Jump to ratings and reviews
Rate this book

Kembali Bebas

Rate this book
Tata dan Ibra sudah menikah lebih dari 28 tahun. Ketika resepsi pernikahan anak bungsu mereka selesai, Tata tiba-tiba mengatakan ingin bercerai. Ibra tentu saja menolak. Mereka sudah berumur 50-an, sama-sama sudah tidak punya orangtua, kenapa malah ingin bercerai? Memangnya Tata sudah gila?

Tata mencoba meyakinkan Ibra, permintaan itu adalah yang terbaik bagi mereka berdua. Bahwa ini adalah cara Tata agar tidak membenci Ibra. Ia pun menyetujui permintaan Ibra untuk menunda selama setahun dan tidak membicarakan perceraian tersebut dengan anak-anak. Dengan syarat, mereka pisah rumah agar ia bisa fokus untuk pameran lukisannya. Ia juga ingin Ibra bisa beradaptasi hidup sendiri.

Ibra frustrasi ditinggal Tata sendiri. Sambil tetap mendekati Tata secara halus, ia berusaha mencari alasan di balik permintaan istrinya. Bukan hanya soal hobinya bermain game yang tidak tahu waktu, Ibra sakit hati mengetahui betapa selama ini sikapnya telah membuat Tata merasa terpenjara.

Bagaimana mungkin Ibra bisa menebus semua kesalahannya yang sudah membungkam jati diri Tata selama pernikahan mereka? Apakah masih ada cara menyelamatkan hubungan mereka agar Tata tetap di samping Ibra selamanya?

256 pages, Paperback

First published January 25, 2023

13 people are currently reading
283 people want to read

About the author

Sasa Ahadiah

4 books1 follower

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
105 (30%)
4 stars
185 (54%)
3 stars
48 (14%)
2 stars
3 (<1%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 119 reviews
Profile Image for Liliyana Halim.
309 reviews235 followers
February 13, 2023
Selesaiiiii! Dan sukaaaa 🤩🤩🤩 meskipun kecewa 😔. Menurutku novel ini cocok dibaca sama yang belum nikah, kebelet nikah maupun sudah nikah 👍🏼 cewek maupun cowok. Agar jika sudah menikah nanti nggak terlalu kaget kalau sifat cowoknya berubah 🙈. Aku suka cara berceritanya, nyesek iya, sedih, hampa, gregetan campur aduk jadi satu. Cowok seperti Ibra ada di kehidupan nyata dan apakah bakalan berubah? Aku rasa nggak segampang itu 🙈. Aku suka Tata tapi kadang kecewa juga, Tata kayak kurang tegas menurutku. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari novel ini, “…. Mendengar bukan berarti diam, memaklumi pasangan, atau menekan keinginan diri sendiri. Mendengar adalah sadar bahwa kadang, yang berbeda tidak perlu terlalu disamakan. Hanya perlu dipahami dan kompromi”. Pokoknya jangan lupa baca ini yaa! Akhir kata mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan 🙏🏼☺️.
.
Seketika Ibra merasa bodoh. Tata tak pernah menuntut macam-macam seperti istri teman-temannya. Tata memaklumi kekurangan sang suami dalam berinisiatif dan melakukan hal romantis. Lalu dengan ringan Ibra jadi menganggap Tata tak perlu perhatian lebih. Ibra jadi tidak pernah memberikan apa pun kepada istrinya. Padahal, perempuan mana yang tak suka diberi perhatian? Perempuan mana yang tak suka jika pasangannya menghadiahi sesuatu atau membelanjakan barang yang ia inginkan? (Hal 129).
.
Di titik itu Tata menyadari, tak akan pernah lagi mengutarakan sakitnya baik lahir maupun batin kepada sang suami. Di titik itu Tata yakin, Ibra tak bisa memahami rasa sakitnya, dan menjelaskan sakit itu kepada Ibra rasanya seperti menambah garam pada luka. (Hal 197).
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
February 14, 2023
Pada penghujung hari setelah pernikahan putra bungsunya, Ibra dibuat terkejut dengan permintaan istrinya, Tata. Tata meminta untuk bercerai. Setelah 28 tahun bersama, tak ada lagi orang tua dan anak yang harus diurus, Tata meminta kebebasan dari Ibra. Ibra sangat terkejut. Di usia mereka yang sudah kepala lima, dia tidak bisa membayangkan hidup sendirian tanpa istrinya. Tata sendiri sudah membulatkan niatnya dengan pindah ke rumah kontrakan. Meski demikian, dia menyetujui permintaan Ibra agar diberi waktu setahun sebelum gugatan perceraian diajukan.

