Selama ini, tulisan perjalanan di media kebanyakan isinya tentang yang indah-indah saja. Seperti brosur yang menggunakan kalimat yang berbunga-bunga dan foto-foto hasil rekayasa digital agar pembaca tergerak untuk mengunjungi suatu tempat. Padahal traveling tidak selalu enak dan nyaman. Suatu tempat tidak selalu indah dan bagus. Kenangan perjalanan yang paling Trinity ingat pun bukanlah tentang keindahan arsitektur suatu bangunan atau putihnya pasir pantai, tapi pesawat yang delay atau orang lokal yang tidak ramah. Pengalaman (yang sering tidak terduga) saat melakukan perjalanan adalah jauh lebih berwarna. Seperti kata it’s not the destination, but the journey.
Like climbing to the top of the hill to gaze down on the view I love to get a different picture, a different perspective, looking at the world through someone else’s eyes always adds another flavour to our travels. I fell in love with Indonesia on my first trip through South-East Asia way back in 1972 and now I can get a glimpse of the world through Trinity’s Indonesian eyes. I may have been to many of these places before, but The Naked Traveler takes me there by a whole new route. -- Tony Wheeler, pendiri Lonely Planet, penerbitan buku perjalanan terbesar di dunia
Seorang penulis – seperti juga seorang jurufoto – haruslah terlebih dulu seorang pengamat yang baik. Seorang yang memiliki kamera, bisa saja menjepret seribu foto ketika baru tiba di sebuah tempat yang baru dikunjunginya. Tetapi, mungkin hanya ada satu-dua foto saja yang benar-benar unik dan menarik. Seorang pengelana harus mampu menyeleksi semua pengalaman baru yang diserapnya, dan kemudian menuliskannya secara menarik. Perucha berhasil sekaligus menjadi pengamat dan penulis yang baik. Saya menikmati tulisan-tulisannya tentang kunjungan ke berbagai tempat. -- Bondan Winarno, penulis, wartawan, dan pendiri komunitas wisata boga Jalansutra
is Indonesia’s leading travel writer. In 2005, she started a travel blog at naked-traveler.com and in less than two years the blog was already nominated as Finalist in Indonesia’s Best Blog Award at Pesta Blogger. This led her to switch her corporate career to become full-time traveler and freelance travel writer.
Her debut book “The Naked Traveler” was a compilation of thoughtful but hilarious short stories from her adventure around the world. The book inspired many Indonesians, especially the youth, to travel – something that was rarely done at that time. Up to now, “The Naked Traveler” has been published in its third sequel and all are Indonesia’s best-selling travel book to date.
Together with Erastiany and illustrator Sheila Rooswitha, they created Indonesia’s first graphic travelogue “Duo Hippo Dinamis: Tersesat di Byzantium” (The Dynamic Hippos: Lost in Byzantium) about traveling misadventure of two fat girls in Turkey. She also contributed to anthology “The Journeys” along with 11 other writers.
Between dealing in her writing deadline, she still found time to become Editor in Chief of Venture travel magazine, regular contributor of Yahoo! Travel, contributor for various magazines, radio personality of Indika FM, social media entrepreneur, and speaker in creative writing/blogging/tourism events. In 2010, Trinity won “Indonesia Travel & Tourism Awards” as Indonesia Leading Travel Writer and dubbed as “Heroine for Indonesian tourism” by The Jakarta Post.
Trinity has Bachelor Degree in Communications from Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, and awarded Asian Development Bank-Japan Scholarship to take up Master in Management in Asian Institute of Management, Manila, Philippines.
She has traveled to almost all provinces in Indonesia as well as 46 countries and counting. In any case, she thinks Indonesia is yet the best country ever.
Kasih 3,5 bintang aja, karena ternyata emang bener masih bagusan yang pertama.
Gaya cerita Mbak Trinity yang nama aslinya entah siapa ini (lah), tetep asyik dibaca, tapi emang bener beberapa berasa komersil. Kayak pas beliau cerita di Dubai dan promosi rumah keluarganya (he he he). Tapi pas ke Dubai dia dibayarin kantor, enak bener, jadi iri dot com. Anehnya ada bagian yang udah ada di buku satu, nongol lagi di buku 2. Kayak bagian "Pulau James Bond dan Candi Angelina". Lah, buat apa coba dimasukin? Mana tulisannya sama pula, tumpek, plek.
Di buku 2 ini, Mbak T pergi ke Republik Palau buat liat hiu (dan ternyata hiu paling gede, the whale sharks adalah vegetarian! alias tidak makan daging manusia), ke Turki nebeng orang tak dikenal dan mandi di pemandian terkenal tapi malah saltum, studinya ketika di Filipina, pas ke Dubai dan favoritku adalah saat Mbak Trinity ke Pulau Komodo. Eh, ada satu lagi sih, saat dia bete liat pasangan bule ma cewe Indo, yang mau merebut tempat duduknya di pesawat. Kata2 si cewe yang bikin aku termehek.. eh terkekeh.
