Jump to ratings and reviews
Rate this book

9 dari Nadira

Rate this book
Di sebuah pagi yang murung, Nadira Suwandi menemukan ibunya tewas bunuh diri di lantai rumahnya. Kematian sang ibu, Kemala Yunus - yang dikenal sangat ekspresif, berpikiran bebas, dan selalu bertarung mencari diri - sungguh mengejutkan.

Tewasnya Kemala kemudian mempengaruhi kehidupan Nadira sebagai seorang anak ("Melukis Langit"); seorang wartawan ("Tasbih"); seorang kekasih ("Ciuman Terpanjang"); seorang istri, hingga akhirnya membawa Nadira kepada sebuah penjelajahan ke dunia yang baru, dunia seksualitas yang tak pernah disentuhnya ("Kirana").

270 pages, Paperback

First published October 1, 2009

379 people are currently reading
6176 people want to read

About the author

Leila S. Chudori

15 books1,136 followers
Leila Salikha Chudori adalah penulis Indonesia yang menghasilkan berbagai karya cerita pendek, novel, dan skenario drama televisi.Leila S. Chudori bercerita tentang kejujuran, keyakinan, dan tekad, prinsip dan pengorbanan. Mendapat pengaruh dari bacaan-bacaan dari buku-buku yang disebutnya dalam cerpen-cerpennya yang kita ketahui dari riwayat hidupnya ialah Franz Kafka, pengarang Jerman yang mempertanyakan eksistensi manusia, Dostoyewsky pengarang klasik Rusia yang menggerek jauk ke dalam jiwa manusia. D.H Lawrence pengarang Inggris yang memperjuangkan kebebasan mutlak nurani manusia, pengarang Irlandia James Joyce, yang terkenal dengan romannya Ullysses. Suatu pelaksanaan proses kreatif Stream of Consciousnes, Herman Jesse, Freud, Erich Fromm, A.S. Neill. Maka tidak mengherankan apabila Leila S. Chudori memperlihatkan tokoh-tokoh cerita yang mempunyai kesadaran yang dalam dan hasrat jiwa yang bebas merdeka. Leila S. Chudori pun tak asing dengan Baratayudha, Ramayana dari dunia pewayangan. Leila S. Chudori juga menggunakan imajinasinya untuk meruyak ruang dan waktu, penuh ilusi dan halusinasi, angan-angan dan khayalan. Leila melukiskan kejadian-kejadian secara pararel dan simultan, berbaur susup menyusup untuk saling memperkuat kesan pengalaman dan penghayatan. Leila juga mensejajarkan pengalaman pribadi, membaurkannya dengan cerita mitologi. Dengan teknik pembauran seperti ini, terjadi dimensi baru dalam pengaluran cerita. Satu hal lain yang istimewa dalam cerpen-cerpen Leila bahwa dia tidak ragu-ragu menceritakan hal-hal yang tabu bagi masyarakat tradisional. Gaya cerita Leila S. Chudori intelektual sekaligus puitis. Banyak idiom dan metafor baru di samping pandangan falsafi baru karena pengungkapan yang baru.

Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di "Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges)" di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada.
Sejak tahun 1989 hingga kini bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo. Di tahun-tahun awal, Leila dipercayakan meliput masalah internasional—terutama Filipina dan berhasil mewawancarai Presiden Cory Aquino pada tahun 1989, 1991 di Istana Malacanang; Fang Lizhi seorang ahli Fisika dan salah satu pemimpin gerakan Tiannamen, Cina, WWC di Cambrige Universitypada tahun 1992, Presiden Fidel Ramos di Manila pada tahun 1992, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Jakarta, pada tahun 1992, Pemimpin PLO Yasser Arafat pada tahun 1992 dan 2002 di Jakarta, Nelson Mandela pada tahun 1992 di Jakarta, dan Pemimpin Mozambique Robert Mugabe pada tahun 2003, di Jakarta. Kini Leila adalah Redaktur Senior Majalah Tempo, bertanggung-jawab pada rubrik Bahasa dan masih rutin menulis resensi film di majalah tersebut.

Karya-karya awal Leila dimuat saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul "Sebuah Kejutan", "Empat Pemuda Kecil", dan "Seputih Hati Andra". Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag). Cerpen Leila dibahas oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S.Chudori and women in Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara”, Tineke Helwig kembali membahas buku terbaru Leila, “9 dari Nadira” dan mengatakan bahwa buku ini memiliki “authencity in reality” dan mengandung “complex narrative”. Nama Leila S. Chudori juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus sastra "Dictionnaire des Creatrices" yang diterbitkan EDITIONS DES FEMMES, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni.

Pada tahun 2013 Leila S. Chudori memenangkan Kh

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
1,041 (34%)
4 stars
1,365 (44%)
3 stars
557 (18%)
2 stars
64 (2%)
1 star
31 (1%)
Displaying 1 - 30 of 588 reviews
Profile Image for Ataventis.
8 reviews15 followers
April 29, 2010
Kenapa nama Leila S. Chudori terasa begitu akrab dengan indera saya?
Tapi kemudian, sebagaimana seringnya saya melewatkan detil-detil yang terlanjur saya cap sebagai ‘tak perlu diingat’, tentu saya gagal mengidentifikasi celah mana dari semua indera ini yang akrab dengan sebaris nama itu. Ah, ya sudah, tak penting!


Hari itu, buku ini termasuk dalam jajaran buku baru yang didiskon di pameran. Berbagai kalangan di berbagai media telah dengan royalnya memberikan paling sedikit 7 bintang dalam resensinya. Baiklah, saya ikutan saja beli untuk baca, mumpung diskon!

Hasilnya: 6 jam duduk di pojok kasur dengan hati sibuk meringis dan berdecak—kagum tentunya. Jeda yang diizinkan hanya untuk membuang segala yang perlu dibuang di pojokan lain—itu pun dengan kerelaan seadanya. Terenggut dari alam pikir sendiri, buku inilah satu-satunya yang mampu membawa saya ke pusaran alur yang terasa ‘wajar’ dalam kehidupan. Waktu itu, di tengah miskinnya serotonin dan endorfin, baru kali itu saya tercerabut begitu jauh dari pahitnya kemiskinan itu. Puas? Entah. Yang pasti, dahsyat masih bukan kata yang tepat untuk saya berikan 7 bintang kepada buku ini.
Luar biasa. Luar biasa. Luar biasa.

Terdiri dari 9 cerita pendek yang ditulis dengan jeda yang lama, menurut sang penulis. Istimewanya, buku ini juga tidak bisa disebut sebagai sekedar kumpulan cerita pendek. Cerita lintas generasi yang sesungguhnya berporos pada beragam permasalahan di sebuah keluarga dengan 3 anak-Nina, Arya, dan Nadira. Cinta, idealisme, kesetiaan, harga diri serta ragam pengorbanan dikemas tanpa sedikitpun nada menghakimi. Bahasanya memang kaya dengan metafora—mudah sekali ditemukan di sana sini. Tapi tentu, tetap melenakan untuk dinikmati setiap indera.

“ Nadira menoleh: Daisy Nursery. Dan dia melihat suatu pemandangan yang tak pernah terbayangkan. Beratus-ratus atau mungkin beribu keranjang bunga seruni tampak membungkus toko bunga dan perkebunan itu. Di mana-mana, di mana-mana. Nadira terbelalak. Tiba-tiba saja ada gelombang air yang menyerbu tenggorokannya dan dadanya. Dia merasa ada sebuah dam yang selama ini tertahan dan membludak. Dia menoleh melihat Tara yang tengah memandangnya. Mata Tara, yang selama ini selalu dingin dan hanya berisi perintah itu kini tengah berkata: bunga seruni untuk Ibu.

Pada saat itulah ombak itu kebali bergulung-gulung mendesak dada Nadira. Dia tak bisa menahannya lagi. Nadira menangis tersedu-sedu. Air matanya mengalir tak berkesudahan.” (hal 33)


Sudah lama saya rindu dengan sosok pengarang perempuan Indonesia yang santun dan cerdas, tanpa perlu saya meringis karena malu setelah membaca kata-kata yang memang akrab di sekitar dunia selangkangan.

Betul, saya masih bisa menikmati karya para pengarang perempuan yang menurut TF beraliran SMS (sastra mazhab selangkangan).
Tepat sekali, kadang saya menikmati ringan dan segar sekejapnya chicklit yang terasa seperti makan chicklet.
Wajar, kalau saya mencoba membaca karangan para perempuan modern yang bercerita sekitar kehidupan kami para urbana.

...Tapi pengalaman ini, 6 jam hanyut dalam pusaran, membuat saya merasa seperti sebuah metabolit yang akhirnya bertemu dengan reseptornya yang tepat.

Belakangan, saya mengetahui kalau Leila sangat terinspirasi oleh tulisan-tulisan GM dalam setiap surat balasan konsultasi yang diterimanya dahulu. Entah bagaimana derajat kebenarannya, tapi tentu, sebuah buah tidak akan jatuh terlampau jauh dari pohonnya.
--
Cerita pendek ke-10, minggu ini ditampilkan di femina edisi hari Kartini, No. 16/XXXVIII yang terbit dengan judul Sebelum Matahari Mengetuk Pagi. Tulisan ini tentu saja sememikat tulisan Leila yang lain. Apakah akhirnya Utara sempat bertemu dengan Nadira? Saya yakin, bila saya beri tahu di sini, Anda tak akan pernah merasakan litgasm yang seharusnya ☺

Profile Image for Uci .
617 reviews123 followers
April 17, 2011
Saat buku ini terbit dan menuai keramaian di Goodreads, sebenarnya saya sudah tergoda untuk ikut membaca. Tapi entah mengapa saya tidak pernah memutuskan untuk membeli atau meminjamnya. Mungkin karena saya terpengaruh komentar teman-teman yang bilang buku ini sangat suram, mungkin karena cara bertutur Leila S. Chudori dalam beberapa resensinya di Tempo kurang kena di hati.

Lalu 'tugas' dari Ijul mengharuskan saya membaca buku ini dan...ternyata saya menyukainya. Saya suka cara bertutur Leila di buku ini. Tidak klise, tidak mendayu-dayu. Hanya sesekali saya dibuat meringis saat penulis mulai 'memamerkan' pengetahuannya tentang sastra / buku / film / musik bermutu, yang diulang beberapa kali dalam cerita berbeda.

Apakah saya menyukai Nadira? Perasaan saya terbagi dua terhadapnya. She could have all the love in this world, yet she chose the hard ways to live her life. Dia terus-terusan menghancurkan hati, sambil pada saat yang sama menghancurkan hatinya sendiri. Perempuan sangat pintar ini mengabaikan kesempatan untuk hidup normal, dan memilih menyusuri labirin yang terkadang terang namun lebih sering suram. Nadira pun mengakuinya sendiri, saat dia berkata "Hidup saya penuh drama."

Orang-orang di sekitarnya pun begitu terpuruk dalam masalah masing-masing yang menghalangi mereka untuk bahagia. Kadang-kadang saya pingin jitak Utara Bayu misalnya, yang punya penampilan dan kedudukan di atas rata-rata, tapi mati kutu dalam urusan 'sesederhana' mengungkapkan perasaan.

Dialog imajiner saya dengan Tara

"Jitak sendiri kepalamu", sahut Tara, "sejak kapan mengungkapkan perasaan jadi urusan sederhana?"

"Apa ruginya? Paling-paling cuma ditolak kan? Terus beres deh. Lo bisa ngelanjutin hidup lo!"


Maka, tokoh yang saya anggap paling bisa 'dipegang' dalam buku ini adalah Arya, kakangnya Nadira. Dia bagai batu yang berdiri kukuh di tengah sungai beraliran deras tak keruan. Tanpa Arya, semesta dalam buku ini hanya akan berisi manusia-manusia sakit jiwa yang kebingungan menata hidupnya (sok tahu banget sih gw).