Tidak butuh waktu lama bagi pembaca untuk memahami mengapa Tata menuntut perceraian. Salah satunya adalah kebiasaan Ibra bermain game online bersama teman-temannya. Sebenarnya kegiatan itu sudah dilakukan oleh Ibra sebelum mereka menikah, dan Tata tidak keberatan Ibra bermain game. Namun, semakin jauh usia pernikahan mereka, Ibra menjadikan game online sebagai stress reliever-nya, dan mulai berpusat pada hal itu. Tidak jarang Ibra terlambat bangun pagi karena begadang mabar (main bareng). Tapi yang paling menyakitkan buat Tata, dia tidak punya waktu lagi bersama suaminya.

Tata sebagai seorang perempuan yang dibekali nasihat bahwa pernikahan dalam pernikahan ada banyak tantangan yang harus dihadapi, dan dia harus siap untuk ditempa. Meski demikian Tata menginginkan keseimbangan, setidaknya supaya dia tidak merasa kesepian. Sayangnya 28 tahun pernikahannya, Ibra tidak memberikannya untuk Tata. Sampai Tata berada pada titik mencoba diam, menerima, dan kemudian berpikir dirinya tidak lagi bisa menjadi pasangan ideal bagi Ibra. Dia butuh berjarak dengan Ibra, agar cintanya bagi pria itu tidak terkikis.

Saat mengetahui karakter dalam novel ini tidak sama dengan novel kontemporer lainnya yang diterbitkan oleh GPU, saya langsung tertarik ingin membacanya. Apalagi sinopsisnya tentang pasangan yang ingin berpisah setelah 28 tahun pernikahan. Dalam pandangan saya, pada umur pernikahan tersebut, apalagi telah menghantarkan anak-anaknya membentuk keluarga, pasangan suami istri sudah berada dalam fase saling memahami, dan akan menghabiskan sisa umur bersama-sama. Tetapi ternyata, konflik antara Ibra dan Tata cukup realistis dan bisa saja terjadi. Sudah sering kita mendengar bahwa komunikasi adalah hal penting dalam pernikahan selain cinta. Komunikasi itu bukan hanya menyampaikan sesuatu, tetapi juga mengambil bagian mendengarkan sesuatu. Saya rasa ini poin yang ingin disampaikan penulis.

Novel ini bisa dibaca bagi yang sedang mempersiapkan diri memasuki pernikahan, dan tentunya yang sedang menjalani sebuah pernikahan. Recommended.

Profile Image for Shafira Indika.
303 reviews231 followers
July 26, 2023
Sukaa banget sama buku ini! Aku cocok sama writing style-nya yang ngalirr aja gituu.. terus chapternya pendek-pendek jadi aku gabisa berhenti baca WKWK nagih.

Ini agak subjektif sih yaa tapi aku merasa buku ini cukup emosional sampe aku ikutan mewek juga di beberapa part (aku gatau ini emang karena di hari itu aku lagi sensitif bgt atau gimana tapi intinya aku merasa perasaan tiap tokohnya tersampaikan dengan baik).

