Di buku ini, Dalam Dekapan Ukhuwah, kita ingin meninggalkan bayang-bayang Narcissus. Kita ingin kecintaan pada diri berhijrah menjadi cinta sesama yang melahirkan peradaban cinta. Dari Narcissus yang dongeng, kita menuju Muhammad yang menyejarah. Pribadi semacam Sang Nabi ini yang akan menjadi telisik pembelajaran kita. Inilah pribadi pencipta ukhuwah, pribadi perajut persaudaraan, pembawa kedamaian, dan beserta itu semua; pribadi penyampai kebenaran.
Tak ayal, kita harus memulainya dari satu kata. Iman. Karena ada tertulis, yang mukmin lah yang bisa bersaudara dengan ukhuwah sejati. Iman itu pembenaran dalam hati, ikrar dengan lisan, dan amal dengan perbuatan. Kita faham bahwa yang di hati tersembunyi, lisan bisa berdusta, dan amal bisa dipura-pura. Maka Allah dan RasulNya telah meletakkan banyak ukuran iman dalam kualitas hubungan kita dengan sesama. Setidaknya, terjaganya mereka dari gangguan lisan dan tangan kita. Dan itulah batas terrendah dalam dekapan ukhuwah.
Dalam dekapan ukhuwah kita menghayati pesan Sang Nabi. “Jangan kalian saling membenci”, begitu beliau bersabda seperti dicatat Al Bukhari dalam Shahihnya, “Jangan kalian saling mendengki, dan jangan saling membelakangi karena permusuhan dalam hati.. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara..”
Dalam dekapan ukhuwah kita mendaki menuju puncak segala hubungan, yakni taqwa. Sebab, firmanNya tentang penciptaan insan yang berbangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal ditutup dengan penegasan bahwa kemuliaan terletak pada ketaqwaan. Dan ada tertulis, para kekasih di akhirat kelak akan menjadi seteru satu sama lain, kecuali mereka yang bertaqwa.
Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan ukhuwah. Jadilah ia persaudaraan kita; sebening prasangka, sepeka nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji.
Dalam dekapan ukhuwah, kita akan mengeja makna-makna itu, menjadikannya bekal untuk menjadi pribadi pencipta ukhuwah, pribadi perajut persaudaraan, pembawa kedamaian, dan beserta itu semua; pribadi penyampai kebenaran. Dalam dekapan ukhuwah, kita tinggalkan Narcissus yang dongeng menuju Muhammad yang mulia dan nyata. Namanya terpuji di langit dan bumi.
Salim A. Fillah adalah seorang penulis buku Islami dari Yogyakarta, Indonesia. Hingga 2014, ia telah menulis beberapa buku, 'Agar Bidadari Cemburu Padamu' (2004), 'Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan' (2004), 'Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim' (2007), 'Jalan Cinta Para Pejuang' (2008), 'Gue Never Die' (2006), 'Barakallahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta' (2005) dan 'Dalam Dekapan Ukhuwah' (2010), Menyimak Kicau Merajut Makna (2012), dan Lapis-Lapis Keberkahan (2014). Buku-buku ini diterbitkan oleh Pro U Media, dan telah menjadi best-seller. Karya terbarunya, Lapis-Lapis Keberkahan, harus masuk cetak ulang hanya 3 hari sesudah diluncurkan, 13 Juli 2014.
Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta.
----------- karena beda antara kau dan aku sering jadi sengketa karena kehormatan diri sering kita tinggikan di atas kebenaran karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus sejuta kebaikan yang lalu wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali: "jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara"
mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja menjadi kepompong dan menyendiri berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam bertafakkur bersama iman yang menerangi hati hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari melantun kebaikan di anatara bunga, menebar keindahan pada dunia
lalu dengan rindu kita kembali ke dalam dekapan ukhuwah mengambil cinta dari langit dan menebarkannya di bumi dengan persaudaraan suci: sebening prasangka, selembut nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji.