Bagaimanapun, saya amat menikmati 9 dari Nadira. Kisah-kisah dalam buku ini begitu mudah membuat saya tenggelam di dalamnya, sampai-sampai saya lupa sedang berada di mana. Bahkan dua cerpen terakhir saya habiskan di dalam mobil yang terguncang-guncang sepanjang jalan tol Kanci-Pejagan, tol milik Bakrieland yang panjangnya cuma 30 kilometer dan penuh gelombang tapi dihargai 21.500 rupiah sekali lewat. Saat lembar terakhir ditutup, saya pun tersungkur karena pusing...

Profile Image for gieb.
222 reviews77 followers
December 30, 2009
kehidupan itu rangkaian dari keputusan-keputusan yang terlambat.

tidak cukupkah bila nadira mematikan dirinya pada dunia, lalu masuk ke dalam dunia batinnya sendiri, berpayah payah membayangkan kehadiran tuhan secara fisik - sekuat ia menghadirkan sekuat itu pula sang tuhan menghindar. dalam posisi semacam itu, nadira mungkin akan disergap oleh suatu rasa sedih, suatu rasa senang, atau suatu rasa putus asa. bahwa tuhan tak bisa ia hadirkan secara fisik. tapi pelan pelan dengan cara mengontak tuhan seperti itu, sekujur tubuhnya tumbuh rasa dan setiap gerak geriknya memendam indah dan tingginya tuhan. rasa yang ia siap pindahkan dalam rentetan cerita yang pelik secara psikologis dalam 9 dari Nadira.

nadira memilih hidup dalam kolong meja bekerjanya suatu ketika. saat hidup merampas sesuatu yang membuat dia ada. sekuntum seruni dan seuntai tasbih hanya penanda bahwa dia pernah ada dan memberikan catatan bagi hidup nadira yang berjalan seperti tanpa skenario.

nadira pernah menikah suatu ketika. saat yang layu dan beku itu mulai terangkat dengan kehadiran sebuah sosok yang kesementaraannya sebenarnya terasa. tapi nadira hanya tahu saat itu. bahwa dia harus berangkat menuju. mencari sekuntum seruni dan seuntai tasbih dalam perwujudan yang berbeda. meski akhirnya, nadira tahu, bahwa dia mengambil keputusan yang salah ketika memutuskan untuk menikah.

nadira akhirnya bercerai suatu ketika. saat kenangan mulai mengejar. menghantui segenap pandang dan meneguhkan sebuah kehilangan. nadira harus mengambil langkah untuk melarikan diri dari semua masalah yang entah terbuat dari apa. berlari untuk kemudian bersembunyi dengan sempurna. melewati batas geografis dan kerabat besar. meski akhirnya, nadira tahu, ada seseorang yang tanpa disadarinya, selalu ada. dialah utara.

nadira tak berhak menyesali. bahwa hidup selalu berkompromi dengan keterlambatan. keputusan itu datang tiba-tiba. secepat keputusan untuk meninggalkan keputusan yang lama. terlambat adalah sebuah kelaziman untuk menyusun konflik yang pelik. mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang yang tidak pernah menjadi miliknya.

buku ini membantu saya menyadari keterlambatan memahami keputusan saya sendiri pada akhirnya. hidup saya hari ini adalah wujud keputusan saya yang terlambat. sayangnya, saya tak punya kekuatan layak nadira. yang mempunyai sembilan keputusan dalam rentang hidupnya.
Profile Image for Thesunan.
54 reviews20 followers
February 9, 2010
..di dalam hati kecilku, aku menyimpan sebuah tempat untuk Tara... Mungkin selama ini aku terlalu sibuk mencari lilin, mencari obor.. Hidup ini selalu saja gelap. Aku mencari dan mencari, hingga ke Pedder Bay.. Hingga ke ujung bukit Victoria. Dan tiba-tiba aku baru menyadari, di manapun aku berada, selalu ada Tara


BODOH!!!

And now u realize that u've lost the moon while counting stars!!!

REGRET???
Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
November 8, 2009
kami menemukan sebuah sosok yang telentang bukan karena sakit atau terjatuh, tapi karena ia memutuskan : hari ini, aku mati.
kemala suwandi. ibu nadira.

Nadira pikir ia kuat, tapi ia menangis di ujung, dan tangis hanyalah bentuk emosi.

Nadira pikir ia bersahabat dengan Nina, namun kakaknya hanyalah seseorang yang ambisius dan tidak mau mengalah, serta rapuh hatinya.

Nadira pikir ayahnya sekuat dirinya, ketika sang ayah terus bercerita tentang kejayaannya sebagai wartawan.

Nadira pikir ia sabar, ketika seorang narapidana membuka luka hatinya dan memaksanya bertindak kelewat batas.

Nadira pikir ia cinta. Hanya cinta yang mengeluarkannya dari keterpurukan gelombang hitam dan air mata yang mengungkung.

Nadira pikir ia jatuh cinta.
wahai matahari yang melahirkan pagi
surya yang mengungkap seorang panji
jangan segera datang
biarlah malam tetap berjelaga
kita menjadi sosok tanpa nama


Nadira pikir ia mati, dunia terus bergerak di sekelilingnya, dan ia hanyut di dalamnya, hanya mengikuti ritme semata.

Nadira pikir ia tak tahu apa-apa. Cinta memang datangnya tepat, namun tanpa muslihat sehingga semuanya terlambat.

Nadira pikir ia harus pulang, harus tahu dan harus membuat keputusan.

***
Topeng-topeng manusia hidup dalam topeng. Dalam wajah ceria tersimpan duka, dalam wajah harap tersimpan luka, sementara yang lain tak tahu apakah harus sedih untuk mendapatkan cinta.

Siapa yang tahu isi hati Kemala, Bram, Nina, Utara Bayu, Niko Yuliar, Gilang Sukma. Berbagai sudut pandang tentang Nadira membingkai kehidupannya yang penuh teka teki dan warna.

Nadira yang sedih tenggelam dalam kehilangan sang ibunda. Apa yang tampak di kulit luar mereka ternyata tak mampu menyembunyikan kebobrokan, kesedihan, dan kepedihan orang-orang di sekitarnya. Perlahan Nadira mulai mengerti. Kepalsuan untuk membingkai sesuatu yang bernama kebahagiaan.
Atau kebahagiaankah yang didapat dari jalan terlarang?

Nadira terus mencari. Menyelidiki. Menemukan.

***
Dengan latar belakang cerita yang sama dengan skenario Dunia Tanpa Koma, Leila memotret seorang jurnalis yang dibingkai dalam cerita ini, digambarkan amat jauh lebih bagus, dengan karakter yang kuat dan menonjol.

Jalinan cerita yang memerangkap dan membius.Lalu kuberikan bintang bintang bintang bintang bintang untuk 9 dari Nadira.




Profile Image for ucha (enthalpybooks) .
201 reviews3 followers
July 29, 2010
Review #3

Selesai sudah membaca 9 cerpen apik dalam buku kumpulan cerpen ini. Salah satu buku yang sangat direkomendasikan untuk dibaca. Mbak Leila Chudori sungguh pandai bercerita, aku menikmati setiap kalimat yang disajikan, gaya penulisannya yang bagus dan alur cerita yang dengan caranya sendiri saling berkaitan satu sama lainnya.

Kematian adalah perpisahan besar (SGA)

Tindakan bunuh diri yang dilakukan Kemala Suwandi dan semua hal yang terjadi sesudahnya menjadi benang merah sepanjang kumpulan cerpen ini. Pertanyaan besar Nadira-seorang jurnalis- atas kejadian ini adalah MENGAPA ibunya melakukannya?

Dibalik kejadian bunuh diri selalu ada motif yang melatarbelakanginya. Bagi aku sendiri, ada beberapa kejadian selama ini yang berhubungan dengan tindakan tersebut. Ketika masih SMP, sebelum pelajaran dimulai, seorang temanku ambruk tepat di jalur tengah antar meja dengan mulut sedikit berbusa. Entah obat atau pil apa dan seberapa banyaknya yang sudah ditelannya, bagi kami waktu itu yang ada hanya kepanikan dan bagaimana caranya membawa ke rumah sakit. Untunglah dia sempat tertolong dan yang kami tahu alasannya melakukan tindakan itu adalah masalah keluarga. Dulu ketika beberapa kali sempat mengunjungi daerah Gunung Kidul di Yogyakarta sempat terbayang kisah “pulung gantung” tentang kejadian gantung diri yang kerap terjadi disana. Motif kesulitan ekonomi menjadi salah satu alasan akan tingginya angka bunuh diri, namun sebenarnya hal ini juga dikaitkan dengan kejadian mistik yang menyelimuti kisah pulung gantung ini. Setahuku ada dua buku yang meneliti tentang kejadian ini : Pulung Gantung - karya Darmaningtyas dan Talipati - karya Iman Budhi Santosa

Beberapa bulan lalu, ibu bercerita setelah melayat salah satu tetangga yang paginya menabrakan diri pada laju kereta. Atau beberapa waktu lalu banyak kejadian terjun bebas di dalam mal, bahkan tadi pagi mendengar berita ada pria tewas setelah melompat dari lantai 8 apartemennya. Mungkin saking banyaknya kejadian ini di Indonesia ada salah satu situs baru yang mengkhususkan pada fenomena ini. www.janganbunuhdiri.net

Selalu ada motif.

Kembali ke Nadira. Bunuh diri yang dilakukan ibunya seakan aib yang terus melekat pada hidupnya sesudahnya, selain itu pertanyaannya melekat mengapa ibu meninggalkan kami. Bukan hanya Nadira namun seluruh keluarganya. Kejadian itu sangat menyakitkan, semua melarikan diri : Nina dengan kehidupan New York dan kuliahnya, Arya mencari pelarian di kedalaman hutan, dan Bram- ayahnya pada masa lalu pekerjaannya sebagai wartawan, tinggallah Nadira sendiri. Mungkinkah lewat kum-cer ini mbak Leila mau menunjukkan ketercerai-beraian satu keluarga dalam menghadapi satu kejadian amat menyakitkan, dan apakah tak ada jalan lain untuk saling menyembuhkan luka bersama-sama diantara keluarga tersisa. Tentang motif, sepertinya Mbak Leila masih menyimpan alasan Kemala itu sampai ia ingin mengakhiri kisah-kisah ini.

Perpisahan adalah kematian kecil (SGA)

Setidaknya ada 3 perpisahan dalam kum-cer ini : Kemala & Bram, Nina & Gilang dan Nadira & Niko. Semoga tidak menyusul : Utara & Novena. Sedangkan kabar baiknya adalah yang coming soon akan menikah : Amalia & Arya &, Halimah & Rojali (Cerpen nadira-10). Sahabatku pernah berkata bahwa dalam berelasi entah itu dalam berkomunitas, berpacaran ataupun menikah bukan hanya untuk hidup bersama namun apa yang lebih penting adalah bagaimana bersama-sama hidup. Hidup bersama cenderung saling meniadakan. Itulah yang dilakukan Nadira-meniadakan diri- ketika memutuskan menikah dengan Niko, yang telah dipertanyakan dengan sengit oleh Arya ketika Nadira memilah buku untuk menyesuaikan dengan selera Niko. Bersama-sama hidup adalah satu pilihan untuk saling meng-ada satu sama lain. Cinta adalah yang pertama,namun sikap peduli juga hal yang utama dalam hubungan dua manusia. Bram tidak menyadari beban yang ditanggung Kemala, sedangkan Gilang sibuk dengan hasrat apa yang ada di bawah perutnya, dan Niko sudah bosan bermain di teduhnya danau Nadira.

