Jump to ratings and reviews
Rate this book

Nagabumi #1

Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk

Rate this book
Pulau Jawa tahun 871. Pendekar tanpa nama yang telah mengundurkan diri dari dunia persilatan sudah 100 tahun umurnya. Pendekar tua itu sudah lupa, siapa saja lawan yang pernah terbunuh olehnya, dan barangkali kini murid atau kerabat lawan-lawannya datang menuntut pembalasan dendam. Bahkan negara menawarkan hadiah besar untuk kematiannya.

Pendekar tua itu tahu ajalnya sudah dekat, tetapi ia tidak ingin mati sebelum menuliskan riwayat hidupnya, sebagai cara membongkar rahasia sejarah.

Nagabumi, sebuah cerita tempat orang-orang awam menghayati dunia persilatan sebagai dunia dongeng, tentang para pendekar yang telah menjadi terasing dari kehidupan sehari-hari, karena tujuan hidupnya untuk menggapai wibawa naga.

Nagabumi adalah drama di antara pendekar-pendekar, pertarungan jurus-jurus maut, yang diwarnai intrik politik kekuasaan, maupun pergulatan pikiran-pikiran besar, dari Nagasena sampai Nagarjuna, dengan selingan kisah asmara mendebarkan, dalam latar kebudayaan dunia abad VIII-IX.

815 pages, Hardcover

First published November 1, 2009

75 people are currently reading
775 people want to read

About the author

Seno Gumira Ajidarma

98 books838 followers
Seno Gumira Ajidarma is a writer, photographer, and also a film critic. He writes short stories, novel, even comic book.

He has won numerous national and regional awards as a short-story writer. Also a journalist, he serves as editor of the popular weekly illustrated magazine Jakarta-Jakarta. His piece in this issue is an excerpt from his novel "Jazz, Parfum dan Insiden", published by Yayasan Bentang Budaya in 1996.

Mailing-list Seno Gumira fans:
http://groups.yahoo.com/group/senogum...

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
152 (42%)
4 stars
125 (34%)
3 stars
60 (16%)
2 stars
13 (3%)
1 star
11 (3%)
Displaying 1 - 30 of 77 reviews
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
November 23, 2020
Gila, gila, gila, gila! iya, sampai empat kali. Nyesel kenapa baru sekarang bacanya padahal buku ini terbit tahun 2009! Bisa dimaklumi sih, tahun itu sabanya di klab, bukan toko buku.

Ah, bingung mulai dari segi mana mengulasnya karena buku ini memang kaya sekali, baik dari segi penceritaan, bahasa yang digunakan, sampai unsur sejarah dan filsafatnya.

Mari kita merangkum terlebih dahulu. Alkisah, Pendekar Tanpa Nama yang sudah seratus tahun umurnya baru keluar dari gua tempat ia bersamadhi selama 25 tahun. Alangkah terkejutnya ia bahwa kerajaan memburunya. Belum tahu apa yang menjadi motif perburuannya, ia memutuskan menyamar sebagai pembuat lontar sembari menulis riwayat hidupnya pada lontar-lontar buatannya. Penulisan ini ia gunakan sebagai terapi mengingat adakah kesalahan yang ia lakukan sehingga banyak orang menginginkan nyawanya. Dan delapanratusan halaman inilah lontar itu.

Buku ini kaya pengetahuan. Ada ratusan catatan kaki yang berisi penjelasan lebih lanjut atau rujukan buku dari deskripsi dalam cerita. Pembaca harus menyiapkan dua pembatas buku, satu untuk penanda halaman yang telah dibaca (karena tidak dapat dari penerbit, so sad), dan satu lagi untuk catatan kaki yang jumlahnya berhalaman-halaman. Menyenangkan saja bagi saya membolak-balik buku dari cerita ke catatan kaki. Tentu saja, ditambah beberapa halaman Daftar Pustaka yang secara tersirat menyatakan penulisan cerita ini tidak main-main.

