A volume filled with Theseus, who saved Athens from the Minotaur; Perseus, who slew the Medusa; Bellerophon, who tamed the winged horse Pegasus; Aeacus the just; Peleus, who wrestled with a goddess and won her for his own, and Meleager and Atalanta, who won eternal fame in the hunting of the Calydonian boar.
Menelaos Stephanides, the author of ‘Greek Mythology’, originally studied economics in Athens but his main preoccupation was writing.
For more than twenty-five years he concentrated, with great success, on the retelling of ancient Greek myths, tirelessly studying the source materials to achieve his literary version of the many stories. Working with his brother, the artist and illustrator Yannis Stephanides, he wrote and published the 18-volume series ‘Greek Mythology’ for children, which was translated into several languages and later reissued as a pocket book for older readers. He then turned his attention to more recent Greek tradition, studying hundreds of folk tales the most appealing of which he retold in the highly successful 10-volume series ‘Folk Tales from Greece’.
Menelaos Stephanides’ name is now familiar in many parts of the world, thanks to the translation of both his mythology and the folk tales into several foreign languages. In 1989 his book ‘Jason and the Argonauts’ was awarded two Pier Paolo Vergerio honourable distinctions by the University of Padua, while in 1998 his entire published work was recommended by the Hellenic Ministry of Education for inclusion in school libraries, having already long been recognised as a source of reference for publishers, the reading public and educationalists.
It’s a good retelling of a lot of myths - it doesn’t go into massive detail but it covers a lot of heroes and most of their story.
HOWEVER.
The misogyny really shows. Yes, Greek mythology is full of sexism, so that isn’t surprising in terms of actual story. The Stephanides Brothers, though, aren’t thousands of years old - they wrote this in the 20th century, so to read the narrative voice express horrendous views is uncomfortable. The most egregious of this is likely in Theseus’ tale - the author condemns Phaedra for her action, yet defends Theseus’ abduction and rape of eleven year old Helen because he had fought a couple of monsters years prior.
As a fan of Greek mythology, I enjoyed the content, but just be prepared to feel uncomfortable with the tone at times. It is far too forgiving of men’s entitlement.
Kisah-kisah dewa-dewa Yunani sudah menjadi bagian dari kebudayaan dunia. Kisah dewa, manusia setengah dewa, dan para pahlawan, dalam literatur Yunani, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam khazanah cerita dunia. Kisah penguasa semesta Zeus yang membawa petir di tangannya, kecantikan Afrodite sang dewi cinta, keganasan Ares sang dewa perang, kebijaksanaan Atena, atau permainan musik Apollo, bukan lagi sekadar jadi kekayaan literatur dunia. Banyak nama dari mitologi Yunani yang lantas terkenal dalam bidang-bidang lainnya, misalnya psikologi. Jika kita menyebut Oedipus Complex untuk perasaan dan pengaruh ibu yang terlalu kuat, nama tersebut berasal dari tokoh Oedipus yang mencintai ibunya. Atau jika kita menyebut kata Narsisisme untuk istilah kecintaan diri yang berlebihan, maka nama itu berasal dari tokoh Narkisus yang tampan yang jatuh cinta pada dirinya sendiri. Maka penerbitan Seri Mitologi Yunani (18 jilid, penutur ulang Menelaos Stephanides, ilustrator