail banget...
** kisah aagaban-wicak, banjar, daus, geri, n lintang-,meraih cita-cita di negeri seribu kanal. berangkat dari sosek n alasan studi masing2, tak disangka, kekompakan aagaban membuat mereka tetap bisa bertahan di tengah kerasnya persaingan studi n tuntutan perut. lucunya lagi,,kekompakan mereka juga ga lepas dari cinta. kehidupan cinta intra dan inter personel aagaban. lintang yang fall in luv pada Geri-pria lembut Aagaban yang ternyata homoseks, lintang yang jadi 'rebutan' tiga sahabatnya yang lain-wicak,banjar, n daus-, sampai cinta sejatinya lintang n salah satu anggota aagaban yang berakhir di pelaminan (hayoo tebak..siapaa lelaki yang beruntung itu??) belum lagi, patriotisme setiap personel aagaban yang teruji setelah mereka lulus studi.
** ada banyak hal yang bisa dipelajari dr novel ini. yang pasti klw tinggal di negeri orang (tinggal di mana pun), bener2 mesti bisa menempatkan diri, bersosialisasi, n membangun relasi... klw ga bisa,,ke laut aja deeeh..... hohohoho.... ^_^
Suka dengan perpaduan tema di novel ini, travelling, dunia kampus, cinta, persahabatan plus komedi. Kisah persahabatan, cinta, komedi, dan travellingnya ngingetin ma traveler's tale, cuman klo NVO lebih terfokus di Belanda. Selain itu, kepala juga sempat mampir ingatan ke novel 5 cm.
Ceritanya seru dan gokil, bikin ketawa-ketiwi ngikutin obrolan khas para pria yang sering gak disaring ---jadi inget zaman kuliah--- ditambah lagi deskripsi tempatnya sip! bikin kepala sedikitnya mampu membayangkan kondisi setempat, walaupun mungkin akan lebih mantap jika diselipkan foto lokasi, seperti dalam novel traveller's tale.
Bagi yang berminat menimba ilmu di negeri kincir angin ini, perlu baca buku yang satu ini, karena di dalamnya tidak hanya memuat berbagai kota di Belanda, tapi juga memberikan tips-tips seperti mencari tempat kos, surat-surat yang kudu dipunya atau cara mencari kerja sambil. Banyak deh yang bisa diambil dari buku ini, karena bentuknya mirip panduan, tetapi dikombinasi dengan kisah percintaan.
Walaupun ini buku memuat cerita cinta, hampir sebagian besar isi malah bercerita tentang berbagai tempat sekaligus sejarah di baliknya. Jadinya ceritanya seringkali 'ketutup' ma 'keterangan tempat'.
Ada beberapa motif kenapa pas gue ngeliat buku ini di toko buku gue langsung pengen beli: 1. Pengen jalan-jalan ke Belanda. Murah banget nggak sih beli buku aja bisa! 2. Pengen ngerasain jadi mahasiswa di Belanda. Dari buku ini gue jadi tau rasanya jadi mahasiswa (1) S2 dan (2) S2 di luar negeri. 3. Di depan buku ini ada review dari Om Andrea Hirata yang bilang kalo novel ini menyenangkan. Gue suka banget sama Edensor dan gue berharap buku ini mirip sama buku itu. 4. Kovernya menarik!
Buku ini nyeritain satu geng bernama Aagaban yang isinya lima mahasiswa S2 dengan jurusan, kesibukan, dan kepribadian yamg beda-beda. Selain cerita-cerita mereka, lo bakal dapetin tips-tips dan hal-hal trivia buat bertahan hidup di Belanda dalem buku ini. Keren nggak tuh? Gue jadi banyak belajar tentang kehidupan orang di sana haha.
Sayangnya ternyata buku ini nggak mirip kek Edensor, di mana aura *magical*-nya kurang terasa. Adegan backpacking pun cuma dikit. Walaupun begitu deskripsi dan fakta-fakta di buku ini bisa nutupin itu. Gue jadi kek baca novel campur tips-tips travelling sama ensiklopedi tentang Eropa.
Buku yang bagus, tapi masih kurang bisa ngebuat gue menantikan proses gue buat baca buku ini.
