Gambir, pematung nomor wahid, mulai merasakan keganjilan-keganjilan dalam kehidupannya. Istrinya, Talyda, seakan mengombang-ambingkan pernikahan mereka dalam permainan yang penuh siasat dan tipu daya.
Kemasyhuran yang mengikuti Gambir sebagai pematung ternyata berasal dari rahasia masa lalu. Penemuan sebuah pintu terlarang di dalam studionya membuat Gambir semakin yakin ada kekuatan gelap yang hendak menghancurkannya. Dan ia mulai mencurigai Talyda berada di balik semuanya.
Kehidupan Pusparanti, jurnalis majalah gaya hidup, berubah ketika ia bertugas menyelidiki korban kekerasan pada anak-anak. Apalagi ketika hubungan cintanya dengan Dion, duda beranak satu, mulai menunjukkan banyak kemiripan dengan liputannya.
Ketika mengetahui perselingkuhan Talyda, Gambir mulai merencanakan pembalasan. Sementara itu, akhirnya Dion memaksa Pusparanti mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya.
Di saat itulah kehidupan Gambir dan Pusparanti mulai bersentuhan. Dan kebenaran-kebenaran yang selama ini terselubung lapisan semu mulai menampakkan kebenaran demi kebenaran.
Sekar Ayu Asmara lahir di Jakarta, Indonesia. Menghabiskan masa kecil berpindah-pindah di beberapa negara mengikuti karier diplomat ayahnya. Pernah menetap di Afghanistan, Turki, dan Negeri Belanda.
Semua bidang seni yang ditekuni, dipelajari Sekar secara otodidak. Baik itu sebagai sutradara film, pelukis, produser musik, penulis skenario, maupun penulis novel.
Film pertamanya, Biola Tak Berdawai, mendapatkan anugerah The Naguib Mahfouz Prize di Cairo International Film Festival 2003. Penghargaan bergengsi ini diberikan kepada sutradara film pertama. Film ini juga dianugerahi penghargaan Best Actress untuk Ria Irawan di Asia Pacific Film Festival, Shiraz, Iran 2003. Sementara Bali International Film Festival, Indonesia 2003, menganugerahkan penghargaan Best Actor bagi Nicholas Saputra dan Best Music untuk Addie MS.
Film keduanya, Belahan Jiwa, juga memenangkan penghargaan The Best International Feature Film di ajang New York International Independent Video and Film Festival 2007.
Sekar telah menerbitkan tiga novel: Pintu Terlarang, Kembar Keempat, dan Doa Ibu. Film Biola Tak Berdawai dinovelisasikan oleh Seno Gumira Ajidarma. Sementara novel Pintu Terlarang telah diangkat menjadi film layar lebar oleh Joko Anwar. email: xekarayu@gmail.com
"Banyak orang tua yg memiliki anak hanya demi status. Banyak orang tua yg tidak memikirkan kebutuhan anak yg hakiki. Mereka seakan sudah lupa bahwa kasih sayang dan perhatian adalah yg paling dibutuhkan anak." Hlm. 188 . Di buku ini ada 3 cerita dan sudut pandang yg berbeda. Pertama, kisah tentang "Aku", si "Anak Nakal" yg berumur 9 thn. "Aku" selalu mendapat kekerasan baik fisik maupun psikis dari kedua orang tuanya. Padahal, bapaknya seorang dokter loh! Miris kan? 😢 . Yg kedua, tentang suami isteri (Gambir dan Talyda) yg selalu terlihat "sempurna". Jujur, di kisah ini aku rada sebel banget sama sosok Gambir yg terlalu "menurut" dan memuja Talyda. Padahal Talyda ini "bermain-main" di belakangnya. Nah, yg bikin rada "bosen" adalah ada kalimat sakti yg selalu diucapkan Gambir maupun Talyda. Sudah seperti mantra saja, selalu diulang-ulang 😅😅 Dan ketiga yaitu ttg Pusparanti, seorang jurnalis sebuah majalah yg sedang meriset untuk keperluan tulisannya. . Awalnya, kupikir ketiga kisah ini akan berdiri sendiri, ternyata saling berkaitan. Yang paling aku suka, penulis secara perlahan-lahan mengungkap misteri dari "Pintu Terlarang". Pokoknya semakin aku membalikan halaman, semakin penasaran aku dengan misteri dibalik "Pintu Terlarang" tersebut 😚 Dan BOOM! GILAK ENDINGNYA BIKIN SYOK! . Buku ini menjadi salah satu buku terkeren yg ditulis oleh penulis lokal. Aku salut banget sama penulisnya. Oh ya, aku baru tahu kalau buku ini sudah pernah diadaptasi ke film 😅
Baru tahu kalau film Pintu Terlarang yang disutradarai oleh Joko Anwar diadaptasi dari sebuah buku berjudul sama karangan Sekar Ayu Asmara.
Buku ini dibuka dengan sebuah penggalan kisah dari seorang anak berusia 9 tahun. Ia menceritakan apa yang dialaminya dari sudut pandang orang pertama. Membuat pembaca bergidik ngeri. Bab selanjutnya, pembaca dibawa menuju kehidupan Gambir dan Talyda. Tokoh utama dalam buku ini yang melengkapi satu sama lain, saling menyempurnakan satu sama lain.
Di saat cerita bergulir pada pasangan tersebut, Sekar Ayu Asmara menyuguhkan lagi penggalan kisah dari anak usia 9 tahun tersebut. Kemudian memberikan cerita mengenai Pusparanti, sang jurnalis yang ingin menuliskan tentang domestic violence. Perjuangan Ranti tentu tidak mudah. Untuk mendapatkan rubrik saja, ia harus meyakinkan atasannya. Belum lagi proses pengambilan data yang juga menantang. Mamanya kerap mengingatkan untuk selalu berhati-hati. Namun, rasa penasaran Ranti lebih besar.
Kesuksesan Gambir dengan pameran tunggal pertamanya menggiring Gambir pada tabir misteri pernikahannya dengan Talyda. Gambir bahkan sempat merasa goyah akan kesetiaan istrinya tersebut. Talyda memang sempurna. Ia cantik menawan serta pintar. Namun, teman-teman dan adik-adiknya selalu menenangkannya. Mengatakan kalau Talyda sudah cinta mati terhadap Gambir.