Di awal emang bawaannya pengen ngegetok ibra tapi lama-lama bersimpati juga. Meskipun demikian aku merasa buku ini lebih banyak nunjukin dari sisi Tatanya—terlebih di bagian flashback-nya.

Untuk ending, aku netral sih ya. Aku bisa agak memahami kenapa demikian. Tapi di satu sisi penasaran juga kalo yang terjadi sebaliknya. Aku juga jadi bertanya-tanya apakah pada akhirnya Tata beneran mendapatkan 'kebebasan' itu?

Buku ini menurutku nunjukin bahwa komunikasi tuh SEPENTING itu. Quality time juga penting supaya bisa ngobrolin hal-hal yang dirasa ga nyaman. Hal yang penting lagi (berdasarkan buku ini) adalah menghargai pasangan—ngasih kejutan kecil, dengerin keluh kesahnya, dengerin hal-hal yang disukainnya, intinya menganggap dia 'ada'.

Buku ini juga bikin aku mikir kalo.. ada berapa banyak ya perempuan yang kyk Tata—yang harus 'menghilangkan' dirinya sendiri dalam sebuah pernikahan? Oke, Tata masih punya kesempatan buat ngembangin passion ngelukisnya. Tapi ada banyak hal lain dari diri Tata yang ilang. Dia ga punya temen buat cerita (unlike Ibra yang punya Wayan dll alias temen ngegame-nya), dia sulit punya waktu utk dirinya sendiri, dia harus ngelepasin karirnya, dan sebagainya.

Intinya, aku suka buku ini!! 4.8/5 darikuu~❤️
Profile Image for raafi.
926 reviews448 followers
January 30, 2023
Pelajaran tentang menjadi pasangan tertuang di sini. Sedikit kurang sreg dengan endingnya tapi secara keseluruhan ini cukup menghibur dan memberi kesan.
Profile Image for Akaigita.
Author 6 books237 followers
May 13, 2023
Waktu aku baca buku ini, Bill dan Melinda Gates sudah cerai. Waktu itu aku bertanya-tanya, memangnya kenapa lagi setelah puluhan tahun nikah masih kepengin pisah? Bukankah sudah beradaptasi?

Jawabannya diejawantahkan dengan baik di buku ini. Karena adaptasinya dipaksakan, kayak yang terjadi sama Tata. Karena setelah bertahun-tahun, kadar "keakuan"nya masih meroket. Karena... yah banyak banget karenanya, sampai meleleh-leleh air mata ini baca curahan hati Tata. Tata bukan sosok fiktif. Dia wanita nyata yang hidup di dunia dan berusaha memainkan perannya dengan baik, meskipun itu artinya dia kehilangan jati dirinya sendiri. Aku banyak lihat wanita seperti Tata di sekitarku. Nenekku, yang diperlakukan seperti kopral oleh suaminya yang berlagak jenderal. Ibuku, yang cerdas dan kritis tapi suaranya dibungkam saat sedang menentukan arahan baru terkait finansial keluarga. Sahabatku, yang nggak pede sama bentuk tubuhnya gara-gara diomelin terus sama suaminya.

Kadang mikir... kenapa kok hubungan yang kayak gini masih diperjuangkan juga... tapi setelah berkeluarga sendiri, aku tahu jawabannya. Karena memang nggak segampang itu. Mengubah ikatan perkawinan menjadi janda/duda itu sulit bukan main, baik secara agama maupun hukum negara. Karena aku orang hukum, aku tahu hukum negara kita emang mempersulit terjadinya perceraian. Sebelum gugatan diproses di pengadilan, pasangan yang bersengketa bakal dimediasi dulu, nanti kalau emang nggak bisa dirujuk lagi, baru lanjut ke meja hijau. Dan itu belum termasuk faktor-faktor di rumah yang bakal jadi lebih ribet setelah bercerai. Misalnya soal anak, pembagian harta, dsb. dsb. Cerai nggak selalu jawaban terbaik dari permasalahan rumah tangga. Apalagi...