Apa yang tersisa, lagi-lagi : hal yang menyakitkan.

Mungkin Pak Satimin (ada di cerita Nadira-10) dan yang lainnya mengharapkan Tara dapat menyembuhkan luka Nadira. Mungkin tidak. Saat ini satu-satunya sumber kebahagiaan Nadira adalah kehadiran Jodi-anaknya. Melihat ending dari cerpen yang kesembilan, kok sepertinya Nadira akan mengalami sakit(sekali) lagi. Padahal semua orang berhak memilih untuk berbahagia, termasuk Nadira.

Membaca cerpen-cerpen ini membuatku merenung terutama akan hubungan dalam keluarga, apakah kadang seperti si sulung Nina, atau apakah ada kejadian menyakitkan masa kecil yang belum selesai.

Hanya cukup penasaran dengan satu hal : jamban seperti apa yang dipakai waktu Nina mencelupkan kepala Nadira sebagai hukuman.

Special thanks : buat Kak Roos dan Mbak Indri atas sumber dan atas didiet atas kiriman Nadira-10.
*walaupun masih nagih lagi untuk cerita berikutnya*
Profile Image for Sweetdhee.
514 reviews115 followers
May 24, 2010
3 bintang untuk kata-kata yang menyihir, ide cerita, dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk menulis dari satu cerpen ke cerpen yang lain.
1 bintang untuk rasa nagih yang dirasakan pas baca setiap ending cerpennya



Kalau aku bunuh diri, kira2 apa ya alasannya?
Hal ini yang ada di otak saat membaca sinopsis di belakang buku ini..
Kalau aku bunuh diri, apa mungkin karena putus asa akan cinta?
Apa mungkin karena tidak tahan akan tekanan pekerjaan?
Apa mungkin karena tidak bisa memenuhi harapan orang2 terdekat?
Atau...hanya karena aku tidak merasa bahagia?

hmmm...bahagia
satu kata yang rasanya sangat jauh untuk dicapai oleh Nadira
jauh sebelum Ibunda nya, Kemala, memutuskan bahwa hidupnya terhenti di suatu pagi, Nadira sudah bingung mengartikan esensi dari kata bahagia

Kebahagiaan itu, apakah sudah terhalang oleh bayangan Yu Nina yang berulang kali menenggelamkan kepala Nadira ke delam jamban waktu kecil?
atau ketika Mas Arya yang rela bertanggung jawab atas meledaknya kamar Nadira dan Yu Nina padahal sebetulnya Mas Arya sedang bermain petasan di halaman belakang?

Kebahagiaan semakin jauh dirasakan Nadira selama tiga tahun bersemayam di kolong meja kerjanya setelah Kemala bunuh diri.
Bodohnya Utara Bayu pun tidak membantu Nadira mencerna..
Tapi hey, butuh dua tangan untuk bertepuk, jadi kebodohoan bukan hanya milik Utara, tapi juga Nadira..
Mungkin Nadira mengira bahagia menghampirinya saat bersama Niko, dan kenyataannya?

Entahlah
Suasana kelam benar-benar dirasakan sepanjang buku ini
Sekelam lambung yang meronta selama dua hari dan membuat saya meringis miris selama membaca buku ini..

Ah, Nadira..cerita apalagi yang akan kau bawa setelah membiarkanku makin meringis membaca akhir buku ini?

PS
udah baca cerpen yang kesepuluh juga yang dimuat di majalah Femina edisi hari Kartini, No. 16/XXXVIII..tetep ya, tidak menjawab rasa penasaran, malah makin nyandu...arrrrrgggggggghhhhh...nunggu lagi nih..sudah 10 dari Nadira...nunggu yang kesebelas, dua belas, tiga belas..nagiiiiiih


Profile Image for ABO.
419 reviews47 followers
December 26, 2015
THIS BOOK WAS BEYOND AMAZING! Bahagia rasanya di akhir tahun ini nemu lagi satu buku yang sangat berkesan. Semoga saya bisa segera beli yang edisi barunya. Penasaran dengan 2 cerpen tambahannya.
Profile Image for Helvry Sinaga.
103 reviews31 followers
August 18, 2010
Sebelum menulis review ini, saya melakukan jelajah jejak dari Leila S. Chudori di mesin pencari Google. Selama ini jejak seseorang di dunia maya tergantung setenar apa dia, karya apa yang dibuat, dan juga seberapa banyak orang lain menulis tentang dia. Beruntung, review tentang kumpulan cerpen 9 dari Nadira ini cukup banyak tersedia di dunia maya, banyak orang seolah "tidak mau ketinggalan" meresensi bukunya ini, termasuk saya.

Sekilas tentang Penulis
Dari hasil googling tersebut, tahulah saya apa singkatan "S" pada namanya, yakni Salikha. Perempuan kelahiran Jakarta, 12 Desember 1962, ini mulai sebagai penulis anak-anak. Karya-karya awal Leila kerap dimuat di majalah Si Kuncung, Hai, dan Kawanku. Ketika dewasa, cerita pendeknya dapat ditemui di majalah sastra Horison, dan Matra. 9 dari Nadira merupakan karya fiksi pertamanya yang diterbitkan sejak buku kumpulan cerpen Malam Terakhir pada tahun 1989. Ayah Leila, Mohammad Chudori adalah seorang wartawan kantor berita Antara. Saat ini Leila tinggal bersama putrinya Rain Chudori-Soerjoatmodjo, yang juga merupakan penulis dan peresensi film. Resensi yang ditulis Rain antara lain film (500) Days of Summer untuk Jakarta Post dapat dilihat di sini.

tentang Kumpulan Cerpen
Terserah pada Leila apa nama yang mau diberikan, apakah itu kumpulan cerpen atau novel. Namun, pembaca berhak untuk menilai. Buku ini lebih tepatnya adalah novel, walau diberi nama kumpulan cerpen. Cerpen di dalam ini seolah berdiri sendiri, namun punya satu tautan dengan cerpen lainnya.

Berhubung buku yang saya baca belakangan adalah kumpulan cerpen, saya mencoba membaca dari judul terakhir, Utara Bayu dan At Pedder Bay. Cerpen ke 8 dan 9 tersebut, cukup memberi gambaran awal bagi saya tentang Nadira.

Nadira adalah seorang wartawati Majalan Tera. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia memanggil Kakaknya dengan Yu Nina dan Kang Arya. Dari hasil identifikasi cerita, diketahui bahwa Nadira lahir di tahun 1962, Arya lahir tahun 1961, dan Nina lahir di tahun 1958.

Mereka terlahir dari keluarga yang berpendidikan. Ayah Nadira, Bram adalah seorang wartawan, ayahnya bertemu dengan ibunya Nadira, Kemala Suwandi ketika sama-sama menempuh pendidikan di Belanda. Kemala Suwandi di Vrije Universiteit, sedangkan Bram di Gemeentelijke Universiteit. Kemala mengambil jurusan sastra, sedangkah Bram mengambil jurusan politik dan ekonomi.

Nadira dan kedua kakaknya tumbuh dalam pola asuh yang baik. Dari kakeknya, mereka menerima pelajaran agama dengan kuat. Dari orangtuanya, mereka memperoleh kebebasan dalam menentukan bidang yang mereka minati. Mereka tumbuh besar, Nina menaruh peminatan pada sejarah politik, Arya pada kehutanan, sedangkan Nadira pada jurnalistik.

Cerita yang tersaji dalam kumpulan cerpen ini dibuat meloncat-loncat. Pada cerpen pertama "Mencari Seikat Seruni" beberapa cuplikan buku harian Kemala memberikan gambaran, bagaimana ia mengawali hari-harinya di Amsterdam dan kisah bertemunya ia dengan Bram. Kisah awal pada cerpen ini ketika seluruh keluarga terkejut dengan peristiwa bunuh dirinya ibu Nadira.

Kesembilan cerita fiksi ini "sepertinya" bertautan dengan kehidupan pribadi Leila yang digambarkan dalam karakter Nadira. Persamaannya antara lain, berayahkan wartawan, bekerja di majalah berita, berkelahiran di tahun 1962, dan bersekolah di Kanada. Pada cerpen "Tasbih" ada sebuah tasbih yang diberikan oleh Kakeknya pada ibunya, dan itulah benda yang membuat Nadira tenang, selain itu bercerita tentang pengalaman ketika mewawancarai seseorang, Nadira menonjok orang yang diwawancarai karena orang tersebut menghina ibunya.

Leila menggambarkan kekuatan (sekaligus kelemahan?) perempuan menghadapi hidup. Demi mengurus keluarga, Ibu Nadira tidak menyelesaikan sekolah di Belanda. Nina menemukan cinta dari seorang koreografer yang kemudian meninggalkannya karena terpikat perempuan lain, Nadira bangkit dari keterpurukan setelah bertemu dengan Niko, yang kemudian juga mereka berpisah.

Saya menilai tidak mudah menyusun cerita ini. Saya beranggapan Jika cerita ini benar-benar fiksi, maka sungguhlah hebatlah Leila meramu kisah fiksi. Saya beranggapan dengan membaca buku ini, kita dapat membaca mini biografi Leila dalam sebuah buku. Apa sebenarnya motif ibu Nadira sehingga ia bunuh diri, bagi saya itu tidak penting, sebab seperti yang ditonjolkan Leila, bahwa bangkit dari keterpurukan dan kembali ceria menghadapi hidup, itulah warna-warni hidup. Lewat buku ini, Leila telah berbagi hidup dengan saya.


@hwsjkt18082010




Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,056 reviews294 followers
June 1, 2015
9 dari Nadira adalah buku ketiga yang saya baca dari penulis yang mempunyai nama lengkap Leila Salikha Chudori, sebelumnya ada Pulang dan Malam Terakhir. Berbeda dengan Malam Terakhir yang sama-sama merupakan kumpulan cerpen, buku ini ada benang merah yang kuat antara cerita satu dengan lainnya, sedangkan Malam Terakhir berdiri sendiri, tidak terkait. Benang merah yang kuat itu adalah Nadira. Kita akan melihat kehidupan dan kompleknya keluarga Nadira dari berbagai sisi. Seperti yang pernah dijelaskan mbak Leila pada reriuangan yang pernah saya hadiri, semua novelnya bertema keluarga dan buku ini bercerita tentang keluarga Suwandi.

1. Mencari Seikat Seruni

Apa yang akan kamu lakukan jika melihat orang yang kamu sayang bunuh diri? Membaca Yasin dengan suara tertahan sambil mengusir air mata, menangis tersedu-sedu sampai melolong, atau mencari bunga seruni, bunga favoritnya?

Dan pertanyaan terbesar adalah kenapa? apakah tidak bahagia dengan hidupnya? padahal dia mempunyai suami yang dicintai dan anak-anak yang disayangi sepenuh hati.

Cerpen ini bercerita tentang Nadira dan ibunya, ada bagian flashback ketika pertama kali ibu Nadira, Kemala, bertemu dan akhirnya menikah dengan Bramantyo, suaminya.

2. Nina dan Nadira

Tentang Nadira dan kakak perempuannya, Nina. Semasa kecil dulu ada kejadian yang tak akan pernah mereka berdua lupakan, kejadian ketika Nina menenggelamkan kepala Nadira di jamban dengan tuduhan mencuri uang, padahal uang tersebut adalah hasil kepiawaian Nadira dalam bercerita. Kejadian itu membuat Nina merasa gagal sebagai seorag kakak, gagal menjadi kakak sulung yang baik, mengecewakan orangtuanya, mengecewakan ibunya karena ibunya ingin dia menyayangi dan merawat adik-adiknya.