Pembacaan yang mendalam akan membuat setiap detail nama di dalamnya menjadi sangat bermakna. Pendekar Tanpa Nama, misalnya. Kenapa harus tak bernama? Dalam pembacaan saya, nama adalah identitas. Identitas mengikat. Nama dengan marga, nama dari agama, nama dari daerah tertentu menyimbolkan suatu keterikatan dan identitas seseorang. Di sini sang pendekar digambarkan manusia pengembara yang bebas. Yang dikejar hanyalah ilmu silat dan pengetahuan. Jika ia terikat, maka ia tak bisa tak terkalahkan. Mengapa Jurus Tanpa Bentuk adalah jurus tertinggi yang diciptakan si Pendekar Tanpa Nama? Mengapa malah yang tak berwujud yang tak tertandingi? Ini bisa jadi menurut kosmologi Buddhisme, Arupadatu atau alam tak berwujud sebagai tingkatan tertinggi kehidupan.

Kritik untuk buku ini adalah adanya saltik di beberapa halaman seperti Yawabumiphala, penggunaan kata sekedar yang sekali ditemukan, dan sedikit ketidakkonsistenan penggunaan kata aku dan daku (bisa jadi memang ini arbitrer). Kritik lainnya, di beberapa bab terasa seperti membaca buku sejarah daripada novel silat (yang bagi saya OK saja, daripada membaca buku sejarah beneran hehe). Beberapa ulasan di Goodreads juga menyoroti kesaktian Pendekar Tanpa Nama yang saking mandragunanya jadi selalu menang di setiap pertarungan, meskipun lawannya digambarkan tak pernah tertadingi juga. Ini membuat cerita lempeng saja, karena pasti tahu ia akan menang cuma dengan cara-cara yang berbeda.

Sebagai pentalogi, buku pertama sangat menjajikan untuk diikuti. Apalagi, cerita dipenggal ketika Pendekar Tanpa Nama baru menginjakkan kaki di Negeri Champa. Saya dibuat tak sabar untuk langsung memulai buku kedua!
3 reviews4 followers
Read
January 19, 2010
Novel atau lebih tepatnya cerita bersambung yang sangat tebal ini sebenarnya memiliki banyak kelebihan. Namun, bagian penceritaan sejarah yang seringkali berpanjang-lebar menjadikan pengalaman yang paling terasa saat membaca buku ini adalah melelahkan.
Sebagai sebuah cerita bersambung di koran, saya akan memberikan penilaian tinggi. Betapa terasa pancingan penulis agar membaca kembali episode berikutnya dari cerita bersambung tersebut. Sebagai suatu keutuhan buku, yang terasa adalah bagian yang terus saja diulang-ulang.
Adikku yang kelas satu SMP tidak berhasil menemukan gairah untuk meneruskan membaca ketika berhadapan dengan istilah yang tidak dikenalinya. Berbeda saat dia menyelesaikan tetralogi laskar pelangi.
Banyak ilmu tentang kondisi abad 8-9 yang dapat kita ambil dari novel ini, namun untuk menikmatinya membutuhkan usaha lebih keras.
Profile Image for Diah Ayu.
319 reviews8 followers
October 19, 2010
dulu aku sering membayangkan, seandainya saja ada buku fiksi-fantasi bikinan aseli Indonesia, bakal seperti apa ceritanya. ya ada sih beberapa buku indonesia yg (maunya) bergenre fiksi-fantasi, tp krn masih berkiblat ke buku2 impor juga makanya males baca. sampai akhirnya sekarang aku nemu buku ini yg menurutku 'sangat Indonesia' :D

jadi, the 'other world' yg diceritakan di buku ini adalah dunia tempat tinggal para pendekar dg ilmu silat tinggi. mereka hidup berdampingan dg rakyat biasa, namun dg jalan hidup yg jauh berbeda. mereka bukan sekedar ahli beladiri, tp mereka menjadikan pencapaian dlm ilmu silat ini sebagai way of life. mereka memiliki ilmu meringankan tubuh, menotok aliran darah, atau berlari lebih cepat dr kecepatan suara. bagi mereka, kematian dalam pertarungan silat yg adil adalah puncak dr kesempurnaan hidup. tokoh utamanya, sang narator, adalah Pendekar Tanpa Nama yg menguasai jurus mematikan yg disebut Jurus Tanpa Bentuk *jiaahh*. ya agak lebay sih, tp rasanya cerita silat memang sudah selayaknya diceritakan dg cara seperti ini. gak dapet feel-nya klo gak dibikin bombastis.

