Kashva pergi dari Suriah, meninggalkan Khosrou, sang penguasa Persia tempatnya mengabdikan hidup demi menemukan lelaki itu: Muhammad. Al-Amin yang kelahirannya akan membawa rahmat bagi semesta alam, pembela kaum papa, penguasa yang adil kepada rakyatnya.
Kehidupan Kashva setelah itu berubah menjadi pelarian penuh kesakitan dan pencarian yang tiada henti terhadap sosok yang dijanjikan. Seorang Pangeran Kedamaian yang dijanjikan oleh semua kitab suci yang dia cari dari setiap ungkapan ayat-ayat Zardusht sampai puncak-puncak salju di perbatasan India, Pegunungan Tibet, biara di Suriah, Istana Heraklius, dan berakhir di Yatsrib, sang Kota Cahaya.
Hasrat dalam diri Kashva sudah tak terbendung lagi. Keinginannya untuk bisa bertemu dengan Muhammad demikian besar hingga tak ada sesuatu pun yang membuatnya jerih. Bahkan maut yang mengintai dari ujung pedang tentara Khosrou tak juga menyurutkan kerinduannya bertemu Muhammad.
Kisah pencarian Kashva yang syahdu dalam novel ini akan membawa kita menelusur Jazirah Arab, India, Barrus, hinga Tibet.
Tasaro (akronim dari namanya, Taufik Saptoto Rohadi, belakangan menambahkan "GK", singkatan dari Gunung Kidul, pada pen-name nya) adalah lulusan jurusan Jurnalistik PPKP UNY, Yogyakarta, berkarier sebagai wartawan Jawa Pos Grup selama lima tahun (2000-2003 di Radar Bogor, 2003-2005 di Radar Bandung). Memutuskan berhenti menjadi wartawan setelah menempati posisi redaktur pelaksana di harian Radar Bandung dan memulai karier sebagai penulis sekaligus editor. Sebagai penyunting naskah, kini Tasaro memegang amanat kepala editor di Salamadani Publishing. Sedangkan sebagai penulis, Tasaro telah menerbitkan buku, dua di antaranya memeroleh penghargaan Adikarya Ikapi dan kategori novel terbaik; Di Serambi Mekkah (2006) dan O, Achilles (2007). Beberapa karya lain yang menjadi yang terbaik tingkat nasional antara lain: Wandu; novel terbaik FLP Award 2005, Mad Man Show; juara cerbung Femina 2006, Bubat (juara skenario Direktorat Film 2006), Kontes Kecantikan, Legalisasi Kemunafikan (penghargaan Menpora 2009), dan Galaksi Kinanthi (Karya Terpuji Anugerah Pena 2009). Cita-cita terbesarnya adalah menghabiskan waktu di rumah; menimang anak dan terus menulis buku.
Membaca Yesus Kristus dalam ‘Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan’
Setiap pagi, seorang lelaki dengan penuh kasih sayang melunakkan makanan dalam rongga mulutnya untuk kemudian disuapkan kepada seorang pengemis buta dan renta. Setiap pagi pula, lelaki yang selalu membawakan makanan untuk pengemis itu akan dijejali dengan nasihat yang sama. “Jangan engkau mendekati Muhammad karena dia orang gila, pembohong, dan tukang sihir! Jika engkau mendekatinya, engkau akan dipengaruhinya.” Selalu begitu setiap pagi, hingga si pengemis itu kenyang dan merasa bahwa ia telah membalas kebaikan lelaki itu dengan nasihat-nasihat yang selalu sama setiap pagi. Kelak, pengemis itu kemudian mengetahui bahwa lelaki yang telah menolongnya untuk bertahan dan melanjutkan hidup itu adalah lelaki yang sama yang selalu disebutnya orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Lelaki itu adalah Muhammad.
Nukilan bagian awal Bab 13 dari novel ‘Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan’ karya Tasaro GK di atas mengingatkan saya pada sebuah peristiwa yang terjadi ratusan tahun sebelumnya di zaman, tempat, dan pelaku berbeda. Kisah tentang seorang lelaki yang dihukum untuk kesalahan yang tidak dilakukannya, yang oleh prajurit Romawi dicambuki, diludahi, dan dipaksa memikul sendiri sepotong kayu di mana ia akan disalibkan, dan kemudian berdoa untuk orang-orang itu: “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Lelaki itu adalah Yesus Kristus.
Membaca buku setebal 546 halaman ini, khususnya bagian tentang Muhammad, berkali-kali membuat saya seperti membaca kisah-kisah Yesus dalam Perjanjian Baru. Tentu saja dengan latar, pelaku, dan adegan yang berbeda. “Jika kalian ingin melakukan pembalasan, balaslah sesuai dengan yang mereka lakukan kepadamu, tetapi sesungguhnya memberikan maaf itu jauh lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (hal. 38). Spontan saya teringat dengan kutipan ‘kasihilah musuhmu’ yang diajarkan Yesus kepada orang banyak dalam sebuah ‘Khotbah di Bukit’. Setelah mengecek Alkitab, ternyata ada di Matius pasal 5. “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (ay. 38-39). “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (ay. 44-45).
Banyak lagi. Kisah tentang Muhammad yang ‘terusir’ dari Makkah, tanah kelahirannya dan Yesus yang ‘ditolak’ di Nazaret, tempat asalnya atau ‘transformasi’ Umar bin Khattab dari pembenci menjadi sahabat Muhammad dan Saulus menjadi Paulus dalam Alkitab. Kisahnya boleh saja berbeda, tapi bagi saya esensinya kongruen. Semacam ‘pengulangan’ yang membuat saya berpikir, apakah saya sedang membaca kisah Yesus dalam versi yang berbeda? Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ide tentang reinkarnasi, bahwa Yesus kemudian lahir kembali menjadi Muhammad beratus-ratus tahun sesudahnya. Hanya saja, praktik-praktik tentang cinta kasih yang ditebarkan Yesus Kristus rasanya seperti dibentangkan kembali di hadapan saya melalui kisah-kisah Muhammad dalam buku ini.
Bagian-bagian awal novel ini mengisahkan tentang perang Uhud dan perang Badar di mana Muhammad terlibat di dalamnya yang bagi saya sama sekali berbeda nuansa dan motivasi dengan perang yang ditujukan untuk perluasan wilayah atau penjajahan. Ini adalah perang yang sungguh-sungguh tak bisa dihindari oleh Muhammad demi kelestarian sebuah ajaran yang diwahyukan Tuhan kepadanya. Dengan detail, Tasaro berhasil menggambarkan kondisi perang yang membuat anda akan merasa seperti terlibat di dalamnya. Menciumi amis darah dan merasakan tebasan pedang seujung kuku dari kuping anda. Namun, di bagian yang lain, anda akan mendapati bahwa jika saja Muhammad memiliki pilihan untuk bernegosiasi dan menghindari pertumpahan darah, maka beliau akan memilih itu.
Selain kisah tentang Muhammad, novel ini juga diperindah dengan seorang tokoh lain bernama Kashva, pemuda yang dijuluki Sang Pemindai Surga, orang kepercayaan Khosrou, raja Persia. Berawal dari sebuah surat yang dikirimkan seorang sahabat kepadanya, Kashva kemudian akan menuntun anda dalam sebuah perjalanan spiritual demi menemukan Astvat-Ereta, seorang Nabi yang ternubuat dalam ajaran Zoroaster yang diimaninya. Pada perayaan musim bunga di bangsal Apadana, Kashva membuat murka raja Persia dengan mengumumkan kedatangan sang Astvat-Ereta, Nabi yang dalam kitab-kitab suci agama lain disebut Himada, Shalom, Namiuchi, dan Maitreya.
Anda kemudian akan dibawa menjelajahi eksotisme Persia, India, Tibet, dan tempat-tempat lainnya dalam perjalanan Kashva demi menemukan Nabi yang dijanjikan itu dan menghindari kejaran tentara Khosrou yang menginginkan kematiannya. Kisahnya berjalan paralel dengan kisah Muhammad di Arab meski tidak pernah bersinggungan secara langsung. Bagian tentang Kashva kemudian akan diisi dengan percakapan-percakapan lintas agama dengan sahabat-sahabatnya, juga dengan Astu, perempuan yang dicintainya dengan segenap akal dan hatinya. Dengan kepiawaiannya, Tasaro membuat saya berkali-kali terperangah mendapati kejutan-kejutan yang tak terduga tentang Kashva. Hanya saja, akhir kisahnya dalam buku ini membuat saya geregetan dan kesal setengah mati karena menurut saya belum selesai dan sangat menggantung. Berbeda dengan kisah tentang Muhammad yang diakhiri dengan kisah yang sangat pas dan menarik.
Kalau boleh saya kategorikan, novel ini adalah sebuah fiksi-sejarah agama. Bagian tentang Kashva adalah fiksi sedangkan kisah tentang Muhammad adalah sejarah Islam. Bagi saya pribadi, kombinasi format seperti ini menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dinikmati. Mungkin membaca Sirah Nabawiyah atau buku-buku Karen Armstrong tentang Muhammad terlalu berat bagi saya sehingga ‘Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan’ menjadi alternatif yang tepat. Bagi saya yang takbanyak mengetahui tentang Islam dan Muhammad, Tasaro berhasil menghadirkan keduanya menjadi lebih mudah diakrabi dan dikenali melalui penggambaran yang detail.
Satu hal yang perlu saya garisbawahi setelah membaca buku ini adalah bahwa sama sekali tidak ada tendensi untuk mendoktrin bahwa Islam lebih ‘benar’ atau lebih ‘baik’ dari Kristen, bahwa Muhammad lebih ‘hebat’ dari Yesus, Buddha, Musa, atau tokoh agama lainnya. Menurut saya, buku ini ‘hanya’ mengenalkan Muhammad dengan keseharian dan kehidupannya. Apa adanya. Jadi, bagi saya buku ini tidaklah dimaksudkan sebagai salah satu bentuk ‘Islamisasi’. Setidaknya bagi saya setelah beberapa kali membacanya hingga tuntas. Harapan saya, begitu pula dengan anda, yang mengimani agama selain Islam.
Namun, ada tiga hal dari buku ini yang sedikit mengganggu saya meskipun tidak esensial. Pertama, tambahan ‘sebuah novel biografi’ di sampul depannya. Sepengetahuan saya, biografi seseorang mencakup seluruh bagian hidupnya mulai dari lahir hingga meninggal dalam urutan yang kronologis. Di dalam buku ini, kisah Muhammad tidak dikisahkan dengan runut, tapi berpindah-pindah dengan alur maju-mundur. Ditambah lagi, rasanya belum semua kisah tentang Muhammad terangkum dalam buku ini. Kedua, keterangan tentang Kashva yang pergi dari Suriah di sampul belakang. Entah karena kekeliruan atau kesengajaan, tapi seharusnya Kashva pergi dari Persia. Jika saja tidak tertulis di bagian sampul, kalimat pertama pula, mungkin tidak akan mengganggu dan bisa dimaklumi sebagai kekurangtelitian. Ketiga, dan sangat-sangat tidak esensial, pengaturan margin kiri pada setiap halaman awal bab. Selalu saja agak masuk sedikit sehingga tidak vertikal dengan keterangan waktu atau tempat sebagai pembuka bab. Bagi saya hal ini sedikit mengganggu kenikmatan membaca.
Izinkan saya mengutip sebuah ajaran Yesus dalam ‘Khotbah di Bukit’ untuk mengakhiri catatan kecil ini. “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Matius 7:1-2). Bacalah buku ini dengan akal dan hati yang terbuka, semoga anda akan mengenali dan mengagumi Muhammad tanpa perlu merasa sedang di-Islamkan.
Rampa Maega, Di antara pepohonan nipah rawa-rawa Delta Mahakam 19-20 Maret 2010
Semua karena cinta. Di halaman dedikasi, alasan penulis menulis novel Biografi Muhammad adalah karena cinta. Saya membaca kisah Muhammad Rasulullah juga karena cinta.