Seperti biasa Mbak Trinity suka ngeliatin berondong, dan masih suka cowo Itali. Menurutnya cowo yang gampang dikerjain adalah cowo Italia dan Yunani. Wuih, cowo - cowo type tycoon [menurut Harlequin]
Saya suka ketika penulis menceritakan pengalaman sailing, diving, snorkeling, dan water sport lain, kemudian mendeskripsikan suasana alam dan kecantikan flora dan fauna yang ia temukan
Sukses dengan buku pertama yang melejitkan penulisnya menjadi selebritas, Naked Traveler kembali hadir dengan kumpulan cerita perjalanan yang ditulis apa adanya dan berpotensi mengundang senyum.
Karena setiap perjalanan yang dia lakukan menjadi sebuah perayaan kehidupan (canggihnya bahasa ini!), tidak ada batasan yang menghalangi Trinity untuk mencicipi petualangan jenis apa pun. Tidak masalah baginya menginap di rumah penduduk setempat yang baru dikenal hari itu, berenang bareng ikan hiu sepanjang 12 meter, nyuri-nyuri nyemplung di kolam renang hotel tetangga, sampai pesta minuman dan cimeng bersama sekelompok berondong lokal (yang ini sih tidak harus ditiru hehehehehee..)
Tidak heran jika dia sampai memerhatikan isi televisi Vietnam yang semua program asingnya dialihsuarakan oleh satu orang ibu-ibu. Dari The Simpsons sampai Desperate Housewives, pengisi suaranya satu orang saja. Bayangkan betapa kayanya ibu-ibu itu! (hal. 27)
Selain kembali menceritakan tempat-tempat di pelosok dunia yang beberapa namanya mungkin baru sekarang saya dengar (mis. negara Andora), buku ini kembali menyadarkan betapa sedikitnya yang saya tahu tentang keindahan negara saya sendiri. Labuan Bajo yang bak kampung bule, Lombok Timur yang cantiknya mengalahkan Gili Trawangan, atau keberadaan boat cruise yang melayani rute Lombok Timur - Labuan Bajo. Pantas saja penumpangnya orang asing semua.
Cerita-cerita ajaib khas Naked Traveler juga masih bertebaran. Seperti salah kostum berbikini di tengah kemacetan jalan Filipina, dilamar tukang ojek di Kamboja, dan...silakan dibaca sendiri :D
Salah satu cerita yang paling menginspirasi saya adalah awal mula Trinity ketagihan jalan-jalan. Bayangkan, sejak umur 12 tahun dia sudah diminta membuat "proposal liburan" oleh orang tuanya, dan jika disetujui berangkatlah dia berlibur sendiri atau bersama teman ke luar kota (hal.321). Kayaknya kalau saya punya anak, saya mau mencontek ide itu deh, biar anak saya terbiasa melihat dunia dan punya urat pede sekuat baja.
Di luar isi cerita, terlihat perbedaan mencolok dalam hal kemasan dan ketebalan buku yang kali ini jauh lebih memuaskan. Ada lebih banyak informasi dan tips, dengan gaya penulisan yang lebih mendalam dan menurut saya lebih tertata dibandingkan buku pertama. Entah benar entah tidak, yang jelas nuansanya tidak se'nyablak' dulu. Walaupun tetap sukses membuat saya nyengir kuda berkali-kali.
Satu hal yang wajib dicontoh dari Trinity adalah, tidak pernah berekspektasi tinggi saat melakukan perjalanan, supaya tidak kecewa dan merajuk jika tempat yang dituju mengecewakan. Seperti kata pepatah, it's not the destination but the journey.
Saya jadi teringat perjalanan kerja ke Bali beberapa tahun lalu. Sudah capek, eh dikasih tiket pulang pesawat paling malam. Dan ada keterlambatan sampai satu jam lebih. Kepingin marah rasanya. Tapi siapa sangka, pesawat Garuda yang terlambat itu ternyata hanya membawa saya dan dua rekan, serta satu orang asing! Jadilah kami bebas tidur berselonjor dengan bebasnya, seperti naik pesawat pribadi. Ah, sedapnyaaaaa....
saya sudah lama berniat membaca buku The Naked Traveler, meski ternyata harus puas membaca langsung ke buku 2. Soalnya nyari buku NT yang pertama minta ampun susahnya. Bagi saya buku yang menceritakan perjalanan seperti obat yang memuaskan sejenak keinginan saya untuk traveling.
Buku yang terdiri dari delapan bab ini berisi pengalaman-pengalaman Trinity ketika ia berjalan-jalan di suatu negara atau kota. Republik Palau di Micronesia, Dubai, New Zealand bahkan saat ia bersekolah di Filipina pun juga diceritakan di buku ini. Pembawaan kisah yang ceplas ceplos dengan bahasa yang campur aduk dan kadang dibumbui adegan konyol ini membuat saya cukup puas membacanya.