tapi bukan berarti buku ini enteng2 lucu buat dibaca. tebal bukunya aja 809 halaman, yg bahkan hanya merupakan bagian pertama dr lima buku nantinya. referensi dan detailnya yg kelewatan kadang terasa ganggu dan gak segitu perlu, tp yasudahlah dilewati aja. yg penting sejauh ini ceritanya bagus, jd masih ditunggu (pinjeman) buku selanjutnya...
Profile Image for Rully Diossani.
3 reviews
March 8, 2017
Seperti mengalami petualangan di masa lampau. Masa dimana Borobudur sedang dibangun. Seno berhasil menyeret pembacanya untuk menyelami kehidupan seorang pendekar silat, dan kehidupan di rimba persilatan, dimana terdapat aturan-aturan yang tidak tertulis yang harus dipatuhi seorang yang menjalani hidup sebagai pendekar.
Profile Image for Eka Fajar Suprayitno.
80 reviews
February 26, 2022
Buku (cerita bersambung yang kemudian dibentuk menjadi novel 3 jilid) yang sangat menabjubkan. Pemahaman Seno Gumira Ajidarma dalam masa kuno kerajaan Jawa, Sumatera dan sekitarnya sangat memukau, penggambaran dalam ceritanya menyatu padu . Petualangan dan pertempuran pendekar juga menarik. Sangat menarik.

Satu lagi yang membuat saya terkagum dengan cerita ini adalah sumber kutipan atau acuan yg tidak main-main. Begitu banyaknya sumber kutipan hingga saya berpendapat mungkin cerita ini memiliki lebih banyak referensi dari sebuah skripsi!

Sangat menyesal saya tidak segera membacanya setelah membeli buku ini di tahun 2020 dan baru membaca di 2022.
Profile Image for Muhamad Adib.
12 reviews5 followers
January 12, 2010
"Rakyat tidak pernah mempunyai waktu semewah para pendekar silat, yang memang hidup hanya demi ilmu silat, mengorbankan segenap tuntutan bergaul dengan orang banyak, mulai dari berkeluarga sampai membela negara, karena para pendekar memang hidup hanya untuk dirinya sendiri saja, dalam apa yang mereka kira sebagai perjalanan mencari kesempurnaan. Rakyat belajar silat hanya untuk membela diri dan tidak untuk menguasainya sebagai seni, sehingga ilmu silat rakyat jelata memang disesuaikan dengan keterbatasan waktu maupun minat mereka."

~ Magabumi I : Ilmu Halimunn, Ilmu Penyamaran, Bayangan Hitam Peradaban. Bagian I: Jurus Tanpa Bentuk, halaman 121.
Profile Image for Indarpati Indarpati.
Author 5 books13 followers
July 19, 2010
Membaca SGA, selalu membuatku suka. Hanya, di buku ini terlalu banyak istilah-istilah yang kadang membuatku pusing. Penjelasan ditaruh di bagian belakang, sehingga dengan ketebalan seperti itu terasa tak nyaman juga sesekali harus membaliknya untk mengetahui arti atau penjelasan lainnya. Parahnya, penerbit tak menyertakan pembatas buku untuk buku dengan ketebalan dan harga 'gemuk' seperti itu. But, over all, asyik juga mengikuti perjalanan sang pendekar jurus tanpa bentuk. :)
Profile Image for Argo Prasetyo.
37 reviews1 follower
September 13, 2014
Buku novel sejarah mataram kuno tentang pertikaian antara wangsa syailendra dan wangsa sanjaya. Penuh intrik perebutan kekuasaan yang dilatar belakangi oleh agama. Novel ini merupakan novel rekontruksi yang menjadi ciri khas dari SGA. Disajikan secara cermat berdasarkan riset dan data yang lengkap. Nagabumi I mengisahkan pencarian jati diri tentang masa lalu pendekar tanpa nama dalam mengungkap tabir sejarah yang menyertainya berlayar didunia persilatan.
1 review
June 3, 2011
sudah selesai baca semua
cuma 4 minggu dah abis...
lagi nunggu seri ke 3
kapan yaaa?

if it is indonesia, then i would like to say, i like it..

ga kalah koq sama senopati pamungkas jaman mas wendo dulu waktu smp...