Yannis Stephanides, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1991-1993), untuk pembaca remaja, sejak buku pertama Pertempuran Para Titan sampai buku ke-17, Odise, patutlah disambut sebagai sebuah usaha untuk memperkenalkan mitologi Yunani ini sebagai suatu kesatuan yang utuh. Artinya, jika selama ini para remaja mengenal tokoh-tokoh mitologi Yunani secara sepintas kilas, dengan membaca keseluruhan seri ini akan makin jelas sosok tokoh-tokoh, karakter, dan perlambangan sifat-sifat mereka itu. Dewa yang Manusiawi Seri ini memperlihatkan urutan penceritaan yang runtut, dengan pembabakan cerita berdasarkan Kisah Dewa Olimpus (Seri A), Dewa dan Manusia (Seri B), dan Para Pahlawan (Seri C). Pada bagian pertama yang terdiri dari enam judul buku, pembaca akan diperkenalkan dengan dua belas dewa Yunani yang paling besar dan paling dihormati. Keduabelas dewa tersebut adalah Zeus (penguasa langit), Hera (istri Zeus), Afrodite (dewi keindahan dan cinta), Apollo (dewa terang dan seni musik), Hermes (dewa perdagangan), Demeter (dewi pertanian), Artemis (dewi malam bulan purnama, hutan, dan perburuan), Hefestus (dewa api dan kerajinan tangan), Ares (dewa perang), Atena (dewi kebijaksanaan, seni, dan perang yang adil), Poseidon (dewa laut), dan Hestia (dewi rumah tangga dan perapian abadi). Bagian awal seri ini menceritakan tentang ke-12 dewa Yunani dan mitos-mitos yang berkaitan dengan mereka. Atena misalnya, dewi kebijaksanaan yang namanya dipakai sebagai nama ibukota Yunani, dikisahkan lahir dari kepala sang penguasa, Zeus (buku ke-6: Palas Atena). Mitos-mitos kelahiran dan kejadian para dewa ini, sebagaimana layaknya mitos memberikan porsi yang besar pada imajinasi pembuatnya. Tetapi pengarang buku ini memberikan catatan-catatan yang menghubungkan mitos-mitos tersebut dengan pemikiran masa kini. Bahwa Atena dilahirkan dari kepala Zeus, secara logika adalah suatu kemustahilan. Tetapi jika dilihat sebagai simbol, maka kelahiran melalui kepala ini melambangkan kebijaksanaan dan keadilan sang dewi. Karakter dewa-dewa Yunani, yang konon tingkatnya lebih tinggi dari manusia ini, penuh dengan kontradiksi. Janganlah berharap dewa-dewa ini murni sebagai tokoh-tokoh yang baik dan dipuja-puja. Bahkan Zeus pun tak luput dari perbuatan yang tidak adil, seperti ketika ia menghukum Prometeus, dewa sahabat manusia, dengan hukuman rantai (buku ke-8: Prometeus). Atau juga karakter jahat Hera yang membuang anaknya Hefestus; karakter Ares yang selalu menginginkan perselisihan, perpecahan, dan perang; atau kisah penyelewengan Ares dan dewi cinta Afrodite (buku ke-5: Singgasana Emas) Penggambaran dewa-dewa dengan sifat manusia ini cukup menarik sebagai perlambangan atas kehidupan manusia masa kini. Orang-orang Yunani kuno, dengan kemampuan imajinasi mereka yang tinggi, rasa keindahan yang didukung kondisi alam mereka yang permai, telah melahirkan kisah-kisah besar yang menarik dari zaman ke zaman, paling tidak sebagai bahan bacaan tentang perlambangan karakter manusia. Keberanian Berpikir Salah satu hasil pemikiran dan filsafat Yunani yang ada di belakang mitos-mitos ini adalah keberanian berpikir. Dewa-dewa Yunani yang berkuasa atas manusia itu, pada akhirnya juga digugat oleh manusia sendiri. Ketika Prometeus, figur titan (dewa Yunani yang berbadan besar dan berkekuatan hebat) penolong umat manusia dihukum rantai di pegunungan Kaukasus, para sahabatnya meratapinya. “Aku ajarkan kepada manusia seni dan