"Cerpen-cerpen dalam buku ini adalah pertaruhan romantik, Satu segi dari perjalanan kepengarangan saya di dunia sastra.
Sengaja dipilih dan dikumpulkan cerpen-cerpen dengan aliran yang demikian, sebagai tanda suatu faset idealisasi yang merekam humanisasi cinta dan takdir sebagai pusat tema."
Korrie Layun Rampan lahir di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953. Semasa muda, Korrie lama tinggal di Yogyakarta untuk berkuliah. Sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini telah lahir sejumlah sastrawan ternama seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Iman Budhi Santosa, Naning Indratni, Sri Setya Rahayu Suhardi, Yudhistira A.N.M. Massardi, dll.
Pengalaman bekerja Korrie dimulai ketika pada 1978 ia bekerja di Jakarta sebagai wartawan dan editor buku untuk sejumlah penerbit. Kemudian, ia menjadi penyiar di RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta, mengajar, dan menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana Majalah Sarinah, Jakarta. Sejak Maret 2001 menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di samping itu, ia juga mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Dalam Pemilu 2004 ia sempat duduk sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat, tetapi kemudian mengundurkan diri karena mengikuti pencalegan. Oleh konstituen, ia dipercayakan mewakili rakyat di DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Di legislatif itu Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I.
Sebagai sastrawan, Korrie dikenal sebagai sastrawan yang kreatif. Berbagai karya telah ditulisnya, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan esai. Ia juga menerjemahkan sekitar seratus judul buku cerita anak dan puluhan judul cerita pendek dari para cerpenis dunia.
Novelnya, anatara lain, Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976 dan 1998. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu, sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di sekolah dan perguruan tinggi.
Sebagai kumpulan cerpen dengan cerita yang terpisah,sebenarnya tidak semua bisa dinilai sama. Ada yang menarik, cukup menarik dan kurang menarik menurut selera saya.
Hampir semuanya adalah kisah cinta yang tidak dapat bersatu, atau cinta lama yang mengungkung hidup para tokohnya.
Pada kata pengantar, penulis sudah menyampaikan bahwa kumpulan cerita dibuku ini telah dipilih kisah-kisah romantis dengan tema tentang nasib dan takdir yang dilandasi romantika kehidupan.
Yaaaah... mungkin saya yg kurang kadar romantisnya, tidak cocok membaca cerita-cerita bertema romantik. *dueeenngg* *baruutauuuugitu?*
Dari 9 cerpen di sini, semuanya mengusung tema cinta tak kesampaian, (7 di antaranya bertemu kembali bertahun-tahun-tahun sesudahnya). Setelah membaca 2-3 kisah, cerita selanjutnya jadi hambar, seperti jadi anak kos, yang tiap hari makan mie rebus mulu #eh
buku yang menarik, dengan cerita yang menarik juga..
namun, entah kata-katanya yang terlalu rumit, atau entah saya yang masih terlalu awam dalam mengartikan kata-katanya.. ada beberapa bagian dalam kumpulan cerpen ini yang harus saya baca berulang kali terlebih dahulu untuk dapat memahami artinya..