Padat dengan kisah sirah Nabi dan para sahabat, motivasi diri, ilmu semasa daripada tokoh-tokoh seperti Dale Carnegie dan Stephen Covey (sekadar menyebut beberapa nama) dan untaian puisi.
Masya Allah.
Saya tidak pandai mengulas karya ini. Ini karya ketiga beliau yang saya baca selepas jatuh hati dengan garapan dan mesej yang disampaikan melalui buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim (dan hingga kini masih diulang baca) dan Agar Bidadari Cemburu Padamu (tetapi saya membaca edisi terjemahan terbitan PTS dengan tajuk Biar Bidadari Mencemburui Dirimu).
Intinya ukhwah namun mesejnya melangkaui pengetahuan seluas alam. Tertarik dengan simbolik gambar di kulit hadapan buku. Gambar bakul berisi buah yang digambarkan beberapa orang berpegangan tangan. Apa kaitan antara orang dengan buah?
Jika ingin mendapat sahabat yang baik, jadilah kita sendiri sahabat yang baik terlebih dahulu.
Salah satu bagian yang saya suka dari buku DDU yang sedang saya baca dan tidak kunjung khatam adalah sebuah chapter yang berjudul "Keterhijaban dan Baik Sangka"
Chapter tersebut dimulai dengan sebuah quote hikmah: Ada banyak hal yang tak pernah kita minta tapi Allah tiada alpa menyediakannya untuk kita seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari, dan kicau burung yang mendamai hati jika demikian, atas doa-doa yang kita panjatkan bersiaplah untuk diijabah lebih dari apa yang kita mohonkan
Disusul dengan kisah yang saya tak tahu apakah itu kisah pribadi si penulis atau kisah orang lain, entah itu nyata adanya ataukah fiksi semata. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan, bisa pegal-pegal kalau saya tulis semuanya di sini :p
Di akhir chapter, penulis menutupnya dengan kisah sebuah sejarah kecil pada masa Abbasiyah akhir. Sekelumit kisah tentang Qalawun yang berani berprasangka baik dalam segala keterhijaban. Qalawun yang berani berkata, "Kami tak tahu ini rahmat atau musibah. Tapi kami selalu berprasangka baik kepada Allah!" Seperti kisahnya, dalam dekapan ukhuwah, ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka baik kita kepadaNya. Dia setia bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingatNya juga dengan sangkaan kebaikan.
Pertama kali membaca dua kisah di chapter ini saya benar-benar tercenung. Iya juga ya. Karena saya sendiri berpendapat itulah hiburan satu-satunya saya saat menanti kecerahan dari masalah menahun saya. Bahwa yang baik menurut saya belum tentu menurut Allah, dan yang menurut saya tidak baik bisa jadi justru itu terbaik yang menurut Allah pantas saya dapatkan. Pastinya saya cukup berdoa dan berikhtiyar semampunya. Lalu sisanya tinggal tawakal dan berbaik sangka pada Allah. Kisah-kisah di buku ini sungguh inspiratif. Andai jari-jari saya kuat, rasanya ingin sekali mengetik ulang semua kisahnya di blog ini :)
Bisa dibilang kata-kata penyair di awal itu benar-benar menohok, hehe. Karena saya sendiri ingat, kadang jika saya curhat sesuatu kepada sahabat-sahabat luar biasa saya, mereka suka menimpali, "Berbaik sangka sajalah."