* pengen bisa nulis tapi koq ga bisa yak

www.safetyridingcourse.com
Profile Image for Putra Perdana.
Author 7 books11 followers
October 25, 2012
Membuka mata. Menambah kosa. Seolah setiap bab dirancang untuk menyampaikan satu rangkaian ilmu yang lengkap, melebur dengan manis kedalam cerita, namun tetap menyisakan cliffhanger yang merangsang untuk membaca bab berikutnya. Demikian pula di bab 100. Time for Nagabumi II!
Profile Image for Joe Satrianto.
35 reviews3 followers
February 28, 2022
Seandainya saja tokoh utamanya bukan Pendekar Tanpa Nama, buku ini bakal ta'kasih bintang 4. Cuma saja gara-gara tokohnya punya kesaktian tak terkalahkan, turun 1 bintang rasanya cukup adil. Yeah, dari dulu saya agak gimana gitu sama cerita yang lakon utamanya nggak terkalahkan, dalam hal ini termasuk juga Chu Liuxiang, si Pendekar Harum, yang ginkangnya nggak punya lawan di seluruh kangouw, sehingga bisa selalu berkelebat lebih cepat dari lawan-lawannya.

Celakanya, selain hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu, Pendekar Tanpa Nama jauh lebih luar biasa. dia punya jurus Bayangan Cermin yang bisa meniru semua jurus musuh-musuhnya, persis Kapten Tsubasa tetapi dalam skala yang jauh lebih tangguh. Kiri jadi kanan, kanan jadi kiri. Lainnya, dia juga punya jurus Semut Berbisik di Dalam Liang, bisa mendengar obrolan, bisikan, juga desahan dari jarak jauh (kebayang betapa sutrisnya kalau saya bisa mendengar yang terakhir dengan pelakunya adalah mantan pacar saya dan suaminya), lalu ilmu peringan tubuh yang melebihi kecepatan cahaya, bisa berenang dengan kecepatan 1.000 lumba-lumba, di dalam tubuhnya mengendap mantra aliran hitam dan ilmu racun paling ganas di seluruh dunia, punya ilmu cicak, jadi bisa nempel-nempel di dinding diam-diam merayap, sejenis dengan Peter Parker-lah, lalu ilmu bunglon yang membuat dirinya bisa berkamuflase dengan penampakan di sekitarnya (jelas jauh lebih efektif ketimbang seragam kamuflasenya Pemuda Pancasila yang item-oranye itu), kemudian beliau juga bisa bersembunyi di balik bayangan, serta tentu saja jurus sebagaimana yang menjadi subjudul novel ini: Jurus Tanpa Bentuk, sebuah jurus yang bukanlah sebuah jurus. Tidak akan pernah bisa dipecahkan lawan-lawannya? Oh, jelas!

Pendeknya, dengan premis seperti di atas, Nan Kung Wen Tian, Saitama, atau bahkan Gogeta dan Vegito pun, nggak akan mampu berkutik kalau harus senggel dengan Pendekar Tanpa Nama. Tidak ada dari mereka yang punya ginkang yang melebihi kecepatan cahaya! 2 tokoh terakhir pun masih butuh perangkat pembantu untuk kembali ke masa lalu atau bertualang ke masa depan, yang mana, konon katanya, melebihi kecepatan cahaya adalah syarat mutlak untuk bisa mengakali kekangan waktu dan ruang.

Hanya saja, novel ini dikarang oleh Seno Gumira Ajidarma. Pemilihan kosakatanya pastilah avant-garde. Kedalaman risetnya selama ini dikenal nggak main-main, termasuk juga di novel "Nagabumi" ini, di mana catatan tambahannya saja berjumlah 460 item lebih. Kalau ditotal-total, sih, jadi sekitar 44 halaman sendiri. Sebuah jumlah yang lebih banyak ketimbang halaman ebook-ebook gratisan bahan promosi yang beredar di Internet. Apalagi mengingat pula ukuran huruf yang dipakai sebagai catatan tambahan ini pun kecil-kecil.

