Jump to ratings and reviews
Rate this book

Trilogi Insiden

Trilogi Insiden

Rate this book
Setidaknya ada tiga buku Seno Gumira Ajidarma yang merupakan Trilogi Insiden—ketiganya mengandung fakta seputar Insiden Dili, yang ditabukan media massa semasa Orde Baru.

Itulah Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum & Insiden (novel), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai) yang diterbitkan ketika Orde Baru masih berkuasa. Ketiganya telah menjadi dokumen, tentang bagaimana sastra tak bisa menghindar untuk terlibat, secara praktis dan konkret, dalam persoalan politik—apabila politik kekuasaan itu menjadi semakin tidak manusiawi.

Di masa reformasi, kewaspadaan atas perilaku kekuasaan tidak bisa dilepaskan. Ketiga buku ini diterbitkan kembali dalam satu judul, sebagai Trilogi Insiden, memenuhi kebutuhan untuk saling mengingatkan.

454 pages, Paperback

First published January 1, 2010

27 people are currently reading
263 people want to read

About the author

Seno Gumira Ajidarma

98 books838 followers
Seno Gumira Ajidarma is a writer, photographer, and also a film critic. He writes short stories, novel, even comic book.

He has won numerous national and regional awards as a short-story writer. Also a journalist, he serves as editor of the popular weekly illustrated magazine Jakarta-Jakarta. His piece in this issue is an excerpt from his novel "Jazz, Parfum dan Insiden", published by Yayasan Bentang Budaya in 1996.

Mailing-list Seno Gumira fans:
http://groups.yahoo.com/group/senogum...

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
60 (32%)
4 stars
82 (44%)
3 stars
33 (18%)
2 stars
8 (4%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 29 of 29 reviews
Profile Image for Aris Setyawan.
Author 4 books15 followers
April 12, 2023
Buku ini merupakan gabungan dari 3 buku: "Saksi Mata", "Jazz, Parfum, dan Insiden", dan "Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara". Penggabungan 3 buku menjadi satu buku bertajuk "Trilogi Insiden" ini karena satu alasan yang sangat jelas, ketiganya memiliki satu benang merah yang sama: Insiden Dili.

Melalui fiksi Seno Gumira Ajidarma menggambarkan bagaimana sebuah Nasion bernama Indonesia menganeksasi Timor-Timur (sekarang Timor Leste), dan tragedi kemanusiaan yang terjadi di sana: ketika militer memberondong masyarakat dengan senapan dan menghilangkan nyawa ratusan orang di Dili pada tahun 1992.

Dulu saya pernah membaca satu per satu 3 buku ini. Sekarang membaca ulang ketiganya yang sudah disatukan dalam satu buku dalam rangka mengenang era kediktatoran di Indonesia. Lagipula saya selalu mengagumi kemampuan SGA merangkai kata. Kadang absurd, kadang serius, dan perbendaharaan diksinya penting untuk saya jadikan pembelajaran. Kamu harus baca buku ini untuk tahu bahwa sepanjang sejarah, terkadang negara kita ini bisa sangat jahat terhadap warganya sendiri.
Profile Image for Sungging Raga.
6 reviews6 followers
July 29, 2016
Sudah baca beberapa kali, tapi masih bisa dibaca ulang di waktu-waktu luang. cerpen dan esai yang membicarakan tema berat tapi dibawakan dengan ringan dan santai.
Profile Image for Fionna Christabella.
46 reviews2 followers
August 20, 2021
*📖 Review Buku 📖*

📗 *Judul*: _Triogi Insiden_
🖊️ *Penulis:* Seno Gumira Ajidarma
🖨️ *Penerbit :* Penerbit Bentang
📆 *Tahun :* 2010
📚 *Tebal :* 458 halaman
🛡️ *ISBN:* 978-979-1227-98-8
🧕 *Reviewer :* *Fionna Christabella*

🌾☘️🏵🌾☘️🏵🌾☘️🏵🌾☘️🏵🌾☘️🏵

"Ketika Jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran...Menutupi fakta adalah tindakan politik, menutupi kebenaran adalah perbuatan paling bodoh yang bisa dilakukan manusia di muka bumi." (p. 325)

Kutipan diatas ditulis penulis buku ini sebagai pembuka buku "Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra Harus Bicara" dalam kumpulan tiga buku yang dirangkum menjadi buku berludul _Trilogi Insiden_. Meski dibagi menjadi tiga buku, kisah dalam _Trilogi Insiden_ berakar dari satu fakta yang didapat penulis saat menjadi Redaktur Pelaksana Majalah _Jakarta Jakarta_ yaitu Insiden Dili Timor Timur.