Kecurigaan Gambir tidak hanya itu saja. Ada sebuah Pintu Terlarang di dalam studio tempat Gambir bekerja membuat patung yang tidak boleh dibuka. Bertanya apa itu isinya saja tidak boleh. Hanya Talyda yang tahu. Gambir semakin goyah, apa benar Talyda tidak bermain api di belakang dirinya?
Dalam Pintu Terlarang, seakan pembaca diberikan 3 potongan cerita yang berjalan dengan orbitnya sendiri. Kadang pada anak usia 9 tahun, kadang pada Gambir dan Tlyda, kadang kisah Ranti. Ketiganya bisa berdiri sendiri-sendiri dengan cukup baik hingga Sekar Ayu Asmara membeberkan satu per satu kesamaan-kesamaan di antara ketiga kisah itu. Membuat pembaca mulai menebak-nebak , jangan-jangan ada satu orang yang sama yang menjadi dalang kehidupan mereka semua.
Kalau dibilang plot twist, buku Pintu Terlarang memberikan penutup yang cukup mencengangkan. Bagi orang yang sudah menonton filmnya, rasanya tetap saja mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di akhir cerita membuat kaget. Sekar Ayu Asmara hanya memberikan satu bab untuk menjelaskan keseluruhan cerita.
Sayangnya, ada beberapa bagian yang menurutku tidak begitu penting untuk ditulis. Seperti misal konsitensi Sekar Ayu Asmara dalam memberikan nama-nama tokoh pada tokoh pendukung. Rekan kerja Talyda misal, rasanya tidak perlu sampai diberi tahu siapa nama dan apa posisinya. Kalau tokoh tersebut tidak memiliki andil yang signifikan, mungkin memperkenalkan mereka kepada pembaca malah akan membuat mereka bingung (baca Pintu Terlarang saja sudah pusing dengan tokoh sampingan, apalagi baca Game of Thrones).
Mengenai label buku yang diberikan tanda usia 21+, itu memang benar adanya. Meskipun tidak ada tulisan detil mengenai hubungan badan, tetapi beberapa percakapan memiliki konteks eksplisit mengenai legal tidaknya melakukan hubungan badan, hingga mengenai aborsi. Di samping itu, tulisan yang menggambarkan kekerasan juga cukup jelas (meskipun tidak sejelas Gillian Flynn).
Ketika membaca Sekar Ayu Asmara dan caranya dalam menuliskan cerita, memasukkan unsur-unsur magis ke dalamnya, saat itu juga aku teringat dengan V. Lestari. Tidak bisa disamakan memang, namun rasanya keduanya memiliki kemiripan dalam aura tulisan: membuat bulu roma berdiri dan kadang, ngeri.
Pintu Terlarang merupakan bacaan ringan yang bisa dihabiskan dalam sekali duduk.
Menik gila! Talyda gila! Gambir gila!! Dan ternyata semua itu gara-gara....
Aku baru tau kalau ternyata Pintu Terlarang berawal dari novel, yang kemudian difilmkan. Aku sudah pernah nonton filmnya dan ketika aku menemukan novelnya, aku ragu-ragu apakah perlu membaca novelnya atau tidak. Jujur, membaca sesuatu cerita yang sudah aku ketahui jalan ceritanya sepertinya kurang menarik. 😅
Tapi pada akhirnya aku tetap membaca novelnya dan aku gak menyesali itu. Secara garis besar, Pintu Terlarang di film dan novel menceritakan kisah yang sama dengan beda di beberapa detilnya. Selain itu, cerita di novel lebih rinci dan lebih sadis. Kalau kalian pecinta cerita thriller, kemungkinan akan jatuh cinta dengan novel ini.
Ngomong-ngomong, aku merasa merinding dengan kata-kata yang diulang-ulang dalam novel ini. Baik kata-kata di benak Talyda, maupun kata-kata di benak Gambir. Creepy banget pokoknya. 😖
Sukakkkkkkk banget ☺️ Novel kedua karya Sekar Ayu Asmara yang saya baca. Ceritanya tidak jauh dari koridor aborsi. Membacanya selalu bikin penasaran untuk menuntaskannya. Kisah yang sangat mengingatkan untuk mengetahui dan memahami psikologis manusia terutama anak.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Kunci..!! mana..kunci..!! dimana kuncinya ini!! Huaa.. cepet keluar dari sini..!! bener-bener gila.. rasanya kayak masuk dalam rumah Gambir trus terkunci didalamnya..dan sekarang Gambir ada dibelakangku.. huaaa..ngeri banget.. tooloongg.. !!
Sebenernya saya sudah menduga siapakah dalang dari tokoh yang memanggil dirinya “aku” di sela-sela pergantian kisah antara Gambir dan Talyda. Tapi ternyata walopun dugaan saya tepat ttp aja reaksi yg keluarpun jadi “NAH LOH BENER KAN”. Padahal saya juga udh sering nonton film dgn ide cerita yg serupa, tapi kenapa saya masih ketipu juga? 😂
Yang menarik buat saya adalah bagaimana penulis menyajikan 3 potongan cerita berbeda di setiap bab. Yang mana terdiri antara kisahnya Gambir - Talyda, Aku anak berusia 9 tahun dan Ranti - Dion. Mereka memiliki rahasianya masing-masing. Kresek hitam, stoples korek api, pintu terlarang dalam studio Gambir, siapakah tokoh “aku” berusia 9 thn, Dion dan Edo, apakah firasat ibu benar tentang Dion yg menyembunyikan sesuatu?? Silahkan kamu cari jawabannya pada buku ini.
Berdasarkan 3 potongan cerita diatas, ada satu pesan yg penulis ingin sampaikan kepada pembaca.
Isu yg dibawakan juga sangat bagus. Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya sendiri. Duh pas baca bagian ini, saya kesel minta ampun. Apa yang dilakukan oleh OT tsb berdampak besar pd si anak hingga ia dewasa. Pengalaman menyakitkan tentu saja lebih membekas efeknya.
Terkait gaya bercerita, penulis piawai dalam menjelaskan adegan kekerasan yg dilakukan kepada si Anak dan bagian klimaks di akhir cerita. Saya berasa lagi nonton film thriller sih. Sukses bikin saya merinding, mual sekaligus ngilu. Terutama ketika baca adegan tragis saat si anu mengetahui........... rahasia, langsung berubah perilakunya, wah sadiss bener lah.
Bagi kamu yg suka dengan novel psyhco thriller, saya tantang untuk segera membaca buku ini!
Gambir memang lelaki yg beruntung memiliki karir yg bagus, istri yg cantik juga kehidupan yg enak..