Yang berikutnya, yang membuat novel ini jadi menarik adalah pergumulan batin si tokohnya sendiri. Menjadi tanpa tanding itu rasanya kesepian. Konflik agama Syiwa dan Buddha pada zaman Mataram kuno juga membuat buku ini berisi quote-quote dari kitab-kitab yang beredar pada masa itu. Enak dibaca buat menambah perbendaharaan bahasan ketika kita sedang melakukan pedekate ke lawan jenis. Bisa membuat kita nampak smart-lah soal sejarah klasik nusantara, wa bil khusus soal Mataram itu tadi dan Sriwijaya. Sebagai keturunan Jawa, okelah kupakai sebagai bahan nggombalin cewek Palembang.

Semprulnya, catatan-catatan tambahan ini ditaruh di bagian belakang novel, bukan sebagai catatan kaki yang bisa langsung dibaca di halaman isinya. Agak ngerepoti, je, Pak Seno :(

Maka akhirul kalam, balik lagi, dari situ, dari pergumulan batinnya Pendekar Tanpa Nama inilah yang membuat alur cerita "Nagabumi" enak diikuti, meskipun anggap angin lalu aja ketika ceritanya masuk ke adegan berantem-beranteman. Pendekar Tanpa Nama sudah pasti menang. Nggak seru!
Profile Image for Blank.
127 reviews4 followers
August 29, 2020

Waah, akhirnya tamat juga. Buku ini sukses meraih rekor sebagai buku terlama yang kubaca. Dalam hati kuingin menyalahkan app gramedia digital dengan reader-nya yang ala kadarnya dan ditambah dengan teks buku ini yang lumayan kecil makin bikin sakit mata saja. Tapi yaa, mungkin memang akunya aja yang males :P

Anyway, sebenarnya cerita Nagabumi ini seru, berkisah tentang seorang pendekar yang setelah 25 tahun menarik diri dari seluruh peradaban tiba - tiba diburu dan dianggap sebagai buronan karena membahayakan negara. Masalahnya, dia tidak tahu ( atau tidak ingat ) alasan dia dianggap sebagai buronan, maka dengan umurnya yang menginjak seabad ini dia memutuskan untuk melakukan napak tilas sepak terjangnya sedari dia masih kecil.

Buku ini termasuk buku yang berat, bukan karena cerita atau jumlah halamannya yang tebal, tapi karena pengarang menyisipkan banyak sekali informasi sejarah dan filsafat - filsafat dalam bersilat. Yang paling parah adalah dibagian 1 dan 2, karena hampir disetiap paragraf terdapat catatan kaki (total catatan kaki : 460). Tapi, bukan berarti cerita ini tidak menarik, ada suatu hal tersendiri yang membuat ku terus - terusan membaca dan walaupun endingnya nggantung tapi masih menyisakan rasa puas membacanya.

Hal yang kusuka dari buku ini adalah World Buildingnya, berlatar tempat pada masa ketika Candi Borobudur masih dibangun, kita dapat melihat keseharian masyarakat pada masa tersebut. Pengarang jelas telah melakukan riset yang dalam tentang keadaan pada zaman itu, terbukti dari penjelasannya yang mendetail dan akurat.

In Short, buku ini bagus, ceritanya menarik dan bukan merupakan cerita pendekar pada umumnya. Pengarang jelas telah melakukan riset yang dalam karena informasi yang diberikan sungguhlah lengkap dan dalam, walaupun mungkin kebanyakan.


Profile Image for Laras.
202 reviews10 followers
June 20, 2023
Cerita silat yang seru, dengan plot yang menarik dan membuat penasaran. Di antara jalannya cerita, ada disisipkan informasi entah itu kejadian sejarah pada masa latar waktu cerita, filosofi, atau bahkan penjelasan arsitektur bangunan masa itu, dilengkapi dengan catatan kaki berhalaman-halaman. Saya suka dengan jenis informasi seperti itu, tapi karena terlalu banyak rasanya jadi menghalangi kemajuan jalan cerita, dan bahkan kadang jadi membosankan. Kalau tidak salah, sebelum dibukukan, cerita ini terbit dalam bentuk cerbung di koran. Saya jadi sering bertanya-tanya selama membaca, bagaimana perasaan pembaca cerbungnya dulu waktu menemukan bab yang dibacanya tidak terlalu berisi pergerakan plot tapi malah menjabarkan deskripsi detail tentang struktur bangunan candi Borobudur, misalnya. Di sisi lain, penulis banyak memasukkan renungan yang layak dipikirkan lebih jauh mengenai situasi yang relevan pada masa kini tapi disampaikan sesuai dengan apa yang sedang terjadi dalam cerita. Di luar hal-hal ini, begitu cerita mulai jalan lagi, saya langsung masuk lagi ke dalam alurnya. Memang seseru itu, sih, dan ada misteri yang membuat penasaran, apalagi cerita di buku pertama ini diakhiri dengan cliff hanger.