Ada banyak cerita, ada banyak pengalaman dan ada banyak kesempatan yang bisa diceritakan dari sebuah perjalanan. Dan Trinity, kalau saya simpulkan, menukilkan pengalaman sosialnya daripada bercerita tentang perjalannya itu sendiri. Sebut saja contoh bagaimana ia berkali-kali diajak menikah oleh cowok ketika bertraveling, atau bagaimana perbandingan nonton film di bioskop luar negeri dan di dalam negeri.
Buku-buku perjalanan yang sudah pernah saya baca, biasanya memang bercerita tentang perjalanan, dan tentunya urut. Maksudnya, bila sedang bercerita di Kamboja, maka seluruh bab itu berisi tentang kejadian-kejadian di Kamboja atau cara naik angkutan di sana, penginapan bahkan sampai beberapa referensi makanan. Yang tidak boleh ketinggalan adalah tempat-tempat mana saja yang menjadi daya tarik kota atau negara tersebut, sehingga masuk ke daftar kita saat berkunjung ke sana.
Maka ketika saya membaca NT, sejujurnya saya sedikit shock, karena saya disodorkan cerita dalam bab-bab yang entah disusun berdasarkan apa. Kalau berdasarkan kesamaan kok ya ada yang nggak nyambung, kalau berdasarkan urutan abjad kok ya nggak. Kalau dibilang berdasarkan letak negara atau kota yang dituju, lebih-lebih nggak banget. Saya seperti main Yoyo, dilempar ke sana balik ke sini, ke sana lagi sampai akhirnya saya malah bingung. Buku ini memang buku tentang perjalanan, tapi bukan seperti kamus perjalanan Lonely Planet atau buku-buku traveling lokal lainnya. Trinity menyuguhkan cerita atau pengalaman-pengalaman pribadinya sendiri yang mungkin bisa berguna bagi ornag lain yang bernasib atau ada pada saat yang sama seperti dia di suatu tempat saat traveling.
Lalu apa yang saya dapatkan dari buku ini? Ada beberapa hal baru kok yang saya dapatkan, seperti penyimpanan uang saat jalan-jalan, cabe yang dahsyat pedesnya dari Lombok, berenang bersama whaleshark, atau apa yang bisa kita lakukan jika saat traveling itu kita memiliki banyak waktu luang. Toh saya juga berhasil dibuat cekikikan sendiri saat membaca beberapa episode cerita Trinity yang konyol. Keunggulan buku ini menurut saya karena Trinity sepertinya sudah mengunjungi banyak tempat di Dunia, pengalamannya sudah banyak jadi dia bisa mudah menceritakan dan menggabungkan satu dengan lainnya.
Suatu perjalanan memang tak harus selamanya indah. Kadang perjalanan membuat kita menjadi jengkel dan tidak lagi bisa menikmati apa yang dinamakan perjalanan itu sendiri. Perjalanan yang tujuan awalnya adalah melepaskan kita dari kepenatan malah membuat kita semakin jengkel.
Semua orang yang hobi backpacking ataupun bertualang tak dapat menghindari dari yang namanya pesawat yang ditunda berjam-jam, hotel berbintang yang tidak bisa disebut berbintang, atau tempat pariwisatanya sendiri yang membuat kita menjadi i-fill.
Kesuksesan The Naked Traveler yang pertama membuat Trinity yang masih hobi bertualang ingin kembali menghadirkan bukunya. Tetap dengan inti cerita yang sama: betapa tidak menariknya jalan-jalan di tempat ini dan kelucuan yang hadir tanpa sengaja. Mungkin dari perjalanan, Trinity selalu mengajak pembacanya agar lebih memahami bahwa suatu perjalanan tak haruslah indah di mata kita, tetapi haruslah dinikmati dalam kebaikan maupun keburukannya. Di sana kita mendapatkan apa yang disebut: bertualang.
Tetap dengan cerita-cerita jenaka mengenai lokasi demi lokasi, Trinity menyajikan cerita dari segmentasi yang berbeda. Ini cerita petualangan, bukan untuk berpromosi akan suatu tempat. Kebaikan Trinity tetap sama: mengenalkan kita pada tempat-tempat yang tak pernah kita ketahui bahkan tak pernah kita dengar apakah benar itu nama suatu tempat atau merk suatu produk.
Seperti itulah seorang Trinity. Kita menjalani suatu perjalanan memang haruslah dinikmati. Enak ataupun tidaknya, di sana letak kita menikmati petualangan tersebut. Menelusuri laut bersama ikan hiu, dugem di Hong Kong, sampai menikmati makanan yang bukan Indonesia tetapi berlokasi di Indonesia. Tidak enaknya adalah ketika harus duduk di bus yang sontoloyo, saltum karena salah informasi, atau sumpek-sumpek naik kapal kecil.