Setiap membaca kisah hidup dan perjuangan Nabi Muhammad, selalu terbetik dalam hati, jadi apakah saya jika hidup sezaman dengan Rasulullah. Apakah saya termasuk orang-orang yang pertama-tama berserah diri, ataukah menjadi penentang Nabi yang paling fanatik.
Apakah kira-kira yang akan dikatakan Rasullullah, ketika melihat para penghujatnya masa kini, yang menghina, menfitnah, dan membuat karikaturnya. Terbayang olehku, dia hanya akan tersenyum dan berkata "Mereka tidak mengerti" karena Rasulullah adalah manusia yang paling pemaaf, yang paling menyerap sifat ArRahman Tuhannya.
Apakah kira-kira yang akan dikatakan Rasullulah, ketika melihat orang yang mengaku sebagai pembelanya masa kini, yang bereaksi marah, mengamuk, dan anarkis atas semua hujatan itu. Akankah senyum merekah diwajahnya atau kekecewaan yang terbayang ?. Mereka tidak mengerti.
Kenang, kenanglah Fathul Makkah, wahai pengikut. Fathul Makkah yang dikisahkan dengan sangat manis dan menyentuh di dalam Novel ini, Fathul Makkah yang menjadi kemenangan terindah dan sempurna. Kisah Fathul Makkah yang juga menjadi ending yang sempurna dalam buku ini.
Tak sabar ingin membaca kelanjutan buku ini. Mengingat kembali tentang Haji Wada' ketika wahyu disempurnakan, dan moment ketika Rasullullah berkata 'Baiti Jannati, Rumahku adalah Surgaku'
Juga ingin tahu tentang kelanjutan kisah Kasvha, sang pencari kebenaran yang terdampar di Tibet.
langsung terkesan dan jatuh cinta ketika membaca awal buku ini yg didekassikan buat perempuan berbalung baja
Umi Dariyah
Engkau pernah begitu khawatir ketika aku memulai proyek ini. "Bahaya Le. Bagaimana kalau kamu nanti dicerca orang-orang?" tanyamu. Kujawab begini hari ini, "Ibu, jika kelak ada orang yang salah paham dengan terbitnya buku ini, aku yakin itu terjadi karena mereka mencintai Kanjeng Rasul. Dan, percayalah Ibu, aku menulis buku ini disebabkan alasan yang sama "
dan buat anaknya : "Senandika Himada, kelak setelah engkau dewasa, jangan pernah mengatakan bapakmu tidak pernah mengenalkanmu dengan Rasulullah. Sebab, buku ini kutulis untuk engkau baca kelak. Bahkan kunamai dirimu dengan namanya. I love u son"
"Diet, membaca buku Tasaro ini..butuh waktu ya. Emosi bisa diaduk sama dia. Gue pengen ketemu dgn Sang Pembelah Bulan itu. Padahal ini baru halaman 17, emosi gue udah begini" Sms dari teman saya, Ari, semalam begitu dia memulai membaca buku ini. Saya membalasnya dengan, " Sabar, Ri..Rasa ingin menggenggam rindu akan tertanam sampai kata terkahir di buku itu."
Terus terang, sampai sekarang saya masih merasa sulit untuk menulis review buku ini. Entah karena memang tidak mudah, entah karena saya belum ingin kehilangan rasa rindu yang saya punya ketika membaca buku ini. Saya tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata betapa saya ingin berada dalam masa itu. Berjuang bersama beliau, Sholat berjama'ah dengan beliau sbg imamnya, mendengarkan khotbah2nya, atau kalau seperti Ari bilang, sekedar berpas2an di tengah jalan dan mendapat sapaan, "Assalammu'alaykum!" dari beliau (tapi membayangkan mendapat sapaan seperti itu rasanya saya akan langsung pingsan terharu sebelum sempat membalasnya, phuifh). Mengetahui bagaimana para sahabat benar-benar mengobarkan seluruh jiwa raga dan harta demi membela agama tercinta dan menjadi sahabat Kekasih Allah di surga. Membayangkan dari bbrp tempat di seluruh dunia menanti kedatangannya dengan berbagai ekspektasi seperti yang diceritakan di bab awal buku ini
Rasa rindu yang semakin ingin tergenggam dalam setiap pujian yang ditulis Tasaro sebagai julukan bagi Rasulullah SAW. Saya bisa merasakan betapa Tasaro sangat mencintai Nabi Akhir Jaman ini melalui bahasa yang ia gunakan di buku ini. Sangat indah, membuat saya tidak rela untuk menyelesaikan buku ini karena ingin terus menggenggam cinta yang tertuai.
Walaupun hanya diceritakan sebagian dari hidup beliau yang sangat berharga, kita diajak mengenal betapa lembut namun tegasnya perangai beliau. Betapa enggannya beliau memulai perang jika tidak sangat terpaksa. Betapa cerdasnya pikiran beliau dalam membuat strategi tanpa bermaksud menyakiti dalam-dalam hati para musuh. Betapa bersahaja nya beliau di mata para sahabat, di mata musuh, bahkan di mata Raja Heraklius yang terang-terangan berkata di depan Abu Sofyan, lelaki yang membenci Lelaki yang Santun Tutur Katanya sampai ke ubun-ubun, ingin membasuh kedua telapak kaki beliau.
Saya yang baru saja mulai belajar untuk mengenal, memahami dan mempelajari Islam merasa sangat beruntung menemukan buku ini. Seperti juga yang dikatakan Ari, teman saya, membaca buku ini, bukan lagi logika yang bermain, tapi iman.
Saya jadi penasaran akan bagian fiksi dari buku ini yang menceritakan petualang Kashva dari Persia mengitari India, Tibet menuju tanah Yatsrib demi menemui Sang Pembelah Bulan Surat-surat antara Kashva dengan El, dialog dan perdebatan dengan Astu, pertengkaran batin Kashva Sungguh indah dan berisi..entah bagaimana jadinya jika Kashva benar-benar bisa bertemu dengan Lelaki Kekasih Allah
Jadi, bagaimana Mas Tasaro? berani menjawab dengan buku kedua nya?
Untuk sementara, saya akan menanti sambil membaca petualangan Kinanthi Yup, i've become one of your Fans ^_^
03-May-2010
review waktu baru aja selesai baca (23-April) ga tau mau nulis review apa... masih pengen ngerasain dada yang penuh sesak selama baca buku ini..
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui." Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu." (QS Ali Imran 3;81)
Ayat itu lah yang terlintas dalam benak saya ketika pertama kali membaca prolog novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan (MLPH) karya Tasaro GK.
Ya!
Novel itu dibuka dengan penceritaan dari lima tempat yang berbeda. Dari Persia sampai Barus. Kesemuanya menceritakan tentang seorang lelaki yang dijanjikan akan datang untuk menyelamatkan umat manusia menurut versi masing-masing lokal.
Dan seperti yang tertera pada halaman persembahan, bahwa novel ini ditulis karena cinta kepada lelaki yang dijanjikan itu. Siapa lagi kalau bukan lelaki yang bila disebut namanya membuat rasa rindu menggelayuti sanubari, seorang lelaki yang namanya lebih tua dari umur dunia ini, dialah Rasullulah tercinta: Muhammad s.a.w. (Saya menyarankan anda untuk membaca sebuah tulisan dibagian akhir buku ini yang berjudul Jejaring Muhammad)
Sungguh membaca novel ini saya dapat merasakan kecintaan sang penulisnya terhadap Rasulullah s.a.w. di setiap lembarnya. Dan getar cinta itu begitu kuatnya sehingga mampu memengaruhi dan mengaduk-aduk emosi pembacanya (setidaknya saya).
Membaca novel itu seolah-olah saya dapat melihat sosok Al-Barzanji pada sosok penulisnya. Betapa tidak Tasaro menggunakan SP kedua dalam penceritaannya (sebuah SP yang sangat tidak biasa) sehingga ketika kita membacanya seolah-olah sedang bercakap-cakap dengan Lelaki Yang Jernih dan Terjaga Hatinya tersebut.
Novel yang (konon katanya) merupakan dwilogi ini selain menceritakan sirah tentang Rasulullah, juga menceritakan perjalanan Kashva seorang cendekiwan Persia dalam mencari seseorang yang berjuluk Lelaki Penggenggam Hujan. Sehingga novel ini memiliki dua alur yang berbeda. Yang sampai akhir novel ini kedua alur itu belum juga mengeling kecuali terhadap sebuah nama: Ruzabah r.a.
Saya berharap untuk segera dapat membaca jilid keduanya. Menunggu nasib akhir perjalanan Kashva. Kemunculan sahabat pena Kashva pemuda Kristen Nestorian yang bernama Elyas. Ruzabahkah, ia?
Ketika membayangkan nasib akhir Kashva, saya teringat sebuah hadist yang menyebutkan bahwa seorang yang terbaik pada masa jahiliyahnya, maka akan menjadi yang terbaik pada masa Islamnya.
Dari sisi penokohan, Novel ini kuat. Banyak tokoh-tokoh yang membuat saya tertarik. Lihatlah tokoh Yim yang penuh rahasia, Astu kasih tak sampai Kashva, Mahsya, sampai Xerxes putra Astu. Tasaro menggambarkan tokoh-tokoh ini dengan kuat.
Saya dengan senang hati memberikan nilai bitang empat setengah untuk novel ini. Karena bagi saya ini novel yang berada diatas rata-rata.
Kalaupun ada kekurangan dari novel ini, tidaklah ia mengurangi nilai novel ini secara signifikan. Hanyalah dari sisi diksi yang sedikit mengurangi kadar kesastraan novel ini. Pada beberapa tempat penulis masih menggunakan kata non baku seperti : mengumpet (Hal 110) atau juga kata-kata serapan seperti: berkontribusi (Hal 45), terkonfirmasi (56), dan kontroversi (73).
Pada menjelang akhir ada tertulis Ikrimah bin Abu Lahab seharusnya Ikrimah bin Abu Jahal (yang ini tanggung jawab proofreader)
Hal lain yang juga perlu saya sampaikan adalah sependek pengetahuan saya, bahwa yang membawa berhala ketanah Mekkah adalah Amr ibn Luaiy bukan Qushay ibn Kilab leluhur Lelaki Suci yang Nasabnya Terjaga itu, seperti yang tertera dalam novel ini.
Judul Buku : Muhammad Lelaki Penggenggam Hujan Penulis : Tasaro GK Penerbit : Bentang Genre : Novel Pembaca : Semua Kalangan Nilai : 5/5 Versi Komunitas Baca Buku
Sudah lama sekali saya tidak membuat resensi, rasanya tangan ini gatal sekali kala mengetahui banyak novel baik bertebaran di belantara perbukuan Indonesia. Setelah kemarin saya membahas novel Pandaya Sriwijaya, kali ini saya membahas novel Muhammad Lelaki Penggenggam Hujan.
Novel ini ditulis dengan tangan dingin Tasaro GK, seorang penulis yang sangat saya favoritkan, sejak Di Serambi Mekkahnya terbit. Seperti apa novelnya? Mari kita bahas sekarang….
Penceritaan Muhammad SAW….
Seperti namanya novel Muhammad, memang novel ini menceritakan bagian-bagian hidup dari Nabi Muhammad SAW. Dengan terampilnya Tasaro memainkan penanya dan membuat cerita novel ini dengan sudut pandang ke dua. Sebuah sudut pandang yang jarang sekali dipakai pada novel-novel yang bertebaran di Indonesia.
Meski tidak menceritakannya secara runut, novel ini menceritakan bagian-bagian penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Membaca novel ini seperti, bermain puzzle dimanak kita harus bisa menyusunnya menjadi cerita yang berunut. Dalam penulisan novelnya, Tasaro banyak mengambil momen-momen heroik dan menyentuh perasaan. Tak salah bila penulis A. Fuadi (Negeri Lima Menara), berkata kita akan berada seolah-seolah di belakang Rasulullah. Nyatanya penggambaran novelnya memang sangat membuat kita berada di belakang Muhammad.