3. Melukis Langit

Tentang Nadira dan ayahnya. Kematian Kemala merubah kehidupan suami dan anaknya. Nadira menjadi gila kerja, mengganggap kolong meja kerjanya sebagai rumah dan dia kehilangan emosi, kakak laki-lakinya, Arya memilih melarikan diri ke hutan, Nina memilih luar negeri untuk melupakan masa lalu dan ayahnya yang merindukannya ia selalu menginggat profesinya dulu sebagai wartawan handal. Hanya Nadira yang ada untuk ayahnya ketika dia mulai kehilangan semangat hidup, membereskan semua persoalan keluarganya.

4. Tasbih

Tentang Nadira dan profesinya. Ketika Nadira meliput bagian kriminalitas dan hukum, dia bertemu dengan Bapak X, seorang psikiater yang selalu melakukan pembunuhan pada perempuan paruh baya yang mempunyai anak lelaki, dan setelah itu mulut korbannya selalu dirobek. Alih-alih mengorek informasi tersangka, Bapak X malah bertanya tentang keluarga Nadira, tentang bagaimana ibunya bunuh diri, melihat kebencian Nadira kepada Nina. Di bagian ini juga dikisahkan masa kecil Nina, Arya dan Nadira.

Bunga seruni cocok untuk seseorang yang lelah dengan dunia… Seseorang yang ingin pensiun dari hidupnya.


5. Ciuman Terpanjang

Tentang Nadira dan laki-laki yang mencintainya. Ada seorang teman Nadira yang tidak berani mengungkapkan hatinya tapi dia selalu mencoba selalu ada. Ketika pemakaman ibunya dialah yang menemani mencari bunga seruni, ketika dia ingin memegang tasbih yang pernah diberikan kakuknya kepada ibunya, agar merasa lebih tenang, dia mencarikannya. Dia selalu menegur ketika Nadira tertidur di kolong mejanya, dia, dia, dia yang dengan bodohnya sulit mengucap kata cinta yang akhirnya terluka ketika Nadira menemukan seseorang yang membuatnya tertawa lagi, Niko Yuliar. Si Bodoh itu bernama Utara Bayu.

Tahukah Kang, selama bertahun-tahun sejak ibu pergi meninggalkan kita, ada sebuah batu besar yang membebani tubuhku, hatiku, jantungku, yang menyebabkan aku hanya bisa celentang di dalam kubur itu, tanpa bisa hidup, dan juga tidak mati?

Dan tahukah, Kang Arya, tidak ada satupun, tidak ada siapapun yang bisa menggangkatku dari lubang kubur. tara hanya bisa menjenguk diriku ke permukaan liang kubur dan memberikan wajah simpati. Seisi kantor hanya bisa kasak-kusuk mengasihani aku, seorang wartawan yang bernasip malang karena ibunya bunuh diri. Yang kemudian tak akan pernah berani menjalin hubungan yang serius dengan lelaki manapun. Di luar? sanak saudara kita tak merasa mempunyai reaksi yang tepat… antara rasa prihatin, sedih, kasihan sekaligus amarah.

Bertahun-tahun, setelah aku terpuruk di lubang kubur itu, aku tak kunjung mendapatkan jawaban: mengapa Ibu sengaja memutuskan pertalian kita. Mengapa Ibu memilih untuk meninggalkan kita dengan cara yang begitu sia-sia.

Sampai akhirnya hanya satu, ya satu lelaki yang datang dan menyodorkan tangannya. Dia langsung mengambil tanganku dan mengajakku untuk bangun dari lubang kubur itu. Tanpa ragu, tanpa jeda. Dia tak membutuhkan waktu untuk berpikir ulang, karenanya dia yakin aku harus bersama dia.


6. Kirana

Tentang Nadira dan Candra Kirana, putri Raja Daha yang teraniyana oleh ibu tirinya. Kirana melarikan diri dan menyamar sebagai Panji Semirang, dia mendirikan perkampungan Asmarantaka sembari mencari kekasihnya, pangeran Kediri Inu Kertapati. Dalam hidup selalu ada kesalahan yang pernah dilakukan, begitu juga degan Nadira, dia salah memilih. Tapi dari kesalahan itu dia belajar dan mendapatkan sesuatu yang berharga.

7. Sebilah Pisau

Tentang Nadira dan pengagum rahasianya. Kris pertama kali mengenal Nadira sebagai seorang perempuan yang penuh semangat, cerdas, malas berdandan, tidak banyak bicara, ekspresif, lebih suka menuangkannya dalam tulisan. Setelah dua tahun dia mendapati perubahan sangat besar pada Nadira, sejak ibunya bunuh diri. Nadira menjadi tidak punya emosi, jarang tersenyum dan menyiksa diri dalam pekerjaan. Dia menjadi pengamat, dia diam-diam menyimpan perasaan sama seperti wartawan serius di kantornya. Dia hanya mengungkapkan perasaan pada goresan tangannya, melalui sketsa-sketsa yang dibuatnya. Nadira punya dunianya sendiri dan Kris tidak bisa merabanya.

8. Utara Bayu

Tentang Nadira dan orang yang terluka karenanya. Keresahan orangtua yang anaknya enggan menikah, itulah yang dialami orangtua Utara Bayu. Meraka tahu kenapa anaknya tidak lekas menikah, karena sulit melupakan Nadira yang sudah menikah, bercerai dan pindah ke Kanada. Mereka pun mencoba menjodohkan Utara Bayu dengan reporter majalah Tera, tempat di mana anaknya bekerja.

9. At Pedder Bay

Kita membutuhkan jeda dari hiruk-pikuk aliran hidup kita.


Tentang Nadira dan Marc, yang membicarakan Arya. Undangan pernikahan kakaknya merobohkan niat Nadira untuk tidak kembali lagi ke Indonesia, sama seperti Nina, dia mengganggap dirinya tidak punya rumah dan sejarah. Percakapannya dengan Marc, mantan pacarnya zaman kuliah sedikit membuka matanya, demi Arya, demi ‘unfinished business’ yang bernama Tara.

Banyak yang bilang kalau buku ini sebenarnya novel karena bercerita tentang Nadira yang sama, banyak juga yang bilang kalau Kumcer karena berdiri sendiri dan bisa dibaca tanpa berurutan. Terserahlah, saya membacanya berurutan dan bisa dibilang saya memihak kalau buku ini sebenarnya novel. Alasannya adalah saya menemukan perkembangan setting waktu dan karakter di dalam buku ini. Di cerpen pertama kisah dibuka dengan kematian ibu Nadira dan di cerpen terakhir di tutup bagian di mana Nadira sudah melewati kisah yang begitu panjang, terluka bertahun-tahun karena ditinggal ibunya tanpa sebab, mulai menemukan kebahagaiaan, menikah, mempunyai anak, bercerai, pindah ke Amerika sampai pada dia ingin kembali dan menyelesaikan masalahnya, berurutan. Saya juga suka gaya bercerita mbak Leila, jenius! Berbeda dengan Malam Terakhir yang lumayan memaksa saya harus berkonsentrasi membacanya atau Pulang yang mudah dicerna. Buku ini bahasanya biasa kecuali Kirana yang sedikit banyak mengandung metafora, mencampuradukkan dengan cerita Panji Semirang, cerita rakyat yang berasal dari Jawa Timur. Buku ini juga banyak sekali menebar teka-teki dan jawabannya ada di cerpen lainnya, mencari jawaban teka teki itulah yang menarik. Misalnya saja di cerpen pertama kita akan sangat dibuat penasaran kenapa Kemala sangat menyukai Seruni, dan di cerpen Tasbih kita menemukan jawabannya.

Ada yang bilang lagi kalau cerita dibuku ini banyak terispirasi dari kisah nyata penulisnya sendiri. Saya pun mencoba mencocokkannya. Ayah mbak Leila adalah seorang wartawan di majalah Kantor Berita ANTARA, profesi Nadira dan mbak Leila pun sama, Nadira bekerja di majalah Tera dan mbak Leila adalah wartawan majalah Tempo sejak tahun 1989, sama-sama pernah mewawancarai Presiden Cory Aquino -Presiden Filipina- pada tahun 1989, pernah menikah dengan Yudhi Soerjoatmodjo, fotografer jurnalistik yang kerap membuat esai foto yang akhirnya bercerai dan dari hasil perkawinannya lahir putri satu-satunya, Rain Chudori-Soerjoatmodjo, Nadira juga punya satu anak yang bernama Jodi. Sama-sama pernah kuliah di Kanada, mbak Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di “Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges)” di Victoria, Kanada. Itulah beberapa kesamaan yang saya dapatkan antara Nadira dan mbak Leila. Dulu mbak Leila pernah bilang, terkadang dia memasukkan apa yang dia sukai ke dalam tulisannya seperti ibunya yang suka memberinya pesan kematian, siapa yang mewarisi apa, begitu juga dengan Kemala yang ketika dia meninggal dia ingin bunga seruni menghiasi makamnya, hal ini juga saya dapatkan di novel Pulang di mana sang tokoh utama, Dimas Suryo ingin dimakamkan di Karet. Tak jarang menyisipkan buku, musik atau film favoritnya, seperti beberapa penulis favoritnya yang sering disebut dibukunya; Virgina Woolf, Sylfia Plath, Franz Kafka, Dostoyewsky.

Tokoh favorit saya adalah Utara Bayu, karena selain ganteng saya suka bagaimana cara dia mencintai Nadira walau dibilang pengecut dan bodoh, saya suka perhatian yang dia berikan, manis sekali. Untuk tokoh yang paling waras saya kira hanya Arya, dia satu-satunya yang selesai dengan dirinya sendiri, berhasil mengatasi masalahnya, sempat menghilang karena kehilangan ibunya toh dia kembali dan mulai menata hidupnya, bahkan ketika membaca masa kecilnya, dia sudah terlihat kuat dan penyayang. Brahmantyo pun yang waktu muda punya semangat membara loyo ketika ditinggal istrinya dan jabatan barunya, dia seperti orang yang sudah tidak punya semangat hidup, selalu membayangkan waktu menjadi wartawan luar negeri sama seperti prestasi yang dihasilkan Nadira sekarang, dia selalu terbayang oleh masa lalu. Yang paling lemah adalah Nina, dia haus akan pengakuan, terlalu dilanda kecemburuan, dia ingin menjadi panutan tapi sayangnya keiriannya pada Nadira membutakannya sehingga kerap dia mengecewakan orangtuanya, terlebih ibunya. Selain Kemala, tokoh Nina merupakan tokoh yang sulit untuk saya pahami, mereka sama-sama komplek, banyak sekali masalah yang terjadi dan tidak bisa tertebak. Saya tidak mengerti kenapa dia tidak bisa minta maaf kepada Nadira padahal dia yang menyebabkan Nadira selalu memasukkan kepalanya ke dalam air ketika sedang stress, dampak perbuatannya waktu kecil yang meneggelamkan kepala Nadira di jamban, yang menyebabkan Nadira selain menyayangi sekaligus membencinya. Sama halnya dengan alasan Kemala bunuh diri. Nadira sebenarnya juga sulit dipahami, tapi saya mendapatkan pencerahan ketika membaca Ciuman Terpanjang, di surat yang ia tulis untuk kakaknya, yang tidak menyetujui pernikahannya dengan Niko.

Semua buku mbak Leila berbau suram, penuh kesedihan. Alih-alih ingin menampilkan kelemahan tokoh utamanya dia malah memperlihatkan kekuatan yang bisa dimiliki oleh Nadira. Nadira kuat ketika ibunya meninggal, dia tidak menangis seperti keluarga lainnya, walau sempat terpuruk dan kehilangan tawa dia kebali bangkit ketika menemukan cintanya, dia terluka lagi karena gagalnya pernikahan tapi dia bangun dan mencoba dan terus mencoba kuat.

Bagian yang saya sukai ada di cerpen Tasbih, bagian ketika Tara mencoba mencari sesuatu yang bisa membuatnya tenang.