Selama membaca saya mau tidak mau jadi sedikit membandingkan dengan wuxia, cerita silat China yang sekarang sedang populer, yang salah satu judulnya sedang saya ikuti juga. Di sisi lain, membaca novel ini jadi agak membangkitkan nostalgia waktu menonton serial Wiro Sableng dulu.
Profile Image for Arif.
96 reviews7 followers
January 30, 2018
Resensi ini juga dimuat di: https://arif.widianto.com/nagabumi/

NAGABUMI I

Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Saya suka cerita silat. Saya penggemar Kho Ping Hoo saat masa ngekos dulu karena kawan-kawan suka menyewa buku serial silat itu. Saya pun baca cerita silat picisan macam Wiro Sableng. Saya juga pernah baca Musashi dan Taiko karya Eiji Yoshikawa. Keduanya adalah semacam cerita perjalanan seseorang menjadi pendekar. Saya perlu menyebut karya Yoshikawa ini karena kalau tak salah Musashi pun ditulis secara bersambung di media koran, mirip dengan cara Seno Gumira Ajidarma (SGA) membuat Nagabumi ini.

Saya kira saya paham apa yang menarik dari cerita silat dan cerita kependekaran itu. Musashi memberi contoh yang baik bagaimana petualangan itu berjalin bertautan hingga kita baca akhir kisah yang seru, haru biru, dan terkesima karenanya.

Perlu diketahui, saya anggap diri saya juga penggemar karya SGA. Saya baca banyak karya Seno, mayoritas cerpen, dan sedikit novelnya. Saya tahu gayanya. Saya familiar dengan teknik bahasa dan ceritanya yang liar tapi enak dinikmati itu. Mungkinkah Seno agak kurang fokus di karya-karya yang lebih panjang?

Itulah kenapa saya tidak menemukan kenikmatan membaca Nagabumi I sebagaimana saat menelusuri ratusan cerpen SGA lainnya atau juga karya cerita pendekar lainnya. Gaya penceritaan Nagabumi I terlalu berlarut-laru, lama sekali, dan banyak diulang lagi. Anggaplah dengan argumen ini ada metode cerita bersambung di koran, tapi rasanya terlalu berlebih. Terlalu banyak detail yang menurut saya kurang perlu ada, apalagi disajikan tidak terlalu elok, seperti gaya Seno sebelumnya.

Terakhir, Nagabumi hadir tanpa bumbu cerita silat yang indah. Seperti apa cerita pendekar yang indah? Ada kekalahan, ada pencarian, pembelajaran, latihan yang keras, bila perlu keterpurukan lainnya. Lalu kemudian ada penemuan jati diri dan rahasia ilmu bela diri yang cemerlang. Saya tak menemukan semuanya di Nagabumi. Apalagi Pendekar Tanpa Nama yang menguasai Jurus Bayangan Cermin yang bisa menyerap semua rahasia ilmu kanuragan musuh, secara instan saat si musuh pertama menyerang. Bagaimana bisa menikmati cerita semacam itu? Dari awal sang pendekar sudah mempunyai ilmu sangat tinggi yang tak terkalahkan sehingga akhirnya menelusuri perjalanannya pun membosankan.

Setengah buku ini saya baca tuntas secara detail. Separuh lainnya saya baca cepat. Padahal menengok pemahaman SGA tentang budaya, kondisi politik dan sosial Jawa dan Nusantara saat itu, novel ini seharusnya punya potensi yang menarik seperti ketika Eiji Yoshikawa bercerita tentang Jepang pra jaman "pencerahannya". Setelah baca novel ini lalu baca Rara Mendut karya Romo Mangun, yang juga ditulis bersambung di koran, seharusnya begitulah cara menceritakan sejarah yang enak.