Yang membuat saya lebih tertohok, karena si penulis buku tersebut, Kang Salim, menambahkan dengan sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar, "Sesungguhnya Aku," kata Allah dalam ujaran Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah, "Ada di sisi prasangka hambaKu pada diriKu." "Aku bersamanya setiap kali dia mengingatKu. Jika dia mengingatKu di kala tiada kawan, maka Aku akan mengingatnyadalam kesendirianKu. Jika dia mengingatKu dalam suatu kumpulan, niscaya Aku sebut-sebut dia dalam suatu kaum yang lebih baik daripada jama'ahnya. Jika dia mendekat padaKu dalam jarak sejengkal, maka Aku mengakrabinya dengan beringsut sehasta. Jika dia mendekat kepadaKu dalam jarak satu hasta, Aku akan menyambutnya dengan bergeser satu depa. Apabila dia datang kepadaKu dengan berjalan, Aku akan datang padanya dengan berlari-lari kecil."
Intinya, penulis mengingatkan jika ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka baik kita padaNya. Dia setia bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingatNya juga dengan sangkaan kebaikan.
Tak dipungkiri bahwa ukhuwah menyimpan keindahan dan ketulusan yang tak terkira. Dari sana tercipta sebuah komunitas yang dapat saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan. Dua lebih baik dari satu, tiga lebih baik dari dua.
Namun, menjalin sebuah ukhuwah tidaklah mudah, karena di sana kita tidak bisa mendewakan ego. Ada orang lain yang harus kita jaga, hormati dan sayangi. Ada toleransi dan kesabaran yang sangat besar ketika kita memutuskan untuk menjalin ukhuwah. Banyak, sangat banyak sekali yang akan datang untuk menguji sebuah ukhuwah. Bukankah segala yang mendatangkan pahala tidak pernah mudah?
Salim A Fillah memberikan kepada saya berbagai gambaran dan masalah yang sangat mungkin terjadi dalam jalinan ukhuwah. Bagaimana seorang muslim harus dapat berlembut hati tanpa harus meninggalkan ketegasan prinsip yang harus tetap digenggam. Banyak yang saya dapatkan dari buku ini, renungan, teladan dan contoh kasus yang sangat mudah untuk dipahami, berkenaan dengan hangatnya dekapan ukhuwah.
Dan yang sangat saya salutkan pada penulis ini adalah caranya dalam menuliskan kisah sejarah, dimana saya dapat merasakan bagaimana si penulis begitu menghayati sejarah kenabian dan para sahabatnya. Saya suka dengan caranya Salim yang dapat menyoroti, tidak hanya sisi positif, tapi juga sisi negatif dari para sahabat Rasulullah, tanpa menjatuhkan keunggulan dan keluhuran budi yang dimiliki mereka. Saya sangat menyukai caranya bertutur yang luwes, yang sekaligus menyadarkan betapa kurangnya saya dalam membaca atau memahami sejarah Rasulullah dan para sahabatnya.
Dimulakan dengan puisi Berkilaulah, Dalam Dekapan Ukhuwah, terasa buku ini benar-benar dekat dengan hati (walapun baru berada di halaman 7).
Kombinasi kisah-kisah para sahabat, ditambah pula dengan penelitian daripada buku-buku seperti Winning With People - John C. Maxwell, Every Word Has Power - Yvonne Oswald dan sebagainya, diselangi puisi yang mampu membuat diri menutup buku sejenak dan berfikir, bersama dengan buah fikiran serta pengalaman-pengalaman Salim A. Fillah sendiri; memberi 5 bintang sahaja tidak cukup :)
Pada yang pernah membaca buku-buku Salim A. Fillah yang lain, anda akan mendapati terdapat kisah-kisah yang sama diselitkan seperti kisah 'Abdurrahman bin 'Auf yang ditawarkan rumah, kebun dan isteri oleh seorang Ansar, pemberontakan pada zaman Khalifah Uthman, namun sudut penceritaannya tetap berbeza. Membaca kisah-kisah terdahulu, secara automatiknya anda akan berasa, "Ceteknya pengetahuan. Rupanya banyak lagi sirah-sirah yang belum kita tahu."
Sukar untuk memilih bab mana yang paling saya minati kerana setiap bab sudah tentunya memberi penekanan yang berbeza. Tetapi kisah di sebalik peribadi Sultan Al-Manshur Saifuddin Qalawun yang buat diri rasa sangat terjerut. "Rahmat atau musibah, kami hanya bersangka baik kepada Allah."