_Saksi Mata_ berbentuk kumpulan cerpen, _Jazz, Parfum dan Insiden_ berupa novel sedangkan _Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra Harus Bicara_ berbentuk esai sastra, jurnalistik dan budaya. Jika dua buku adalah upaya penulis untuk mengungkap fakta melalui fiksi, buku ketiga adalah semacam pengakuan penulis akan keadaan dirinya dan motivasinya untuk mengungkap fakta melalui fiksi alih-alih sakit hati penulis saat dicopot dari Redaktur Pelaksana majalah _JJ_ lantaran mengizinkan penerbitan edisi khusus pemberitaan mengenai Tragedi Dili Tim Tim.

"Cacing diinjak pun menggeliat, apalagi manusia. Dengan ini saya ingin menyatakan, perlawanan saya bukanlah suatu tindakan heroik-itu hanya soal naluri alamiah," (p. 370) begitulah pembelaan penulis. Lebih dari itu, karya sastra (yang lahir dari fakta) akan tetap bangkit dari kubur meski dibungkam, dimatikan atau dibredel berulang kali karena perlawanan bahkan pembungkaman hanya mengukuhkan posisi sastra sebagai rujukan yang komprehensif bagi pembaca yang ingin mencari kebenaran.

🌾☘️🏵🌾☘️🏵🌾☘️🏵🌾☘️🏵🌾☘️🏵
Profile Image for Liana.
14 reviews
January 10, 2024
Isinya meliputi cerita-cerita pendek yang mengandung satir (kebanyakan) tentang politik. Pada cerita awal-awal penulis sudah menuliskan bagaimana peristiwa ekstrem yang dilakukan oleh 'penguasa'. Aku sempat mau pending karena cerpen yang bahas tentang potongan telinga, ngeri banget??? Tapi aku paham maksudnya di situ kenapa banyak telinga orang yang dipotong itu karena mereka mendengar apa yang seharusnya tidak mereka dengar, khawatirnya mereka bisa menginformasikan kepada orang lain mengenai 'dalamnya' konstitusi.

Di sini juga ada cerpen yang menceritakan terkait penculikan, pembunuhan, serta pemerkosaan terhadap orang-orang tertentu dengan alasan yang mayoritas sama. Aku enggak bisa ngomong banyak soalnya nanti malah ngemaknain semua cerpen di sini, tapi intinya ceritanya bagus-bagus semua! Absurd, ekstrim, tapi realis karena 'mungkin' pernah terjadi.
Profile Image for Anggi Hafiz Al Hakam.
329 reviews5 followers
September 16, 2011
Judul : Trilogi Insiden
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun : 2010
Tebal : 454 hal.
Genre : Sastra-Kumpulan Cerpen

Membaca kembali kumpulan cerpen Seno tentang Insiden Timor Timur memang menghadirkan kembali segala kenangan pahit dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Disukai atau tidak, karya Seno ini setidaknya telah dianggap sebagai suatu realita, fakta, dan kenyataan atas kejadian yang benar-benar terjadi. Padahal, semua tulisan Seno itu tersaji dalam bentuk cerpen (baca kumpulan cerpen Saksi Mata, Penembak Misterius) dan Novel (Jazz, Parfum, dan Insiden) yang jelas-jelas adalah fiksi rekaan.

Bukan hanya sekali ini saja, karya Seno lainnya-kumpulan cerpen Penembak Misterius- juga mengalami hal yang sama terkait dengan Peristiwa Petrus sepanjang medio 80-an. Masalahnya, sejauh mana batas antara fiksi dan non-fiksi bila keduanya saling mempengaruhi? Agaknya, hal ini merupakan isu utama yang diangkat Seno untuk kebutuhan saling mengingatkan.

Trilogi Insiden terdiri atas 3 karya Seno yang pernah diterbitkan sebelumnya. Kumpulan cerpen Saksi Mata menjadi pembuka atas keseluruhan cerita. Beruntung, kumpulan cerpen ini kembali mengalami cetak ulang untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang (mungkin saja) hanya sempat membaca “Jazz, Parfum, dan Insiden” dan atau “Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara”.