Tapi ternyata kehidupan memang tidak hanya punya sisi beruntung namun juga punya sisi yang buntung. Gambir juga memiliki ibu yg sangat merendahkan karirnya, teman dan adik yg turut menikmati kecantikan istrinya juga pintu terlarang yg menyimpan sisi pahit kehidupannya..
Anak berumur 9 th yg mengalami penyiksaan dr orangtuanya, berakhir dengan pembunuhan orangtuanya oleh anak tersebut.. Menjadikannya tahanan dr kecil, membuatnya berwajah sangar, kejam tapi juga tersiksa meski sudah belasan tahun di penjara.
Dan selanjutnya, ceritapun mengalir dengan indah namun kelam sampai terbukti siapakah Gambir dan apa isi dibalik pintu terlarangnya..
Beruntung belum nonton filmnya, beruntung lagi belum dapet spoiler. Wahaha... Ini mau nulis reviewnya juga kudu hati-hati nih, biar ga kepleset tergelincir nyebut spoiler. Jadi saat membaca ini bener-bener innocence gitu dah, nebak-nebak kepo maksimal. Selain kabar bahwa buku yang film adaptasinya merupakan masterpiece-nya JokAn, aku tak tau APA-APA tentang kisah pintu ini. Pertama menapaki, ceritanya sih terkesan random, acak ga jelas benang merahnya. Memang sih ketara penulisnya sengaja menebar petunjuk agar pembaca tergelitik untuk berpikir ‘pasti ada sesuatu!’ yang bakal diungkap. Hal yang sedikit mengganggu adalah di samping jengah dengan kalimat ‘I love You, I love You even more...’ yang kerap muncul nyaris di semua bab, juga kudu ikutan pasrah mengikuti drama tak berdaya sang suami dihadapan istri perfeksionisnya. Sisi baiknya, permasalahan dan cara tokoh menjalani kehidupan serta sakitnya orang-orang dalam buku ini mampu membawa kisahnya ke dalam ranah mistis dan unik. . Di bagian-bagian tertentu bahkan prosanya tak tanggung-tanggung menyuguhkan kesuraman kisah salah satu tokohnya. Bagian lain, yang paling nyleneh, tapi membuatku ber-wow kagum karena nemu aja ide seperti itu, terutama kisah patung-patung itu (yang paling jempol di sini) mampu membingkai pintu terlarang menjadi kisah thriller yang susah dilupakan. Pukulan telaknya terletak di bab-bab penghujung buku, ketika, katakan saja, semua benang menyatu merahnya. Mungkin sedikit sudah ada gambaran bahwa kisahnya akan ke arah sana, tapi rasa terkejut itu tetap ada. Terlebih kata Pintu Terlarang yang menjadi buku ini sepanjang kisah berjalan seakan digaungkan dalam kesan misterius dunia lain... lalu, tanpa diduga kau akan dibawa belok ke cerita yang sama sekali lain. . Secara ide bolehlah... bagus, ga kepikiran ada yang seperti itu. Horrornya dapet.. tapi soal kepenulisan di beberapa bagian ada yang membuatku kurang sreg, tapi ya, karena ternyata oh ternyata endingnya seperti itu ya dimaafkan... masuk akal sih jika bagian brutalnya dieksekusi secara semena-mena terasa tak cocok dengan tone kisah-kisah di awal.
Setelah membaca buku ini sampai tuntas aku sempat penasaran review orang-orang, baik film maupun bukunya, meskipun yang kutemui kebanyakan mengulas filmnya. Dan yang kutemukan adalah salah satunya mengatakan bahwa kisah ini plagiat dari salah satu film dari luar sana, berhubung film yang dimaksud sudah kutonton, jadi kalo boleh bilang ; ‘plagiat apanya.. ceritanya lain.. ini sih masih sebatas terinspirasi!!’ Dah gitu sih, kesimpulannya; yang suka thirller dengan twist edan dan kisah nyentrik yang berbau-bau horor dan ga biasa... bacalah!!!
Dengar di Storytel buat teman kerja hari ini eh tau-tau keterusan. Sepertiga buku akhirnya aku baca karena nggak sabar dengar.
Trigger warning: child abuse, death, blood
Baca ini tanpa ekspektasi. Skornya mungkin 4,5 tapi aku genapkan jadi 5 karena audiobook-nya bagus 👍
Ceritanya seru. Ada tiga cerita yang kayak berdiri sendiri, tapi aslinya saling terkait. Sepanjang baca dibuat penasaran sama misteri dan hubungan antara tiga cerita tersebut. Meski jelang akhir udah agak ketahuan, cuma twist di akhir nggak ketebak! Karena "kok bisaaa???"
Beberapa hal yang mengganggu itu cuma deskripsi Gambir soal Talyda dan agak cringe tiap bilang bidadari. Juga soal Talyda yang selalu ngomong soal perfection. Makanya aku lanjut baca bukunya karena capek juga dengar hal tersebut diulang-ulang 😅
Baru tahu juga ternyata diangkat jadi film tapi kayaknya aku ga sanggup nontonnya....
Walau sudah pernah nonton filmnya (yang memang bagus) saya tetap bisa menikmati buku ini dengan keseruan dan ketegangan yang sama.
Seorang Gambir pastilah Fahri Albar dan Talyda adalah Marsha Timothy. Jelas itu agak susah dihilangkan dari pikiran saya ketika memutuskan untuk membaca buku ini, ya karena itu tadi saya udah keburu tau jalan ceritanya.
Isu kekerasan pada anak adalah isu utama dalam buku ini, tapi dikemas dengan menarik dan jelas sepertinya akan sulit ditebak bagi yang belum pernah nonton filmnya.
Ah, ini ceritanya memang bagus gak salah dibuat film sama Joko Anwar.
Oke, ini novel thriller keren. Suasana gelap dan mencekamnya dapet banget. Bagian aksinya termasuk gore. Lebih keren lagi karena ending-nya yang bikin menganga. Pintu terlarang itu sungguhlah. Terlepas dari pengulangan kalimat yang sepertinya jadi ciri khas penulis, penyajian cerita yang sepotong-sepotong dari tiga sudut pandang berhasil bikin penasaran.
Kurangnya cuma satu. Aku. Kurang cocok dengan model pengulangan kalimat, terus menerus.