Kalau Anda yang sudah membaca The Naked Traveler bagian pertama dan merupakan cetakan yang belakang-belakang (saya tidak tahu bagaimana bilangnya), pasti Anda merasakan seperti saya: ada cerita yang diulang lagi. Sayang sekali... :P
Begitulah menikmati sebuah perjalanan. Indah dan tidaknya, begitulah perjalanan. Toh, tak harus semuanya menjadi sempurna, bukan?
saya suka jalan-jalan saya suka jalan-jalan saya sukaaaa sekali jalan-jalan!!!
hidup di 20 tahun pertama kehidupan saya dengan berpindah kota 8 kali membuat saya terbiasa menjelajahi daerah-daerah di tempat saya tinggal. bahwa setiap 2 atau 3 tahun selalu ada perpisahan, lalu perkenalan baru. jadi, ketika saya ditanya, aslinya orang mana? nah, saya gak tau, lha pindah-pindah terus. pokoknya mah orang pulau jawa. bisa berbahasa jawa aktif dan berbahasa sunda pasif, sama sekali blank dengan bahasa dan logat madura.
adaptasi? nah ini paling sulit. se-grapyak2nya saya pada akhirnya, waktu kenalan pasti saya terkesan pendiam. walaupun yang menyangka begitu akan menyesal kemudian.
buku ini begitu menginspirasi saya untuk melanjutkan petualangan2 masa remaja saya. setelah menuntaskan semua jalur utama di pulau jawa, anyer-panarukan sudah selesai di umur 20-an, jalur selatannya yang masih jadi obsesi pribadi, jakarta-malang via selatan sih sudah biasa, maupun malimping sukabumi.
nah, jadi obsesi saya menyelesaikan jalur pulau jawa masih pada Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Meru Betiri. barulah ke diving spot yang bertebaran di Indonesia, yang terkenal dengan iklim tropisnya, sehingga pemandangan bawah lautnya menakjubkan, karena banyak spesies bertebaran di situ.
saya terkesan dengan kata-kata Trinity pada penggemarnya, bagaimana cara mengumpulkan uang untuk jalan-jalan.. ya, mulailah menabung!! lugas, dan memang itulah yang harus dilakukan.
ditambah lagi, aturlah waktu anda, dong, apalagi saya yang sok sibuk dan punya tanggungan, ga bisa egois dan seenak2nya kabur ke luar kota untuk jalan2.
oh ya, jagalah kesehatan, rajin olahraga, jadi gak malu2in kalo banyak jalan kaki. air terjun terindah selalu ada di pedalaman. masa mau minta gendong?
berdoalah supaya usia anda panjang... mama saya baru jalan-jalan kemana-mana beberapa tahun belakangan ini, mungkin karena anak perempuannya yang manja ini sudah pisah rumah dan gak perlu dia urusin lagi. tapi, mama saya tetep have fun koq, dan saya bahagia melihatnya.
yah, kalau keindahan bisa saya nikmati lebih cepat, ya lebih seru aja kayaknya.. semoga..
Baca buku Naked Traveler dari buku 1 sampe 2 sama ajah efeknya -- bikin perut bgolak gr2 ketawa mulu plus ngeces gr2 pengen jalan2
Kebetulan saya dtg dari keluarga blasteran Sumatera-Lombok, yg mana di rumah klo masakan nggak pedes namanya nggak makan . Jadi pas baca bab soal penelitian tingkat ke-pedas-an makanan ala mba Trinity, dari masing2 belahan dunia hingga ke Indonesia, pengalamannya menyantap masakan-masakan pedas bikin saya terharu, ketawa ngakak plus guling2.
Saya juga jujur sedih klo baca NT, bahkan smpe buku kedua, banyak fakta2 tourism yg bikin nyesek dada... Pulau yg dibeli pihak asing, pengelolaan yg kurang tertata, akses yg sulit, hingga atensi turis domestik yg kurang terhadap kekayaan Indonesia sendiri -- masa apa2 yg nemuin bule seh
Baca NT2 jd semakin menguatkan tekad untuk pulkam, lebih mengeksplorasi ranah NTB, menjelajahi hingga ke Lombok Tengah dan Timur - karena klrg kami berdomisili di Lombok Barat. Memenuhi target menaklukkan Rinjani dan mengunjungi danau-nya yg terkenal itu...
Baca NT2 jd semakin menguatkan tekad saya untuk backpacking lg, tempat2 yg ada dlm wish list harus bs dijabanin taon depan, tokh nnt dah pnya bodyguard resmi, hihihi..
dan SEMAKIN BERTEKAD JAYA untuk menyediakan setidaknya sejenak dari waktu 'sibuk'nya untuk melihat sekeliling, mecari 'keramahan' alam dan lebih bersyukur... ternyata Indonesia KAYA! dan semakin merenungi tagline 'kalau bukan kita, siapa lagi..'