Kumpulan cerpen Saksi Mata, rasanya pantas bila disebut sebagai reaksi penulis atas tidak lengkapnya pemberitaan media mengenai hal-hal yang terjadi sepanjang konflik Timor-Timur. Seno berhasil mendeskripsikan bagaimana teror terjadi di seluruh pelosok Timor. Entah melalui telinga seorang pemberontak yang dikirimkan pada kekasihnya (baca cerpen Telinga) atau kepala yang tertancap di pagar rumah (baca cerpen Kepala di Pagar Rumah Da Silva).
Jazz, Parfum, dan Insiden sejatinya adalah sebuah novel namun Seno menginginkannya menjadi sebuah roman metropolitan (tercatat di halaman pembuka) yang bercerita tentang seorang wartawan yang mengikuti terus perkembangan berita dari insiden Timor. Mungkin, karena penulisnya tidak ingin novel ini menjadi monoton dan mencekam dengan segala pemberitaan media tentang insiden itu maka untuk mengaburkannya Seno sengaja menambah bumbu-bumbu lain dalam karya yang satu ini: Jazz, Perempuan, dan Parfum.

Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara adalah catatan kepenulisan Seno tentang dua karya sebelumnya yang menyangkut Insiden Dili: “Saksi Mata” dan “Jazz, Parfum, dan Insiden”. Disini Seno menjelaskan bagaimana reaksi media yang tiarap begitu saja ketika diancam oleh kepentingan tertentu dan juga bagaimana reaksi Seno ketika menghadapi pembungkaman dari institusi tempatnya bekerja. Catatan lain yang menarik adalah satu tulisan berjudul “Penulis di Tengah Masyarakat yang Tidak Membaca” yang merupakan pidato Seno dalam Pemberian Anugerah SEA Writing Award di Thailand.

Trilogi Insiden secara keseluruhan menampilkan permainan fiksi dan fakta sangat kental sehingga sulit sekali untuk membedakan keduanya. Boleh dibilang, Seno memadukan keduanya menjadi sesuatu hal yang bias dimana fiksi bisa dianggap sebagai fakta maupun sebaliknya. Sejumlah konflik dan pertentangan dalam cerita-cerita yang disajikan semain menambah kesulitan bagi mereka yang terbiasa hidup di dalam dunia yang hitam putih.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Untuk saya pribadi, dua bagian dalam Trilogi Insiden yaitu “Jazz, Parfum, dan Insiden” dan “Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara” sudah saya nikmati sebelumnya. Terlebih ketika saya menemukan edisi berbahasa Inggris dari “Jazz, Parfum, dan Insiden” terbitan Lontar Foundation. Namun, tetap terasa kurang lengkap karena banyak catatan dalam “Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara” berbicara dan merujuk pada cerita-cerita didalam Saksi Mata. Maka, dengan alasan melengkapi referensi dan juga untuk bisa mengalami sendiri kesan dari Saksi Mata maka tidak salah bila akhirnya Trilogi Insiden berjajar dengan saudara tuanya di rak buku.

Yang menarik dari Saksi Mata sepanjang pengamatan saya adalah rentang waktu penerbitan cerpen-cerpen yang berdekatan sehingga seakan-akan membentuk suatu sekuen. Mungkin saja, Seno merasa harus segera mengutarakan isi kepalanya agar fakta-fakta tentang insiden tersebut tidak hilang begitu saja dan segera direkam sejarah.
Kesan yang saya tangkap dari Saksi Mata, sebagai entitas pembuka dalam Trilogi Insiden ini sangat kuat. Bahwa fiksi pun bisa mewakili suatu yang dianggap fakta dan malah kadang dianggap sebagai kebenaran sebagai sesuatu yang pernah terjadi dan benar-benar berlangsung.

Berbeda dengan “Jazz, Parfum, dan Insiden” yang dikemas begitu apik sebagai novel dengan bumbu-bumbu khas metropolitan: Perempuan dan parfumnya, maupun “Ketika Jurnalisme Dibungkan, Sastra Harus Bicara” yang penuh dengan catatan pribadi penulis tentang proses kreatif hingga proses ‘pembungkaman’ yang dilakukan oleh pemangku kepentingan tertentu.