Ringkasnya, ia bukan sekadar bercerita bagaimana membina hubungan yang baik sesama manusia, bagaimana bertindak berlandaskan personaliti setiap orang mengikut cara Rasulullah SAW, tapi lebih daripada apa yang anda inginkan daripada sebuah buku.
----------------------
"Menghadapi orang sulit selalu merupakan masalah, Terutama jika orang sulit itu adalah diri kita sendiri. Jika kita merasai bahawa semua orang memiliki masalah dengan kita, Tidakkah kita curiga bahwa diri kita inilah masalahnya?"
"engkau pasti tau" katanya. saya hanya bisa meraba dan menduga. bahwa agar terasa bagi sesama, dalam dekapan ukhuwah kita harus belajar menghadirkan rasa terbaik kita. bukan gemerlap cahaya. bahwa dalam dekapan ukhuwah yang berharga adalah apa yang bisa kita nikmati bersama, bukan sesuatu yang secara egois kita sesap sendiri. inilah asa agung bg buku ini, dalam dekapan ukhuwah. maka untuk meraihnya kita telah diajari menelusur beberapa butir pokok: 1. dalam dekapan ukhuwah, iman kita diukur dengan mutu hubungan yang kita jalin. 2. seiring itu, sebuah hubungan dalam dekapan ukhuwah harus didasarkan pada iman. 3. bahwa baik iman maupun ukhuwah bukanlah hal yang semula jadi dan bisa muncul sendiri.
"dan belajarlah untuk mengetahui bahwa engkau tahu" katanya lagi...
Dalam dekapan ukhuwah aku mencintai kalian saudara-saudaraku karena Allah ^^
Menjadi pembaca pertama adalah sebuah beban. Sebab, jika ada kesalahan di sana, maka itu akan dilimpahkan kepada sang pembaca pertama. Maka, saya mencoba melakukan peran itu sebaik mungkin, meski dengan sebuah risiko: fokus saya bukan pada isi, tapi pada teks! Namun, meski terfokus pada teks, bukan berarti saya lantas kehilangan kontak dengan isi buku ini. Barangkali jika diprosentasekan menjadi 60 % teks, 40% isi.
Baiklah, Dalam dekapan Ukhuwah, sejatinya naskahnya telah hadir semenjak sebelum Maret 2010, tetapi karena satu dan lain hal akhirnya dilakukan revisi besar-besaran, agar buku kecil ini lebih berdaya dalam merekatkan ukhuwah kaum Muslimin yang saat ini seolah tercabik. Setiap kubu yang ada merasa benar, semua mengemukakan dalil masing-masing, dan semuanya ingin menang sendiri. Sebuah kondisi yang jauh dari ukhuwah. Ukhuwah, akhirnya “bagai api dan kayu, bersama menyala” atau ia bagaikan “awan dan hujan,” yang digambarkan Salim “merasa menghias langit, menyuburkan bumi, dan melukis pelangi,” padahal, hakikatnya dua eksistensi itu saling meniadakan.
Dalam dekapan Ukhuwah, kita akan belajar banyak dari para shahabat, bagaimanapun tetap ada sisi manusia dari diri mereka, sebuah keunikan, dan perbedaan yang ada di kalangan mereka. Namun semua perbedaan itu tetap coba mereka pahami dalam sebuah bingkai yang indah: Ukhuwah. Bahkan ketika perbedaan itu semakin meruncing, mereka tetap menghormati satu sama lain. Tidak ada yang merasa lebih utama dari yang lain.
Kita lihat bagaimana Ali ketika harus berhadapan dengan Talhah dan az-Zubair dalam perang Waq’atul Jamal, mereka masih bisa melakukan reuni bersama, saling mendamaikan hati. Kita lihat pula bagaimana Muawiyah berkata tentang Ali yang karena takdir Allah harus berada di pihak yang berseberangan: “Demi Allah, memang benarlah apa yang engkau katakan tentang ayah si Hasan, moga-moga Allah merahmatinya.”