“Aku ada sesuatu untukmu…,” Tara mengambil seikat bunga seruni berwarna putih dari laci. “Aku tak berhasil menemukan tasbih ibumu…”

“He?”

“Bawa saja…”

Nadira menerima seikat kembang itu dan menatapnya, masih tak percaya. Lalu dia mencabut tiga tangkai seruni dan memasukkannya ke dalam ranselnya.


Beberapa cerpen di buku ini pernah di muat di media masa, seperti Melukis Langit, cerita pertama tentang Nadira yang pertama kali diterbitkan di majalah Mantra pada tahun 1991 dan mengalami revisi pada 2009. Nina dan Nadira yang juga pernah diterbitkan di majalah yang sama pada tahun 1992 juga mengalami revisi. Cerpen pertama di buku ini malah terbit pertama kali di majalah Horison April 2009 diikuti dengan Tasbih di bulan September 2009. Tidak heran kalau buku ini masuk ke dalam nominasi Khatulistiwa Literary Award 2010 untuk kategori fiksi, melihat bagaimana mbak Leila menggabungkan cerita dari berbagai tahun menjadi satu kesatuan yang utuh, cerpen pertama yang dibuat malah menempati posisi ketiga di daftar isi.

Alurnya flashback, salah satu ciri dari tulisan mbak Leila, ada bulan dan tahun terjadinya cerita sehingga tidak akan membuat kita bingung, bahkan kalau kita cermat kita bisa menentukan kapan Nadira lahir dan kejadian lainnya. Karena berbentuk cerpen, sudut pandangnya mayoritas orang pertama dan ketiga, untuk cerpen Sebilah Pisau terasa yang paling berbeda karena sudut pandangnya dari Kris, teman kerja Nadira. Untuk covernya, kalau tidak salah mengartikan adalah gambar Kirana, diambil dari ilustrasi cerpen keenam. Di setiap bab akan ada iulustrasi yang keren karya Ario, ilustrasi yang mewakili inti setiap cerpen dan yang paling favorit adalah di cerpen Ciuman Terpanjang, gambar Nadira bangkit dari kubur dan mengeggam tangan seseorang. Untuk typo tidak perlu khawatir, hampir mulus, ada bagian yang bercetak miring yang dibuat untuk pembeda sudut pandang yang awalnya sedikit membingungkan tapi ketika kita menikmati ceritanya itu tidak menjadi masalah. Banyak yang mencak-mencak karena endingnya yang sangat sangat menggantung, kabarnya, mbak Leila sedang menggarap lanjutan 9 dari Nadira dan kumpulan cerita seorang pembunuh bayaran, Lembayung Senja, semoga saja ceritanya sekeren cerpen Tasbih yang berbau psikologi dan thriller. Tapi, ada cerpen kesepuluh tentang Nadira yang cukup membuat penasaran akan kelanjutannya dan cerpen ini pernah dimuat di majalah Femina edisi khusus Kartini, April 2010, cerpennya bisa dibaca di sini, enjoy ^^

Untuk keseluruhan, buku ini saya rekomendasikan buat kamu yang menyukai cerita keluarga yang komplek.

4 sayap untuk cerita tentang Nadira.
Profile Image for Alvina.
732 reviews122 followers
December 28, 2015
Endingnya bikin saya gemas. Mengutip kata Nadira, nggantung kayak kelelawar.
Nadira juga berubah. Mungkin dia lelah. Mungkin dia juga mengalah pada umurnya yang tak lagi muda. Entah kenapa saya lebih suka sosok Nadira yanh keras kepala dan berkemauan kuat, yang tidur di kolong meja. Karena saat itulah sosoknya benar benar membuat saya terpikat, begitulah kekuatan wanita. Ia mampu tegar sekaligus rapuh pada saat yang bersamaan.

Review lengkap menyusul ah..

*nyeduh kopi jahe*
Profile Image for Endah.
285 reviews157 followers
November 21, 2009
Sudah berabad-abad yang lalu rasanya ketika terkahir saya membaca cerpen Leila S Chudori, pengarang yang karya-karyanya turut mewarnai hari-hari remaja saya. Yang paling saya ingat itu cerpennya yang berjudul “Saya dan Apuy”, kalau tak keliru mengingat, pernah dimuat di majalah Gadis. Masih di majalah yang sama, Leila pernah juga menulis sebuah cerita bersambung: “Seputih Hati Andra”. Kedua kisah fiksi ini bertutur seputar dunia remaja dan gejolaknya.

Bertahun kemudian, saya sempat kehilangan penulis ini. Baru pada sekitar awal 90-an, saya “menemukannya” kembali lewat Malam Terakhir. Di buku kumpulan cerpennya ini, saya mendapati dirinya yang mulai beranjak dewasa. Kisah dalam cerpen-cerpennya, bukan lagi kisah cinta monyet anak-anak baru gede, tetapi mulai merambah dunia sosial politik. Leila mulai kritis memandang yang terjadi di masyarakat. Umpamanya, ihwal hak mengeluarkan pendapat yang terpasung (“Pasien Dokter Gigi Yos”).

Lalu, kembali saya kehilangan jejaknya. Sebenarnya sih ia tak hilang, karena masih sering saya dapati tulisan-tulisannya di majalah Tempo berupa artikel, berita, atau ulasan buku dan film. Katanya, ia masih suka menulis cerpen juga yang dimuat di majalah Matra. Tetapi karena saya tidak membaca majalah tersebut, praktis saya tidak mengikuti lagi cerpen-cerpennya.

Dan pada 2006, ia muncul kembali melalui skenario drama televisi yang ditulisnya, Dunia Tanpa Koma. Sinetron serial yang diperankan oleh bintang jelita, Dian Sastrowardoyo ini, menampilkan kisah seputar dunia wartawan, dunia yang digeluti Leila hingga hari ini.

Tiga tahun berikutnya, lahirlah 9 dari Nadira, sebuah novel unik yang terdiri dari 9 fragmen yang bisa saja dibaca secara sendiri-sendiri sebagaimana halnya cerpen. Maksud saya, setiap babnya merupakan satu cerita yang seolah-olah berdiri lepas walaupun pada akhirnya membentuk sebuah novel yang utuh.

Agak mirip dengan Dunia Tanpa Koma, 9 dari Nadira pun bercerita tentang seorang gadis yang berprofesi sebagai wartawan majalah berita mingguan. Tak jauh-jauh dari kehidupan penulisnya. Malah, tokoh utamanya, Nadira, bisa jadi adalah perwujudan Leila muda. Mereka sama-sama wartawan, sekolah di Kanada, menulis cerpen, dan sama-sama anak ketiga dari seorang ayah yang juga wartawan. Tak heran kalau Nadira bisa menjelma begitu hidup dalam novel ini. Leila seperti sedang menulis tentang dirinya sendiri.

Dasar memang penulis berbakat, kendati telah lama tak mengarang fiksi, tulisan Leila tetap saja memikat dan menjadikan novel ini sebuah kisah realis dengan tokoh-tokoh yang sangat manusiawi. Semua karakternya tampil wajar ibarat aktor dan aktris yang berakting natural. Mereka begitu hidup dan “sempurna” sebagai seorang manusia biasa yang memiliki sisi gelap dan terang. Nyaris antihero. Jenis kisah yang saya sukai.

Satu lagi yang patut mendapatkan pujian dari saya adalah ilustrasi keren, termasuk desain kovernya, yang dibuat oleh Ario Anindito. Gambar-gambarnya telah membuat penampilan buku ini semakin menarik, terutama pada bab “Sebilah Pisau”. Meskipun bab ini, menurut saya, tidak perlu ada karena hanya mengulang penceritaan sosok Nadira dari angle Kris, ilustrator majalah tempat mereka bekerja, tetapi menjadi menarik lantaran ilustrasinya. Sebelumnya, tokoh Kris belum pernah muncul dan setelahnya juga tidak pernah diceritakan lagi. Jadi, seandainya bab ini tidak ada, ya juga tidak apa-apa. Tidak akan memengaruhi keseluruhan kisah. (Eh, tapi nanti judulnya jadi 8 dari Nadira dong, ya? :D)

Sejatinya, 9 dari Nadira adalah sebuah roman cinta yang berujung tidak bahagia. Karakter Nadira cenderung murung, pendiam, dan rapuh. Apalagi setelah kematian ibu yang sangat dicintainya. Praktis, kehidupan bagi Nadira menjadi kian suram dan senantiasa mendung. Tara, bos yang diam-diam memendam cinta padanya, tak bisa berbuat banyak. Hubungan dengan Nina, kakak sulungnya, juga telah lama mendingin. Sementara, kakak lelakinya, Arya, memilih hidup di hutan. Tinggallah Nadira dengan ayahnya, pensiunan wartawan yang menderita post power syndrome.

Ketika kemudian Nadira merasa menemukan cinta pada sosok Niko, ia lagi-lagi harus menelan kekecewaan. Niko mengkhianati cinta mereka. Lalu, ke mana dan kepada siapa lagi Nadira mesti berpaling dan mendapatkan cinta yang sebenarnya? Atau memang sudah tak ada lagi cinta untuknya?

Ah, rupanya bagi Leila, cinta tak harus selalu manis dan penuh bunga seperti halnya komedi romantis Hollywood. Cinta juga bisa sangat pahit, getir, dan menyakitkan.***

Profile Image for Laras.
202 reviews10 followers
October 29, 2017
Nadira ditinggal ibunya mati bunuh diri. Sejak itu dimulailah perjalanan Nadira angsty sana-sini. Pembaca diperlihatkan hubungan Nadira yang kurang cocok dengan ayahnya, konflik dengan kakaknya, susahnya dicintai orang yang tidak kamu cintai, dan kisah cinta instan yang sangat tidak sesuai dengan karakter Nadira--yang selain itu juga sebagian besar didasari oleh ketertarikan fisik--yang ujung-ujungnya problematik. Garis besar novel ini adalah perjuangan Nadira dalam mencoba memahami alasan ibunya bunuh diri, dan pada akhirnya ia juga harus menelaah kembali hubungannya dengan orang-orang dekatnya, dan mungkin memperbaikinya.

Rating empat dan lima bintang bertaburan untuk buku ini, dan saya jadi bertanya-tanya apa alasannya. Saya jadi merasa sudah membaca buku yang berbeda.

Hal yang paling mencolok dari pengalaman saya membaca buku ini adalah kurangnya editing, malah seperti hampir tidak ada, sampai-sampai nyaris menyerupai kekacauan. Hal-hal yang tidak konsisten bertaburan: seperti penggunaan saya/aku yang labil, misalnya tokoh A menggunakan kata 'aku' waktu bicara dengan tokoh B, tetapi beberapa kalimat kemudian mendadak berubah jadi 'saya'; peristiwa dalam garis waktu yang tidak konsisten, misalnya tokoh ini dibilang tidak pernah tertawa padahal di bab sebelumnya ada adegan tertawa untuk tokoh ini, atau pernyataan tokoh itu belum pernah bicara panjang dengan tokoh anu padahal sebelumnya sudah, dll; penggunaan gaya bahasa yang sama untuk sudut pandang yang berbeda--orang pertama dan ketiga; juga ada bagian cerita yang ditambahkan belakangan, mungkin bertahun-tahun kemudian, yang tidak menyatu dengan bagian sebelumnya seolah bagian cerita yang lama tidak dibaca ulang sebelum menambahkan bagian baru, dan ini ada di bawah judul yang sama. Selain itu, ada juga masalah tokoh yang berbeda punya pendapat yang sama, bahkan menggunakan istilah khas yang sama padahal sepertinya istilah itu belum pernah diucapkan keras-keras, penggunaan istilah burung nazar, misalnya.