Ya, kadang kita tidak perlu berjuang hingga berdarah-darah untuk menyuarakan kebenaran. Melalui Trilogi Insiden, kiranya tidak berlebihan bila karya Seno ini adalah sebagai catatan sejarah dan bukti perjuangan. Catatan sejarah karena Trilogi Insiden menyuguhkan suatu rentetan peristiwa pada waktu tertentu dan menjadi bagian dari perjalanan bangsa Indonesia. Sungguh pun demikian, Trilogi Insiden juga layak disebut sebagai catatan perjuangan pribadi Seno pada khususnya untuk mengingatkan kita semua terhadap sesuatu. Perjuangan melawan lupa.

Medan Merdeka Barat-Paninggilan, 16 September 2011
Profile Image for Chels.
180 reviews3 followers
September 19, 2023
Fiksinya terasa sangat fakta, dan memanglah itu tujuannya—menyebar fakta dalam fiksi.
Profile Image for Ali.
11 reviews
September 7, 2022
Can't stop read this book!
1/9/2022 (21.34)
Finished this book. 7/9/2022 (22.30)
Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
August 22, 2016
Timor timur, pernah menjadi provinsi ke 27 dan akhirnya berdiri sebegai negara sendiri, dengan kejadian kelam yang diceritakan di sini, ketika Gubernur Carascalao menjadi pemimpin di sana, tahun 1991.

Membaca Saksi Mata adalah menelan keabsurdan ceritanya, dengan nama-nama tokoh yang berbau Portugis, dan cerita seperti khayalan Marquez. Berbagai kisah mulai dari kehilangan hingga pembantaian dalam bahasa yang tersamarkan, fakta yang difiksikan menjadi karakter pencerita, tokoh, atau korban, tanpa merujuk pada satu tempat atau kejadian yang sengaja ditutup-tutupi, di satu tempat yang dulu masih bagian dari negeri. Tanpa data tentang hal yang sebenarnya terjadi, cerita ini bisa terkesan hanya di angan. Fragmen-fragmen dibangun untuk menggugah emosi, dari saksi mata hingga anak yang kehilangan ayahnya.

Membaca Jazz, Parfum, dan Insiden adalah pembeberan fakta-fakta laporan yang difiksikan di Saksi Mata, ditemani sejumlah perempuan dan parfumnya beraneka sesuai karakter. Perempuan-perempuan yang terlihat kuat namun terbelenggu oleh cinta. Hmm, memangnya benar begitu kesepiannya? Laporan-laporan yang dibaca sendiri dan menimbulkan banyak ide di kepala untuk menuliskannya dengan halus, dan ditulis pula sebagai laporan berita.

Membaca Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara, adalah dapur dari kedua bagian sebelumnya. Flashback dan proses kreatif mengapa data-data ini harus dituliskan supaya orang tidak akan lupa bahwa kejadian di Timor Timur ini tidak boleh dilupakan begitu saja. Meskipun kini negeri itu telah berdiri sendiri, tapi bagaimana kejadian-kejadian itu dipaparkan berulang-ulang dalam setiap bab, membuat hati yang pada awalnya getir, menjadi terbiasa. Rezim masa lalu tak bisa menerima fakta, karenanya sejarah dituliskan oleh yang menang toh?

Berulang-ulang, gereja, kuburan, tembakan, sangkur, truk, lempar, mayat.
Dili 12 Nopember 1991.

"Saya tidak pernah yakin, dan tidak pernah terlalu percaya, bahwa tulisan saya dibaca orang. Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya sudah bebas buta huruf, tapi yang bisa dipastikan masyarakatnya sebagian besar belum membaca secara benar--yakni membaca untuk memberi makna dan meningkatkan nilai kehidupannya. Masyarakat kami adalah madyarakat yang membaca hanya untuk mencari alamat, membaca untuk mengetahui harga-harga, membaca untuak melihat lowongan pekerjaan, membaca untuk menengok hasil pertandingan sepak bola, membaca karena ingin tahu berapa persen discount obral di pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca sub-title opera sabun di televisi untuk mendapatkan sekadar hiburan. Sementara itu bagi lingkaran eksklusif kaum intelektual di negeri kami, apa yang disebut puisi, cerita pendek atau novel, barangkali hanya dianggap mainan remaja saja." (h.386)

Menjadi penulis untuk menggerakkan membagikan kata, dalam jurnal atau karya sastra atau hanya canda, sebelum kelak menghilang dalam lupa. (less)
Profile Image for Ivan.
79 reviews26 followers
March 2, 2012
Well.. Buku yang sangat mengesankan sekaligus membingungkan.