Suka sama dengan tema persahabatan yang diusung disini yang sekilas mengingatkan saya akan persahabatan di dalam buku 5 cm by Donny Dhirgantoro selain itu terpana dengan balutan Penjelasan mengenai Belanda yang dikemas dalam cerita persahabatan 5 WNI yang sedang berkuliah S2 di Negeri Kincir Angin tersebut. Buku ini menang didalam poin hal itu. Saya juga menyukai pertentangan batin antara Wicak, Lintang, Banjar, Geri dan Daus yang setelah lulus dari kuliah ini bagaimana cara mereka untuk mengabdikan diri kepada Indonesia :)
Di luar itu semua saya sangat takjub dengan kerjaan 4 orang penulis yang menyediakan waktunya untuk menyelesaikan Negeri Van Oranje ini karena tidak mudah untuk menulis didalam satu buku yang sama dengan cerita bukan cerpen loh ya. :*
Tokoh Favorit saya? Lintang dong pastinya. Siapa yang gak mau jadi Lintang? Sudah cantik, jago memasak dan menari, aktif berorganisasi, dan cukup tangguh menurut saya kece dan indonesia banget lah pokoknya. Tapi saya sekip deh kalau disuruh jadi Diplomat di Kemenlu hehe .
Terimakasih Perpustakaan Kemendikbud atas peminjaman bukunya
Mungkin saya perlu mengatakannya sekali lagi, saya suka kisah tentang persahabatan. Lebih lagi yang tampak nyata. Terakhir saya mendapatkannya dari buku negeri lima menara, dan kini buku ini membuat saya benar-benar hadir di antara persahabatan mereka. Novel yang menyenangkan. Dari segi alur dan konflik, novel ini sebenarnya biasa saja. Nggak ada luapan emosi yang berarti. Namen entah kenapa saya nggak terlalu masalhin. Saya sudah terlalu enjoy dengab buku ini.
Kalau bisa dibilang, buku ini lebih menonjolkan tentang keseharian tokoh di belanda dan kehidupan kuliah mereka masing2. Di beberapa bab, kadang diakhiri dengan info atau panduan penting yang nggak jauh2 dari belanda dan S2. Kebetulan karena saya lagu lumayan gandrung sama belanda, saya sangat menikmti sekali info tersebut. Juga detil settingnya yang benar2 nyata.
Ada dua kejutan alur di novel ini. Yang pertama cukup mudah ditebak karena sudah ada beberapa clue di halaman2 berikutnya. Yang kedua lumayan bikin shock. haha. Intinya sih ini buku menyenangkan. Cocok untuj ngisi waktu luang dengan bacaan ringan tapi penuh informasi.
Buku yang berkisah tentang lima orang mahasiswa asal Indonesia di negeri Belanda. Mereka adalah mahasiswa pascasarjana (S2) di berbagai kota yang berbeda di Belanda. Mereka 4 orang lelaki dan seorang perempuan, Geri, Wicak, Daus, Banjar dan Lintang menempuh pendidikan di Belanda dengan berbagai pilihan studi yang berbeda.
Mereka bersahabat,tergabung dalam gank Aagaban. Melalui milist dan messenger komunikasi diantara mereka terjalin. Saat-saat tertentu, mereka bertemu secara langsung. Menarik karena menceritakan bagaimana kehidupan mereka di negeri yang jauh, berikut tips untuk menghadapi kehidupan diluar negeri terutama suasana dan kondisi pendidikan yang berbeda dengan di Indonesia.Selain itu, juga tentunya menceritakan tempat-tempat menarik untuk dikunjungi di Belanda antara lain Den Haag, Amsterdam dan alinnya.
Sebagaimana layaknya kisah persahabatan anak muda, persahabatan ini diwarnai juga kisah asmara diantara mereka.