Actual 3.5⭐ Alasan utama pilih buku ini karna baca review2nya yg menggoda tentang an unpredictable plot twist in the ending. Di gue pribadi plot twistnya engga bikin terkejut atau kaya jaw-dropping sih, tapi engga bisa kategoriin predictable/unpredictable juga. Karna tbh, belakangan baca mystery-thriller gue terlalu males u/ menebak2 apapun.
Harus gue akui, buku ini cukup seru. Unsur thrilling dari alur ceritanya dapet, kesan creepy dari semua karakter2nya yg "sakit" juga dapet. Meskipun beberapa kalimat (you know what they are) kinda bothering and cringy karna pengulangannya yg terlalu over. Gue duga (kalo baca fisiknya), mungkin 1 kalimat bisa diulang 2x di halaman yg sama.
TW : child abuse, abortion, too gory for my personal taste.
Category: Books Genre: Mystery & Thrillers Author: Sekar Ayu Asmara Buku ini menceritakan tentang tiga orang tokoh utama. Yang pertama adalah seorang 'aku' yang merupakan seorang anak yang rajin disiksa sama orang tuanya, yang kedua adalah Gambir seorang seniman patung yang takut sama istri, dan Puspa Ranti seorang jurnalis yang sedang berusaha menulis kisah seorang pasien rumah sakit jiwa. Ketiga tokoh tersebut menceritakan kisah hidupnya masing-masing yang sepertinya tidak bersinggungan. Tapi apakah benar mereka benar-benar tidak berhubungan sama sekali?
Gw tadinya ga tertarik baca buku yang telah diangkat versi filmnya oleh Joko Anwar ini. Karena bagi tipe orang yang 'mencari cerita' kayak gw, maka gw malas membaca buku yang ceritanya udah gw tahu duluan dari filmnya. Tapi begitu gw ada kesempatan ngobrol sama Joko Anwar, dan dia bilang film yang ia buat mempunyai cerita yang berbeda dengan bukunya, maka gw pun terarik untuk membaca buku ini.
Awalnya gw agak takut sih membaca buku ini. Soalnya sang pengarang sudah dikenal sebagai penulis psikologis. Gw takut otak gw ga nyampe. Gw juga ada ketakutan jgn2 tokoh org yg secara psikologis tdk seimbang itu punya kemiripan dgn gw. Ternyata alhamdulillah tidak ada. Jadi saia masih bisa mengatakan bahwa diri saia normal, krn sifat saia tidak tertera di buku Sekar Ayu Asmara. *Menaikkan satu kaki ke kursi dan berkecak pinggang krn bangga* Tapi setelah membaca buku ini, ternyata gw harus mengacungkan kedua jempol gw ama sang penulis. Sekar Ayu Asmara bisa bgt mendeskripsikan pola pikir manusia yang tidak waras sekalipun dengan baik. Sehingga, orang awam bisa dengan mudah mengerti pola pikir tindakan dan emosi yang timbul dari para tokoh.
Buku ini juga mempunyai banyak quotes yg bagus. saking banyaknya, gw ampe bingung mau milih yang mana. Tapi alasan sebenarnya sih, gw lupa qoutes yg bagus ada di halaman yang mana. Biasanya kan gw suka suka stabiloin qoutes yg bagus. Tapi untuk buku yang satu ini gw ga berani, soalnya ini buku pinjaman hehehe
As sick as its movie, this book represents something different from the movie. Pintu Terlarang is widely known for the movie first. I watched the movie before i read the novel, though the book still surprised me.
The plot is started from three different sides. First side is about a young boy whom get tortured by his parents. In this side, every word crafted by sekar ayu asamara is more than enough to make us creeps imagining what happened to the young boy. The story started from the second side tells about a journalist having a big interest to cover an insane criminal prisoned in an asylum. The last and the biggest side, the third side, we are served with Gambir's life, a successful sculptor living with his wife, Talyda. In this side of story, appear a forbidden door that Gambir is not allowed to open by his wife Talyda. From here, starting to appear anomalies that must be answered by only Gambir.
Thos three sides, working as same forward time sequence, but it appears it is not happened in the same line time sequence. Sekar Ayu Asmara is really good in making the plot keeping us guessing until the last chapter. One by one question came up from the starting point of those three sides will be answered with majestic ending.
At last but not least, for thriller novel enthusiast, this book is very enjoyable. This work from one of Indonesian thriller novelist is a really fresh blast remembering very huge amount of tennage novel circulate in bookstores. Just go and read it!
Buku yang cuman abis dibaca sehari. Gila keren banget, bikin penasaran makanya bacanya cepet
Dibuku ini ada 3 cerita yang dimana pas di akhir semua cerita ini jadi satu dan masuk akal (jangan dibaca per-part gitu, ntar malah ga nyambung)
Udah berusaha buat nebak-nebak alur ceritanya gimana tapi selalu aja salah, selalu aja ada kejutan. Beneran ini buku keren banget! Padahal beli pas lagi sale (harganya jdi cuman 20rb) ya yang saya ekspetasiin dari buku sale gini ga bagus-bagus banget tapi gila buku ini wow! Speechless saya ngedeskripsiin buku ini gimana
Ada beberapa kalimat yang diulang-ulang tapi itulah yang bikin buku ini unik. Awalnya ganggu tapi udah beberapa lembar jadi terbiasa dan bikin cerita makin seru. Cara penulisan yang menurut saya agak kaku (kalau mau baku ya baku, jangan setengah-setengah) saya juga agak ga suka sama kalimat "maaf deh" permintaan maafnya disini terkesan ga ada penyesalan dan lebih ke keterpaksaan (didalam percakapannya padahal pake bahasa baku dan lagi ada masalah besar)
Setiap buku ada kekurangan tapi buku ini cukup baik dengan menutupinya dengan kelebihannya, yang bikin saya kaget adalah endingnya. Mungkin saya ga jago nebak-nebak alur cerita hehe
Twist yang terjadi menjelang akhir cerita mengubah segalanya. Saya suka bagian ini. Tapi saya agak terganggu dengan banyaknya pengulangan kalimat dan konteks. Meski kalau dipikir lagi ini adalah hasil rekaan pikiran orang yang tidak waras, fakta ini kan baru didapat begitu pembaca sampai di akhir cerita. Kalau pembacanya termasuk kategori nggak sabaran, pengulangan konsep kesempurnaan dan rasa bersyukur punya istri yang sempurna itu bisa bikin dia tutup buku duluan sebelum selesai baca. Sorry to say, di tengah-tengah cerita saya sempat berpikir, ini kalimat yang diulang-ulang di-copy paste atau gimana yah?
