Tika tidak pernah berpacaran dalam jangka waktu yang lama, tetapi dia berkomitmen membayar cicilan 12 bulan. Alasan Tika percaya sanggup membayar tagihan paylater yang lebih lama dari masa pacaran dengan siapa pun adalah kabar burung yang beredar bahwa dirinya akan segera diangkat sebagai pegawai tetap sebagai staf konsultan pajak. Bahkan, Tika sudah menyiapkan hadiah self-reward yang terlalu cepat. Tahu-tahu kariernya disabotase oleh rekan kerjanya sendiri sehingga Tika terancam menjadi pengangguran alih-alih pegawai tetap. Bagaimana Tika membayar tagihan yang terus berjalan dengan pendapatan yang mengalami hambatan? Dengan kekuatan koneksi orang dalam yang merupakan mantan kliennya, Tika berhasil mendapatkan pekerjaan baru. Ironisnya, Tika bekerja sebagai desk collection yang bertugas untuk mengingatkan dan menagih utang peminjam. Tika yang biasanya mengurus uang orang lain sekarang harus mengurus utang orang lain. Bagaimana Tika beradaptasi dengan pekerjaan dan rekan-rekan barunya? Apakah kariernya akan kembali disabotase, terutama semua orang di kantornya tahu Tika adalah ‘titipan’ orang dalam? Lalu, apakah masalah Tika akan terselesaikan dengan memiliki pekerjaan baru?
"Membeli barang itu seperti kebahagiaan: akan lebih baik dirasakan secara kontan dibandingkan cicilan."
Sudah baca sampai akhir. Sayangnya belum ada tempat buat reviu bagian lengkapnya, ya. Jadi taruh di sini aja.
Konfliknya sederhana, dengan karakter-karakter yang nggak begitu kompleks tapi relevan dengan orang-orang yang sering ditemui sehari-hari. Nggak menggambarkan gaya hidup hedon secara keseluruhan, yang mana ini aku suka. Ada beragam gaya hidup dan kita kayak dikasih pandangan secara netral aja buat lihat, "Oh, ya. Memang ada yang begitu, tapi nggak semuanya."
Hihi. Ceritanya sederhana, ringan, tapi pelajaran keuangan yang dikasih dapet banget. Pelajaran soal yang lainnya juga dapat. Meski alurnya gampang ketebak, tetap menyenangkan buat diikuti dan aku suka.
Aku suka deh buku ini, wkwkk. Soalnya lebih relate aja sih. Aku juga pernah ngalamin beli2 novel impulsif, yaah tapi aku nggak ngutang, sih. Wkwkwk.
Tapiii, aku suka karena bukunya emang fokus sama Tika dan masalahnya. Masalah2 dari yang lain tuh kek jadi trigger biat Tika, sih. Teruuuuuus alurnya juga asyik. Daaan aku suka ya bukunya nggak dipaksain buat ada romance nggak penting tapi fokus sama Tika dan masalahnya.
Aku juga sama hubungan Tika dan keluarganya yang saling dukung, dan komunikasinya juga oke banget. Aku bahkan suka pas ada masalah Pak Tanto sama Alya, wkwkwk.
Jumlah halaman yang nggak banyak dan tulisannya nggak terlalu rapat. Duo combo yang bisa bikin tanggal progres bacaan bisa jadi satu hari aja. Sebenernya satu buku bisa dibaca sekali rebahan juga, sih, karena emang halamannya nggak terlalu banyak plus layout yang longgar (?)
Karakter Tika ralatable banget. Kadang lihat barang kepengin co, tapi sayang pakai uang tunai. Makanya dia selalu ngerasa luxury gitu ya tiap mau makan mewah atau hal2 lain yg nggak pakai paylater. Dikira belanja2 online selama ini dibayarin sama sugar daddy (kayak yang dipikirin ibu Tika xD). Nggak taunya buntet di belakang. Jadi ingat karakter Becky di seri Shopaholic, demen belanja nggak penting pakai kartu kredit.
Banyak quotes bagus juga di buku ini. Yang demen ngumpulin kata2 mutiara sabi banget mampir ke sini. Terus karakter Ayah tuh lucu, meminimalisir drama di keluarga lah.
Bahas soal karakter (lagi), karakterisasi Tika kayaknya kurang kuat. Soalnya selama aku baca tuh, lempeng2 aja. Idk, apa sudut pandang pertama emang seenggak menarik ini. Eh, tapi kayaknya ya emang konsekuensi sp 1 ya begini, sih, apalagi ini chara-driven. Di pikiranku Tika emang nyebelin karena suka belanja, tapi impresi pertama adalah dia ngutang karena tau limitnya di mana. Cuman pas di akhir ini kok jadinya kayak sifat yang mendadak harus nongol, ya? Soal ke psikolog itu. Hmm, kayak nggak ada tendensi bakal ke situ. Kaget juga karena Tika nyebut habit (atau penyakit?) jeleknya itu.