Membaca cara penulisan Tasaro, sangat berbeda jauh dengan gaya-gaya bahasa sebelumnya. Saya pikir cuma Tariq Ramadhan yang bisa membuat biografi Nabi Muhammad SAW dengan bahasa menarik, nyatanya Tasaro adalah orang kedua yang memberikan taste unik dalam penulisannya.
Saya kalau boleh jujur selalu merinding membaca tiap bab yang menjelaskan tentang Nabi Muhammad SAW.
Tentang Kashva
Di bab-bab lain kita akan menemukan perjalanan agung seorang pengembara bernama Kashva yang mencari kebenaran kedatangan Nabi terakhir yang dijanjikan. Pada bab-bab ini kita akan mendapati perjalanan panjang Kashva mencari Muhammad SAW.
Dengan berbekal petunjuk dari surat-surat Elyas, Kashva berpetualang mencari kebenaran kedatangannya. Perjalanan syahdu mencari sosok Nabi Muhammad SAW yang tidak mudah, membuat kita diajak berpikir kembali tentang seberapa jauh kita ingin bertemu Rasul dan seberapa besar pengorbanan yang kita berikan untuk Rasul terakhir yang dijanjikan Allah SWT.
Bab-bab ini meski fiksi, akan membuat kita banyak merenung dan berkontempolasi tentang langkah hidup kita selama ini.
Kesimpulannya….
Ini novel yang wajib dimiliki oleh semua kalangan, kita akan melihat Nabi Muhammad SAW dari kacamata netral, jernih dan tidak memihak Islam semata. Membaca novel ini sensasinya melebihi membaca biografi Budha, saya berkata seperti ini bukan karena saya seorang muslim, namun dari berbagai aspek kesastraan dan gaya bertutur membuat kita tercengang dan termenung.
Sampai detik ini saya kalau membaca Muhammad karya Tasaro masih merasakan rasanya di belakang Rasulullah, nggak percaya? Silahkan baca dan beli di toko buku….
Kalau sudah banyak membaca buku-buku yang menguraikan sirah nabawiyah, mungkin materi buku ini biasa saja. Mengulang beberapa buku atau hadis-hadis. Hebatnya, Tasaro mampu menjadikan materi sirah tersebut dengan "lurus" (kehati-hatian Tasaro bisa terlihat dari halaman persembahan) plus ramalan-ramalan dari berbagai kitab suci. Memunculkan tokoh Kashva, dsb. Two thumbs up. Membaca sesuatu tentang Junjungan, rasulullah Saw, membuat saya selalu menangis.
Bikin nangis. :') Awalnya tidak menyangka bahwa sirah nabawi bisa diceritakan seindah ini. Seindah ini saja ditulis oleh yang belum pernah bertemu Rasulullah SAW. Apalagi para sahabat yang merasakan hidup bersama Rasulullah ya. Sungguh bahagia sekali.
Ada dua babak bergilir dalam naratif dengan dua watak utama-- Muhammad dan Kashva. Kisah Kashva bermula dengan surat Elyas (pemuda penunggu perpustakaan biara di Bashrah, Suriah) yang bercerita tentang ramalan Bahira dan apa yang disebut Zardusht berkenaan kerasulan seorang lelaki mulia. Kashva, si lelaki Persia dari keturunan penganut Zarathustra terdorong minat mahu mengetahui lebih lanjut tentang si lelaki agung merancang ke Suriah bertemu Elyas dan bersama-sama ke Yatsrib bertemu lelaki yang dikenal sebagai rasul tersebut. Menjadi buruan puak Khosrou, Kashva tersasar ke Gathas hingga ke Tibet bersama teman setia Mashya, petarung hebat Vakhshur dan si kecil Xerxes. Pelbagai rintangan dan pertemuan masa silam dihadap Kashva dalam misi bertemu Elyas dan mencari si penggenggam hujan.
Kisah Kashva diselang-seli dengan kisah Muhammad dan para sahabat baginda ketika Islam mula bertapak di Madinah dan Makkah. Penceritaannya pantas dan cermat berdasar fakta sejarah, diselit emosi dan personaliti karakter-karakter yang mencengkam. Aku gemar sekali rentetan Perang Uhud yang digubah oleh penulis. Tentang Nusaibah, perempuan pertama yang memeluki Islam dan mendapat gelaran perisai Rasulullah dan Ummu Sulaim yang turut berhadapan tentera sewaktu perang. Ada perihal Hamzah-- Sang Singa Padang Pasir yang tewas di Perang Uhud, dibelah dada dan dikeluarkan hatinya oleh Wahsyi. Tragis namun ceriteranya realis dan menarik.
Banyak hal yang aku cuma tahu pada dasar sahaja seperti kisah perkahwinan Rasulullah dan Khadijah, juga berkenaan Aisyah dan perjalanan baginda ke Makkah (peristiwa Perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Musyrikin) diceritakan penulis dengan puitis dan mendalam. Adegan-adegan diolah kemas dan berhati-hati, walau naratif Muhammad dalam narasi orang ketiga ia masih kekal luar biasa dan enak dibaca.
Keseluruhannya ia tidaklah fokus kepada biografi semata, masih separa fiksi (tentang hal Kashva khususnya) dan diksinya barangkali agak sukar difaham sedikit kalau tidak biasa dengan bahasa Indonesia. Namun agak kagum dengan penulis yang mampu mencoret naskhah sebegini. Satu novel menarik kalau mahu tahu kisah awal kedatangan Islam, perihal sabahat-sabahat nabi dan ahli keluarga baginda yang menerima/menentang Islam (banyak sekali disebut di dalam ini) dan rentetan peristiwa penyebaran Islam di tanah Arab. 4.2 bintang untuk buku ini.
Penasaran. Itulah yang mewakili perasaan sy ketika mengetahui akan hadirnya buku yang satu ini. sebuah novel biografi MUHAMMAD SAW – Lelaki Pengenggam Hujan. Dan terkaget sendiri dengan ketebalan novel ini begitu sampai di tangan sy. Dan akhirnya selesai juga membacanya :)
Pada awalnya cukup heran, novel ini mengatakan bahwa ini biografi tentang Rasulullah tapi di cover belakang justru yang terbaca sinopsis tentang Kashva, seorang pemuda dari Persia. Awalnya sy pikir Kashva melebur dalam barisan para sahabat. Tapi ternyata tidak, cerita Kashva menjadi bagian tersendiri. Memang ada benang merah yang menghubungkannya. Diceritakan Kashva penasaran dengan berbagai cerita tentang Nabi akhir zaman. Dan Kashva melakukan pencarian itu.
Jujur, awalnya sy terganggu dengan cerita Kashva yang berselang seling dnegan siroh Rasulullah yang dituliskan di buku itu. Tapi sy menahan diri untuk membacanya secara runtut, tidak dengan cara lompat-lompat ketika sy membaca Jejak-jejak Kembara Cinta- mbak Ifa Avianty :)
Hingga pada akhirnya setelah beberapa bab berjalan terutama ketika dengan hadirnya Astu dalam cerita Kashva membuat sy menemukan keasyikan tersendiri mengikuti alur ceritanya. Kesan membosankan lenyap begitu saja dan itu berlangsung hingga akhir cerita bahkan sy penasaran dan ingin segera menemukan ending dari perjalanan Kashva.
Sy seperti menemukan diri Kinanthi dalam pribadi Astu. Bagaimana dengan pembaca yang lain? Hehe.. mungkin karena mereka berdua dilukiskan sebagai wanita yang cerdas kali ya.. dan juga tentang konsep mecintai yang lagi2 cerita tentang kasih tak sampai. Hiks. ‘cinta itu harus menguatkan, bukan melemahkan. Cinta berarti membiarkan seseorang yang engkau cintai terbang menemui kebahagiaannya, bukan mengikatnya dalam kepicikanmu memaknai cinta.’
Oke, qta cukupkan cerita tentang Kashva. Bagaimana dengan biografi Rasulullah yang ada di novel ini? Hemm.. inilah yang menjadi kekutan utama betapa inginnya sy memiliki buku ini. Penulis menggunakan sudut pandang penceritaan orang kedua terhadap Rasulullah. Sehingga panggilan takzim sering qta temui di buku ini sebagai awal pembuka cerita beliau, seperti Duhai Lelaki yang penuh Cinta, Duhai Lelaki yang lembut Hatinya dan berbagai panggilan yang menggambarkan betapa mulianya Akhlak Rasulullah. Pribadi mulia yang tak terganti dan tak tertandingi oleh siapapun di dunia ini. Sejarah tentang perang Uhud, Perang Khandak, Perjanjian Hudaibiyah, Fathul Mekkah, keislaman beberapa sahabat dan masih banyak yang lain disajikan apik di buku ini.
Gaya penulisan yang menarik sehingga membuat sy tidak bosan menekuri halaman demi halaman di buku ini. Namun, di akhir sy ingin mengutip kata-kata dari kitab yang dikarang oleh Al-Habib Ali bin Muhammad bin Hasan al-Habsyi tentang kisah kelahiran Manusia Utama ; Akhlak, Sifat dan riwayat hidup yaitu betapapun banyak cara yang dilakukan orang demi mencoba menguraikan sifat keluhurannya. Namun sampai akhir zaman berakhir, tiada mungkin mereka meliputi semuanya, tapi setidaknya buku ini bisa jadi jembatan agar qta lebih mengenal sejarah hidup dan pribadi dari seseorang yang teramat sangat pantas menjadi idola qta.
Dan sy teringat notes Bentang ketika wawancara dengan penulis Tasharo GK. Saat penulis ditanya apa tujuannya menulis tentang biografi Rasulullah ini? dan dia menjawab “Saya merindunya dan berharap yang membacapun juga begitu.” Yah.. sy pun merasakan hal itu. Rindu.
Sy hampir tidak pernah menyematkan 5 bintang untuk buku yang coba sy review maksimal 4 setengah. Tapi untuk buku ini, sy rasa 5 bintang itu belum cukup.
Buku ini di rekomendasikan hilmy. Akhirnya kubeli di gramedia Binjai Supermal setelah berdebat beberapa hari dengan pikiranku sendiri yang berargumen bahwa koper sudah benar-benar tak muat dan buku ini bisa kubeli nanti di gramedia di jogja. Yah, fakta bahwa akhirnya buku ini berada damai di genggamanku otomatis menjadi bukti tak terbantah bahwa argumen pikiranku telah patah! Beberapa hari kemudian aku balik lagi ke gramedia dan pulang dengan menahan tetesan air liur kala menemukan dwilogi terbaru andrea di rak sebelahnya! Puh!
Awalnya sempat terpikir, karena berbentuk novel, biografi nabi kali ini mungkin akan sedikit kurang sakral, juga sempat ragu apakah buku ini benar-benar akurat. Untungnya ketika sedang membuka-buka buku aku menemukan satu bab yang berjudul 'Jejaring Muhammad'. Tahu, bahwa ternyata proses pembuatanya melibatkan begitu banyak pihak, membuatku lega. Ya, buku seperti ini seharusnya memang tidak mungkin dibuat melainkan dengan persiapan yang cermat.
Mengenai bagian fiksinya, rasanya sulit memilah mana yang merupakan hasil imajinasi penulis dan mana yang bisa kupercaya. Om Tasaro benar-benar jago membangun rasa penasaranku lewat rahasia-rahasia kehidupan Kashva serta kemisteriusan identitas Elyas dan Ruzabah, begitu juga dengan teman-teman diskusi pena Kashva. Membuatku tidak bisa berhenti berteka-teki, bahkan sampai pada bagian akhir buku ini. Dan aku benar-benar menyukai adanya Xerxes dalam rombongan kecil mereka. Entah kenapa, aku selalu merasa keberadaan anak kecil selalu bisa lebih menghidupkan cerita. Membuat ketegangan terasa lebih mencengkeram jika ada sesuatu yang mengancam.