Kalau kesalahannya nggak berat-berat amat kayak Ibra. Aku emang jengkel banget sama Ibra sejak halaman pertama, bersyukur luar biasa suamiku kelakuannya nggak kayak gitu, tapi Ibra masih termasuk cute bagiku. Dia nggak jelalatan apalagi sampai selingkuh, dia nggak KDRT (tapi kekerasan verbal nyaris masuk sih menurutku), dia juga nggak terlibat kejahatan yang lebih serius. Dia kerja keras emang buat keluarga, bukan buat macem-macem. Jadi ya aku senang banget endingnya mereka bisa rekonsiliasi dengan baik, meskipun banjir air mata dulu. Memang laki itu harus digertak sekali-sekali biar nggak take us for granted terus. Haha. Eh nggak, aku nggak ngomongin diri sendiri. Suamiku baik kok. Justru aku yang kelakuannya kayak Ibra di rumah deh.

Buku ini... bikin emosi ya. Beneran pinter penulisnya bawa kita ke kondisi rumah tangganya Tata dan Ibra. Nggak sepihak juga kita dengar ceritanya, jadi meskipun awalnya kelakuan Ibra ini minta digundulin aja, kita bisa simpati sama perjuangannya mengambil hati istrinya lagi. Cuma menurut seleraku buku ini terlalu tell dan kurang show. Mungkin beda editor beda fokus ya. Editorku cenderung mgepush aku buat memperkaya detail, sedangkan editor buku ini lebih suka memperkuat relevansinya dengan kehidupan nyata.

Meskipun demikian, aku nggak bisa ngerasain Ibra dan Tata ini umurnya udah 50-an. Mindset mereka ya kayak mindset orang umur 30-an masa kini, bukan orang yang lahir tahun 70-an. Susah juga sih risetnya kalau mau detail banget ya?

Sukses terus buat kakak penulisnya. Aku cuma berharap suamiku nggak tiba-tiba ngirim aku pulang ke rumah orangtua di anniv ke-29 kelak. Aku nggak bakal segigih Ibra buat mempertahankan rumah tangganya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Tia Ayu Sulistyana (tiareadsbooks).
265 reviews71 followers
March 8, 2024
•recently read•
4.3/5⭐️


Awal tahu novel ini, aku kepincut banget sama premisnya yang menarik dan fresh!🤩 Buku ini bercerita tentang Tata yang ingin bercerai dari Ibra, suami yang telah ia nikahi selama lebih dari 28 tahun. Kontan saja Ibra menolak. Memangnya Tara sudah gila ingin bercerai meski usia mereka sudah 50 tahunan?👵🏼🧓🏼

Kembali Bebas menyajikan permasalahan rumah tangga yang terlihat baik-baik saja, namun terdapat luka menahun yang tak bisa lagi dipendam. Konfliknya cukup pelik dan penuh dilema, namun sangat realistis. Menurutku, cerita Tara dan Ibra begitu relatable bagi banyak pasangan.

Ini novel pertama Sasa Ahadiah yang aku baca dan aku suka gaya berceritanya yang ringan, asyik, dan ngalir ini! Pace-nya pas dan aku suka bab-nya yang pendek-pendek. Alur cerita yang maju-mundur pun nyaman untuk diikuti. Yah, meski endingnya predictable sih~

Novel Kembali Bebas begitu menggugah hati dan sukses bikin perasaanku campur aduk. Terutama BAB 24 yang hampir bikin aku nangis saking nyeseknya.😭 Asli ya, sedih banget tiap baca kisah kilas balik Tata di awal-awal pernikahannya. Aku kagum dengan kesabaran dan kekuatan Tata dalam menjalani pernikahan. Oh, aku kesel dan gak habis pikir sama kebiasaan main game Ibra yang kelewatan itu. Belom lagi kelakuan Ibra yang egois dan abai dengan tanggungjawabnya.😤 Tapi, aku cukup tersentuh dengan kegigihan usaha Ibra untuk berubah dan mempertahankan pernikahannya dengan Tata.🥲