Bagaimana tidak, buku ini adalah penggabungan tiga buku SGA menjadi satu. Trilogi insiden namanya. Buku pertama berjudul Saksi Mata ini merupakan cerpen, kedua berjudul Jazz, Parfum dan Insiden ini merupakan novel, dan yang terakhir adalah Ketika Jurnalisme dibungkam sastra harus bicara adalah essai. Ketiganya menceritakan tentang insiden Dili. Insiden yang dulu terjadi pada pemerintahan orde baru ini memang agak ditabukan oleh Presiden kala itu. Betapa tidak, banyak sekali korban berjatuhan yang terjadi dari pihak sipil. Walaupun pemerintah pada saat itu terkesan menutupi peristiwa ini dengan dalih kestabilan negara, akan tetapi menurut penulis -- SGA kerjadian ini tidak bisa didiamkan begitu saha

Pada essai Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara SGA berbicara panjang lebar mengenai asal usul dan latar belakang ditulisnya novel dan cerpennya pada awal buku ini. Ternyata penerbitan buku ini mempunyai latar belakang yang panjang.

Hal ini dimulai dari perkerjaan SGA sebagai redaktur di majalah Jakarta Jakarta. Karena pemberitaanya mengenai timor timor maka beliau dikenai teguran oleh atasannya. Dan meminta agar artikel itu tidak dimuat lagi. Dan SGA dimutasi di bagian lain. Akan tetapi karena SGA merasa tidak bersalah maka dia berusaha menerbitkan artikel yang dilarang tersebut dalam bentuk lain, yaitu novel dan cerpen. Akan tetapi banyak sekali media pada saat itu yang tidak mau memuat cerpen atau novel karya SGA karena alasan keamanan. Maklum pada saat itu media di Indonesia sedang dilanda ketakutan akibat self sensor dan sensor ketat dari departemen penerangan.

Walaupun begitu, SGA tetap mempunyai ide lain yaitu menerbitkan Novel dan Cerpennya secara utuh tanpa sensor ke publik. Walau bukunya pada saat itu dilarang diterbitkan pada saat Zaman Orde Baru. Akan tetapi langkahnya itu merupakan tonggal sejarah perlawanan media pada saat itu.

Menurut aku sih, jika kedua cerpen dan novel tidak disertai dengan penjelasan essai seperti di trilogi insiden ini. Maka mungkin aku tidak bisa mencerna dengan baik. Maklum saya adalah orang yang awam tentang sastra. Akan tetapi dari banyak review aku mengetahui bahwa banyak yang memuji karya karya SGA, termasuk dalam buku ini.

Mungkin kedepannya saya bisa menikmati karya-karya SGA dari buku lain.

Profile Image for Ariefmai Rakhman.
143 reviews25 followers
December 7, 2012
Sukab selalu mempesona....

Apalagi kalau sukabnya tau tentang insiden2 di timor-timur.

Timor-timur yang bagi anak2 sepertiku yang lahir sebelum 1990 hanyalah provinsi hasil intergrasi sukarela tanpa perang yang sedang membangun dengan perkembangan mengagumkan.

Timor-timur yang dalam Berita Malam pukul 7 TVRI adalah provinsi damai tanpa adanya pergolakan dan perlawanan, yang TNI di sana bertindak wajar dan bersahabat pada rakyatnya.

Orde Baru.... yang bagi anak usia 12 Tahun adalah arak-arakan kampanye bersama Partai Golkar yang meriah, bagi-bagi kaos kuning.