pengetahuan. Aku ajari mereka membaca dan menulis. Aku ajari mereka membangun rumah, dan aku berikan kepada mereka kehangatan hati,” ujar Prometeus. “Tapi mengapa kau dihukum untuk semua kebaikan itu?” kata para Okeanida, dewi-dewi air putri Okeanus. “Kaulihat bagaimana hukumanku untuk semua itu. Tapi dengarkan kata-kataku. Seandainya aku melakukan kejahatan, mungkin aku tak akan dihukum sama sekali. Ketidakadilan menimbulkan hukuman yang paling berat untuk mereka yang berjuang menentangnya,” kata Prometeus (h. 8 buku ke-8: Prometeus). Dialog Prometeus dan para Okeanida ini memperlihatkan kecaman terhadap ketidakadilan hukuman Zeus, sang penguasa dewa dan manusia. Bahkan para Okeanida itu bernyanyi dalam lingkaran suci teater: “Kami telah belajar membenci para pengkhianat!” Dan salah satu pengkhianat itu adalah Zeus! Hal ini memperlihatkan betapa radikalnya pemikiran dan filsafat Yunani yang tersembul dalam mitos-mitos Yunani ini. Tentulah pesan-pesan semacam ini belum sepenuhnya dapat dimengerti oleh pembaca remaja, sebagai
A great little book that takes the myths of theseus and perseus and explains them clearly. This book is not 35 pages from what I can see.... More like 235
Der rote Faden bleibt verknäuelt Perseus kämpft mit seinem Spiegelschild gegen die Medusa, Bellerophon jagt auf dem Pegasos die Chimäre, Theseus tötet mit Ariadnes Hilfe den Minotaurus in König Minos' Labyrinth auf Kreta; der kluge Aiakos und sein Sohn Peleus, der als einziger Mensch eine Göttin heiraten konnte; die von den Männern um ihre Fähigkeiten beneidete Atalante, sowie der geschickte Jäger Meleager, die den kalydonischen Eber erlegen - all diese Persönlichkeiten der griechischen Mythologie geben in diesem Band der Reihe ihr Stelldichein.
An sich ist die griechische Mythologie schon kaum durchschaubar, weswegen eine Nacherzählungsreihe wie diese eigentlich sehr lobenswert ist, und, wie ich bereits zum Vorgängerband Herakles schrieb, auch durchaus ihren Charme hat. Doch in diesem Band ist das Nacherzählen leider nicht so flüssig wie bei den Arbeiten des Herakles - gerade die Geschichte um Theseus, die längste des Bands, liest sich mehr wie ein einfaches Auflisten der Heldentaten. Und so tat er das, dann tat er dies, schließlich tötete er jenen, dann kam er nach Athen. Nie fühlt man mit Theseus oder Perseus, wie man das mit Herakles tat - sie bleiben Fremde, und ihre Abenteuer wirken im Vergleich zu den schön geschilderten 12 Arbeiten des Herakles eher weniger begeisternd.
Dazu kommt, dass ich am Ende der Lektüre kaum etwas im Gedächtnis behalten konnte. Die Dichte der benamten Personen, deren Rolle dann kaum ausgeführt wird, lässt die Erzählungen ineinander verschwimmen. Was hat Telamon nun nochmal getan? Wie ist das Verwandschaftsverhältnis zwischen Aiakos und Peleus? Wer war nochmal Danaos, nach dem die Danaer benannt wurden? Dieser Band sorgt für genausoviel Verwirrung, wie er stellenweise diese auflöst.
Trotzdem lese ich sowas gern, vor allem, wenn es dann noch so toll aufgemacht ist wie diese Reihe. Die Kohlezeichnungen sind ein Genuss (ich überlege mir, ob ich das Bild von Atalante, wie sie kniend den Bogen spannt, an die Wand hängen soll - perfekt!), das Papier und die Bindung makellos.
Mal schauen, vielleicht hole ich mir die ersten paar Bände auch noch, und wenn es nur deshalb geschieht, um den Verlag zu unterstützen, der so schöne Taschenbuch-Kleinode hervorbringt, die neben dem Geist auch das Auge erfreuen.