NB: and i really like the way Trinity gets really ANGRY :D
membaca buku ini pas ditemani 3 berita: ttg gerakan Indonesia Mengajar, Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa, n ekspedisi pulau terluar Indonesia oleh Wanadri (berita Antara).
habis baca TNT 2 ini, jd makin cinta Indonesia. Indonesia yang harus dikenal untuk makin dicintai, digali, dan diberdayakan.
It's not the destination, but the journey.
p. 65
Labuan Bajo, “kota” nelayan di paling barat Pulau Flores, Kab. Manggarai barat, NTT. Tempat persinggahan turis yg ingin ke Taman Nasional Komodo. Kota ini bak kampung bule. Dari mulai turis, pemilik hotel, restoran, dive operator sebagian besar adalah bule. Turis lokal jaraaanng banget ada. Bahkan, Taman Nasional Komodo pun dioperasikan oleh perusahaan luar. Beberapa pulau pernah jadi sengketa karena dimiliki oleh warga asing
p. 83
Dari dua kejadian di atas, saya jadi mikir. Pertama, sbagai orang awam, kita tidak pernah diajari bagaimana melakukan P3K, apalagi memberikan CPR (Cardiopulmonary resuscitation---pertolongan bagi korban yg mengalami serangan jantung/pernapasan mendadak). Padahal di Amerika, CPR wajib diajarkan untuk semua orang. Kedua, saya tidak pernah tahu nomor telepon ambulans dan polisi yg siap siaga 24/7. … Berbeda dengan Amerika yg tinggal telepon nomor 911. dg satu nomor telp yg mudah diingat, sudah terintegrasi antara polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans. Orang menelepon 911 krn kucingnya masuk gorong-gorong aja lgsg datang … dan jalan aspal bisa dibobok demi menyelamatkan kucing!
This entire review has been hidden because of spoilers.
kebayang waktu si penulis lompat dari gedung yang paling tinggi di dunia yaitu 332 m tepatnya berada di Dubai, asli sampai kerasa sama saya yang yang baca! beneran lompat! hehehe. suka suka, karena banyak Turki nya :)) (alright, this is personal things)
Seperti buku pertamanya, buku kedua ini juga aku "baca" lewat audiobook yang juga dinarasikan oleh penulisnya sendiri. Sensasi mendengarkannya masih sama seperti buku pertama, kayak ngedenger teman yang lagi nyeritain pengalamannya traveling dan kali ini travelingnya ke pulau-pulau yang kepingin banget ku datangi tapi belum kesampaian juga (kayak Lombok dan Pulau Komodo) dan traveling ke negara-negara yang belum pernah ku dengar sebelumnya, Negara Palau misalnya yang terletak di Micronesia. Di mana pula Micronesia itu 😅😅 Di buku kedua ini, Kak Trinity juga menuliskan kiat-kiat traveling ala backpacker kalau sendirian dan juga kiat-kiat pergi sendirian tapi bisa nemu teman perjalanan sesama backpacker juga. Ngebayanginnya kayaknya asik sekaligus bikin parno 😂😂 Kak Trinity juga nyeritain pengalamannya waktu ngambil kuliah lagi di Filipina yang tujuan awalnya buat nyobain tinggal di negara lain sambil jalan-jalan eh malah kehidupannya hanya di sekitar asrama dan kampus gara-gara jam belajar kampusnya yang ampun-ampunan 😂😂 Di akhir buku, Kak Trinity juga nyeritain sahabat-sahabatnya sejak zaman sekolah yang juga doyan traveling ala backpacker, asik gitu ya kalau punya sahabat yang selera jalan-jalannya sama jadi lebih se-iya se-kata kalau lagi ke mana-mana. Dan ternyata jiwa tukang jalan-jalannya Kak Trinity sudah ditanamkan sejak kecil sama orang tuanya yang sibuk jadi bikin Kak Trinity harus liburan sendirian. Hebat juga orang tuanya bisa "mengutus" anak awal remaja jalan-jalan sendiri ke luar kota bahkan ke luar negeri. Umur segitu aku kalau naik sepeda lebih dari 2 km dari rumah aja pulang-pulang pasti kena omel boro-boro dibolehin pergi sampai ke luar negeri sendirian 😂😂 Secara keseluruhan buku kedua ini tetap seru meski aku lebih suka buku pertamanya.