Tambahan lagi, suara penulis terasa terlalu kuat, Nadira hampir tidak terasa seperti tokoh dalam ceritanya sendiri, melainkan avatar penulisnya. Penggunaan seting waktu juga agak sia-sia sebab tak banyak mempengaruhi cerita, kejadian yang bergolak pada masa itu tidak mempengaruhi jalannya kehidupan tokoh-tokohnya maupun pembentukan atau perubahan kepribadian mereka, sehingga kesannya nyaris seperti hanya hiasan. Penyebutan berbagai peristiwa penting terkesan seperti name dropping, seperti halnya penyebutan beberapa nama penulis populer. Namun mungkin seting waktu ini dipilih karena penulis punya pengetahuan yang baik tentang atmosfer pada masa ini.

Cerita dalam beberapa bab terasa aneh, seperti ditulis untuk menambah-nambahi topik yang bisa diangkat untuk memberi kedalaman pada keseluruhan buku. Cerita Kirana misalnya, yang seperti dimunculkan untuk membahas seksualitas yang masih dianggap tabu, yang kontroversial, tanpa landasan yang cukup untuk membenarkan tindakan Nadira. Dan keberadaan Bapak X dengan analisa ala Criminal Minds-nya? Agak dipaksakan. Sepintar apa pun seseorang, dia tetap perlu detail informasi dan latar belakang yang cukup sebelum bisa menarik kesimpulan seperti yang dilakukan Bapak X, dan itu tidak terlihat. Bapak X malah jadi tampak seperti sedang main tebak-tebak buah manggis, dan beruntung tebakannya benar.

Pada dasarnya, buku ini punya ide bagus tetapi sayangnya tersia-sia karena eksekusi yang cenderung lalai. Saya suka konsepnya. Sudah lama saya mau membaca novel berbentuk kumpulan cerpen seperti ini, saya mau melihat bagaimana jalannya cerita dibandingkan dengan bentuk novel konvensional. Tetapi yang ini kurang memuaskan. Saya juga merasa tidak mendapat pesan apa-apa dari buku ini, dan penulisannya sendiri agak mengecewakan karena saya menduga akan membaca kalimat-kalimat padat--dari segi tata bahasa juga makna--sekaligus indah, dari buku dan penulis dengan nama sebesar ini. Mungkin saya hanya belum beruntung, harus mencoba lagi.
Profile Image for e.c.h.a.
509 reviews258 followers
December 5, 2009
Menarik nafas panjang. Buku ini terlalu kelabu seakan tidak mengenal ada warna-warna ceria dalam hidup. Warna hitam dan kelabu memang suram tapi setidaknya bisa kau goreskan warna cerah diatasnya, walau hanya segores. Atau nadira, kau bisa pilih bingkai berwarna ceria untuk membingkai kelabu mu. Tuhan tidak akan menciptakan dunia ini berwarna hitam kalau ternyata warna-warni itu jauh lebih indah.
Profile Image for Ardita .
337 reviews6 followers
January 9, 2010
9 dari Nadira adalah 9 dari Leila Chudori. Kuli tinta hebat Jakarta pasti mengenalnya. Saya tidak. Sembilan cerita pendeknya kental dengan paparan atmosfer Jakarta ketika Soeharto masih gagah dan Majalah Tempo masih punya urat dan nyali. Seperti baca silsilah budayawan dan jurnalis hebat yang hidup berkalang tokoh politik dan sastra, tak lupa buku-buku klasik yang kala itu lebih mudah didapat kalau cukup jenius bisa kuliah di luar Indonesia. Cerita yang relatif eksklusif.

Kenapa saya merasa seperti membaca buku-buku N.H. Dini yang bernuansa kisah nyata? Kenapa sosok Dian Sastro, pemeran utama sinetron yang naskahnya ditulis Chudori, menyelimuti Nadira selaku tokoh utama novel ini? Kenapa pula Utara Bayu, laki-laki bos Nadira yang hatinya terus berdesir-desir diterpa Nadira, persis seperti Tora Sudiro yang juga main di sinetron yang sama? Apa karena naskah dalam novel ini sudah lebih dulu terbit dan jadi inspirasi naskah sinetron. Barangkali.

Barangkali juga karena Chudori kurang niat menerbitkan novel, sehingga hasilnya kurang gurih seperti liputannya.

Enak dibaca dan perlu bagi yang: belum dewasa pada periode 80-an, jaman itu nggak punya sanak saudara sebanyak kuli pelabuhan yang mempercepat proses dewasa dan melek hidup, penasaran sama cara wartawan nulis cerita pendek.

Tapi gaya tulisan Chudori khusus dan tidak mirip dengan tulisan orang lain. It's always good to learn from the pro and this is the only thing that I like from the book: the writing style.
Profile Image for Sadam Faisal.
125 reviews19 followers
December 11, 2018
Perasaan campur aduk, naik turun kaya roller coaster. Kegetiran hidup, kisah cinta yang rumit.
Profile Image for Putri Review.
74 reviews13 followers
April 24, 2017
Actual Score : 4,6 from 5 stars

Baca lebih lengkap review novel ini di blog Putri Review : Cinta dalam balutan Budaya & Modernisasi dalam Novel "Nadira" / "9 Dari Nadira" karya Leila S. Chudori

Ini buku Leila S. Chudori pertama saya, dan saya cukup menyesal kenapa baru sekarang mencicipi karyanya. Saya sudah sering dengar review dan pujian orang2 akan novelnya yang lain : Pulang, sudah mencatat di benak saya untuk membacanya suatu hari nanti, tapi selalu saja tergeser oleh novel2 lain yang promonya jauh lebih gencar.

Kisahnya cukup menggelitik. Sedari awal, bahkan sejak saya membaca sinopsis di bagian belakang buku, saya sudah dibuat tertarik. Tentang seorang jurnalis perempuan muda bernama Nadira, yang ibundanya meninggal karena bunuh diri. Kejadian itu menimbulkan riak tambahan pada kehidupan Nadira yang tidak bisa dibilang damai, apalagi sempurna.

Ayah dan Ibu Nadira adalah orang-orang terpelajar, lulusan Amsterdam, yang sekembalinya mereka di Jakarta menjalani hidup sebagai kaum menengah ke bawah Jakarta. Ayah Nadira cukup idealis, mencari nafkah sebagai jurnalis, sedangkan ibu Nadira menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Nina, anak pertama keluarga, adalah seorang yang dramatis, membutuhkan banyak perhatian. Arya, anak kedua keluarga, menjalani hidup normalnya anak laki-laki yang lahir dari garis keturunan taat beragama. Nina memutuskan untuk menikah dengan seorang figur publik, penatar tari, yang dikenal mata keranjang.

Selepas ibundanya berpulang dengan paksa, banyak pertanyaan di benak Nadira. Namun, Nadira memutuskan untuk meredam kegelisahannya dengan pekerjaan. Semua orang tahu bahwa Nadira menderita, namun Nadira bersikukuh menyimpan semuanya sendiri. Yang menjadi penghibur Nadira hanyalah buku harian ibunya, yang tak juga menjawab pertanyaan, hanya memberi gambaran seperti apa ibu Nadira menjalani hidup yang tak melulu sesuai keinginan.

Ini adalah novel tentang Nadira dan orang-orang di sekitarnya. Tentang potret kehidupan keluarga yang membaurkan paham modernisasi, budaya, dan agama. Tentang hidup, dan tentang interaksi di dalamnya.

Meskipun sedikit gregetan dengan endingnya (spoiler : saya gak puas karena Nadira gak berakhir dengan Tara, dan bahkan sampai akhir pun tidak ada jawaban jelas mengenai kenapa ibu Nadira bunuh diri). Saya cukup terpukau dengan kepiawaian seorang Leila S. Chudori bercerita tanpa mengungkap mentah2 semua fakta, contohnya gambaran kehidupan Ibu Nadira di masa muda dan masa sekarang, yang sedikit banyak membuat pembaca menduga2 mengapa pada akhirnya ibunda Nadira bunuh diri, tentang pola hidup Nadira yang abnormal setelah ibundanya berpulang, juga tentang rasa dengki Nina terhadap Nadira, dan masih banyak lagi. Keahlian Leila ini lumayan bikin nagih, membuat saya ingin membaca lebih jauh lagi. Novel ini juga membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang kisah2 epos Jawa.

Adapun yang sedikit bikin gemas lainnya adalah alurnya. Mungkin karena awalnya diterbitkan sebagai cerita-cerita pendek, maka kadang saya begitu terkejut dengan alur yang terasa melompat masa lalu dan masa depan, lompat lokasi, serta keputusan2 Nadira yang terasa dramatis -- namun tetap terasa nyata, karena memang begitulah hidup, bukan fiksi yang sedari awal disusun untuk menguatkan pesan moral.

Novel ini recommended banget untuk pecinta sastra yang haus akan gaya menulis yang khas, berbeda dari penulis kebanyakan. Gaya metaforanya luar biasa perfect. Memukau dan meninggalkan bekas :D

Menurut info, nantinya kisah Nadira ini akan muncul dan diteruskan dalam novel berjudul Catatan Harian Kemala Suwandi (Ibu Nadira). Rasanya tidak sabar menunggu. Meanwhile, saya akan baca2 dulu Pulang karya Leila S.Chudori :)

Terima kasih atas karyanya yang sangat sangat sangat menginspirasi, Kak Leila S. Chudori. Kalau bisa ketemu, gak akan ragu untuk minta tanda tangan dan mungkin foto bareng :D
Profile Image for Glenn Ardi.
72 reviews481 followers
August 2, 2014
Pernahkah Anda bayangkan akan jadi seperti apa buku yang membutuhkan waktu 20 tahun untuk diselesaikan ? Yak, buku itu akan terlahir menjadi salah satu karya sastra terbaik Indonesia. Tolong jangan bandingkan 9 dari Nadira dengan Laskar Pelangi, 5cm, atau Negeri 5 Menara. Buku ini sama sekali berada pada level yang berbeda, jauh di atas karya sastra yang saat ini sedang beken di negeri ini.

Dalam buku ini, setiap tokoh memiliki karakter yang sangat kuat, sangat kompleks, sangat berpribadi.. sehingga pembaca mau tidak mau akan ikut terlibat dalam kisah dan pergulatan emosi semua kompleksitas karakter pada tokoh-tokoh dalam buku ini.

Pada setiap kisah yang diceritakan pada setiap bab, akan terasa sekali karakter dari setiap tokoh (terutama Nadira)akan dikupas semakin mendalam dan semakin kompleks, sehingga Nadira tidak lagi terlihat seperti tokoh fiksi bagi saya, saya bahkan seperti mengenal dia benar-benar pernah hidup, menjadi teman saya, dan kami mengalami semua kejadian itu bersama.

Buku ini adalah persembahan dari Leila S. Chudori, seorang wanita yang menceritakan tokoh utamanya sebagai personifikasi dirinya sendiri, yang menumpahkan seluruh jiwa dan emosinya dalam tokoh itu selama 20 tahun.

Sangat disayangkan, karya sastra sekeren akhirnya hanya dikenal di kalangan tertentu seperti penikmat sastra, budayawan, akademisi, sineas, dan seniman.. karena entah mengapa, buku ini tidak laku di masyarakat, dan hanya turun cetak 2x - sehingga begitu sulit bagi saya atau siapapun untuk mendapatkan buku ini di toko buku mana pun di Indonesia.
Profile Image for Andri.
137 reviews
January 4, 2010
Gak sebagus yg banyak dipuji-puji orang. Tapi Leila memang pencerita yang baik. Enak untuk diikuti.