Ada beberapa bagian yang kurang konsisten sih. Sempat ada satu bagian yang bilang tokoh Dion adalah perempuan. Sementara tokoh Dion yang sering muncul itu laki-laki. Tapi secara isi lumayan menarik untuk dibaca.
This entire review has been hidden because of spoilers.
ternyata isinya tentang anak paranoid gitu.. awal baca, dari 3 cerita gue pikir semuanya berhubungan.. memang berhubungan, tapi yang satu cuma khayalan sakit doang..
Proyek #BacaSetelahNonton (*baca buku asli dari film/seri TV yang pernah ditonton) edisi #2: Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara, yang diadaptasikan ke film besutan sutradara Joko Anwar pada 2009.
Alkisah, ada pasangan SEMPURNA bernama Gambir si pematung dan Talyda si wanita SEMPURNA, yang menjalani hidup penuh KESEMPURNAAN…
Cerita mereka adalah satu dari tiga narasi yang dituturkan secara bergantian sepanjang Pintu Terlarang. Narasi kedua bertutur tentang jurnalis bernama Pusparanti yang sedang menggarap artikel tentang korban kekerasan pada anak-anak, dan narasi ketiga sekaligus paling misterius adalah tentang… seorang anak malang yang disiksa orangtuanya.
Keseruan Pintu Terlarang terletak pada bagaimana ketiga narasi itu pada akhirnya saling bertemu. Ada berbagai teka-teki yang muncul secara perlahan, dan mengundang pembaca untuk main tebak tebak manggis. Siapa sebenarnya anak yang disiksa itu? Ada apa di balik ‘pintu terlarang’ yang diwanti-wanti Talyda untuk tidak boleh dibuka oleh Gambir? Kenapa Gambir begitu terobsesi membuat patung-patung wanita hamil? Kenapa Sekar Ayu Asmara hobi sekali mengulang-ulang beberapa kalimat yang sama berkali-kali??
Yang jelas, kontrol narasinya apik. Ini tipikal novel thriller psikologis berstruktur cerdik yang menumbuhkan rasa penasaran dan sukar ditebak arahnya, bukan yang semata mengandalkan kebrutalan dan adegan berdarah-darah (*catat: bukan berarti tidak ada adegan brutal di novel ini, hanya saja bukan itu nilai jual utamanya). Mulai relatif santai di awal, pelan-pelan eskalasi kemisteriusan dan keganjilan, hingga akhirnya meledak di akhir. Bukan tipe yang hanya duar-duar di awal, sebelum ujungnya melempem.
Bahasan penuh spoiler tentang akhir ceritanya:
Versi Film
Film-filmnya Joko Anwar jelas wajib ditonton bagi yang mengaku penikmat film berkelas dan berciri khas kuat. Pintu Terlarang adalah film kedua beliau yang saya tonton setelah Modus Anomali, dan tergolong jenis film yang tak hanya seru saat ditonton, tapi juga untuk didiskusikan habis-habisan setelahnya.
Tantangan utama mengadaptasi buku ini adalah strukturnya yang perlu disesuaikan. Dalam hal ini, saya rasa JA sangat sukses; dengan tetap mempertahankan esensi plotnya, ia menambahkan, mengurangi, dan menyambungkan berbagai elemen menjadi sedap ditonton dalam bentuk visual, dengan ditopang kualitas sinematografi dan audio mumpuni yang juga salah satu ciri khas karya-karyanya. Cara filmnya mengakhiri cerita juga lebih kuat daripada bukunya (intinya sama, tapi ada detail-detail tertentu yang membuat semua lebih jelas tanpa jadi terlampau eksplisit). Di sisi lain, ada juga penokohan dan penggambaran adegan tertentu yang lebih saya suka di versi bukunya.
Ada kekhasan masing-masing dari gaya Sekar Ayu Asmara dan Joko Anwar, sehingga kedua versi cerita ini sama-sama layak dinikmati—terutama bagi yang punya minat untuk menikmati atau menulis cerita psikologis dengan plot berlapis.["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>
Tentang Ranti, seorang jurnalis majalah metropolitan, yang berusaha menulis artikel demi mengungkap kasus child abuse yang dialami seorang penghuni RSJ. Juga tentang Gambir, si pematung berbakat, yang menyimpan rahasia gelap dan menjijikkan di balik patung-patung mahakarya-nya. Dua kehidupan yang berbeda itu akan disambungkan oleh penulis dalam cerita ini dengan cara yang nggak terduga.
Awalnya aku pikir ini genre horor (karena ada yang bilang begini), tapi ternyata ini thriller. Dengan judul Pintu Terlarang dan awal cerita yang begitu, jujur aku nggak bisa nebak arah ceritanya ke mana. Pas selesai baca, agak syok, melongo, dan bengong. I’m pleasantly surprised! Bisa dibilang mind-blowing, menurutku, karena Kak Sekar Ayu berhasil nyambungin karakter-karakter di dalamnya dengan masuk akal dan nggak maksa.
Plot Sepanjang cerita dibuat penasaran kok bisa ada kisah Ranti dan kisah Gambir? Gimana kisah mereka disambungkan nantinya? Rasa penasaran itu nggak bisa cepet-cepet usai karena plotnya yang, aku kira, bertele-tele. Namun, setelah aku baca-baca lagi, ternyata nggak juga. Justru alur yang jalannya pelan dan dikupas hati-hati ini sangat berdampak ke keseluruhan cerita. Alhasil, akhir cerita pun jadi meyakinkan. Kalo jalan cerita dibuat lebih cepat, mungkin nggak akan semeyakinkan ini. Pertanyaanku cuma satu, sih. Kenapa Gambir jadi pematung, ya? Kenapa bukan profesi lain? Alasan jelasnya kenapa? Seingetku hal ini nggak dijelasin (I might be wrong tho).
Hal Menarik Salah satu hal paling menonjol dan menarik adalah repetisi beberapa kalimat di dalamnya. Dari POV Talyda, ada repetisi. Dari POV Gambir pun juga ada. Repetisi ini bikin aku jadi mengenal karakter lebih dalam dan mereka pun meninggalkan kesan yang kuat. Karena kalimat repetitif yang ditulis, aku jadi ngerasa marah buat Gambir, ngerasa kasihan sama Gambir, ngerasa simpatik ke Gambir, dan merasa emosi banget ke Talyda. Bisa dibilang, kalimat repetitif itu menyoroti karakterisasi atau fitur karakter. Kreatif! Ini adalah salah satu hal yang paling aku sukai dari cerita ini.