Di sini, kita melihat sebuah hubungan dengan mengintrospeksi diri dari dalam, karena sesungguhnya saudara kita adalah cermin, cermin yang menunjukkan segala yang terpancar dari diri kita. Maka kita berusaha memperbaiki diri, bermetamorfosa menjadi kepompong lalu dengan ilmu-Nya kita menjadi kupu-kupu indah, “melantunkan kebaikan di antara bunga, menebarkan keindahan pada dunia.” Kita belajar bagaimana menyikapi perbedaan, karena tidak setiap kita memiliki ukur baju yang sama. Selalu ada celah untuk berbeda. Maka nasihatilah dengan hikmah jika ada yang keluar jalur, dan terimalah jika ia hanya khilafiyah. Dengan begitulah, kekuatan islam akan bersatu dan khilafah bukan lagi hal yang jauh dari angan.
Inilah letak perbedaan baca buku fiksi dan non fiksi. Kalau membaca fiksi bisa cepat selesai karena kita terbawa oleh emosi penulis. Sedang di Nonfiksi kita selalu diajak berpikir. Tak jarang saya membaca berulang-ulang setiap kalimat atau bagian-bagian dalam buku dengan 471 halaman. Itulah alasan mengapa lama sekali saya menyelesaikan membaca Dalam Dekapan Ukhuwah terbitan Pro-U media ini.
Terlebih Ust.Salim A.Fillah memberikan contoh-contoh yang sangat dekat dengan saya. Dan banyak juga menceritakan tentang para sahabat dan Ikhwanul Muslimin lainnya. Cukup menambah pengetahuan tentang cerita Islam di zaman Nabi dengan keadaannya dimasa dulu.
Saya cukup terkesan pada bagian: Manis, Harum dan Lembut.
Diceritakan tentang seorang pemuda, ketika bepergian terbiasa menyapa dan mengajak bicara yang duduk disebelahnya. Tentu saja jika seseorang itu merasa tidak terganggu olehnya. Suatu ketika dia bertemu dan berbicara dengan Ibu tua renta ketika sama-sama ingin pergi ke Singapore. Ibu tua tersebut hanya berpakaian sederhana dan memakai sendal jepit dan tampak udik.
Sang pemuda mengira, mungkin Ibu ini ingin bekerja seperti TKI. Obrolan pun berlangsung. Dengan hati-hati sang pemuda memulai bertanya.
"Ibu hendak ke mana??"
"Singapura Nak." senyum ibu bersahaja.
"Akan bekerja atau.....?"
"Bukan Nak. Anak Ibu yang nomor dua bekerja disana. Ini mau menengok cucu. Kebetulan menantu Ibu baru saja melahirkan putra kedua mereka."
"oh, putra Ibu sudah lama bekerja disana??"
"Alhamdulillah, Lumayan. Sekarang katanya sudah jadi Permanent Resident begitu. Ibu juga nggak ngerti apa maksudnya, hehe...yang jelas di sana jadi Arsitek."
Si pemuda tertegun. Arsitek? PR di Singapura? Hebat.
"Oh iya, putra Ibu ada berapa??"
"Alhamdulillah Nak, ada empat. Yang di Singapura ini, yang nomor dua. Yang Nomor tiga sudah tugas jadi dokter bedah di Jakarta. Yang Nomor empat sedang ambil S2 di Jerman. Dia dapat beasiswa."
"Masya Allah. Luar biasa. Alangkah bahagia menjadi Ibu dari putra-putra yang sukses. Saya kagum sekali pada Ibu yang berhasil mendidik mereka." Si pemuda mengerjap mata dan mendecakkan lidah.