-andri-
Profile Image for Anastasia Cynthia.
286 reviews
January 26, 2016
“Jakarta tidak memiliki seikat seruni. Tetapi, aku akan mencarinya sampai ke ujung dunia, agar ibu bisa mengatupkan matanya dengan tenang.” –Mencari Seikat Seruni, “9 dari Nadira”


Dua tahun bekerja sebagai jurnalis surat kabar Tera, Nadira dikenal sebagai sosok yang begitu dikagumi di kantornya. Ia cerdas, pemikirannya selalu brilian, dan juga hobinya yang terlampau hemat kata.

Namun, pagi itu semua orang bergunjing, teman-teman kantornya, atasannya, begitu juga dengan Jakarta. Tidak ada seorang pun yang tahu, apa alasan ibu Nadira, Kemala Yunus, mengakhiri hidupnya hari itu.

Kemala bukan orang sembarangan, menurut Nadira. Ibunya selalu dikenal sebagai perempuan yang berani, melangkahi pemikiran kolot dari para mertua, dan berpikiran bebas. Tapi, sekali lagi pertanyaan itu menyembul, apa yang sesungguhnya terbersit di benak Kemala?

Semenjak kematian Kemala, Nadira pun berubah. Tak hanya Nadira, tetapi keluarga Suwandi. Tidak ada pemikiran mudah untuk dicerna. Selalu saja kerumitan dan kepelikan yang berkelindan di sekitar mereka.

1. Mencari Seikat Seruni
2. Nina dan Nadira
3. Melukis Langit
4. Tasbih
5. Ciuman Terpanjang
6. Kirana
7. Sebilah Pisau
8. Utara Bayu
9. At Pedder Bay


Leila S. Chudori memang patut diacungi jempol. Lewat pemikiran lugasnya serta kesembilan cerpen bikinannya, ia sukses membuat hidup Nadira jungkir-balik. Semuanya diceritakan dari sebuah kelahiran. Lantas, di detik yang sama, Kemala pun menutup sesuatu yang begitu fundamental dalam hidupnya. Tinggallah rahasia. Hanya itu yang ia sisakan kepada putri bungsunya, Nadira. Penyesalan pada putri pertamanya, Nina. Sedangkan putra satu-satunya, Arya, malah tak tahu rimbanya.

Ide Leila S. Chudori sederhananya masih berkutat pada memoar. Bukan lagi Dimas Suryo (Pulang, 2012), kali ini ia ingin membahas tentang perjalanan hidup Nadira melalui sembilan cerita pendek persembahannya. Tapi, tak lantas diri seorang Nadira diceritakan dengan penuh kesempurnaan dan berjalan sendiri dengan sunyi di kehidupan yang ingar bingar ini. Melalui fase-fase yang dihinggapinya, Leila S. Chudori pun meminjam banyak bibir untuk berbicara. Menguak satu per satu ketakutan dan keterpurukan Nadira, sekalipun karakternya selalu saja berlagak kuat, pemberontak, dan berani.


Baca selengkapnya di: wp.me/p4Kfmh-iz
Profile Image for Sekaringtias.
258 reviews2 followers
March 19, 2017
highly promising at first. the enjoyment significantly fades away though as more pages turned. and i just dont like a story with no particular closure. i mean, yes, realistically, life doesn't always offer closure. but i dont think in a book/story, you build a castle for readers to step in and then just leave them be without any clues. yes, no clues. i'd really appreciate just a little consistency that links back to the beginning of the story. but there's none. also, there are too many conflicts. i see that this is in trying to build a really dark environment surrounding tha family, but too much has made it just a rough surface. i cant feel sorry for any of the characters. it just isnt there.
Profile Image for Karin sentosa.
30 reviews7 followers
November 3, 2015
selesai baca ini, iseng2 ceburin kepala ke bak. Arrrg airnya masuk ke kuping.... (bodoh)
Profile Image for Azarine Arinta.
42 reviews
July 31, 2015
‘Nadira’ adalah buku kedua dari Leila S. Chudori yang saya baca sekaligus menjadi buku yang mengukuhkan kekaguman saya terhadap kepiawaian Leila S. Chudori dalam mengolah rangkaian kata menjadi cerita yang membuat saya enggan untuk berhenti membaca bahkan untuk jeda sejenak. Di bukunya kali ini, Leila S. Chudori berhasil menenggelamkan saya dalam aliran cerita tragis yang dikemas begitu menyedihkan sampai pada akhirnya saya selesai membaca, saya tidak dapat memungkiri bahwa saya telah jatuh hati sepenuhnya pada karakter utama buku ini, Nadira, dan sekaligus berempati pada jalan hidupnya yang penuh dengan drama ala sinetron Melayu yang candu pada hal-hal sentimentil dan melankolis. Di buku sebelumnya, Leila S. Chudori juga dengan suksesnya mengguncang imaji dan menghentakkan perasaan saya sehingga dengan menggebu-gebu saya langsung menulis satu review yang saya beri judul “Cacoethes Scribendi”, Keinginan Tak Terpuaskan Untuk Menulis, tentang Dimas Suryo, tokoh utama dari buku Pulang yang juga ditulis oleh Leila S. Chudori.

Nadira dan Dimas Suryo berbeda dalam banyak hal namun serupa pula dalam banyak hal. Mungkin karena dua tokoh utama ini adalah perwujudan dari Leila S. Chudori sendiri. Seperti kebanyakan penulis lainnya, tokoh Nadira dan Dimas Suryo adalah manifestasi dari kepingan diri Leila S. Chudori sebagai seorang manusia. Serupa dengan Dimas Suryo, Nadira adalah sesosok yang kritis, cerdas, dan pecinta sastra sehingga mereka piawai dalam kata-kata, sama seperti Leila S. Chudori.

Tapi, meskipun mengambil judul dari nama tokoh utamanya, ‘Nadira’ bukan sekadar buku harian dari sesosok Nadira yang kritis, cerdas, dan perangkai aksara yang ciamik, buku ini lebih dari sekadar itu. Buku ini adalah tulisan yang jujur dan menelanjangi perasaan tentang kehilangan dan bagaimana kematian orang yang kita cintai seringkali diikuti oleh rasa sakit yang tidak pernah pergi dan disusul oleh munculnya lubang dalam hati yang menganga dan tidak bisa pernah ditutup lagi. Mengutip komentar Riri Rizi mengenai buku ini,

“Saya kadang ngilu sendiri karena ia menceritakan soal-soal keluarga yang selalu ingin kita sembunyikan.”

Dari lembar awal buku ini, saya sudah disambut dengan kesedihan dan cerita tragis tentang kematian Ibu dari Nadira, Kemala Suwandi, yang meninggal dunia karena ia “memutuskan untuk menemui Sang Pencipta”. Bab pertama buku ini mengambil sudut pandang Nadira, dan dari narasi Leila S. Chudori yang mengalir, saya diperkenalkan kepada sesosok Nadira yang pragmatis dan kepada keluarganya, Ayahnya, dan kedua kakaknya, Yu Nina yang emosional dan Kang Arya yang relijius. Buku ini sendiri terbagi menjadi bab-bab yang berisikan cerita pendek namun tetap saling berkaitan dan berfokus pada satu tema utama: bagaimana Nadira dan keluarganya berusaha untuk melanjutkan hidup setelah kematian Kemala yang tidak terduga-duga dan bagaimana Nadira terus dihantui oleh pertanyaan tidak terjawab tentang mengapa ibunya memutuskan untuk mengakhiri hidup. Sembilan bab pertama dari buku ini sudah pernah dimuat sebelumnya di tahun 2009 dalam buku berjudul ‘9 Dari Nadira’ dan kemudian dalam buku kali ini yang dicetak di tahun 2012, ditambahkan lagi dua bab penutup sebagai closure dari cerita perjalanan hidup Nadira.

Alur cerita yang dipakai dalam buku ini sendiri adalah alur cerita maju-mundur di mana saya juga diperkenalkan kepada Ayah dari Nadira, Bramantyo Suwandi, dan ibunya, Kemala Suwandi, beserta masa lalu mereka dahulu ketika mereka tengah menjadi mahasiswa di Belanda melalui buku harian Kemala Suwandi yang ditemukan oleh Nadira di gudang ketika dia, Yu Nina, dan Kang Arya tengah berberes barang-barang peninggalan ibunya. Cerita masa lalu Bramantyo dan Kemala Suwandi yang hidup di era tahun 1960an dikemas dengan sangat detail sehingga saya tidak dapat menyembunyikan rasa iri akan kehidupan mahasiswa di era tersebut yang dipenuhi dengan diskusi kritis tentang berbagai isu, di mana diskusi tentang buku bukan merupakan hal yang pretentious tapi kegiatan waktu luang yang menyenangkan.

Serupa dengan ‘Pulang’, ‘Nadira’ juga dipenuhi dengan berbagai referensi budaya yang membuat ulu hati saya seringkali terasa mencelos karena terlalu girang dengan penyebutan-penyebutan penulis seperti J.D. Salinger, Leo Tolstoy, Anton Chekov, Fyodor Dostoyevsky, Thomas Mann, Virginia Woolf sampai dengan sajak W.S. Rendra yang menjadi favorit saya, ‘Sajak Sebatang Lisong’. Referensi budaya di ‘Nadira’ bukan hanya kental dengan referensi budaya yang berkisar tentang sastra, tetapi juga referensi budaya film seperti karya Woody Allen dan juga musik-musik tahun 1970an seperti Led Zeppelin dan Queen. Referensi budaya menjadi bumbu pemanis dari rangkaian cerita Leila S. Chudori yang mau tidak mau membuat saya senang karena dapat merasakan keterikatan emosional dengan tokoh-tokohnya.

Leila S. Chudori yang lahir dari ayah yang hebat, Mohammad Chudori, tidak luput untuk menyuntikkan kemesraan hubungan ayah dan anak yang dimiliki bersama ayahnya di buku ‘Nadira’ dalam hubungan Nadira dengan Bramantyo Suwandi, ayahnya yang merupakan wartawan senior (Mohammad Chudori, ayah dari Leila, adalah wartawan senior dari Kantor Berita Antara dan juga co-founder The Jakarta Post). Hal ini juga dapat ditemukan dalam buku ‘Pulang’ di mana Dimas Suryo dan Lintang Utara (anak dari Dimas Suryo) memiliki hubungan yang kurang lebih sama dengan Nadira dan Bramantyo Suwandi, hubungan ayah dan anak di mana si ayah adalah inspirasi dari si anak dan obrolan mereka dipenuhi diskusi-diskusi yang kental dengan referensi budaya sastra dan persoalan sosial dan politik. Bahkan, karakter Bramantyo Suwandi sendiri sebenarnya terlihat jelas mengambil referensi dari Mohammad Chudori, keduanya adalah wartawan senior yang banyak meliput persoalan ekonomi dan politik.

Singkat kata dan sebagai penutup dari review saya yang mohon maaf sekali agak kurang jelas ini, ‘Nadira’ merupakan buku yang wajib dibaca bagi anda yang ingin menikmati kepiawaian kata dari penulis Indonesia namun enggan membaca buku sastra yang terlalu berat dengan cerita yang mungkin susah untuk dimengerti. ‘Nadira’ adalah cerita yang ringan, namun sarat makna dan dipenuhi dengan majas-majas dan metafora yang menimbulkan decak kagum.

(www.azarinekylarinta.com
Profile Image for yun with books.
714 reviews243 followers
October 19, 2022

[TW: suicide]

Membaca 9 dari Nadira merupakan hal terbaik yang pernah saya lakukan. Dari awal, buku ini sudah punya magis untuk menarik pembaca masuk ke dalamnya. Saya sangat tertarik dengan karakter Nadira Suwandi ini. Kehidupan keluarga yang ruwet, hingga pertanyaan-pertanyaan dari berbagai tokohnya sangat amat rapi ketika diceritanya.