Yang aku suka dari novel ini yaitu konfliknya yang begitu dewasa dan bagaimana penulis memperlihatkan perkembangan karakter para tokohnya dengan baik.🥰 Aku juga suka dialog Tata dan Ibra yang santai dan berjiwa muda! Bikin lupa klo mereka tuh udah 50-an deh!😆 Oh, jangan lupa sama kakek-kakek gaul yang masih suka main game online bareng!🎮🤣

Banyak pelajaran tentang pernikahan dan kehidupan yang bisa kita ambil dari kisah Tata dan Ibra, yaitu:
1. Pernikahan yang langgeng tak hanya terjalin atas dasar cinta. Dibutuhkan komunikasi yang baik untuk dapat saling mendengarkan, menerima, dan memahami apa yang pasangan kita rasakan. Suami-istri pun harus mampu berkompromi dan menekan ego masing-masing.
2. Perjuangan seorang perempuan untuk menjadi istri dan ibu begitu besar. Banyak hal yang harus mereka korbankan untuk keluarga, seperti hobi dan impian mereka.
3. Sifat manusia sangat sulit untuk diubah. Klo pasangan kalian punya sifat atau kebiasaan yang gak kalian suka, either you take it or leave it. Jangan berharap kalian bisa membuatnya berubah, karena gak akan semudah itu.

All in all, aku merekomendasikan novel ini untuk dibaca semua orang!🙌🏼❤️‍🔥 Baik perempuan maupun laki-laki. Baik yang belum menikah, mau menikah, atau sudah menikah. Pokoknya wajib baca deh! Dari novel ini, kita bisa mendapatkan sedikit gambaran tentang pernikahan dan segala problematika yang ada di dalamnya.

#tiareadsbooks #tiawritesreviews

•••

FAVE QUOTES:

❝Lo bisa nikah seratus tahun sama seorang perempuan dan lo tetap nggak ngerti apa maunya.❞
—Page 35-36

❝Yang laki-laki nggak ngerti, perempuan itu lebih dari mampu buat mandiri. Tapi, kita sayang sama keluarga sendiri. Hidup semua kita kasih ke keluarga. Jadi jangan dipikir kita serba ketergantungan sama suami ya. Perempuan itu capable but cari kebahagiaannya sendiri, nggak peduli di usia berapa pun.❞
—Page 41

❝Aku mau bebas, Bra. Aku juga mau kamu bebas dari semua tuntutan aku tentang kebiasaan kamu. Menuntut itu capek loh, Bra. Apalagi kalau dilakukan selama puluhan tahun.❞
—Page 67

❝Tata pun gamang mendapati dirinya berada di antara dua keputusan yang sama beratnya. Saat mamanya bicara tentang tempaan hidup, ia tak menyangka bahwa akan diserang sampai ke partikel kecil dirinya. Begitu dahsyat dampaknya sehingga ia pun paham mengapa para orang tua dulu selalu berkata bahwa hidup adalah perjuangan.
Tempaan hidup saat in membuatnya merasakan perubahan bentuk tanpa ampun. Jiwanya memadat, penyok di sana-sini. Tata berharap tak pernah mendapatkan pilihan seberat ini.❞
—Page 104

❝Seketika Ibra merasa bodoh. Tata tak pernah menuntut macam-macam seperti istri teman-temannya. Tata memaklumi kekurangan sang suami dalam berinisiatif dan melakukan hal romantis. Lalu dengan ringan Ibra jadi menganggap Tata tak perlu perhatian lebih. Ibra jadi tidak pernah memberikan apa pun kepada istrinya. Padahal, perempuan mana yang tak suka diberi perhatian? Perempuan mana yang tak suka jika pasangannya menghadiahi sesuatu atau membelanjakan barang yang ia inginkan?❞
—Page 129