Si Ibu mengangguk-angguk dan berulangkali berucap "ALhamdulillah". Lirih. Matanya berkaca-kaca.
"Oh iya, maaf Bu...bagaimana dengan putra Ibu yang pertama?"
Si Ibu menundukkan kepala. Sejenak tangannya memainkan sabuk keselamatan. Lalu dia tatap lekat-lekat si Pemuda.
"Dia tinggal di Kampung Nak, bersama dengan Ibu. Dia bertani, meneruskan menggarap secuil sawah peninggalan Bapaknya."
Ibu terdiam. Beliau menghela nafas panjang menegakkan kepala.
Si Pemuda menyesal telah bertanya. Betul-betul menyesal. Dia ikut prihatin.
"Maaf bu, jika pertanyaan saya menyinggung Ibu. Ibu mungkin jadi sedih karena tidak bisa membanggakan putra pertama Ibu sebagaimana putra-putra Ibu yang lain."
"Oh tidak Nak. Bukan begitu! Ibu justru sangat bangga pada Putra pertama Ibu itu. Sangat-sangat bangga!". Sambil menepuk-nepuk pundak si Pemuda dengan mata berbinar seolah pemuda itulah anak pertamanya.
"Ibu bangga sekali padanya, karena dialah yang rela membanting tulang dan menguras tenaga untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Bahkan dialah yang senantiasa mendorong, menasehati, dan mengirimi surat penyemangat saat mereka di rantau. Tanpa dia, adik-adiknya takkan mungkin jadi seperti yang sekarang ini." Sang Ibu terisak.
Sunyi. Tak ada kata
***
Dapat kita simpulkan sendiri hikmah dari cerita tersebut. Begitulah salah satu penggalan cerita dari beberapa renungan penyejuk jiwa DALAM DEKAPAN UKHUWAH. Beberapa bagian lain dalam buku ini juga sangat bagus untuk membangkitkan kembali semangat dan kekuatan kita.Terlebih dengan penyampaian Ust. Salim A. Fillah yang indah untuk dinikmati.
***
Ada banyak hal yang tak pernah kita minta tapi Allah tiada alpa menyediakannya untuk kita seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari, dan kicau burung yang mendamai hati jika demikian, atas doa-doa yang kita panjatkan bersiaplah untuk di Ijabah lebih dari apa yang kita mohonkan
pokoknya buku ini bagus bangeeet... jadi bingung mau review apa. banyak yang bisadikutip dari buku ini. makanya saya sarankan beli lalu dibaca. hehe..
btw, salah satu bagian yang saya suka yyang ini:
SULIT, MUDAH , RIDHONYA
“ jika Muhammad berfikir sebagaimana engkau menalar Tidaklah ia punya banyak saat untuk memilih berhenti? Tapi Muhammad tau, kawan Ridha Allah teletak pada sulit atau mudahnya Berat atau ringannya, bahagia atau sedihnya Senyum atau lukanya, tawa atau tangisnya”
“ ridha Allah terletak pada Apakah kita menaatiNya Dalam menghadapi semua itu Apakah kita berjalan dengan menjaga perintah dan larangan Nya Dalam semua keadaaan dan ikhtiar yang kita lakukan” “maka selama di situ engkau berjalan
tulisan tentang ukhuwwah tak pernah ada yang tak membakar atau mencarik-carik hati, mengetuk-ngetuk kesombongan untuk pergi, mengingatkan kita pada pelukan ikhwah/akhawat yang menghangatkan diri, malah tuntas sekali memanggil kita untuk bermuhasabah diri tentang perlakuan kita kepada yang menerima ukhuwwah kita. finished, yet not to be kept on the shelf. Now we know a lot from this book, we have to learn to know that we know. As quoted from few last pages of the book, 'belajar mengetahui bahwa kita tahu' bermaksud mengerjakan segala yang tertulis kerana sebelum ini, buku ini hanya jasad yang mati.
mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja menjadi kepompong dan menyendiri berdiri malam-malam, bersujud dalam dalam bertafakur bersama iman yang menerangi hati hingga waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari melantunkan kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia
Akhirnyaaa, 3,5⭐ untuk kisah-kisah yang kaya akan makna.
"Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati saling mencinta. Mari membangunnya di sini, dalam dekapan ukhuwah."
Ditulis dengan kalimat-kalimat indah, kumpulan cerita di buku ini memang banyak sekali pelajarannya.
Babnya banyak, isi pendek-pendek. Beda bab, beda judul, beda juga kisahnya. Isinya variatif. Ada tentang kehidupan, kebaikan, tanggung jawab, adab, etika, dan lain-lain. ____________
Untukku, tidak mudah membaca buku ini.
Berbulan-bulan, aku sekadar sanggup baca 50an halaman. Akhirnya, Agustus ini , aku berkomitmen menamatkannya karena aku pernah janji pada seseorang kalau aku mau berusaha baca ini (walaupun pelan)(ini sih pelan banget) 😂
Mungkin, memang gaya bahasanya yang kurang cocok denganku. Kalimat-kalimatnya memang indah, tapi justru terlalu mendayu buatku.
Lalu, beberapa alur terasa seperti lompat-lompat. Misal, beberapa paragraf sedang menceritakan si A, lalu tiba-tiba penulisnya ingat kisah si B di paragraf selanjutnya. Buatku, beberapa hal semacam itu bikin bingung.
Tapi, terlepas tantangan-tantangan menamatkan ini, aku suka pelajaran yang banyak disisipkan. Tidak menggurui, lebih banyak showing. Selain inspiratif, banyak hal yang membuatku diam sejenak untuk merenungkan tentang kehidupan diriku sendiri.
Akhir kata, terima kasih banyak untuk seseorang yang sudah memberikan buku ini untukku. Terima kasih juga sudah mengenalkan banyak kebaikan di dalamnya.
wuaah.. agak2 nggak kebayang apa isinya waktu pertama baca.. tapi begitu baca.. >.< hmm, mungkin buku ini mirip chicken soup versi indonesia-islami. Sesuai judulnya, secara umum buku ini memberi tips buat kita tentang gimana carany menjalin persaudaraan yang baik, atas dasar iman tentunya. Banyak cerita2 yg diambil dari kisah khulafaur rasyidin, sahabat2 rasulullah yg enggak perlu diragukan lagi ke-amazing-an kisah2nya. Meski begitu, buku ini nggak bikin ngantuk lho, beneran. Bahasanya mengalir indah, khas Salim A Fillah. Banyak quote2 dari berbagai sumber yang saya suka banget, sampai2 saya catetin di hp halaman2nya, hehe..
Ukhuwah itu, ga bisa hanya dilihat dari satu sisi dan sebenarnya, mengokohkan ukhuwah itu bukan hanya soal memperbaiki kesalahan-kesalahan orang lain yang tampak, tapi justru sangatlah banyak untuk memperbaiki diri sendiri. Karena kita dan saudara kita itu layaknya cermin. Kesalahan saudara kita yang terlihat, mungkin sebenanya adalah kekurangan diri.
Bukunya bagus sekali :) Worth to read, very very woth to read
Jika kau merasa besar, periksa hatimu mungkin ia sedang bengkak Jika kau merasa suci, periksa jiwamu mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan Jika kau merasa wangi, periksa ikhlasmu mungkin itu asap dari amal shalihmu yg hangus terbakar riya'
Like this :) Kalau ada kesempatan, akan me-review ^_^
Ukhuwah itu indaaah banget Ukhuwah itu nikmat banget tapi memang penuh ujian.... dan dengan membaca buku ini, kita diajarkan untuk bisa mengatasi ujian-ujian dalam dekapan ukhuwah
"aku mengenal dengan baik siapa diriku; dulu nya dia adalah setetes air yang hina kelak akan menjadi sekujur bangkai membusuk kini dia berada di kedua hal itu; hilir mudik kesana ke mari membawa kotoran"
- asbabun nusul dari kalamullah, digambarkannya dengan gaya yg sangat unik.. - motifasi untuk terus berbuat yg terbaik (bekerja dan bersyukur) - menjadikan mukmin yg lain sebagai cermin diri...