Karakter dan Karakterisasi Di bab 1, pembaca diperkenalkan dengan karakter-karakter yang keji, brutal, dan nggak manusiawi, yang mana karakter semacam ini akan ditemui juga di bab-bab selanjutnya. Terus, penggambaran karakter pun kuat. Makanya, cerita ini lumayan bikin emosi dan geregetan. Secara garis besar, ada dua tipe karakter di Pintu Terlarang: karakter baik dan karakter jahat, yang nanggung dan ada di antara keduanya cuma Menur. Yang agak bikin bingung tuh motivasi dibalik tingkah karakter aja, sih. Terutama Dandung, Ibu, Rio, dan Damar. Motivasi mereka ngelakuin hal yang mereka lakuin kurang diperdalam, tapi nggak masalah menurutku.
Typo Di terbitan yang aku baca, ada beberapa typo di ceritanya. Nggak mengganggu, sih. Contoh, “Dengarkan apa kita ibu.” (p. 198)
Cocok Untuk Buku ini punya beberapa elemen nggak terduga dan kejutan. Terus, ada juga berbagai layer emosi yang bikin campur aduk pas baca, seperti penasaran, marah, gereget, sedih, pilu, kasihan, frustrasi, dan adrenalin lumayan terpacu saat klimaks. Kalo kamu suka hal-hal begitu, kamu harus baca Pintu Terlarang.
"Perfection, perfection, and perfection. Tiga jurus mencapai kualitas hidup terbaik."
Aku membaca cerita ini karena seseorang memintaku membacanya. Kesan pertamaku membaca kisah ini adalah buku ini sangat "Gila!"
Pintu terlarang dibuka dengan adegan yang memorable, pemaksaan si "aku" agar menelan serangga menjijikan, kecoak. Bab ini langsung mencuri perhatian. Aku langsung berempati sama tokoh "aku" yang dikisahkan dengan gaya penceritaan mudah diikuti membuatku tanpa sadar membuka lembar demi lembar bab selanjutnya. Selanjutnya, penulis menyajikan serangkaian kejadian yang dialami Gambir, Aku, Pusparanti, dan Talyda dalam plot kompleks yang saling terhubung dan mengerucut di bagian akhir. Aku sangat terkesima dengan konsepnya, thanks Kak @yandi.asd merekomendasikan buku ini.
"Aku tak sempurna tanpamu, kau tak sempurna tanpaku. Aku belahan nyawamu, kau belahan nyawaku. Bersama kita sempurna."
Gambir merasakan keganjilan dalam kesempurnaan hidupnya sebagai pematung nomor wahid. Dia mulai merasakan Talyda, istrinya berkhianat. Dia pun merasa Talyda berhubungan erat dengan sesuatu yang ada di balik pintu terlarang. Sebuah pintu yang berada di studio Gambir. Sebuah pintu yang diprediksi menyimpan rahasia besar Talyda dan Gambir. Pintu misterius yang bisa menghancurkan hidup Gambir lebih cepat daripada terbongkarnya janin-janin di dalam stoples yang mereka simpan selama ini.
Aku suka sekali tokoh-tokoh yang dihadirkan di dalam Pintu Terlarang, tapi aku paling suka justru Talyda. Terlepas dari cara pembuktian cinta yang aneh, setiap perselingkuhan akan menguatkan cintanya kepada Gambir, sosok Talyda yang mengagungkan kesempurnaan dalam hidupnya sangat relate dengan wanita di kehidupan masa kini. Seorang wanita superpower yang pekerja keras dan pantang menyerah bahkan sampai di bagian terakhir.
Bagian paling favorit proses tumbuhnya sebuah luka, mengendap, kemudian tanpa disadari luka itu membusuk yang disajikan dengan pov aku anak umur sembilan tahun yang mengalami kekerasan fisik oleh orang tuanya hingga dia menderita ODGJ.
"Aku anak nakal umurku sembilan tahun. Kedua orang tuaku menyebutku anak pembawa sial."
Duduk berjam-jam membaca Pintu Terlarang tak sia-sia, pelajaran hidupnya terasa banget. Beberapa bagian membuatku berkaca-kaca, seperti saat Pusparanti harus mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, bagaimana Pusparanti kemudian terhubung dengan "dia".
Meskipun diawal aku agak kurang nyaman dengan pemilihan diksi di tempat tertentu, tipo, dan penekanan yang menurutku terlalu banyak dan agak berlebihan, tetapi hal itu tak membuatku terganggu. Cerita ini sangat menarik untuk diikuti. Buat kamu yang ingin mencari cerita thriller dengan sentuhan psikologi, Pintu Terlarang sangat cocok~
Trigger warning: domestic violence, bloody scenes. Pintu Terlarang menceritakan kisah Gambir, seorang pematung terkenal yang mulai merasakan adanya keganjilan dalam diri istrinya, Talyda. Dia tidak salah. Kesempurnaan pernikahan mereka ternodai oleh perselingkuhan bidadari pelindungnya itu.
Di sisi lain, ada Pusparanti, seorang jurnalis majalah gaya hidup yang tengah meliput kekerasan terhadap anak-anak. Kehidupannya berubah saat ia menyadari bahwa penyelidikannya memiliki kemiripan seperti hubungannya dengan Dion, si duda beranak satu.
Kehidupan Gambir dan Pusparanti pun mulai bersentuhan, dan di saat yang sama, rahasia demi rahasia yang menyelubungi mereka mulai terkuak.
Buku ini cukup kelam sedari awal. Permulaannya sendiri menceritakan kisah sosok seorang anak tanpa nama berusia sembilan tahun yang mengalami penyiksaan oleh orang tuanya sebelum cerita berlanjut pada Gambir dan Pusparanti. Mulanya ketiganya tampak tak berhubungan. Namun, semakin jauh ke dalam alur, ada benang merah super tipis yang mengaitkan mereka semua. Misteri yang ditawarkan benar-benar tidak tertebak. Bahkan kalau kita membuka halaman paling belakang dari buku ini, kita tetap tidak akan menjumpai spoiler. (Catatan penting: halaman paling belakang saja.)
Sayangnya, gaya penulisannya bikin aku kurang sreg dan nyaman saat membaca. Terlalu banyak kalimat singkat, terlalu banyak pemenggalan yang membuat kalimat terkesan menggantung. Contohnya:
"Aku cenderung baik terhadap semua orang. Tapi akrab dengan orang-orang pilihanku. Dari penampilan pun kami sangat kontras. Aku wujud kesederhanaan. Yang hanya merasa aman dengan segala yang klasik dan fungsional.