Selama ini, tulisan perjalanan di media kebanyakan isinya tentang yang indah-indah saja. Seperti brosur yang menggunakan kalimat yang berbunga-bunga dan foto-foto hasil rekayasa digital agar pembaca tergerak untuk mengunjungi suatu tempat. Padahal traveling tidak selalu enak dan nyaman. Suatu tempat tidak selalu indah dan bagus. Kenangan perjalanan yang paling Trinity ingat pun bukanlah tentang keindahan arsitektur suatu bangunan atau putihnya pasir pantai, tapi pesawat yang delay atau orang lokal yang tidak ramah. Pengalaman (yang sering tidak terduga) saat melakukan perjalanan adalah jauh lebih berwarna. Seperti kata pepatah: it’s not the destination, but the journey.
It's always fresh and laughable even I already read this series for dozens time. Trinity is obviously a pioneer of pop travelogue books. . The way she wrote no perceived as a "guru" book. But from her stories, I've got my bravery for several solo backpacking since then. . Every time I need to re-read this series, it's always been a sign that I'm in the middle of "sakaw" of getaway trip.
Walaupun penulisan secara total dalam bahasa Indonesia tetapi masih boleh ngerti apa yang ingin dismapaikan. Terdapat info yang berguna dan tips travel. Cerita yang random dan banyak tempat sulit yang digambarkan.
Buku ini lebih banyak pembahasan mengenai negara-negara Asia seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan lain-lain. Buku yang dapat membuat kita melihat dunia luar dengan sajian yang mudah dipahami layaknya kita dibacakan cerita.
Bukunya tebal, tapi karena kumpulan ceritan perjalanannya banyak. Jadi rada-rada milih-milih untuk baca bagian-bagian yang suka aja. Beda dengan Naked Traveler ke-1 seluruh ceritanya bagus dan menarik untuk di baca
Masih mengusung nafas yang sama, Trinity kembali berbagi kisah petualangannya mengelilingi dunia. Namun kali ini jauh lebih beragam, jauh lebih komplet dan jauh lebih berwarna. Tak habis rasa kagumku ketika menyelami kisah satu demi satu keberanian seorang Trinity dalam menjelajahi setiap tapak yang ada di dunia ini.
Soal kenekatan, Trinity jawaranya, deh! Ketika orang sibuk berencana melancong ke kota-kota romantis dan terkenal, Trinity malah tertarik menjelajahi negara yang belum banyak dikenal orang. Misalnya saja ketika beliau memutuskan untuk berpetualang di Palau, sebuah negara kecil berpenduduk kurang dari 20 ribu jiwa yang ternyata nenek moyangnya adalah orang Indonesia! ”Begitu menyebutkan asal saya dari Indonesia, mereka langsung bilang, ”Aha, our ancestor”” Hal.12.
Trus, ada apa di Palau? Ternyata, Trinity penasaran dengan jellyfish doang. Hehe. Tapi ibarat pepatah ”sekalian nyelam kenapa gak neguk air aja sekalian”, di Palau, wisatawan akan bertemu dengan banyak hiu. ”Laut Palau merupakan rumah dari 1300 jenis spesies ikan dan 700 jenis spesies karang laut. Bagi saya, Palau adalah negara hiu –saya tidak pernah melihat hiu sebanyak yang saya lihat di laut Palau...” Hal.9.
Keunikan The Naked Traveler dari buku-buku berjenis sama lainnya adalah, Trinity tidak ragu untuk mengulik kisah-kisah ”gak penting” selama perjalanan. Namun, itulah letak keistimewaannya. Cerita yang diangkat gak melulu yang bagus-bagus. ”Padahal traveling tidak selalu enak dan nyaman.... pengalaman (yang sering tidak terduga) saat melakukan perjalanan jauh lebih berwarna, Seperti kata pepatah : it’s not the destination, but the journey” Hal.vi.
Misalnya ketika ditilang polisi di Orlando, AS, gara-gara ngebut. Canggihnya mereka bisa tahu kalau seseorang ngebut dari helikopter di udara. Atau mencoba ”bernegosiasi” dengan polisi di Indonesia, yang ternyata bisa nyogok dan meminta kembalian. Hehe. Cerita mengenai Cabe-pun bisa menarik kalau berada di tangan Trinity. ”Di negara barat, tidak pernah saya merasakan makanan atau sambal yang benar-benar pedas.” Hal.75. Ujung-ujungnya, balik lagi deh ke rasa cinta Indonesia, walaupun dalam urusan percabean, hihi. (FYI : Cabe Flores paling mantap katanya.)
Tulisan mengenai Dubai yang lebai bikin aku geleng-geleng kakieh, kepala. Maklum saja, di negara kaya itu, semua yang wah-wah ada di sana. Hotel bintang 7 (bukan karena kelebihan bintang waktu cetak merek di sablon tentunya –seperti kisah ”Hotel Kelebihan Bintang” di The Naked Traveler 1), atau bangunan tertinggi di dunia, Burj Dubai (yang di dalamnya terdapat 30 ribu rumah dan 9 hotel mewah), belum lagi ada pulau buatan segala, trus ada Shopping mall terbesar di dunia, trus ada... trus.... trus... –gak ada habisnya kalau ngomongin Dubai.