Yang pasti, buku ini telah memberi solusi terhadap satu permasalahan klasikku setiap membaca sirah. Ialah otakku selalu terlalu bebal merekam nama-nama yang nyata di zaman rasulullah. Terlebih nama-nama tokohnya yang biasanya relatif panjang dan rata-rata hampir-hampir sama. Ide sirah berbentuk novel ini benar-benar cemerlang. Karena kemasannya novel, kejadian-kejadian yang menyejarah tersebut bisa lebih gampang melekat dan nama-nama tokoh nya pun jadi lebih mudah dilumat oleh otak. Yah, setidaknya di otakku ;p
Aku membacanya dengan hati-hati. Benar-benar perlahan sekali. Mengulang-ulang sampai puas paragraph yang kusuka maupaun yang belum dapat kucerna sempurna. Hm, seperti menikmati es krim dengan cara yang diajarkan tika. Benar benar perlahan. Supaya tidak cepat habisnya.
Buku ini penuh dengan bahasa puitis, dirangkai seindah menggambarkan sosok dan diagungkan sebagai mana ia layak untuk diagungkan. Buku ini mampu memadukan kisah sejarah tentang sebuah perjuangan dan sebuah pencarian. Kita bisa menemukan beberapa kisah yang mampu diurai secara cerdas oleh penulis dengan jelas terkait beberapa kisah yang multitafsir.
Hal yang menarik juga terjelaskan dalam alur cerita tentang perang. Bahwa setiap peperangan yang terjadi pada waktu Muhammad memimpin bukanlah peperangan untuk melanggar hak kemanusiaan, melainkan sebuah perang untuk memuliakan manusia. Terkait dengan penyerangan Mekkah ketika Muhammad menetap di Madinah adalah sebuah perang menghancurkan berhala, yang kaum Quraisy sebut sebagai Tuhan. Ia malah menjamin perlindungan setiap orang yang bersaksi atas nama Tuhan.
Akhirnya rasa penasaran saya tentang kenapa judul buku ini adalah Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan terpuaskan. Meskipun sepertinya saya rasa saya salah memahami blurb-nya. Setelah membaca blurb tersebut, saya mengiranya Kashva benar-benar akan melakukan apapun untuk bertemu Nabi Muhammad SAW. Tapi kesan yang saya dapat setelah membaca bukunya tidak seperti itu. Menurut saya Kashva justru lebih tertarik untuk berburu pengetahuan-pengetahuan kuno dari berbagai agama yang akan meyakinkannya tentang kenabian Rasulullah ketimbang ingin bertemu langsung dengan beliau. Yah tapi itu menurut saya saja sih, huehehe.
Sama seperti buku The Great Episodes of Muhammad Saw, saya juga membaca buku Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan ini dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Meskipun seperti biasa, momennya sudah lewat saat saya berhasil menamatkan buku tebal ini. Kemampuan membaca saya sepertinya menurun. Dan ditambah berbagai faktor luar seperti banyaknya kerjaan yang harus diselesaikan di momen-momen akhir dan awal tahun. Libur akhir tahun yang panjang itu seakan tidak berlaku bagi saya, hahhah.
Jadi buku ini menceritakan tentang seorang pemuda Persia bernama Kashva. Kashva ini adalah seorang cendekiawan tipe jaman dulu yang sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan dan pandai berkata-kata. Kashva dijuluki sebagai sang Pemindai Surga dan dia menjadi kesayangan penguasa Persia saat itu, Khosrou.
Namun, Kashva memberikan sebuah "hadiah" yang membuat Khosrou murka, dan ini ada hubungannya dengan munculnya agama baru yang menurut kabar dibawa oleh seorang lelaki Arab yang mengaku sebagai nabi.
Biasanya murkanya penguasa jaman dulu ini berarti kematian kan ya, nah, Kashva pun terpaksa lari. Bersama gulungan-gulungan perkamennya yang berharga, Kashva melakukan pencarian pengetahuan tentang Lelaki Penggenggam Hujan yang diramalkan akan hadir oleh berbagai agama di seluruh dunia.
Selain kisah Kashva, kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dan para keluarga beserta sahabat beliau juga ada di buku ini. Jadi chapter-chapternya terbagi dua. Ada kisah Kashva dan juga kisah Rasullullah.
Ngomong-ngomong, saya salut tentang bagaimana penulis bisa mengisahkan kisah hidup Rasulullah dalam bentuk novel biografi yang ringan dibaca. Saya rasa menulis novel biografi Nabi Muhammad SAW itu sulit. Soalnya setiap perkataan dan perbuatan beliau adalah sunnah. Tidak bisa dituliskan sembarangan dan harus ada referensi yang kuat.
Berhubung saya sebelumnya baru saja membaca buku sirah nabi, sedikit banyak saya bisa membandingkan kisah hidup Rasullullah yang ada di buku ini, dengan yang ada di buku The Great Episodes of Muhammad Saw. Seingat saya cocok sih, kecuali bagian dimana perempuan ikut berperang. Tapi saya tidak berani ngomong banyak-banyak. Ilmu saya jelas belum cukup dan saya jelas bukan ahli sirah, plus bisa saja saya yang salah baca atau kurang paham. Mengingat kalau ada adegan menegangkan seperti adegan perang, saya bawaannya selalu pengen cepat-cepat membaca saking serunya:D
Btw, buku ini ternyata sudah terbit lama ya? Ya ampun kemana saja sih saya, hahhah. Meskipun bagi saya, butuh perjuangan untuk membaca buku ini di chapter-chapter awal, tapi endingnya begitu berkesan. Membaca kisah hidup Nabi Muhammaad SAW memang selalu memberikan efek seperti itu, selalu membuat rindu. Ditambah lagi dengan cerita Kashva yang melakukan pencarian pengetahuan yang sangat ilmuwan banget. Oh I love it. Yes! XD
Saya penasaran sekali ingin membaca buku-buku selanjutnya. Tapi setelah diusut, well, bukunya ternyata ada 4 dan tebal-tebal pula, hiks. Ga kebayang berapa total harga + ongkirnya, wkwkwk. Terpaksa belinya pelan-pelan, hohoho. Sayang sekali akhir-akhir ini tidak ada lagi bazar Mizan di kota saya. Kira-kira kenapa ya?
At last, saya suka sekali dengan buku ini. 4 dari 5 bintang tentunya. Semoga nanti saya berjodoh dengan keempat bukunya. Amiiin.
-Review pindahan dari blog, tertanggal 2 Desember 2010-
Sinopsis: Kashva pergi dari Suriah, meninggalkan Khosrou, sang penguasa Persia tempatnya mengabdikan hidup demi menemukan lelaki itu: Muhammad Al-Amin yang kelahirannya akan membawa rahmat bagi semesta alam, pembela kaum papa, penguasa yang adil kepada rakyatnya. Kehidupan Kashva setelah itu berubah menjadi pelarian penuh kesakitan dan pencarian yang tiada henti terhadap sosok yang dijanjikan. Seorang Pangeran Kedamaian yang dijanjikan oleh semua kitab suci yang dia cari dari setiap ungkapan ayat-ayat Zarduhst sampai puncak-puncak salju di perbatasan India, Pegunungan Tibet, biara di Suriah, Istana Heraklius, dan berakhir di Yatsrib, sang Kota Cahaya. Hasrat dalam diri Kashva sudah tak terbendung lagi. Keinginannya untuk bisa bertemu dengan Muhammad sedemikian besar hingga tak ada sesuatu pun yang membuatnya jerih. Bahkan maut yang mengintai dari ujung pedang tentara Khosrou tak juga menyurutkan kerinduannya bertemu Muhammad. . . . . . Indah dan menggetarkan.
Hanya dua kata itu yang mampu melukiskan perasaan saya sepanjang membaca novel ini (dan sepanjang membacanya, saya hanya ingin cepat-cepat menyelesaikannya untuk segera me-reviewnya!). Mengemas biografi Nabi Muhammad Saw. dengan amat indah dan menggetarkan. Saya sampai bingung harus merangkai kata apa ketika menulis review ini, untuk menjabarkan seluruh perasaan saya yang sulit untuk ditumpahkan setelah menutup lembar terakhirnya.
Buku ini terdiri dari dua kisah. Yang satu adalah kisah nyata, kisah kehidupan Rasulullah Saw. kita tercinta. Ditulis dengan diksi yang luar biasa indahnya, permainan kata-kata puitis menakjubkan khas Tasaro yang membuat pembacanya tak bosan, sebaliknya malah menjadi begitu terlena dan terbuai. Pemakaian second person's POV dalam kisah tentang Nabi Muhammad di sini sungguh pilihan yang tepat--menegaskan kemuliaan beliau, dan semakin membangkitkan kecintaan kita kepada beliau. Sosoknya terdeskripsikan dengan begitu agung dan sempurna. Rangkaian kisah hidupnya tertulis runut, diiringi flashback yang membuatnya kian lengkap. Saya sungguh tak bisa menemukan kata lain selain "indah".
Kisah kedua dalam buku ini adalah seperti yang tertuang pada sinopsis di atas (yang saya ambil dari belakang buku). Yang ini sih fiksi. Tentang Kashva, sang Pemindai Surga dari Persia--seorang astronom dan sastrawan haus ilmu--yang melakukan perjalanan untuk menemukan kebenaran mengenai nubuat yang menyatakan akan adanya seorang Nabi pembawa kedamaian, seorang Lelaki Penggenggam Hujan. Pada bab-bab yang menceritakan tentang Kashva ini, saya menemukan kekhasan Tasaro yang lain, yaitu jalan cerita yang bikin penasaran, deskripsi dan diksi yang berbunga-bunga aduhai, riset sejarah yang mendalam (dan sangat sangat sangat luar biasa, tentunya), kegeniusannya meramu diskusi-diskusi agama sarat pengetahuan, kisah asmara yang tak berakhir indah, serta beberapa kosakata baru yang saya dapat setelah mengecek artinya di KBBI (membaca bagian-bagian awal novel ini harus disertai KBBI, hahaha). Dan sayangnya, kebiasaan Tasaro yang suka "menggantungkan" suatu alur dan nasib suatu tokoh juga masih ada di sini...dan itulah mengapa saya terpaksa membatalkan niat saya untuk memberi lima bintang dan menurunkannya setengah. "Penggantungan" ini membuat sinopsis yang ada di belakang buku itu menjadi tidak sesuai dengan cerita di dalamnya.
Tapi secara umum, novel ini betul-betul luar biasa. Keindahannya tiada tara dan sungguh membuat rasa cinta kepada Rasulullah Saw. menjadi membuncah. Kita mendapat banyak ilmu tanpa merasa sedang belajar. Kita mereguk sejarah yang indah. Detail-detail peristiwa tentang Nabi Muhammad Saw. cukup lengkap dan akurat di sini, dengan bahasa yang membuat kita akan merasa seolah sedang berada di zaman tersebut. Kebetulan sejak kecil saya sudah melahap habis komik yang mengisahkan riwayat Nabi Muhammad Saw. (diterbitkan oleh Mizan), jadi visualisasi peristiwa-peristiwa di buku ini tidak sulit digambarkan. Namun, tetap saja "komik" dan "novel" itu berbeda pesona, kan? Apalagi novel ini ditulis dengan diksi yang begitu sempurna... bikin saya terus-terusan berdecak kagum sambil terkadang hati saya berdesir iri, "Kok bisa sih Tasaro menguntai kata-kata seindah dan sedahsyat ini?"