Maaf mas Seno. Saya hanya pernah bertemu salaman sekali denganmu. Saya penggemar beratmu. Saya ingin boleh memanjangkan rambut yang campur beruban sepertimu, tapi apa daya lingkungan tidak mengizinkan hehehe... Ya, maaf, saya kurang bisa menikmati indahnya cerita di karyamu ini, atau bahkan minimal, indahnya petualangan pendekar pun tidak bisa saya nikmati.
30 reviews3 followers
May 12, 2022
Menghargai segala kerja keras SGA dalam menulis trilogi Nagabumi melalui riset-risetnya yang wauw, saya tidak bisa memberi kurang dari lima bintang. Nagabumi memberikan perspektif baru tentang sejarah dan dunia persilatan.

Sebagai penikmat fiksi, saya anggap buku ini berat oleh muatan data (sejarah raja-raja Mataram yang bertikai pada masanya dan kutipan-kutipan dari kitab-kitab) yang belum dapat saya cerna sepenuhnya, gakuat wkwk.

Akan tetapi, sebagai cerita Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk layak dicoba dan dibaca, apalagi bagi para penggemar novel fantasi.
Profile Image for Ahmad Sidiq.
32 reviews
January 18, 2021
Setelah dua minggu mengikuti arus jelajah si Pendekar Tanpa Nama, akhirnya sampai juga pada tulisan "Bersambung" di bagian bawa lembaran.

Selain menyuguhkan cerita silat si Pendekar Tanpa Nama, Om Seno Gumira juga mengajak (pembaca) wisata ke Javadvipa di tahun 700an, tentu juga dengan puspa ragam rimba filsafatnya.
Profile Image for Sandy.
32 reviews
July 28, 2025
Buku babon pertama yang dibaca secara digital melalui iPusnas.

Karena awalnya dimuat di koran, jadi enak buat nentuin buat istirahat di chapter mana.

Yang bikin pusing, tentunya adalah footnote-nya yang banyak kali bahhhh.

Terakhir, setelah 700++ halaman, pembaca masih dibuat panasaran sama sosok Naga Hitam.