Semuanya tentang persaudaraan... ikatkan hati-hati kami umatMu dengan cahaya iman,,,
Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini,
telah berkumpul karena cinta-Mu, dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu, dan bersatu dalam dakwah-Mu, dan berpadu dalam membela syariat-Mu. Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya, dan kekalkanlah cintanya, dan tunjukkanlah jalannya, dan penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup, dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu, dan indahnya takwa kepada-Mu, dan hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu, dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. (rabithah)
buku yang bagus apalagi untuk kondisi saat ini dimana tak jarangnya adanya gesekan umat menghadapi berbagai perbedaan baik dalam aspek madzhab yang diikuti, ormas islam mana yang diikuti, padahal sejatinya itu merupakan rahmat dan kasih sayang Allah untuk menunjukkan bahwa umat islam itu satu tubuh dan mesti bersatu..
Buku yang mampu menumbuhkan kembali rasa kasih sayang pada saudara, terutama saudara sesama muslim. Banyak sekali cerita-cerita dalam buku ini yang mengajarkan kita bagaimana kita memperlakukan orang lain, memaafkan kesalahan, memperhatikan perkataan-perkataan kita yang bisa jadi berpotensi menyakiti hati orang lain, bagaimana kita memaknai kenikmatan berbagi dalam dekapan ukhuwah, dan masih banyak lagi. Buku yang renyah dan ringan, bahasanya pun komunikatif tanpa menghilangkan nilai sastranya. Mungkin itu yang membuat saya menikmati setiap lembarnya. Dan tidak butuh waktu sebulan untuk menamatkannya. Semoga Allah karunikan kita teman-teman yang sholih yang membersamai kita di perjalanan dunia ini, lalu dikumpulkan kembali kita bersama mereka dalam surga yang mulia
Awalnya saya ragu untuk membeli dan membaca buku ini karena saya kira isinya tidak akan menarik untuk saya.
Lalu saya mendapatkan informasi dari teman saya, beliau berkata bahwa isi dari buku ini mengangkat sejarah, (mus'ab bin umair dan abdullah bin ummi ma'tum), (musa, harun dan fir'aun), serta masih banyak kisah-kisah lainnya yang menceritakan kehidupan nyata yang pernah terjadi di zaman dahulu kala.
Dari situ saya mulai membeli dan membacanya. Dan hmmm it's not so bad. Saya menikmatinya...
Sometimes, the story inside the book jumps so much that I don't know what moral value in some chunks of chapters. But all the chapters have an overall good story. Some new views with focused on Sahabat Rasul and give really good examples to give us some learning. Not only from Sahabat Rasul, but there is also some citation from other good books that gives some value with the state of the art.
A life-altering Islamic book with outstanding narratives about sirahs (the history of Prophet Mohammad and his ahlul bait, his companions), and salafush shalih. Excluding his opinion about certain belief, I still appreciate the messages this book offers.While I may not agree with some of the discourse, I hope people could still enjoy it with a grain of salt.
Alhamdulillah bini'matihi tatimussalihah~ Akhirnya menyelesaikan Dalam Dekapan Ukhuwah dengan hamdalah. Kholas~ Selalu, perenungan yang membekas juga pemaknaan-pemaknaan yang semoga lebih menguatkan iman. Barakallaah~
Membaca buku ini, membuat saya memahami sisi lain dari Ukhuwah. Indahnya Islam dalam balutan ukhuwah. Berkaca dari generasi terdahulu yang menjaganya bahkan dengan mempertaruhkan nyawa sekalipun. Masya Allah