Untuk kisah Rasulullah di dalam novel ini, mungkin tidak akan menguak rasa penasaran pembaca terlalu dalam, apalagi bagi yang sudah mengetahui kisah hidup beliau. Cerita satunya lagi, di mana Kashva adalah tokohnya, mengambil peran itu dengan sangat baik. Saya kembali menegaskan betapa saya angkat jempol untuk Tasaro yang pastinya telah melakukan penelitian mendalam untuk menulis ini, karena sungguh, cerita ini berisi sekali. Baik bagian sejarah Rasulullah Saw. (yang tentu saja tidak boleh salah) maupun sejarah-sejarah lain menyangkut peradaban dan agama-agama dunia dalam kisah Kashva. Anda akan mengerti kalo udah baca nanti.
Sebelumnya saya tidak pernah membaca novel yang sebegini membuat jiwa bergetar, menyisakan sensasi spiritual yang luar biasa kala telah selesai melahapnya. Mungkin kalau saya lebih sentimentil, air mata ini akan tumpah. Banyak bagian yang nyaris membuat mata saya berkaca-kaca karena rasa haru yang mendadak muncul begitu saja. Keagungan, kemuliaan, keluhuran budi, dan segala yang bisa dicitrakan dari Nabi Muhammad Saw. akan Anda temukan di sini. Dan akan membuat Anda semakin mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Sangat direkomendasikan. Mungkin saya akan sering memberi buku ini sebagai hadiah untuk orang-orang (kalo punya uang). Tapi yang jelas, saya nampaknya bakal sering meminjamkan novel ini kepada teman-teman saya, mempromosikan buku ini sebagai jembatan untuk membuat lebih banyak orang mencintai Rasulullah Saw.
Izinkan aku mencintaiMu Allahumma shalli 'aala Muhammad wa aali Muhammad,membawa buku ini seakan di bawa melintasi Worm Hole. Menggeliat ke ribuan tahun silam terdebam di lembah gurun, terlempar di tengah pedang yang terhunus, terselip di setiap pembicaraan-pembicaraan yang rahasia.
Wahai Rasullullah Sallallahu Alaihi wasallam ...Wahai Rasulku.. Makkah, Hijrah ke Yatsrib, Perang Badar, Perang Uhud , Perang Parit, kemenangan di Hudaibiyah, Bai’at muslimin, Pensucian Makkah dari berhala.., Wahai Rasullullah Sallallahu Alaihi wasallam ...Wahai Rasulku..
Sahabat-sahabat Mu , Kepindahan Umar putra Khattab r.a kepadaMu, kesetiaan Abu Bakar r.a Bapak dari istri tercinta Mu Aisyah sesudah Khadijah, Ustman bin Affan r.a.. dimanakah seharusnya aku ikut bersanding..
Wahai Rasullullah Sallallahu Alaihi wasallam ...Wahai Rasulku..yang kedatangannya sudah teramal oleh kitab-kitab sebelumnya kuntap sukt, perjalanan Khasva dari kuil Sistan mengorbankan nyawa dari Khosrou penguasa Persia, hanya untuk menemui Lelaki yang diceritakan oleh Elyas sahabat dari Suriah Bashrah yang guru nya sudah pernah bertemu dengan Himada kecil....
Perjalanan Khasva dari Ghatas – Tibet- menuju Suriah karena merinduMu Wahai Rasullullah, kepasrahan akan pertemuan yang tak berujung ia lakukan.......,,, apakah ia yang hatinya ada Engkau sudah berarti bertemu denganMu Yaa Rasullullah...., dimanakah seharusnya aku ikut bersanding..
Masih ada tempatkah untukku..,apa yang sudah aku lakukan untuk menyamai para Sahabat Mu..benarkah aku sudah mencintaiMu...Izinkan Aku Yaa Rasullullah Allahumma shalli 'aala Muhammad wa aali Muhammad
Maaf, Tasaro, saya tidak bisa menikmati buku ini. Sejak halaman-halaman awal saya sudah tidak sanggup meneruskan, meski saya berusaha untuk menemukan keindahan seperti yang dialami teman-teman lain yang sudah baca buku ini.
Saya bahkan pernah "melempar" buku ini ke kak Ronny Agustinus, yang ternyata dikembalikan lagi...lalu saya coba baca dari ulang, tetap tidak sanggup.
Akhirnya, dengan penuh duka, saya hibahkan buku ini ke seorang teman yang mungkin, bisa mendapatkan manfaat lebih dari buku ini.
Sebuah novel berbasis shirah mengajak mata ini ikut terpukau. Sekalipun dikatakan sangat terlambat, saya bisa menikmati ceritanya sampai akhir. Resensi berikut adalah ulasan dari seseorang yang saya menyalinnya karena keterbatasan diri dan waktu saya untuk mengurainya. Penguraiannya insya Allah mewakili pembaca lainnya..
*** Secara umum, novel ini terdiri atas dua bagian. Pertama, kisah tentang pemuda Persia bernama Kashva, seorang terpelajar yang menghuni kuil Sistan. Ia membaca perkamen-perkamen kuno dan meramalkan lahirnya sosok manusia sempurna yang kelak ajarannya akan menguasai seluruh dunia. Ia membaca kitab Zardust, kitab suci para penganut Zoroaster, dan menemukan bait-bait yang meramalkan hadirnya sosok tersebut. Penguasa Persia, Khosrou, murka besar. Kashva menjadi buronan dan berpindah-pindah demi mencari kebenaran atas pencariannya. Ia lalu pindah ke Suriah, India, hingga mendaki ke Tibet, negeri atap langit. Perjalanannya adalah perjalanan mencari kebenaran, misi suci yang diyakininya akan menyibak lapis-lapis misteri yang selama ini memenuhi ruang berpikirnya. Perjalanan Kashva menjadi bahagian penting dari novel ini.
Kedua, novel ini hendak mengisahkan tentang Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam yang kehadirannya telah dinubuatkan dalam berbagai tradisi dan keyakinan. Para penganut Buddha meramalkan hadirnya sosok Maitreya yang bertubuh emas. Penganut Zoroaster menyebutnya Astvat Ereta, seorang nabi yang dijanjikan. Seorang Pendeta Kristen bernama Bahira malah menujum Muhammad sebagai Himada, sosok yang akan membawa keagungan di rumah Tuhan. Kemudian kitab kuno umat Hindu, Kuntap Sukt, meramalkan hadirnya sosok yang menghadirkan hujan wahyu, seorang lelaki pengenggam hujan yang kelak memberikan kesegarannya kepada seluruh umat manusia. Dan Lelaki Pengenggam Hujan yang dimaksud tersebut adalah Muhammad, seorang rasul yang lahir di tengah bangsa Arab yang jahiliyah. Ia membawa hujan dan pencerahan sebagai jalan terang bagi siapapun untuk meniti kehidupan dunia dan akhirat. Ia menampilkan kebajikan dan ahlak, dan menjadikan dirinya sebagai prasasti hidup atas kebijaksanaan dan prototipe ideal serang Muslim yang menjadi rahmat bagi semesta.
*** SAYA mencatat ada beberapa kelebihan novel ini. Pertama, gaya bahasanya amat indah dan meliuk-liuk serasa membaca sebuah novel bergenre sastra. Saya menikmati gaya bahasa yang indah tersebut, meskipun pada beberapa tempat saya seringkali termenung lama memikirkan maknanya. Dan saya sendiri tidak terlalu terkejut menemukan bahasa yang indah untuk menggambarkan Rasulullah. Malah, saya berpikir bahwa apapun gambaran tentang Rasulullah, maka itu harus lahir dari bahasa yang paling indah dan jernih. Bersetuju dengan Imam Ayatullah Khomeini, saya akan mudah tersinggung dengan gambaran yang menjelek-jelekkan Rasulullah. Dan bukankah –sebagaimana pernah dikemukakan Jalaluddin Rumi-- sejak ratusan tahun lalu, para sufi dan penyair telah membakar dirinya melahirkan bait-bait yang indah sebagai pertanda kecintaan kepada Muhammad? Sejak ratusan tahun silam, para sufi telah terkapar saat menggambarkan kerinduan akan sosok Muhammad, sosok yang memantik cahaya pencerahan. Ribuan syair dan puisi telah dilahirkan demi mengungkapkan bahasa kerinduan yang kian lama kian berkobar dalam diri mereka yang setiap saat menyebut nama Rasul hingga tergetar. Dan bukankah keimanan atas Muhammad adalah salah satu pilar utama dalam rumah kokoh bernama akidah Islam?
Hingga kini, saya masih terpesona dengan penuturan salah satu intelektual Muslim asal Pakistan, Sir Muh Iqbal, dalam karyanya The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Kata Iqbal, “Tuhan dapat kau ingkari, namun Rasul tidak.” Anda bisa mengabaikan keberadaan Tuhan, namun tidak dengan Rasulullah. Iqbal hendak menegaskan bahwa Rasul adalah prasasti hidup yang telah membumikan semua pesan Allah di muka bumi. Rasul Muhammad adalah segi aktivitas Allah yang dapat dilihat. Muhammad adalah potensi ketuhanan yang mengaktual, seorang manusia sempurna, yang seumpama cahaya bersinar terang benderang dan memberi suluh bagi seluruh umatnya. Dalam syairnya, Iqbal mengatakan, ”Duhai Rasul Allah, dengan Allah aku berbicara melalui tabir-tabir, denganmu tidak. Dia yang tersembunyiku, dikau yang nyataku.”
Kedua, novel ini mengajak kita untuk mengenali Muhammad secara personal. Kita diperlihatkan gambaran tentang Muhammad yang historis, dalam satu setting ruang dan waktu. Muhammad yang hadir dalam novel ini bukan hanya sosok yang menyandang pesan langit dan menerima mukjizat kenabian untuk alam semesta, bukan sekadar sosok yang bisa memberi rekomendasi bagi langit untuk menjatuhkan azab bagi kaum yang mengingkarinya. Novel ini mendekatkan kita dengan Muhammad, merasakan degup jantung kecintaannya pada umat, merasakan cinta umat kepadanya yang mengalir melalui seluruh pembuluh darah.. Kita pun ikut tegang ketika Muhammad dalam pilihan-pilihan sulit. Muhammad disapa dengan panggilan Engkau. Ini mengingatkan pada syair Al Burdah yang ditulis Bushiri, seorang penyair yang dalam kesengsaraannya senantiasa berpaling pada Nabi dan menulis sajak untuk memuliakannya. Sebagaimana kalimat dalam Al Burdah yang amat dekat dengan Muhammad, novel inipun demikian. Saya mendapat kesan bahwa Muhammad adalah sosok yang menyejarah, lahir dan dewasa dalam konflik antar suku di jazirah Arabia, menerima pesan kenabian dan berikhtiar untuk menyebarkan Tauhid ke segenap penjuru bumi. Saya diperlihatkan sosok Muhammad sebagai manusia biasa yang harus berdialektika dengan berbagai karakter ataupun watak jahat yang membencinya. Muhammad yang mentransformasikan semua benci dan amarah menjadi selaksa cinta. Muhammad yang menjadi telaga demi menyejukkan semua amarah, menelan semua kebencian, dan mengubah semuanya menjadi bahtera kecintaan kepada Tuhan.