28 Juli 2025
Profile Image for Nosa Normanda.
37 reviews4 followers
April 21, 2020
Sangat menghibur dan ringan kalo bacanya nggak pake mikir. Kayak nonton serial silat. Masalah logika dan inkonsistensi juga ga usah dipikirin, gue rasa suatu hari di mas depan buku ini harus diedit ulang.
Profile Image for Lila Kurnia.
5 reviews
June 9, 2022
karena saya tidak bisa mengarang seperti SGA, maka bintangnya kalau ada 7 ya saya kasih 7 sekaligus! SGA bilang, ini lebih dari disertasinya, memang betul, riset yang panjang, tanya kepada para pakar, prof semua dilakukan SGA. Tunggu aja buku ke-4 nyah!
Profile Image for Iqbal Safirul Barqi.
51 reviews
April 14, 2023
Bintang 4 1/2
Luar biasa! Ini buku sejarah yang dibalut dengan cerita silat, bukan sebaliknya. Kekuatan utamanya terletak di penggambaran suasana latar tempat dan waktu, konflik sosial kehidupan abad 8 di Jawa.
1 review1 follower
November 2, 2019
Dulu awal baca karya Kho Ping Ho, sdh terasa menghibur. Tapi Setelah ada Naga Bumi 1 dan 2, rasanya Kho Ping Ho jadi terlalu ringan. Adakah Naga Bumi buku 3 sudah beredar..?
14 reviews
March 10, 2020
Cara penceritaan yg menarik. Tapi detail sejarah yg berlebihan untuk ukuran cerita silat. Buku ini 50% cerita silat, sisanya sejarah, dan filsafat agama.
Profile Image for Aileen Felicia.
13 reviews
July 24, 2020
Menikmati buku ini selama 6 bulann,, susunan kata yang indah dan alur cerita yang mengunggah imajinasi dan ispirasi
1 review
January 26, 2021
Belum baca..
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for riam budhi.
33 reviews1 follower
July 14, 2021
Ini termasuk tulisan deskripsi...lagi baca pelan2
55 reviews
September 28, 2021
Aku baca di iPusnas karena jujur ini tebel banget, hampir 2 minggu nyelesainnya. Untuk aku yang suka sejarah ini seru.
Profile Image for Kaha Anwar.
46 reviews5 followers
December 9, 2013
Selama ini, aku jarang sekali membaca novel silat. Bagiku, cerita silat hanya menyajikan cerita berdarah: kemegahan di atas jurus-jurus yang tujuannya taklain hanya ingin mengalahkan musuh. Namun, membaca Novel Nagabumi ini ternyata ada yang lain mengenai silat: ada filsafat, seni di balik jurus-jurus yang tercipta. Jalan hidup seorang pendekar takjauh beda dengan jalan hidup nonpenedekar: sama-sama ingin menggapai kesempurnaan. Dan, memang, jalan kesempurnaan itu beraneka rupa.
Pendekar Tanpa Nama, tokoh utama novel ini, adalah pendekar pilih tanding. Belum ada lawan yang sepadan mengalahkannya, lawan yang menyempurnakan jalan kesempurnaannya sebagai pendekar: mati dalam pertempuran. Ketakterkalahkannya itu membuatnya "bersamadi". Namun, di saat samadinya itu ia diserang oleh kelompok rahasia. Dari tangan kelompok yang tewas itu, Pendekar Tanpa Nama itu tahu bahwa dirinya tengah diburu pihak istina. Pihak istana menyatakan jika pendekar Tanpa Nama itu telah mengajarkan ajaran sesat. Nah, ternyata pernyataan "sesat" memang mujarab untuk mengoyak, membuat tidak tentram kehidupan seseorang kan?
Sejak itu, Pendekar Tanpa Nama, diusia 100 tahun ia kembali ke dunia laga: mencari sebab musabab mengapa ia diburu. Ia kembali menyamar. Ia pilih menjadi pembuat lontar. Di sela-sela pekerjaannya itu, ia menuliskan kisah hidupnya mulai awal, bayi. Bukan karena ia ingin dikenang lewat tulisan sebagai pendekar yang masyhur, melainkan ia ingin merunut kembali kisah hidupnya. Dengan menulis, mungkin, ia akan menemukan titik kesalahan sehingga pihak istina layak memburunya. Selain itu, ia ingin menuliskan kisah hidup dan lingkungannya dari sudut pandang sebagai "rakyat biasa", bukan penguasa. Sebab, prasasti, tulisan waktu itu adalah pesanan istana, dengan segala kekuasannya tentunya cerita yang diguratkan pada prasasti tentunya keinginan penguasa.
Novel ini sungguh menarik, bukan karena cerita silatnya, tapi karena mengambil latar sejarah Jawa di masa Wangsa Syailendra. Wangsa yang masyhur dengan pembangunan kemegahan candi Borobudurnya. Candi yang kini menjadi salah satu "keajaiban dunia" itu bagi kita takpernah menanyakan hal ihwal pendiriannya. Tentunya pembangunan tempat ibadah sebagai bukti ketatan umat terhadap agamanya, tapi di sisi lain ia juga sebagai penegasan: bahwa umat agama di masa tertentu adalah penguasanya. Dan yang lebih "mengena" perihal pembangunan candi itu, seberapa banyak manusia yang dipekerjakan, dikorbankan? Bagiku ini penting.
Bagiku, cerita silat ini, Pendekar Tanpa Nama hanyalah alat yang dipinjam Sang Penulis novel ini untuk mengungkap masa lalu tentang Nusantara. Kita diajak menengok menyusuri kehidupan dengan segala pranatanya nenek moyang kita.
Lantas, apakah Pendekar Tanpa Menemukan alasan mengapa ia diburu? Ssayang dalam nuvel jilid satu ini hanya sampai kisah perjalanan Pendekar Tanpa Nama ke negeri seberang. Jadi, pembaca harus membaca kelanjutannya di jilid dunia.
Displaying 1 - 30 of 77 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.