Di The Naked Traveler 2 ini juga Trinity lebih banyak bercerita tentang dirinya (serunya pengalaman nongol di TV -misalnya), keluarganya, teman-temannya, sampai awal mula beliau tergila-gila menjelajahi tempat-tempat baru. Salutnya, ternyata kegiatan mengenal budaya dan tempat-tempat baru tersebut sudah ditanamkan sejak kecil oleh orang tuanya. Hmm. Berkali-kali Trinity bilang kalau dia gak doyan belanja. Setuju, karena belanja sesuatu yang tidak perlu, adalah kegiatan yang gak penting. Mending duitnya ditabung dan buat jalan-jalan. Kereeen!
Lalu, balik lagi... hal apa aja yang ditawarkan buku ini? Buanyaaaak. Gak seru deh kalo aku ceritakan. Baca buku ini memang serasa menjelajahi sebagian dunia. Dan ya itu, kita akan dikenalkan dengan hal-hal yang tak terduga selama dalam perjalanan (mendatangani ’kontrak mati’,susahnya nyari toilet, tersesat di jalan, pengalaman naik balon udara, ketemu temen sesama bekpek yang nyebelin, nyenengin, hampir adu jotos di pesawat –bagian ini Trinity kereeeeeen sekali!,) dan masih banyak lagi.
Mengenai fisik buku, kavernya jauh lebih kreatif dan terlihat lebih cerah. Hanya sayang pembatas bukunya gak ada seperti di The Naked Traveler edisi pertama. Tapi itu bukan masalah besar karena bisa pinjem pembatas buku yang lama (gitu aja kok repot, betul gak Gus? Hehe.). Isinya juga jauh lebih keren. Tata letaknya lebih cantik dan menyegarkan, terlebih dengan adanya ilustrasi dan foto-foto yang disesuaikan dengan cerita. Eh ya, menurutku foto-fotonya lebih baik dicari yang benar-benar jarang diliat orang (kayak foto Trinity lagi bungy jumping it’s awesome!), foto-foto seperti Komodo sebaiknya diganti saja (yakin deh bakalan ada cetak ulang ke-2, ke-3, ke-4 bahkan nembus cetakan ke-10 kayak buku The Naked Traveler edisi pertama yang aku beli). Aku malah lebih penasaran dengan foto-foto seperti orang Palau (yang katanya segede kulkas) dsb. Tapi lagi-lagi, gitu aja kok repot, kan bisa tanya ke om google. Tul, nggak?
Buku kedua lebih spesifik menceritakan pengalaman traveling Trinity ke beberapa negara seperti Palau, Filipina, Vietnam, Turki, tanah air tercinta (Indonesia), dan Uni Emirat Arab. Bagi yang suka cerita tentang Dubai, buku kedua ini cocok untuk dibaca. Nggak ada cerita seram di buku kedua ini tapi ada cerita tentang distrik lampu merah dan strip club.
Membaca buku ini setelah buku TNT 1 , saya sangat bangga, bagaimana tidak? Trinity nama pena dari penulis kedua buku ini adalah seorang wanita Indonesia yang sudah melancong ke seluruh provinsi di Indonesia juga sudah pernah menyinggahi 36 Negara di dunia dengan a la backpacker, betul betul percaya diri dan sangat berwawasan tentunya, karena hal itu adalah modal awal seorang traveler agar bisa tetap survive biarpun dengan budget terbatas.
Dalam kedua buku ini banyak menceritakan segala kejadian dengan jujur diberbagai tempat, tidak hanya mengemukakan keindahan dan kenikmatannya semata, sehingga membuat kita merasakan sesuatu yang lain dari tips jalan jalan yang pernah dilakukan penulis. Dalam buku ini tidak mengemukakan seperti kebanyakan turis atau pelancong yang hanya ingin melihat sisi keindahan dan kenikmatan dikala liburan saja, namun penulis ingin melihat, mempelajari dan merasakan pula kebiasaan, kebudayaan dan hal hal unik yang ia jumpai.
Penulis tidak hanya ingin sekedar jalan jalan, namun ingin membuka wawasan tentang tempat tempat yang ia singgahi, ia tak segan untuk berbaur dan gaul dengan orang lokal, sehingga banyak sekali pengalaman dan teman teman baru.
Tak salah trik jalan jalan yang dilakukan penulis, sangat idea briliant, karena tidak menyia nyiakan waktu dan kesempatan untuk mempelajari, melihat dan merasakan budaya serta hal hal yang tak ada di Indonesia secara nyata dan sangat menikmatinya, tak salah jika penulis memanfaatkan budget untuk menginap dihotel mewah dia gunakan untuk transport menjelajahi tempat itu sampai yang pelosoknya, sungguh fungsional dan bikin membuka wawasan seluas mungkin.