Ketiga, lewat pengembaraan pemuda Persia bernama Kashva, kita seolah ikut berkelama menemukan kebenaran dan melewati banyak negeri-negeri. Deskripsi dalam novel ini sangat kuat sehingga kita seolah bisa membaui kuil-kuil di Persia, bisa merasakan teriknya matahari yang membakar di dataran tinggi India, hingga merasakan bagaimana terjalnya pendakian menuju Tibet, negeri atap langit. Saya paling suka deksripsi pada bagian awal novel mengenai kabar tentang Muhammad yang tiba di beberapa titik yakni pinggir Kota Isfahan (Persia), Danau Zhaling di kaki Gunung Anyemaqen (Tibet), tengah gurun di sebelah barat Laut Merah (Mesir), Lembah Narmada (India), dan Pelabuhan Barus (Nusantara). Deskripsi di lima titik itu amat menawan dan menghadirkan kesan bahwa nama Muhammad berdesir hingga ke negeri-negeri yang jauh, menjadi berita gembira tentang keindahan ahlak dan akan datangnya sebuah ajaran yang memandang semua manusia sama di hadapan Tuhan, sebuah ajaran yang membebaskan manusia. ***
SAYANGNYA, saya sempat terganggu dengan beberapa kerikil-kerikil dari novel ini (untuk tidak menyebutnya sebagai kelemahan). Pertama, novel ini terlampau panjang sehingga agak menjemukan. Bagi yang sering membaca sejarah Muhammad, novel ini tidak menawarkan sesuatu yang baru dan menyegarkan. Mungkin karena penulis novel amat bersetia dengan sejarah hidup Muhammad, makanya kisah-kisah yang disampaikan jadi kehilangan unsur-unsur kejutan. Kita jadi tahu apa ending dari semua cerita tersebut. Kita kehilangan deg-degan dan rasa penasaran sebagaimana halnya ketika membaca sebuah novel. Padahal, saya berharap ada eksplorasi data-data sejarah ataupun interpretasi dalam novel ini. Mungkin ini terlalu terjal untuk ditempuh penulis novel. Saya hanya bisa menebak-nebak, kesulitan utama dalam menuliskan kisah ini adalah karena sedemikian kuatnya figur Muhammad sehingga kisahnya mudah ditemukan dalam berbagai buku maupun sejarah. Ketika terdapat adegan yang tidak sesuai fakta sejarah, maka kritikan akan deras mengalir. Penulis novel hanya mengisahkan ulang kisah hidup dalam bahasa puitik sehingga lebih mirip sebuah esai panjang dan dialog-dialog secara mendalam dari hati ke hati dengan Rasulullah. Tanpa mengkesplorasi naskah-naskah kuno itu secara lebih jauh.
Kedua, bagian akhir (ending) novel ini terlampau datar. Saya masih menyesalkan kenapa dua kisah yang dieksplor yakni Kashva dan Muhammad tidak bertemu pada satu titik. Hingga bagian akhir, dua kisah utama dalam novel ini tidak bertaut sehingga terkesan datar-datar saja. Muhammad berhasil memenangkan perang dan memasuki Makkah dengan kepala tegak, namun Kashva tidak berhasil menggapai kota Yatsrib untuk bertemu sosok yang dijanjikan dalam kitab-kitab. Saya bukan seorang pembaca novel yang intens. Tapi dari sedikit novel yang saya baca, bagian ending selalu merupakan klimaks atau konklusi dari beberapa cerita yang dihamparkan pada lembaran-lembaran awal. Tapi dalam novel ini, dua kisah yang dijalin, sama sekali tidak bertemu di satu titik. Saya menyayangkan mengapa keduanya tidak bertaut. Padahal, pada halaman 182, saat membahas pemuda Persia bernama Salman Al Farisi, di situ sempat tertera gumaman Salman yang menyebut Mahsya, sahabat Kashva. Sayang sekali, jejak ini tidak dilanjutkan dalam lembar-lembar berikutnya. Padahal, sosok Salman Al Farisi bisa menjadi jejak yang mempertautkan dua kisah tersebut.
Saya tidak paham. Mungkin ini adalah gaya atau style bertutur yang dipilih penulis. Tapi saya pernah melihat kisah yang menggabungkan data sejarah hidup seorang suci dan kisah lain yang kemudian bertaut. Saya teringat film Little Buddha (1993) yang dibintangi Keanu Reeves dan disutradarai Bernardo Bertolucci. Isinya tentang kisah pencarian reinkarnasi seorang rahib yang telah meninggal. Dalam kisah tersebut terseliplah kisah hidup Buddha Gautama yang dikisahkan secara kronologis. Pada bagian awal film, muncul beberapa rahib yang menemui sebuah keluarga di Amerika demi memastikan bahwa anak keluarga itu adalah reinkarnasi seorang guru yang telah meninggal. Di tengah pencarian itu, terselip kisah-kisah hidup Buddha yang dikisahkan pada sang anak agar memahami masa lalunya dengan baik. Kisah pencarian seorang guru, dan kisah Buddha menjadi dua kisah yang saling mengisi dan memperkaya sajian film tersebut. Kedua kisah itu lalu bertaut pada akhir film di mana reinkarnasi sang rahib telah memecah dalam tiga tubuh anak kecil, yakni anak kecil di Amerika, anak kecil di Kathmandu, dan seorang anak perempuan di Bhutan. Sebuah pertautan yang sangat cerdas.
Ketiga, novel ini tidak merekam secara utuh kehidupan Rasulullah beserta sosok-sosok yang menyertainya. Novel ini hanya mengisahkan sepenggal kehidupan Rasulullah, khususnya saat menghadapi peperangan. Padahal, saya berharap novel ini juga mengisahkan Rasulullah sewaktu masih muda dan kanak-kanak. Saya ingin mengetahui proses ketika Rasulullah menemukan Tauhid atau pengakuan akan keesaan Tuhan sebagai pilar utama dalam agama Islam. Saya ingin melihat Muhammad sewaktu muda, kejujurannya, kebajikannya, dan sifat-sifat yang melekat padanya sehingga ia menyandang gelar Al Amin. Sayangnya, gambaran itu tidak tersedia dalam novel.
Novel ini tidak mengisahkan secara lengkap mereka-mereka yang dekat dengan Rasulullah. Tokoh yang paling banyak disebut adalah Aisyah, Abubakar Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Mereka dibahas dalam bab-bab tertentu dalam novel. Aneh, saya tidak menemukan satupun bab khusus yang membahas Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra. Ada apakah? Padahal dua sosok ini punya kecintaan yang dahsyat kepada Rasulullah. Keduanya telah mendedikasikan dirinya di jalan Tuhan demi menegakkan ajaran Rasulullah. Saya merindukan kisah-kisah tentang kefasihan Ali sebagai pintu ilmu, bukan hanya kehebatannya dalam Perang Khaibar, tapi kefasihannya dalam berbicara sehingga lahir kumpulan pidatonya byang amat indah berjudul Nahjul Balaghah. Saya juga mencari-cari di manakah ada pembahasan tentang perempuan suci Fathimah Az Zahra. Sayangnya, saya hanya menemukan lebih banyak kisah tentang Aisyah dalam novel ini.
***
APAPUN itu, saya merekomendasikan novel ini sebagai novel yang mengasyikkan untuk dibaca. Meskipun bahasanya agak berat bagi masyarakat awam, namun saya yakin ada segmen pembaca yang menantikan kehadiran novel ini. Pesan penting yang saya kira bergema adalah kecintaan kepada Muhammad adalah napas yang menggerakkan semua proses penyelesaian novel ini. Untuk itu, saya mengapresiasi Tasaro selaku penulis novel yang telah berpayah-payah dengan riset untuk menuliskan ulang kecintaannya pada sosok luar biasa ini. Selamat membaca!
Tasaro GK memang lihai memainkan kata, diksi yg bagus dan cara penyampaian cerita yg tidak membosankan membuat pembacanya dengan mudah menyerap isi dari yg ia sampaikan dalam buku Muhammad. Membacanya mengingat saya kembali pada kelas-kelas Madrasah Tsanawiyah atau SMP dulu, yah cerita Nabi Muhammad SAW yg kerap kita jumpai pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, bedanya bahasa dalam buku ini tidak kaku, seperti mengajak pembacanya kembali ke masa silam, ceritanya dijadikan menjadi dua lattar, pegunungan tandus dunia Arab dan wilayah alam yg indah di pegunungan Tibet serta suasana mencekam kerajaan Khosrou yg masyhur dan berkuasa pada masanya kala itu. Ditambah kisah cinta pendeta Kasva dengan Astu yg pintar dan cerdas, serta fakta unik dan menarik seputar kisah cinta mereka membuat pembaca tersentak dan kaget akan jalur ceritanya dan pastinya kita akan dibawa terheran2 dan penasaran akan lanjutan ceritanya. Ok kita tunggu bagaimana asyiknya perjalanan kedua manusia terlebih Kasva si pendeta menemui Rasulullah SAW di buku keduanya. One word for these book. Amazing
This entire review has been hidden because of spoilers.
Menuangkan kisah hidup seseorang dalam sebuah novel memang butuh kecermatan tersendiri. Apalagi jika kisah itu adalah kisah tentang sosok Nabi Agung penutup para nabi: Muhammad Saw. Butuh kajian literatur yang komprehensif, diskusi mendalam, penguasaan bahasa yang baik sekaligus napas panjang untuk menggarap novel semacam ini. Dan memang, Taufik Saptoto Rohadi, atau biasa dikenal sebagai Tasaro telah melakukan yang terbaik yang ia bisa untuk itu.
Setidaknya, diskusi dengan beberapa narasumber membuktikan hal itu, Fahd Djibran (editor), Ahmad Rofi’ (editor ahli) serta Tutik Hasanah (hafidzah) yang dengan pengetahuan shirahnya kedua orang ini mampu membantu meminimalisir kesalahan, di samping tokoh-tokoh lain yang cukup berperan dalam penggarapan novel ini. Dari diskusi-diskusi itulah kesalahan-kesalahan fatal dapat dihindari, meski risikonya penulis harus melakukan revisi belasan kali. Namun itu tidak terlalu berarti untuk sebuah kesempurnaan sebuah karya.
Novel setebal 546 Halaman ini memang menarik. Menggabungkan dua kisah dengan sangat apik. Pertama, kisah Manusia Mulia, kisah sejati Muhammad Saw, mulai dari beliau menerima wahyu hingga proses legendaris Fathul Makkah (penaklukkan Makkah). Dengan gaya penuturan yang kuat, seolah kita dapat turut melihat dan merasakan apa yang terjadi pada waktu-waktu itu, seolah-olah kita berada di samping Rasulullah Saw.
Dalam perjanjian Hudaibiyah misalnya. Kita seolah turut terlarut dalam ketegangan, tatkala Utsman bin ‘Affan yang diutus oleh Rasulullah ke Makkah belum juga kembali. Lantas dalam kehawatiran semacam itu, Rasulullah meminta kaum Muslimin untuk membaiat beliau. Tidak ada yang tahu, mengapa engkau minta dibai’at. Namun persis ketika bai’at selesai, Utsman pulang dengan selamat. Perjanjian dengan Kafir Quraisy pun berakhir seperti kekalahan bagi kaum Muslimin. Tetapi engkau mengatakan bahwa ini adalah kemenangan. Sesuatu yang sulit dipahami. Bahkan ‘Umar pun protes meski tetap yakin bahwa engkaulah Rasulullah.
Kekecewaan itu tetap menggelayut di dada setiap Muslim, hingga tatkala engkau memerintahkan untuk mencukur rambutnya, tidak ada yang melakukannya. Sampai istrimu, Ummu Salamah, menyarankanmu untuk mencukur rambutmu terlebih dahulu. Baru kemudian orang-orang saling mencukur rambut kawannya. Namun demikian, masih ada yang hanya memangkas sedikit rambutnya. Hingga engkau berkata: “ Allah mengasihi orang yang mencukur rambutnya!” Orang-orang protes atas redaksi yang kau pilih, “Dan orang-orang yang yang memangkas rambutnya, wahai Rasulullah?” Namun engkau mengulanginya hingga tiga kali, baru pada kali keempat engkau menambahnya dengan orang-orang yang memangkas rambutnya. Mengapa? “Sebab, mereka (yang mencukur rambutnya) tidak ragu-ragu.” Ternyata inilah alasanmu membai’at kaum Muslimin sebelum Utsman datang, agar mereka tetap dalam ketaatan total apa pun yang terjadi.