❝Kenapa sih, Bra, harus ada yang salah? Life sucks... it's hard already. Aku cuma butuh teman but berkeluh kesah sesekali. Bukan berarti aku nyerah, atau menyesal, cuma mau ngungkapin isi hati supaya bisa lebih lega, lebih kuat menerima kenyataan. Kenapa kamu malah membuat semuanya jadi makin berat?❞
—Page 136

❝Kalau ditanya kesal sih, aku nggak kesal. Aku lebih ke sedih. Iri. I didn't have that, you know? Space, stress reliever... apalagi waktu anak-anak masih balita, hidupku ditempeli sama dua makhluk kecil yang selalu bersuara setiap saat dan nggak bisa ngapa-ngapain selain ngurus mereka. Mereka benar-benar menggemaskan dan aku sangat menyayangi mereka, tapi 24 jam selama lebih dari lima tahun? Kebayang nggak rasanya?❞
—Page 145

❝Kenyataannya tiap kali aku meminta kebebasanku, kamu mempertanyakan pertanggungjawabanku sebagai istri dan ibu.
Kamu nggak bisa menerima aku melakukan apa yang aku mau, Bra... kamu nggak bisa!
Kenyamanan sebagai laki-laki yang selalu bisa melihat urusan rumah tangga sebagai pilihan, bukan tanggung jawab! Karena menurut kamu, semua urusan rumah itu tanggung jawabnya perempuan, kan? Aku nggak berhak melakukan apa yang aku mau karena aku harus mementingkan tanggung jawabku mengurus rumah, anak, dan kamu! Ya, kan?❞
—Page 190

❝Tata menyadari, tak akan pernah lagi mengutarakan sakitnya baik lahir maupun batin kepada sang suami. Di titik itu Tata yakin, Ibra tak bisa memahami rasa sakitnya, dan menjelaskan sakit itu kepada Ibra rasanya seperti menambah garam pada luka.
Seketika tumbuh tembok-tembok besar dan kokoh di kepala dan hati Tata, membuatnya merasa terpenjara dan putus asa. la tak menyangka bahwa akhirnya pernikahan mereka membawa-nya pada satu pengertian, pria yang dicintainya itu ternyata sanggup membungkam hati dan meruntuhkan impiannya akan rumah tangga yang bahagia.
Perih yang Tata dapatkan dari ucapan suami yang ia percayai sebagai tempat berbagi menjadi perih yang paling tak terta-hankan sepanjang hidupnya.❞
—Page 197

❝Sampai akhirnya aku sadar, kamu nggak akan bisa melihat aku sama seperti aku melihat kamu. I fought my best, too. I lost my job, I lost my time... I lost my freedom. I feel less like a human and marrying you felt worse day by day.
Tapi, kita nggak boleh bicara begitu tentang rumah tangga kita, kan? Life is hard. It is that tough. Jadi aku mencoba untuk coping. Coping dengan keadaanku, keadaan kamu, aku berusaha menjembatani semua.❞
—Page 213

❝Tapi, pasangan yang normal tuh rasanya nggak kayak kita, Bra. I just want my life back. I feel like I deserve it. Aku nggak berharap kamu bisa paham karena aku memang egois banget soal ini. Tapi, aku merasa sekarang lah waktunya giliranku untuk hidup, Bra.
Aku terima kalau aku dikatakan less as a woman. Aku terima kalau aku dikatakan terlalu duniawi. Aku nggak berharap orang lain bisa memahami pilihanku. Aku cuma pengin kembali hidup. Usiaku sudah nggak panjang lagi, aku cuma pengin.... pengin embrace it.❞
—Page 218

❝Katanya, Bunda sayang sama Ayah. Kalau kita sayang, kita nggak akan mempertanyakan balik perasaan yang disayang. Kita akan kasih dan terus percaya mereka merasakan perasaan kita.❞
—Page 243
Profile Image for Amaya.
742 reviews59 followers
August 27, 2023
Semua tebakanku soal alasan Tata minta cerai dari Ibra meleset semua wkwkwk masalahnya nggak sekadar kamu-nggak-paham-aku. Ini lebih dari itu.