Gaya bahasa yang santai dan cerita seru dari mulai kisah toilet modern di schipol, Amsterdam, tentang gorengan jijay yang berisi kecoa, cacing dan serangga di Filipina, kisah Negara Palau yang nenek moyangnya orang Indonesia, dan masih banyak lagi yang membuatku membacanya sambil cekikikan karena seru dan bikin geli, imajinasi kita terangsang dan benar2 seolah olah kita berada ditempat yang penulis ceritakan itu.
Dari membaca buku ini, bagi yang hobby traveling, bisa jadi panduan dan banyak keuntungan untuk wawasan yang kita dapat, mulai dari kondisi cuaca, kebiasaan, kebudayaan tempat tujuan kita akan melancong, sehingga akan mempermudah persiapan kita dari mulai barang dan baju yang harus dibawa seefisien mungkin, juga menghindari terjadinya pengeluaran ekstra karena harus menyewa kain atau baju tertutup dikala memasuki sebuah candi atau tempat sakral.
The Naked Traveler 2 masih menyuguhkan isi yang serupa dengan buku pertamanya; yaitu kisah-kisah perjalanan Trinity keliling dunia. Trinity ingin menekankan bahwa traveling itu tidak selalu enak dan nyaman seperti kebanyakan tulisan perjalanan yang ada di media. Suatu tempat yang dikunjungi mungkin saja tidak indah dan bagus seperti yang kita harapkan. Buku yang kedua ini dibagi menjadi 8 bagian cerita: Gila-Gilaan, Indonesiana, Traveling Membawa Nikmat, Apa Rasanya?, Sekolah di Filipina, Belajar dari Sini, Bandingkan, dan Narsis.com. Seperti buku sebelumnya, setiap bagian akan berisi cerita-cerita pendek yang berhubungan dengan judul bab-nya. Dipenuhi dengan pengalaman yang lucu bahkan seram, Trinity sekali lagi membawa pembacanya berkeliling dunia lewat tulisannya.
Ada beberapa kisah unik dan menarik yang terdapat dalam buku ini, di antaranya berjudul, Indonesiana: Cabee, Deeh!; yang kisahnya menceritakan pengalaman Trinity dengan cabai. Sebagai orang Indonesia, makan cabai atau menggunakan sambal dalam makanan adalah hal yang amat biasa - bahkan terkadang menjadi keharusan. Akan tetapi, di negara Barat, Trinity sama sekali tidak pernah merasakan makanan ataupun sambal yang benar-benar pedas. Di Amerika maupun Eropa, seringkali hanya terdapat tabasco yang rasanya manis. Menurut pengalaman Trinity makan cabai, yang terpedas adalah cabai dari Indonesia bagian timur; seperti di Lombok, Manado, Palu, dan juara satunya adalah cabai Flores.
"India yang terkenal makanan pedasnya menurut saya, sih, lewat sama rasa pedasnya Indonesia. Sementara orang Filipina makan kari India saja nangis-nangis. Nah, giliran saya cuma masak nasi goreng, orang India yang gantian nangis-nangis! Karena saya "sakau" dengan sambal, akhirnya saya selalu menciptakan sendiri "sambal" yang gampang tersedia di tiap restoran."...
Terus terang, buku Naked traveler Trinity memberikan pengaruh buruk bagi gue: 1. Gue jadi pengennya jalan-jalan mulu, akibatnya tabungan gue menipis 2. Gue jadi pengen pergi ke tempat-tempat terpencil dan pengen ngerasain kegiatan yang dulu sama sekali ga kepikiran (hot air balloon) 3. Gue jadi berubah tipe travelling dari yang cuma ikut tour dan travel, jadi lebih suka jalan sendiri. 4. Standard higienis gue jadi sedikit berubah. Kalau dulu pengennya nginep di hotel berbintang, sekarang berkemah juga bisa dikonsider asalkan tempatnya keren (dan kalau ga ada tempat tinggal alternatif lain) 5. Gue jadi lebih narsis, soalnya kalau jalan-jalan dan obyek wisatannya keren pasti pengen pamer foto dengan ada tampang gue. Kalau cuma foto obyeknya aja, tinggal beli postcard kan? Makanya harus rajin nonton america's next top model, biar posenya ber variasi. hehehe...
Buku ke 2 nya lebih tebel dari buku 1, tapi kali ini lebih detail dalam penceritaan terhadap suatu tempat wisata. Lebih membahas tentang perbedaan kebiasaan atau kebudayaan suatu daerah. Di buku ini juga lebih banyak pengenalan terhadap sosok Trinity itu sendiri.
Penulisannya seperti buku pertama. Bahasanya lucu dan santai. Ada beberapa gambar, tapi sayangnya ga berwarna.
Recommended banget buat semua orang, walau ga suka travelling, setidaknya membuka pikiran bahwa dunia tidak selebar daun kelor.