Kisah kedua, bertutur tentang seorang pemuda Persia bernama Kasvha, yang dijuluki oleh Khosrou (raja Persia) sebagai Pemindai Surga. Tentang kisahnya mencari Astvat-ereta, sosok yang diramalkan kehadirannya dalam perkamen-perkamen kuno. Tujuan awalnya sebenarnya adalah memurnikan ajaran Zardusht yang tak lagi diindahkan oleh penguasa, tapi penemuan-penemuannya justru menggiringnya pada sosok lain: Lelaki Arab, lelaki yang digambarkan oleh Pendeta Bahira sebagai Nabi. Puncaknya, ia melakukan pelarian setelah Khosrou murka atas keterangannya tentang lelaki yang dijanjikan itu. Melakukan pelarian dari satu-tempat ke tempat lain, juga demi menguak misteri siapa sebenarnya Lelaki Penggenggam Hujan itu. Menemui orang-orang yang juga tertarik tentang keberadaan lelaki itu.
Kedua kisah di atas digabung menjadi satu, dengan alur maju mundur yang begitu dinamis, sekaligus cantik. Membuat pembaca seolah tengah meniti lorong waktu. Penceritaan yang hidup. Namun demikian, bagi yang belum terbiasa kemungkinan “lost in space” bisa terjadi. Bingung, karena susah menemukan hubungan per bagiannya. Tenang saja, akhir cerita akan menjawab semuanya, tentang sosok yang bernama Ruzabah (Bab 2) dan apa hubungannya dengan Kasvha dan Muhammad Saw. Hanya kisah Kasvha-lah yang membuat kita bertanya, setidaknya menduga bahwa novel ini akan ada kelanjutannya.
Beberapa kesalahan memang terjadi seperti salah ketik, salah kata ganti, dan beberapa kesalahan lain. Perbedaan versi juga terjadi sebagai konsekuensi perujukan pada kitab tertentu. Hal ini misalnya terjadi pada kisah Abu Jandal yang digambarkan dalam Shirah Ibnu Hisyam datang sesaat setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati, sementara dalam shirah yang ditulis oleh Syeikh Safy al-Rahman al-Mubarakfuriyy, kisah Abu Jandal terjadi sebelum perjanjian berlangsung. Namun demikian, kiranya hal ini tidak mengurangi semangat kita untuk membacanya, bahkan hal ini akan membuat kita untuk tertarik lebih jauh merujuk pada kitab-kitab shirah terkemuka.
Dengan informasi yang cukup mendetail, kiranya buku ini layak menjadi pengantar menyelami sejarah hidup Nabi Muhammad Saw di tengah klaim orang-orang yang mengaku mencintai Muhammad Saw, tetapi tidak pernah mempelajari sejarah hidupnya. Maka, buku ini menjadi buku wajib bagi setiap Muslim yang mengaku cinta pada nabinya.
Sudah dalam hitungan tahun saya mengetahui terbitnya buku ini. Namun, entah mengapa saya baru tergerak untuk membacanya akhir-akhir ini. Saya pun mencari buku ini di berbagai toko buku di Bandung, beberapa book fair, meminta tolong kepada teman-teman saya di luar kota, hingga pesan langsung ke penerbitnya, tetapi tetap tidak mendapatkannya, hanya berhasil mendapatkan buku yang kedua, Muhammad Para Pengeja Hujan. Alhamdulillah akhirnya saya mendapat kesempatan membaca buku pertama ini walaupun belum memiliki buku fisiknya. Kekeke..
Saya sangat terkesan dengan kata-kata pembuka di novel ini "Kudedikasikan buku ini segenap hati untuk perempuan berbalung baja: Umi Dariyah. Engkau pernah begitu khawatir ketika aku memulai proyek ini. 'Bahaya, Le. Bagaimana kalau kamu nanti dicerca orang-orang?' tanyamu. Kujawab begini hari ini, 'Ibu, jika kelak ada orang yang salah paham dengan terbitnya buku ini, aku yakin itu terjadi karena mereka mencintai Kanjeng Rasul. Dan, percayalah Ibu, aku menulis buku ini disebabkan alasan yang sama.'" Suatu kalimat pembuka yang sangat bertenaga dari Kang Tasaro, sang penulis -- sukses membuat bulu kuduk saya merinding hingga ubun-ubun padahal saya belum mulai membaca satu huruf pun dari inti isi buku ini..
Entah mengapa setelah membaca halaman tersebut, saya langsung pergi ke beberapa halaman paling belakang, tepatnya chapter Jejaring Muhammad. Betapa pengalaman spiritual Kang Tasaro, dengan angka 12,14, dan 20 yang begitu ajaib -- entah kebetulan atau memang ini cara Tuhan mendidik beliau, menambah merinding bulu kuduk saya. Chapter berjudul Jejaring Muhammad ini membuat saya teringat pengalaman saat saya masih kecil, mungkin ketika itu saya masih berumur 4 tahun, saya pernah bermimpi bertemu sosok yang sangat bercahaya dengan jubah putih dan untanya yang bernama Qaswa di masjid dekat rumah orang tua saya saat itu. Dalam mimpi saya, sosok itu adalah Nabi Muhammad. Mimpi yang masih sangat jelas terekam dalam ingatan saya. Saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapapun saat itu. Toh memang saat itu saya belum mengerti apa-apa tentang Nabi Muhammad. Hingga suatu hari, ketika saya duduk di kelas 7, saya membaca sebuah hadits di buku PAI saya yang membuat saya merinding. "Barang siapa yang bermimpi melihatku, berarti ia telah melihat (aku) yang sebenarnya, sebab setan tak bisa menjelma sepertiku."
Ingatan itu membuat saya semakin bersemangat untuk menamatkan membaca buku ini. Seperti kebanyakan pembaca lainnya, saya sangat menikmati shirah yang dikemas dalam novel garapan Kang Tasaro ini. Alur buku ini diceritakan maju-mundur dan meliuk-liuk lincah -- sangat menarik untuk terus diikuti. Apalagi ditambah dengan gaya bertutur Kang Tasaro yang menggunakan sudut pandang orang kedua dengan panggilan-panggilan yang amat memuliakan manusia pembawa rahmat bagi semesta alam, membuat pembacanya merasa sedang berbincang langsung dengan manusia paling agung ini.
Selain karakter sentral Nabi Muhammad beserta orang-orang dan berbagai peristiwa yang menyejarah di masanya, kehadiran karakter lain, yaitu Kashva, Astu, Xerxes, Mashya, Vakhshur, dan Yim yang begitu kuat membuat novel ini semakin hidup. Sosok Kashva yang sangat gemar mempelajari berbagai kitab agama dan kepercayaan bangsa-bangsa di dunia membawa Kashva pada satu rasa penasaran yang sangat hebat -- dia sangat ingin menemui Lelaki Penggenggam Hujan itu, rasul terakhir yang dijanjikan oleh berbagai kitab suci berbagai agama dan kepercayaan yang Kashva pelajari, akan hadir untuk membawa peradaban manusia dari kegelapan menuju cahaya benderang.
Para penganut Buddha meramalkan hadirnya sosok Maitreya yang bertubuh emas. Penganut Zoroaster menyebutnya Astvat Ereta, seorang nabi yang dijanjikan. Seorang Pendeta Kristen bernama Bahira malah menujum Muhammad sebagai Himada, sosok yang akan membawa keagungan di rumah Tuhan. Kemudian kitab kuno umat Hindu, Kuntap Sukt, meramalkan akan adanya sosok yang menghadirkan hujan wahyu, seorang lelaki pengenggam hujan yang kelak memberikan kesegarannya kepada seluruh umat manusia.
Rasa penasaran ini pula yang membuat Kashva berpetualang di Persia, India, hingga dataran Tibet. Karakter Astu sebagai wanita yang tidak biasa dan saya yakini bergolongan darah AB pun memberi kesan yang sangat istimewa untuk saya, merasa seperti sebagian kepribadian saya sedang diobrak-abrik oleh Kang Tasaro melalui karakter Astu :P *kesan yang aneh
Buku ini ditutup dengan kisah Fathul Makkah yang sangat indah. Petualangan Kashva belum berakhir. Dia belum menemui sosok Lelaki Penggenggam Hujan itu. Saya pun sangat penasaran dengan scene dalam cerita ini, ketika Salman Alfarisi, budak Persia yang bertransformasi menjadi panglima luar biasa menyebut nama Mashya, putra Yim sekaligus kakak Astu yang menjaga Kashva. Saya belum tahu apakah Kashva berhasil memuaskan rasa penasarannya terhadap Lelaki Penggenggam Hujan itu. Apa keterkaitan antara Salman dengan Mashya? Apakah Mashya menunggu cerita Salman yang mencari-cari sosok Nabi yang dijanjikan itu? Saya masih sedang membaca buku keduanya, Muhammad Para Pengeja Hujan :3
Kisah yg akan selalu dibacakan sampai kapan pun. Sangat indah, sangat heroik, sangat romantis. Tanpa terasa air mata jatuh melewati pipi, dada akan berdenyut, bibir akan tersenyum saat membaca buku ini. Rindu Nabi Muhammad SAW
"Saya tidak hirau lagi apa yang menimpa saya di dunia, wahai utusan Allah!" Menjadi sahabat Kekasih Tuhan di surga, lalu apa pentingnya semua kesakitan di dunia? ....(page 19)
Apalah arti sebuah jari yang berdarah, tanpa luka lain di jalan Allah
Kisah yang meluluhkan... berlatar belakang Persia, dengan Kashva sebagai tokoh 'utama' yang menyela kisah Terutama dalam buku ini : Muhammad [saw:], Lelaki Penggenggam Hujan. Mengapa disebut demikian? Kashva akan menjelaskan di halaman kesekian ratus...
Tulisan yang sangatindah, Tasaro menghanyutkan deskripsinya dengan bermanja bahasa sastra...Really love his every single words...
Kisah kashva yang heroik sedikit mengingatkan pada kisah heroik Aragorn dalam Lord of The Ring, meski kisahnya harus diberengi bertepuk sebelah tangan dengan Astu.. namun sepertinya kali ini roman hanya menjadi bumbu pelengkap dalam tulisan tasaro.. karna kisah yang begitu mendominasi dalam buku ini, sebagaimana bukunya, adalah mengenai kisah Perjuangan dan Cinta seorang lelaki mulia bernama Muhammad [saw:]... dimula dengan latar belakang Perang Uhud, saat masih terusir dari kampung halaman Mekkah, hingga keberhasilan 'menggenggam' Mekkah dengan penuh kemenangan yang indah... not only eyes, takjub ini terpatri dengan air mata tak tertahankan, dan merinding roma ketika membaca buku 500an halaman ini... i can't doubtly say that this is the best Indonesian Novel ever... novel Indonesia yang begitu deskriptif membaca kita ke dunia Persia, Romawi, dan terutama Jazirah Arab..begitu kental..begitu indah...so remarkable...!!!
meski ada satu hal yang disayangkan, karena buku yang mel anggap "sirah nabawiyah" versi novel ini tidak secara lengkap menuliskan perjalanan "Sang Lelaki Penggenggam Hujan" mulai dari beliau kanak-kanak hingga akhir hidup beliau...pasti akan sangat indah, semoga Tasaro bisa melanjutkan cerita ini, selengkapnya....
dan membawa kita selalu pada kerinduan pada Sang Nabi...