Selalu percaya dengan tulisan Ibu Leila S. Chudori, yang runtut serta bikin pembacanya males buat "meleng".

Buku ini tuh apa ya... segala macam perasaan "ngumpul" semua. Mulai dari Nadira ya desperate, Nina yang penuh kemarahan, ibu Nadira yang penuh misteri, hingga perasaan "nyes" tentang cerita cinta Tara kepada Nadira. Buku ini paket lengkap . Menyesal sekali baru baca akhir-akhir ini. Tetapi better late than never.

Part favorit saya adalah ketika Nadira mewawancarai Bapak X yang merupakan psikolog "sakit jiwa" pembunuh para ibu-ibu yang memiliki anak tunggal. Menarik sekali.
Selain itu, ada pula part ketika Tara Bayu yang selalu memendam perasaan cintanya terhadap Nadira. Gemes dan bikin gregetan banget.
Profile Image for Pandasurya.
177 reviews117 followers
May 7, 2010
9 dari Nadira, 1 dari aku, 10 untukmu..

***
Satu kalimat berikut ini sepertinya cocok untuk kisah buku ini:

"You don't really know what you've got 'til it's gone.."

Dan ada 2 lagu yang menurut sayah cocok dengan beberapa bagian dari kisah di buku ini..
2 lagu yang enak dinikmati di saat-saat seperti ini..
yaitu "Where'd You Go" dari Fort Minor dan "Honeymoon on Ice" dari The Trees and The Wild..

Dan mungkin memang bukan kebetulan kalo ternyata sang penulis buku ini pun menuliskan di halaman ucapan terima kasihnya bahwa dari sejumlah lagu yang dinikmatinya selama menulis buku ini terdapat pula lagu-lagu dari band The Trees and The Wild..


Where'd You Go
by Fort Minor


Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone.

She said "Some days I feel like shit,
Some days I wanna quit, and just be normal for a bit,"
I don't understand why you have to always be gone,
I get along but the trips always feel so long,
And, I find myself trying to stay by the phone,
'Cause your voice always helps me to not feel so alone,
But I feel like an idiot, workin' my day around the call,
But when I pick up I don't have much to say,
So, I want you to know it's a little fucked up,
That I'm stuck here waitin', at times debatin',
Tellin' you that I've had it with you and your career,
Me and the rest of the family here singing "Where'd you go?"

I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone.
Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone,
Please come back home...

You know the place where you used to live,
Used to barbecue up burgers and ribs,
Used to have a little party every Halloween with candy by the pile,
But now, you only stop by every once and a while,
Shit, I find myself just fillin' my time,
With anything to keep the thought of you from my mind,
I'm doin' fine, I plan to keep it that way,
You can call me if you find that you have something to say,
And I'll tell you, I want you to know it's a little fucked up,
That I'm stuck here waitin', at times debatin',
Tellin' you that I've had it with you and your career,
Me and the rest of the family here singing "Where'd you go?"

I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone.
Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone,
Please come back home...

I want you to know it's a little fucked up,
That I'm stuck here waitin', no longer debatin',
Tired of sittin' and hatin' and makin' these excuses,
For why you're not around, and feeling so useless,
It seems one thing has been true all along,
You don't really know what you've got 'til it's gone,
I guess I've had it with you and your career,
When you come back I won't be here and you can sing it...

Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone.
Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone,
Please come back home...
Please come back home...
Please come back home...
Please come back home...
Please come back home...

Honeymoon on Ice
by The Trees and The Wild

i’ll be sitting and i’ll be waiting for you
cause all this thoughts and all this hopes
will go blue
time awaits you now
and breaks you now
i’m on your side
i’m on your side
i’m on your side

and memories is all we got
so hold my hand
and we’ll ease it out
tonight tonight
i can feel you in my sleep
the fear of eve is in my grief
the smile of light is flashing both my eyes
i’ll be sitting and i’ll be waiting for you



Profile Image for Nyonya  Buku.
19 reviews6 followers
January 5, 2010

Well, buku ini bisa dibaca dengan cepat. Hmm.. saya belum pernah membaca buku Leila S. Chudori sebelumnya, Malam Terakhir. Jadi mungkin enggak bisa dibuat perbandingan.

Tulisan Leila, saya kenal dari Tempo, lewat review-review filmnya. Membaca buku ini, saya jadi merasa membaca dia, Leila. Dia menyusup pada Nadira, juga Kemala. Kalau kata teman,"aku kok enggak ngeliat usaha dia untuk menulis tokoh yang bukan dirinya, ya".

Mungkin karena itu, karakter pada tokoh2nya menempel betul. Leila seperti menuliskan dirinya. Tokoh Nadira sejenis dengan ibunya, dengan kerumitan-kerumitan yang ia miliki dan kadang-kadang diciptakan sendiri. Karakter itu konsisten dan bukan tempelan saja. Kerumitan-kerumitan jiwa mereka juga konsisten pada tindakan-tindakan yang mereka pilih. Kemampuan Leila (sebagai wartawan senior di majalah Tempo yang kuat cita rasa features) bisa menggambarkan, mendeskripsikan, bukan sekadar menuliskan. Cuma saya enggak banyak menemukan diksi menarik.
Pun, 'Rasa' pada 9 dari Nadira ini serupa dengan 'rasa' yang saya dapat pada drama tv Dunia Tanpa Koma (aktor utamanya diperankan Dian Sastro).

Nadira, reporter muda yang suka baca, pendiam dan rapuh. Jiwanya kosong setelah ibunya meninggal -apalagi menginggalnya bunuh diri-. (Ketika orang tua kita meninggal karena bunuh diri, reaksi pertama mungkin bertanya :kok bisa bunuh diri? emang aku ini enggak ada artinya apa-apa sampai ditinggal bunuh diri?)

Pertanyaan kenapa sang Ibu bunuh diri pun menggayut pada Nadira. Sementara urusannya pun tidak sedikit. Hubungan Nadira dengan kakaknya, Nina tidak hangat. Abangnya yang relatif lebih dekat dengan Nadira pun memilih eksis di hutan. Sedangkan si ayah, mantan wartawan terkenal -jagoan tua- yang mengalami post power syndrome. Nadira, dengan kerumitannya mencoba menjalani semua jenis hubungan manusia di keluarga itu. Nadira, meski tak neko-neko (dia cuma suka baca dan kerja), disukai pria. Paling tidak, Tara dan Kris menaruh simpati. Cuam dasar dua laki-laki geblek itu memilih memendam perasaan, Nadira tidak juga sadar bahwa cinta baginya sebetulnya begitu dekat.

Sampai kemudian dia bertemu Niko, yang membuat dunianya merah jambu.

Tapi sepertinya Leila memang suka 'menyiksa' tokoh-tokohnya. Nadira yang mulai menerbitkan harap bahwa cinta masih ada pun harus terluka. Lewat Niko. (bukankah dalam kehidupan nyata kita juga begitu, berulang kali membangun percaya untuk kemudian diuji lagi?)

But anyway, I like this book. Especially when I read the ending and I really want to punch Leila because of it. Gantunggggg!!!! hehehehhe..... -gemes sampe gigit-gigit bantal-


7 reviews2 followers
October 27, 2009
Menurut penulisnya buku ini adalah kumpulan cerpen, tapi saya menganggapnya sebagai sebuah novel. Karena 9 cerita dalam buku ini merajut sebuah cerita yang utuh. Kisahnya sedikit banyak mirip kisah sinetron "Dunia Tanpa Koma" yang memang ditulis oleh Leila juga.
Nadira yang wartawan dan kisah dunia kerja wartawan mirip dengan DTK. Mau tak mau saya membayangkan Nadira wajahnya seperti Dian Sastrowardoyo dan Tara (boss nya) seperti Tora, juga Mas G seperti Slamet Raharjo.
Bedanya tokoh-tokoh dalam buku ini mempunyai masalah psikologis yang rumit. Inilah yang jadi kekuatan buku ini. Kita seperti menyelam ke dalam jiwa tokoh-tokohnya yang rapuh, bingung tanpa pegangan yang jelas tapi tampak kuat dan "baik-baik saja".
Kisahnya berawal dari kematian ibu Nadira akibat bunuh diri. Sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh Nadira dan keluarganya yang kemudian berpangaruh pada hidup mereka selanjutnya. Terutama pada kehidupan Nadira. Situasinya diperumit dengan kondisi psikologis para tokoh di sekitar kehidupannya. Nina yang selalu ingin'in-charge of everything, Ayahnya yang mantan wartawan politik tapi terpaksa pensiun dini, Tara yang tak pernah bisa menyampaikan rasa cinta, Bapak X seorang psikopat yang diwawancarainya, atau Mas Kris rekan sekerjanya; penonton yang tidak dapat meraba dunia Nadira.
Kisah yang suram tapi membuka perspektif kehidupan dari sudut pandang yang lain.
Yang pasti buku ini berhasil mengukuhkan kedudukan Leila S. Chudori tetap sebagai salah satu penulis favorit saya
Profile Image for Kamalia Kamalia.
Author 17 books77 followers
September 3, 2015
9 dari Nadira membawa pembaca menelusuri kehidupan seorang wanita bernama Nadira yang meneruskan hari-harinya selepas kematian ibunya akibat bunuh diri. Ia sebuah kumpulan cerpen, namun semuanya berkisar tentang Nadira. Membaca naskhah ini turut membawa aku masuk ke dalam konflik emosi Nadira. Dalam keluarga, Nadira membesar dengan rasa iri dan cemburu kakak sulungnya, Nina. Namun, abangnya, Arya tetap menyayanginya. Di antara rakan-rakan sekerjanya, Nadira dianggap seperti makhluk asing yang tidak bergaul dengan orang lain. Lebih-lebih lagi sejak kematian ibunya. Cuma Tara, majikannya yang tidak pernah lelah mengambil berat akan halnya. Sampai mati pun cinta Tara pada Nadira tak akan pernah mati.

Ia bukan saja berkisar tentang Nadira, malah berkisar tentang seluruh keluarganya termasuk Tara yang secara tidak langsung semuanya itu mempengaruhi Nadira.

Membaca naskhah ini terus-terang kadangkala mengganggu emosi aku kerana aku turut sendiri masuk dalam dunia Nadira yang murung, kelam, obsesi dan menyedihkan. Aku suka cara penyampaian penulisnya. Gaya bahasa yang sedap dan kadangkala puitis.
Profile Image for Rina Suryakusuma.
Author 17 books111 followers
February 12, 2016
Penulis yang benar-benar hebat dalam meramu kata dan merangkai plot!

Saya pikir, ini 'hanyalah kumcer'
Tapi ternyata saya salah besar

9 dari Nadira menceritakan potongan fragmen kehidupan gadis bernama Nadira.
Potongan-potongan cerita acak, persis seperti keping puzzle, tapi tidak membuat bingung saat dibaca, dan bahkan setelah halaman terakhir ditutup, terbentuklah imaji kisah Nadira yang tak mudah untuk kita lupakan

Ada beberapa kisah yang benar-benar susah saya enyahkan dari kepala
Seperti ketika masa kecilnya dituduh mencuri, dan dia dihukum oleh kakaknya dengan cara yang duh, gak kebayang bagaimana sadisnya :(
Ada kisah Nadira berkunjung ke rumah seorang 'mafia' kejam, tapi pada satu titik Nadira terperangah saat sadar bahwa dia dan orang kejam tersebut ternyata memiliki persamaan perasaan terhadap ibunda
Ada kisah tentang bunga seruni dan tasbih
Dan yang paling memilukan, ada kisah tentang cinta yang terlambat disadari :'(

Semua kisah dari Nadira-Nadira yang bikin saya terenyak dan masih berpikir lama sekali tentang cerita yang baru saja saya selesaikan



Displaying 1 - 30 of 588 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.