Setelah menikah selama 28 tahun, Tata meminta cerai dari Ibra. Jelas Ibra tidak bisa terima, lagipula, mereka baru saja merayakan pernikahan anak bungsunya. Resah karena permintaan aneh dan mendadak itu, Ibra memutuskan menyetujui ide mereka pisah rumah selama 1 tahun. Setelah itu, keputusan untuk tetap bercerai atau sebaliknya akan dibahas kembali.

Buku ini punya porsi yang pas, nggak terlalu berat sampai yang baca nggak paham maksud yang coba disampaikan penulis, pun nggak terlalu ringan sampai rasanya kayak ya udah ternyata masalah bisa selesai dengan cara begini aja.

Rasanya kepengin bersimpati dengan dua karakter utama di sini. Nggak ada yang bisa disalahkan. Semuanya cuma murni karena salah paham dan komunikasi yang buruk. Aku pun nggak bisa menuding Ibra jahat banget karena yang dipikirannya cuma gimana bikin dia happy dan bisa terus main game. Tata juga nggak bisa disalahlan karena ngebet banget kepengin pisah.

Dua karakter di sini jelas punya porsi kesalahan masing-masing dan relate banget sama kehidupan sehari-hari (enggak cuma ke pasangan aja). Contohnya Ibra, dia kukuh kalau yang dia lakuin buat rumah tangganya banyak. Dia udah kerja, bayar pajak, bayar ini dan itu, harusnya nggak masalah kalau mau main game sampai puas, apalagi pas akhir pekan. Di sisi lain, Tata capek ngurusin rumah tangga sendirian, setidaknya Ibra bantu ngurusin anak, jangan cuma senang-senang sendirian. Tata merasa nggak adil dibiarkan mikir rumah tangga sendirian.

Tapi, walaupun kayaknya gemesin yah karena sama-sama kurang memahami, both Tata dan Ibra itu punya privilese. Tata yang sabaaar banget biarin Ibra main game sesuka dia, teman-teman Ibra aja nggak bisa kayak dia. Tata juga beruntung punya suami yang dukung kesenangannya, ngembangin sesuatu yang awalnya cuma hobi jadi pekerjaan tetap. Jadi, yaaa balik lagi ini masalah komunikasi.

Jadi keingat sama kata pengantar di buku ini:
Dalam komunikasi, penting juga untuk mendengarkan. Bukan hanya mendengar apa yang dengan gamblang disampaikan, tapi juga apa yang tersirat di balik ucapan pasangan. Mendengar bukan berarti diam, memaklumi pasangan, atau menekan keinginan diri sendiri. Mendengar adalah sadar bahwa kadang berbeda tidak perlu terlalu disamakan. Hanya perlu dipahami dan kompromi.

Soal reviunya sendiri, nggak ada keluhan berarti sih, I mean, muatan dan pesannya tersampaikan. Untungnya nggak jadi buku marriage life gitu ya, normal-normal aja. Gemes sama Ibra, tapi kadang greget juga sama Tata. Perkembangan karakternya bagus semua (gladly minim drama). Mungkin yang kurang sreg di dialog Ibra sama teman-temannya aja, memang teman sih dan sah-sah aja informal, tapi agak aneh gitu denger ngomong gaul banget wkwkwk selebihnya oke. Sabi nih dibaca juga sama yang belum menikah. Bisa buat bahan pembelajaran juga, kan. 😹
Profile Image for Khansaa.
171 reviews214 followers
February 5, 2023
Apakah pernikahan adalah pintu menuju kebebasan, atau malah terkekang dengan alasan yang berbeda?