Kashva menyadari sesuatu telah berhenti. Peluangnya untuk memberi. Harus pergi, sementara benaknya menyiapkan sebuah paragraf untuk ditulisnya nanti : "...mencintai itu, kadang mengumpulkan segala tabiat menyebalkan dari seorang yang engkau cintai, memakinya, merasa tak sanggup lagi menjadi yang terbaik untuk dirinya, dan berpikir tak ada lagi jalan kembali, tapi tetap saja engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya,"
"Duhai yang Hatinya Bercahaya, dulu engkau meninggalkan Makkah dengan janji untuk kembali, dan kau kini telah menepati janjimu, ke tempat permulanmu.Titik pusat yang teramat dekat dengan kalbumu. Rumah suci, dekat jantung Ilahi."
membacanya novel kang Tasaro, memperlihatkan kepada kita, bagaiman perjuang Muhammad, menegakan islam di muka bumi ini, yang dari awalnya di hujat orang bnyk, termasuk dari kalangannya sendiri, sampai akhirnya dunia mengakui, dan berbait kepada Muhamamd. Ternyata, sebelum hadirnya Muhamamd di muka bumi ini, ribuan kitab2 dari berbagai macam agama, telah melukisakan akan hadirnya, seorang pembawa kedamaian "Lelaki Penggenggam Hujan" dan dia adalah Muhamamd SAW. Kasvha(penasehat spritual dari persia), yang setelah di usir dari persia, berkeliling negri dan akhir nya samapai ke tibet, demi, menjawab risalah hatinya, temtamg seseorang yang di utus Alalh untuk menjadi pembawa kedamaian di muka buku, mungkin benar saat Masya bebicara kepada Kashva, bahwa tujuan Kashva ketibet hanya untuk melarian diri, dari kenyatan yang ada "Di setiap ajaran yang berbicara mengenai manusia yang dijanjikan, engkau hanya akan bertemu dengan teks kunl yang mati. Hanya ada terjemahan. Sedangkan jika engaku temui lelaki Arab itu, engkau akan pembuktikan yang nyata". Ditebet pun Kashva, tidak dapt menemu apa yang dia cari..jd inegt pepatah kuno "apa yang kau cari, sedangkan apa yang kau lihat adalah kenyataan yang terjadi".
Wahai yang dhatinya seluas samudra, saya mengagumi Mu saaat kau mengampuni orang yang dulu membencimu bahkan mencelakai Mu, butuh hati seluas samudra untuk melakukannya
*ahmed, yang belajar jadi orang baik, sayang nya bukan penulis yang baik*
..ah saya jadi malu akan kualitas iman yang ku punya, malu pada sahabat2 Nabi, yang berani mengorbankan segalanya,
*Nb : buat gramedia (ntah siapa pun), bukunya bisa di tuker nga...baru ngeh pas di rumah, pas mau baca.halaman pertama dan terakhirnya robek sebagian #$&&$@#@$@(wadezik)..pas bngt bagian petanya*
Keren!🔥✨ Cerita dari 2 sisi yaitu perjalanan Rasulullah itu sendiri dan kisah Kasvha dalam mencari jawaban tentang ramalan nabi baru yg akan memimpin manusia di seluruh dunia.
Perjalanan Rasulullah dari sebelum kelahiran sampai menjadi nabi. Halang rintangan, penganiayaan, hinaan, cacian, pengusiran, kepahitan, pengkhianatan, & peperangan dilewati dgn penuh kesabaran & keteguhan hati. Mukjizat dan peristiwa bersejarah Islam dijabarkan dgn apik. Banyak peperangan yg sebenarnya tidak dikehendaki harus terjadi. Banyak tokoh yg membenci beliau, sampai mendarah daging hingga akhirnya bersedia memeluk Islam dgn sukarela.
Di lain sisi, kisah Kasvha bersama Masyha dkk menyelusuri berbagai tempat untuk menemukan jawaban tentang apakah benar akan datang seorang manusia yg akan menyelamatkan umat manusia dari kehancuran, manusia yg suci dan sangat diberkati, diberi kebijaksanaan tindakan, keberhasilan memahami jahat raya, pemimpin yg tiada tara, pemimpin para malaikat & manusia, yang telah disebut di kitab berbagai agama memang benar adanya? atau hanyalah sebuah karangan fiksi belaka?
Tentang tokohnya, jujur kurang suka dengan Kasvha, dia itu pintar apalagi mengenai kitab-kitab, sudah diluar kepala, tapi soal bela diri astagfirullah sangat kurang. Memang dia tidak suka berkelahi, tapi kalo ada musuh ya minimal membela diri, bukannya pasrah gituh lho mas.
Masyha, favorit saya! Keren! Sedikit bicara namun banyak aksi. Pintar juga. Tipikal penjaga yg setia terhadap tuannya. Aaaaaa... keren banget pokoknya!
Vakhsur, gila, bocah di luar perkiraan! Walaupun masih kecil tapi bocah plontos ini sangat berguna & dapat diandalkan. Benar kata ayahnya, "Anakku jauh lebih daripada perkiraanmu." Good job, Vakhsur!!
Xerxes, jadi anak baik ya nak! Semoga masa di masa depan kamu gak mengalami hal sulit lagi.
Astu, sabar ya..
—— Recommended! 4/5 🌟
Ada yg udah pernah baca? Gimana menurutmu? Atau masih dalam misi pencarian preloved satu set nya yah? 😆😂 Versi digital di Ipusnas!
himada...himada... kehadirannya yang sudah ditunggu2 dan keagungannya yang telah dan selalu menghiasi di sepanjang jaman... melintasi waktu dan jarak, pembaca novel ini dibawa hingga ke abad 600 Masehi pada kehidupan Nabi Muhammad SAW
sungguh menarik membaca biografi yang dituturkan dengan gaya penceritaan seperti novel. memang sedikit janggal membaca biografi dengan urutan yang acak dan kadang harus membolak-balik halaman sebelumnya untuk meyakinkan posisi bab tersebut ada di waktu yang mana. sedikit gangguan saat membaca karena ada beberapa yang salah ketik tapi secara keseluruhan cukup enak dibaca
penggambaran tentang Nabi Muhammad SAW dilakukan dari berbagai sisi, misalnya tentang poligami beliau, dijelaskan dengan latar belakang yang membuat ia melakukan hal tersebut ada juga tentang keputusan beliau untuk melakukan perang semata2 hanya karena pembelaan diri, penghukuman beliau juga dilakukan untuk menegakkan hukum/perjanjian yang telah disahkan
sungguh beliau adalah pribadi yang mulia..seorang nabi yang dihargai lebih dari nabi yang lain karena akhlaknya..kemanusiawiannya beliau pernah dihina, dikalahkan, mengalami kelaparan dan bahkan digosipkan (hehehe..) sangat manusiawi
bagian favorite adalah bab dimana diceritakan beliau selalu memberi makan pengemis buta yang selalu mengejek beliau. dan bahkan memberi makan dengan mengunyah makanan tersebut terlebih dahulu karena pengemis tersebut sakit dan tidak dapat mengunyah.. Subhanallah...tergetar saya membacanya dan ingin menangis seketika sayup2 terngiang lagu bimbo di pikiran saya
Novel Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan ini, bercerita tentang dua kisah. Tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW, dan seorang lelaki Persia bernama Kashva, yang hidup di abad yang sama dengan masa kenabian. Kashva, lelaki yang hidup di Kuil Gunung Sistan pada masa pemerintahan Kaisar Khosrou, menghabiskan hari-harinya dengan mengamati bintang dan menerjemahkannya, sekaligus menulis kisah-kisah indah yang memukau. Ia dijuluki rakyat Persia, Sang Pemindai Surga. Selain mengamati bintang dan menulis, Kashva jiga rajin berkorespondensi dengan teman-temannya dari berbagi Negara di luar Persia. Khususnya Elyas, seorang penjaga Biara Bashra di Suriah. Mereka membincangkan mengenai seseorang yang kehadirannya diramalkan oleh berbagai keyakinan di dunia. Seseorang yang dikatakan akan menaklukan dunia dan membawa kedamaian bagi seluruh alam. Rasa penasaran, keinginan memurnikan ajaran Zarduhst, dan keinginan bertemu dengan Elyas, membawa Kashva pada petualangan panjang yang jauh di luar dugaannya. Berbagai peristiwa terjadi di luar keinginannya, beberapa rahasia terkuak mengejutkan hatinya, dan semuanya, seolah memperjauh jarak yang harus ditempuhnya menuju Suriah. Di novel pertamanya, kisah Kashva memang masih menggantung. Terakhir kali, ia terdampar di negeri atap langit bersama Mahsya, Xerxes dan Vakhsur. Orang-orang yang muncul selama pelariannya. Kisah Kashva ini berseling dengan kisah Nabi Muhammad SAW. Untuk kisah Rasulullah, tidak akan saya ceritakan di sini. Saya hanya ingin menuliskan tentang keistimewaan novel ini dibanding dengan buku Sirah Nabawiyah atau kisah-kisah nabi yang pernah saya baca.
Pertama kali membaca buku ini, saat membuka halaman-halaman awal ketika nubuwat Rasulullah ﷺ diwartakan oleh banyak bangsa dan agama, saya tidak sanggup untuk melanjutkan ke halaman berikutnya. Membuka halaman berikutnya berarti meletakkan pembatas buku dan menutupnya lagi. Sejenak mengatur nafas, menutup wajah, menahan gemuruh dalam dada, sampai pada akhirnya tangis pecah jua. Buku ini, membuat air mata berlinang tanpa jeda. Tasaro, kau bertanggung jawab memberikan sapu tangan pada orang-orang yang air matanya bercucuran gara-gara bukumu ini! Bagi mereka yang doyan melahap buku apa saja yang bertemakan biografi Rasulullah ﷺ (Sirah atau Mawlid), buku ini bukan hanya menjadi pelengkap koleksi semata melainkan juga media cinta yang akan membuat perasaan rindu anda pada Sang Habib mengkristal dalam dada. Meskipun mengisahkan perjalanan Kashva -cendekiawan Istana Persi- yang berupaya mencari kebenaran nubuwat Sang Nabi, sejatinya buku ini benar-benar merupakan buku biografi Rasulullah ﷺ terbaik berbahasa Indonesia yang saya temukan. Gaya bahasa yang indah, kejelasan data, dan keunikan alur ceritanya membangun semacam aura positif yang sungguh menyentuh hati. Memainkan emosi: rindu dan cinta yang paling dalam pada Sang Nabi... Shallu alaihi wasallimu tasliima...
Ada kesempatan buat dapat satu novel ini gratis lho dalam rangka #BlogtourMuhammad!
Seri pertama dari novel biografi Muhammad karya Tasaro GK ini dibuka dengan cerita-cerita dari berbagai penjuru dunia Persia, Tibet, Mesir, India, Mekah, hingga Nusantara. Isinya mengabarkan satu hal: kedatangan Nabi Muhammad ke muka bumi. Kedatangan seorang mulia yang akan memimpin dan menaklukkan dunia, serta menyampaikan kalimat-kalimat Allah kepada seluruh manusia.
“Ramalan menakutkan.” “Mengapa menakutkan?” “Bukankah sajak itu meramalkan akan datang sekumpulan orang asing yang ditakdirkan untuk menguasai India?” (h. xix)
Selanjutnya, cerita akan bergulir antara kisah hidup nabi dan perjalanan Kashva, seperti yang tertulis pada blurb di kover belakang.
Dengan gaya bahasa dan diksi yang indah, Tasaro GK berhasil membuai saya. Indah saja nggak cukup buat menggambarkan bagaimana perasaan saya ketika membaca novel ini. Saya nggak habis pikir isi otak sang penulis ini kayak gimana sampai bisa menciptakan kalimat-kalimat untuk karya setebal ini.
seperti yang tercantum dalam judul, buku ini mengisahkan tentang Rasululloh dengan penyampaian bergaya novel. Sangat menarik, terutama saat menyangkut perjalanan dan diskusi kashva, tetapi untuk riwayat sang Muhammad sendiri, saya hanya sedikit sekali menemukan sesuatu yang baru.
*** 210516
Meski sudah pernah membaca, ternyata saya benar-benar lupa alur cerita. Sepanjang membaca alur bagian Kashva, kepala saya masih dipenuhi tanda tanya, cerita akan mengalir ke mana dan diskusi menarik apalagi yang dialaminya. Kashva seorang pemikir yang menganut agama Zardhust. Surat-menyurat dia lakukan dengan penganut agama lain demi menambal rasa ingin tahunya yang besar tentang keyakinan lain. Sahabat pena yang paling berkesan bagi Kashva adalah Elyas, penganut agama Kristen, salah satu surat yang menarik perhatiannya adalah saat El menyampaikan adanya Nabi baru dari tanah Arab.