Tulisannya masih banyak telling dan fokus Tika juga berubah-ubah. I mean, dari bagian berapa ya dia mulai mikirin tagihannya lagi. Kayak kepisah gitu ceritanya. Alih2 simpati sama kondisi Tika, daku malah ngerasa lempeng aja. Nggak ada keinginan buat mengerti posisinya, cuma pengin baca cerita dia. Kalo orang lagi curhat tuh, kayaknya kepengin tau ceritanya aja alias kepo. Agak sayang sih, karena premisnya bagus.
Entah karena ada limit di halamannya apa enggak, walaupun bukunya bisa dibaca sekali rebahan tetep ada kurangnya, kan? Dan risikonya ya ini, ada bagian2 yang nggak didalami.
aku ngerasa buku ini unik banget sih, karena mengangkat tema fitur paylater yang sekarang emang banyak disediakan e commerce. sebelumnya aku pernah baca buku karya penulis, judulnya ours dan aku suka makanya aku tertarik baca buku ini
bercerita tentang tika, yang mengira hidupnya akan bahagia karena diangkat menjadi karyawan tetap. nyatanya, hidup tak seindah itu. tika ibarat ditusuk dari belakang oleh rekan kerja seperjuangannya.
tika pun bingung, bagaimana membayar cicilan di akhir bulan nanti. pasalnya, tika sering sekali mengecek e commerce. kalau hati sedang gelisah, tika pasti check out barang, tak peduli barang itu dibutuhkan atau tidak.
aku suka gimana buku ini sangat dekat dengan kehidupan sehari hari. juga tentang komunikasi antara orangtua dan anak. pelajaran berharga untuk aku yang mungkin akan menjadi orangtua di masa depan.
soal narasi nggak usah ditanya lagi, aku suka banget 🫶 tapi memang ada beberapa typo sih meski nggak terlalu mengganggu. walau nggak sampai 300 halaman tapi cukup banyak lho hal yang bisa dipelajari
aku pribadi bukan pengguna fitur paylater karna takut aja meski ada banyak promonya (btw aku orangnya emang cukup konvensional, mungkin pengaruh ortu juga) bisa ngamuk kali mereka kalau aku pakai paylater 😔
poin yang bisa aku ambil dari buku ini tuh, bener, kalau belanja pakai paylater ibarat kita beli barang dengan uang yang nggak ada. kan iklannya aja, beli sekarang bayarnya nanti. nah kalo nunggak gimana?
dengan uang yang nggak ada itulah kita (mungkin) jadi buta sama berapa banyak pengeluaran kita. gimana kalau di akhir bulan malah gaji belum masuk? nah lho bingung sendiri kan jadinya
aku mikir juga buat seller barang, apakah dengan paylater itu, dia jadi menunggu juga penghasilannya di akhir bulan. barang udah terjual tapi penghasilannya nanti belakangan. bukannya merugikan seller juga ya?
oiya bicara tentang kesehatan mental juga, aku seneng sih ngeliatnya, orang orang di sekitar tika itu nggak ada yang berstigma negatif terhadap kesehatan mental itu sendiri, malah suportif banget 🥹
Ini kali kedua aku baca novelnya Kak Adrindia. Untuk premisnya sebenarnya udah bukan hal asing lagi bagiku, karena aku pernah baca novel yang temanya serupa juga. Tapi eksekusi Kak Adrindia ini asyik buat diikuti. Aku suka juga sama kalimat-kalimat bagus di novel ini. Rasanya nampol, tapi di sisi lain bikin aku ikutan dongkol karena hal tertentu haha
Aku juga suka pas Tika kelimpungan karena kontrak pekerjaannya. Belum lagi masalah cicilan yang mesti dia bayar. Dan untungnya Tika dapat pekerjaan baru yang lebih ramah buat keadaannya. Untuk konflik dan plot, aku suka sama masalah yang dialami teman2 Tika. Soalnya bisa bikin Tika sadar mengenai sikap/perilakunya
Intinya, novel ini tipe yang realistis gitu. Aku sering baca tweet soal masalah2 di novel ini. Dan aku merekomendasikan kalian utk baca novel ini
Akhirnya selesai! Rasanya sudah membaca buku ini perlahan, tapi tau-tau sudah bagian terakhir aja.
Cerita dan permasalahan keuangan yang diangkat dalam buku ini menurutku sangat mungkin terjadi di kehidupan modern dengan segala kemudahan yang ada. Salah satunya kemudahan membuat pinjaman secara online dan berbelanja dengan menggunakan fitur paylater.
I'm so glad Tika mencoba sembuh dari kegiatan impulsif dan konsumtif belanjanya dengan bantuan Psikolog. Tidak terlepas juga dari dukungan Ayah dan Ibunya Tika yang membantu dan mendampingi Tika untuk menghadapi semuanya bersama-sama.