Bukan cuma sekali dua kali aku menemukan pemenggalan kalimat seperti itu. Entah memang gaya penulisannya seperti itu atau apa, tetapi rasanya cukup mengganggu.
Lalu, hubungan antara Pusparanti dan Dion. Rasanya mereka ini hanya sebagai tempelan saja, supaya misterinya jadi lebih kompleks. Dion dibuat menjadi sosok pacar yang dicurigai ibu dan sahabat Pusparanti, tetapi tidak jelas apa sebabnya. Mereka hanya bilang kalau Dion ini mencurigakan, dan hanya sekali saja, sehingga aku sendiri tidak paham di mana letak mencurigakannya si Dion ini karena gerak-geriknya pun biasa-biasa saja.
Untuk plot twist di bagian akhir yang menjadi titik puncak sekaligus penutup misterinya... hmm. Entah apa karena ekspektasiku yang terlalu tinggi, atau karena selama membacanya aku merasa tidak nyaman, tapi buatku jatuhnya datar saja. Sedikit mengejutkan, tapi hanya sekilas saja.
3 bintang untuk kerapian penulisan misterinya dan kovernya yang menarik.
Gambir seorang pematung yang sukses. Ia punya istri yang cantik dan kehidupan sempurna. Ia punya kakak adik dan dua sahabat yang saling mendukung. Namun, keharmonisan rumah tangganya terancam sejak ia mendengar bunyi-bunyian aneh dari sebuah pintu di ruang studionya. Sebuah pintu yang selalu dikunci. Tidak ada seorang pun yang tahu rahasia di baliknya, selain Talyda, istrinya.
Awalnya Gambir menyangka dirinya tegang oleh rasa bersalahnya pada istrinya. Akhir-akhir ini Talyda kerap jengkel kepadanya, ketika saat pembukaan pameran yang mendulang sukses, saat wawancara dengan sebuah televisi juga ketika Gambir tidak menampik tawaran Koh Jimmy untuk berpameran lagi di luar negeri. Namun, ia masih merasa penasaran ada apa dengan pintu yang kuncinya selalu dibawa kemana-mana oleh istrinya.
Ia membicarakan kegalauan itu pada sahabatnya, Dandung, yang ternyata mengkhianatinya. Istrinya yang tahu Gambir bercerita ke orang lain semakin jengkel dan berkata bila pintu itu terbuka akan merusak seluruh kehidupan mereka berdua. “Sekali kamu buka, semua yang kita bina selama ini akan hilang. Sekali kamu buka, hidup kita akan berakhir. Hidup Kamu akan berakhir,’’ ancam Talyda.
Di tempat lain, ada seorang anak yang selama sembilan tahun usianya kerap disiksa kedua orang tuanya. Ibunya, Melati, seorang wanita panggilan yang kemudian menjadi istri kedua seorang dokter. Ia selalu tidak puas dirinya bukan wanita satu-satunya di kehidupan suaminya. Sementara ayahnya kerap menyesal memutuskan menikah lagi gara-gara nafsu gilanya. Dua orang dewasa melampiaskan kekesalannya dengan menyiksa buah hati mereka. Seperti memaksa menelan kecoa, membenamkan wajahnya ke air dan menaruh semut merah di kepala anaknya. Si anak korban child abuse itu tidak berdaya. Diam-diam ia merintih dan ingin mengakhiri semuanya.
Sementara itu di belahan kota lain, Ranti dan Dion, pasangan jurnalis dan fotografer, tengah melakukan investigasi dengan sebuah kasus kejiwaaan yang tidak biasa. Sebuah kasus yang wajib diketahui seluruh orang tua di seluruh Indonesia.
Tiga drama dari tiap-tiap pribadi itu bak laba-laba, ternyata memiliki benang merah. Suatu pertalian cerita dengan ending yang mengejutkan. Emosi pembaca naik turun bak rollercoaster, siapakah peran antagonis dan protogonis di sini sulit ditebak. Siapa sebenarnya Gambir dan mengapa ia merasa kepercayaan terhadap istrinya luntur? Apa motif istrinya menyembunyikan rahasia pintu terlarang itu? Sebuah thriller psikologis yang benar-benar menarik dan perlu dibaca hingga akhir cerita.
Anak adalah kuncup yang hanya akan mekar mewangi dengan siraman kasih sayang
- Pintu Terlarang, p. 5
This physiological thriller book is insane. After effect-nya tuh kepala beneran pusing, perasaan bingung, kesel, lega, puas tuh jadi satu. Draining energy banget bacanya.
Before you read it, this is the trigger warning that i found from the book: child abuse, mental illness, abortion, suicidal thoughts, rape, sexual abuse, self-harm. And some content warning such as gaslighting, and manipulating.
Buku ini menceritakan seorang tokoh pematung yang terkenal bernama Gambir, dan istrinya yaitu Talyda. Hidup pernikahannya yang damai kian hari semakin aneh banyak kejadian janggal yang terjadi, di sinilah Gambir menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada kehidupan rumah tangganya yang sempurna.
Bukan hanya Gambir, buku ini juga akan menceritakan sudut pandang seorang jurnalis perempuan bernama Rianti yang sedang melakukan riset tentang sesuatu kasus di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk bahan artikel pada suatu majalah.
Semua yang ada di dunia ini pasti berubah. Kecuali Tuhan, yang nggak akan pernah berubah. Dari mulai kita hidup sampai kita mati. Tuhan tetaplah Tuhan. Selain Tuhan, semuanya berubah. Makanya jangan terlalu mengandalkan kehidupan
- Pintu Terlarang, p. 152
Buku ini juga mengandung pengulangan kalimat berulangkali yang bisa membuat pembaca merasa tidak nyaman dengan atmosfer yang diciptakan penulis. Selain itu beberapa kalimat yang dicetuskan/diucapkan oleh tokoh cukup kontroversial jika dibandingkan dengan norma yang berlaku.