Orde baru yang palsu dan Timor-timur yang menderita. Sukab mencoba mengungkapkan fakta itu dalam fiksi-fiksi yang mengagumkan

sayang buku kepunyaanku ini terkena hujan waktu itu, jadi kondisinya kurang sempurna.
Profile Image for Mia An Nur.
106 reviews4 followers
April 5, 2020
"Barangkali iyalah aku pernah sempat merasa mencintainya, kutekankan hanya sempat merasa, karena apalah yang bisa pasti dari perasaan manusia? Perasaan kita suka berubah-ubah."
-
Aku ingat saat masa orientasi kampus, ada salah seorang kakak tingkat yang berbaik hati menawarkan padaku untuk membaca buku miliknya. Bertemulah aku dengan Trilogi Insiden ini. Sepertinya, buku ini menjadi karya Seno Gumira yang pertama kali aku baca. Sayangnya, aku tidak sempat menghabiskan keseluruhan buku ini. Akan tetapi, ada dua cerpen yang sangat membekas di ingatanku; Saksi Mata dan Telinga. Untuk diriku yang baru saja terjun di dunia sastra, buku ini menjadi 'pengantar' yang cukup ekstrem... but, in a good way. Aku senang sekali bisa punya first impression yang luar biasa terhadap sosok Seno. Gila!
Profile Image for Anggraeni Purfita Sari.
84 reviews9 followers
September 20, 2012
Saya membutuhkan waktu lama untuk membaca buku ini karena jujur, saya nggak kuat bacanya. Saya tidak habis pikir bagaimana manusia bisa demikian kejam terhadap manusia yang lain sampai tega melakukan penyiksaan sekaligus pembunuhan masal seperti itu dan kemudian faktanya ditabukan di zaman orde baru. Buku ini menceritakan insiden yang terjadi di kota Dili, 12 November 1991 -lebih dikenal dengan insiden Santa Cruz karena terjadinya di pemakaman Santa Cruz- dengan tiga macam cara: cerpen, novel, dan essai. Karena buku ini pulalah saya menjadi tahu insiden yang tak pernah diajarkan semasa saya sekolah itu.
Profile Image for Tenni Purwanti.
Author 5 books36 followers
December 29, 2013
"Menurut saya, berita-berita kemanusiaanlah yang harus menjadi berita utama, berita-berita tentang para korban, bukan badut-badut politik yang jungkir-balik di atas panggung media."

-Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara.


Saya sudah menuntaskan membaca buku ini dan sesuai janji, saya menuliskan reviewnya di blog:

http://rosepr1ncess.blogspot.com/2013...

Profile Image for Damar hening Sunyiaji.
127 reviews8 followers
July 5, 2014
Akhirnya saya mengerti mengapa Seno Gumira Adjidarma dianggap sebagai penulis besar. Kemahirannya menyelipkan fakta-fakta terlarang di jamannya, kemampuannya mengecoh sensor yg ada di masa itu dan keberaniannya tampil beda di saat dunia tulis menulis hanya sebatas bisnis. Dia berani bermain main dengan tema yang mengganggu menampilkan sadisme dengan gaya komedi hitam. Salut.
Profile Image for heri.
285 reviews
June 21, 2014
tentang sepotong sejarah hitam negeri ini.
sebuah buku dari penulis yang menurut saya pandai 'mencampuradukkan' fakta dan fiksi.

'ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. karena bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran.'
'menutupi fakta adalah tindakan politik, menutupi kebenaran adalah perbuatan paling bodoh yang bisa dilakukan manusia di muka bumi.'
-sga-
Profile Image for Elisya Alwie.
37 reviews2 followers
October 13, 2013
bagus, suka setiap cerita, penggambaranyna juga jelas, jadi bisa membayangkan gimana kejadian yang sebenarnya.
cerita yang paling keingat itu 'telinga' bener-bener bikin merinding, tapi saya suka alurnya :D
Profile Image for upiqkeripiq.
79 reviews4 followers
March 25, 2012
Akhirnya selesai gan...

Fakta bisa jadi Fiksi. Fiksi bisa jadi Fakta. Hahahaha...

Dan tugas seorang penulis bukan hanya menulis...

Hidup Seno!
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
June 21, 2013
seperti nonton film horor....
Profile Image for Andika.
11 reviews
March 1, 2014
Belum baca semuanya lengkap. Gaya penulisan SGA ini saya suka sekali! Cerpen-cerpennya memuat sindiran berkaitan dengan apa yang terjadi tapi dituliskan dalam fiksi.
Profile Image for Sigit  Raharjo.
34 reviews4 followers
Read
January 5, 2012
Baru tadi siang dibeli dengan harga diskon Rp. 20.000,- saja
Profile Image for Abu Wafa.
Author 2 books2 followers
Read
September 17, 2013
berisi tentang tiga kumpulan karya SGA: kumpulan cerpen, esai, novel.
Displaying 1 - 29 of 29 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.