Dari awal gw udah tau nih, ada yang aneh salah satu dari cowok-cowok ini!! Sebagai miss diantara mas, lucu juga ngeliat kisah si Lintang ini ditengah pengagumnya. Membuat aku ingin juga meneruskan rencana tesis lagi... hohoho, kalo dari jabaran ini Delft bagus ya ??? Dan melihat kayaknya disana cukup ok untuk berbahasa Inggris?? (berusahalah bahasa kemudian, yang penting diterima dimana dulu) Gaya berceritanya sungguh lucu, norak-norak bergembira gitu, gayanya ringan, dipandu tips-tips super gokil namun mengena, jurus tebel muka dan ngretek, namun sangat berbobot berisi bisa juga sebagai panduan perjalanan. Melengkapi koleksi panduan travelling yang lain, buku ini bisa jadi semacam pionir walaupun beberapa sudah ada tapi cara penulisannya beda. Rasanya, akan muncul buku2 sejenis dari petualangan di negara lain. Apalagi aku dapat bukunya gratis, dan ikutan discussionnya...
ceritanya baru sempet baca setelah malakin ade saya buat di pinjemin buku ini *eh wkwk mau nonton filmnya takut ndak paham jd baca dlu bukunya.
cerita bagus, ringan tapi bikin saya senyam senyum sendiri bisa berabe saya kalo baca di kantor wkwk.
tentang kisah persahabatan lima WNI yang menutut ilmu di negri Belanda. persahabatan yang manis mulai goyah karena cinta muncul. walau kt org kisah sahabat jadi cinta menstrim tapi dalam buku ini memberikan kisah lainnya.
di tambah lagi humor2 ala anak mahasiswa yang udah 20+ kaya udah klop buat saya hohi
selain nano nanonya kisah persahabatan, buku ini juga memberikan tipis tentang gimana jadi anak rantau di neger orang dan... well saya sedikit terispirasi untuk mengambil studi di negeri orang (but not in belanda si)
rekomen buku buat yang penasaran gimana hidup di negeri orang silahkan baca buku ini
Kalau orang bilang, baca Laskar Pelangi untuk memotivasi keinginan sekolah dan belajar, tapi buat aku enggak.. Buku ini yang memotivasi aku untuk berkeinginan bersekolah lagi, cari beasiswa ke Luar Negeri, memotivasi untuk tetap keukeuh pada mimpi keliling Eropa ala backpacker..
Baca buku ini rasanya ikut larut dalam perjalanan mereka, kesibukan mereka, kehidupan mereka... Dan membuat aku kangen pada masa-masa kuliah yang memang sangat-sangat aku sia-siakan..
Di buku ini juga, dituliskan macam-macam tips mulai dari cari asrama (untuk mahasiswa), ngurus ijin tinggal, jalan-jalan, tips kerja part time, dll. Dalam satu buku dapet banyak, ya cerita cinta, ya tips tinggal (bersekolah) di Eropa, tips jalan-jalan di Eropa ala backpacker.
ung... i love this book (meski cuma minjem) hahaha...
habis baca buku ini banyak banget dapet motivasi hidup,dan yang paling menarik adalah persahabat mereka yg terus berlanjut walaupun tinggal ditempat yang berbeda-beda,endingnya juga sangat memuaskan pisaan ga nyangka endingnya bakal kaya gitu,pokoknya the best deh buku ini terutama buat pelajar yg ingin melanjutkan pendidikan ke negeri van orange,buku ini bisa ngasih bayangan untuk kita klo mau melanjutkan sekolah ke negeri kincir angin itu. jadi pengen punya cerita kaya buku ini di kehidupan nyata
klo boleh saya bilang. ini buku panduan klo pengin keliling Belanda. meski cerita aslinya tentang persahabatan 5 orang yang sedang menuntut ilmu di Belanda. Tapi buku ini berisi panduan lengkap (termasuk sekilas tampat wisatanya, aneka makanan murah plus rute transportasi) jalan-jalan keliling Belanda
Ini buku bagus banget! Sangat recommended untuk semua anak Indonesia yang sedang belajar di luar negeri. Walaupun saya berada di Melbourne, banyak banget kisahnya yang "klop banget" dengan kejadian-kejadian disini. Tapi be warned, sekali mulai baca, bisa enggak berhenti sampai tamat!
Ditunggu buku-buku berikutnya - kalau memang ada kelanjutannya! :-) three thumbs up.