Banyak orangtua yang memiliki anak hanya demi status. Banyak orangtua yang tidak memikirkan kebutuhan anak yang hakiki. Mereka seakan sudah lupa bahwa kasih sayang dan perhatian adalah yang paling dibutuhkan anak
- Pintu Terlarang, p. 188
⚠️ could be a spoiler Buku ini cukup menarik untuk menjadi gambaran sefatal apa kasus penganiayaan pada anak yang bisa berakibat pada kesehatan jiwa korban yang bahkan bisa memiliki kemungkinan tidak bisa disembuhkan lagi, dan dari buku ini bisa jadi gambaran separah apa skizofrenia, dan saya sebagai pembaca berharap bahwa pembaca yang lain bisa mulai menganggap serius kesehatan mental seseorang bahkan dalam level serendah apapun, karena faktanya mental/jiwa seseorang sama seperti fisik/tubuh, jiwa seseorang bisa sakit dan butuh perawatan untuk menyembuhkannya kembali seperti sedia kala.
Salah satu novel yang aku temukan secara gak sengaja di salah satu book cafe di Bandung. Jujur aku tertarik baca karena kaget, kok ada novel dengan judul serupa film Joko Anwar. Ternyata, setelah aku telusuri lebih jauh, aku baru tau kalau memang film tersebut mengadaptasi novel ini.
Satu kata yang akan aku pakai untuk mendeskripsikan buku ini adalah: GILA! Setiap selipan kisah pendek di balik setiap bab nya bisa membuat aku menganga dan bilang, "ini gila banget sih". Buat aku kisah dan penulisan cerita di novel ini sangat original. Novel ini bisa memberikan kesan 'tidak nyaman' yang selama ini aku cari di novel thriller lainnya. Gaya penulisan dalam buku ini pun buatku cukup nyentrik karena tidak lazim aku temukan di novel-novel lainnya. Pengulangan kalimat dalam setiap bab nya menurutku sangat menarik namun mengganggu di waktu yang bersamaan karena menimbulkan perasaan tidak nyaman tersendiri. Namun menurutku, secara umum penulis berhasil menyajikan suatu karya yang out of the box.
Novel ini berangkat dari ide utama berupa kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap anak. Penulis dengan apik merangkai dua kisah dalam timeline dan (boleh dibilang) semesta berbeda, kemudian menyatukan keduanya di akhir cerita yang semakin menguatkan ide utama dalam cerita ini; bahwa kekerasan bisa terjadi pada siapa saja, bahkan orang terdekat kita sekalipun dan dampak dari kekerasan sungguh mengerikan.
Buku ini dapat dibaca dalam sekali duduk dan menurutku cocok untuk pembaca yang mencari cerita bergenre thriller dengan ide pengembangan cerita yang segar. Aku tidak rekomendasikan novel ini untuk pembaca yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena penggambaran beberapa adegan dalam novel ini mungkin dapat mentrigger pembaca.
Novel yang sangat apik, sangat nyentrik, dan gila! Ooouuuw
Ia sangat menyayanginya Ia tidak akan pernah melukai perasaannya, apalagi hatinya Ia tidak pernah luput bersyukur kepada Tuhan Telah diberi jodoh perempuan sesempurna Talyda
Novel Thriller ini sudah difilmkan di 2009 silam dan sialnya, saya sudah menonton terlebih dahulu filmnya jadi saya tidak bisa bilang apakah ceritanya mudah ditebak atau tidak. Tapi bisa saya pastikan, tahu twistnya atau tidak, tiap pembaca pasti akan menikmati perjalanannya ke sana.
Its all about the journey, isn’t it?
Cerita terbagi dalam 3 bagian yang diceritakan silih berganti, seorang anak kecil yang disiksa orang tuanya, seorang pematung yang sempurna yang mengalami tekanan dari lingkungannya, dan seorang jurnalis yang bertemu seorang pria. 3 cerita yang terlihat tanpa hubungan namun somehow saling berhubungan di akhir cerita.
Cerita yang membuat penasaran ditulis dengan bahasa yang lugas, terkadang formal namun tidak pretensius, menambah daya tarik untuk menghabiskan novel dalam sekali baca. Tapi hati-hati, ini adalah perjalanan gila, cockroach eating kind of crazy , yang diakhiri dengan keadaan yang lebih gila lagi.
Akhir kata, Perfection, perfection, and perfection Tiga jurus mencapai kualitas hidup terbaik
Novel ini punya umpan yang ampuh pada permulaan cerita. Disuguhkan pengalaman child abuse dan tragedi kecoak, itu dampaknya personal banget buat saya. Traumatis ya, haha.
Sekar Ayu lihai menarik-ulur rasa penasaran pembaca. Misteri dan pertanyaan-pertanyaan dalam cerita digantung dalam tempo yang terasa pas, terkuaknya pun ada di dua tahap: pelan-pelan dan tiba-tiba. Segitu aja masih terasa pas. Detail keilmuan yang dinarasikan juga patut diapresiasi, masalahnya mematung, jurnalisme, dan lifestyle sedikit orang di Jakarta adalah tiga lingkungan yang berbeda, tapi Sekar Ayu berhasil unjuk kebolehan riset atau pengalamannya di sini.
Tapi, seiring berjalannya alur, saya mulai kehilangan minat. Saya kehilangan ikatan dengan para tokohnya, saya jadi kurang peduli dan menyelesaikan novel ini semata-mata penasaran gimana endingnya.
Diksi-diksi yang digunakan juga agak berlebihan bagi saya, tapi mungkin ini menyesuaikan literatur pada masanya. Mungkin thriller ini fenomenal karena merupakan salah satu dobrakan novel fiksi pada masanya.
Ternyata kisah ini seide dengan cerita film Identity yang dibintangi John Cusack itu.
Karena kesamaan ide itulah, saya memutuskan melupakan saja kebosanan yang menjurus kekesalan pada pengulangan separuh paragraf tiap kali Gambir memikirkan Talyda, istrinya. Juga, saya "memaafkan" ketiadaan karakter dengan latar belakang kuat dalam kisah ini. Oh ya, empat tokoh pencerita utama (Gambir, Talyda, Ranti, dan "dia" punya kisah yang dijembreng lebar buat pembaca, tapi sekadar warna permukaan, bukan kupasan lapisan.
Yang agak sulit saya lupakan adalah gaya tuturan. Bikin saya berkali-kali frustrasi pengin lempar tab karena kriuk banget. Apa iya setiap tempat jualan kelas atas perlu banget dilaporkan asal usulnya, pemiliknya, kekhususannya? Padahal itu tempat-tempat bernama fiktif. Andai saja ada riwayat tentang hotel Hilton atau Ritz-Carlton, mungkin lebih menarik. Juga, typo di sana sini, membuat lelah.