Ibra dan Tata sudah menikah selama 28 tahun. Ketika anak bungsunya menikah, Tata mengajak Ibra untuk bercerai. Loh? Ibra nggak mau dong, orang ga ada apa-apa kok ujug-ujug minta cerai. Tapi, menurut Tata, keputusan ini adalah satu-satunya kesempatan agar dia bisa kembali bebas. Hmm, emang kalau udah nikah ngga bebas ya? Bukannya sudah punya tempat tinggal sendiri, dan menerapkan aturannya sendiri? Emangnya selama ini Ibra nggak ngasih Tata kebebasan?

Membaca cerita Ibra dan Tata mengingatkanku bahwa menyatukan dua orang adalah hal yang sama sekali nggak mudah. Dua orang di tubuh yang berbeda, lingkungan yang berbeda, trauma yang berbeda, tiba-tiba tinggal bersama seterusnya setelah sebuah proses akad. Jangankan hal-hal yang rumit, satu tidur lampu mati dan satunya lampu nyala aja bisa jadi bahan perselisihan. Lalu, untuk apa menikah?

Sebagai perempuan di umur >25 tahun, pertanyaan "kapan?" sudah terlalu familiar di telinga. Namun, jika kita bisa menekan tombol zoom out, pernikahan itu buat apa sih? Why we should get married if you are perfectly happy being with yourself? Apalagi kata Miley Cyrus di lagunya yang lagi nge-hits, "I can buy myself flowers, write my name in the sand. Talk to myself for hours, say things you don't understand." Lah, jadi nyanyi 🤣

Walaupun alasan untuk apa menikah bisa jadi berbeda untuk setiap orang, membaca Kembali Bebas minimal akan membuatmu mencatat hal yang paling penting sebelum memutuskan untuk menikah: komunikasi! Terutama, berkomunikasi untuk mendengarkan, bukan untuk menjawab. 28 tahun nikah tapi nggak bisa berkomunikasi??? Well, disimak aja ceritanya di buku ini 👻

Secara keseluruhan, menurutku buku ini akan ku rekomendasikan. Bukan buat menakut-nakuti yang pingin menikah, tapi sebagai ajakan untuk berpikir sampai matang dan bahan berdiskusi bersama pasangan. Mulai aja dari satu pertanyaan sederhana, menurut kamu kebebasan itu apa?
Profile Image for Kern Amalia.
355 reviews1 follower
February 12, 2023
253 hlmn tuh porsi yg pas banget buat buku ini.. Ga lebih dan ga kurang. Bukunya sukses ngaduk2 isi kepala gue, ya Allah 😭

Tegang banget kalo 2 tokoh ini udah berbincang bincang. Gue merasa emosi gue dipermainkan 😭
Kadang aku tertawa, kadang aku menangis, kadang aku ketakutan, kadang aku kembali tertawa lagi.. Gitu aja teruss.. How dare you! bapak Ibra dan ibu Tata! 😭😭

Selalu ikutan pusing tiap baca kalimat yg dikeluarkan kedua tokoh. Soalnya Emosi mereka sampe banget ke gue!

Bukunya punya alur maju mundur. Seperti bapak Ibra ini, kita sbgai pembaca jd harus ikut menelusuri sbnernya apa kesalahan Ibra sampe ibu Tata minta cerai di umurnya yg ke-52 tahun ini?

Pusing dan mau pecah rasanya kepalaku baca setiap kata, kalimat di buku ini. Kyak bneran lg liat ayah ibu ku berantem, trus kita sbgai pembaca macem anak yg bingung banget ngeliatin ortunya gitu. Salut banget buat penulis🙇

Terus walau cerita ini ngegambarin gmna susahnya Tata sebagai istri, tapi ga lantas merendahkan pengorbanan Ibra sebagai suami. Itu yg kusuka. Jd ga lantas aku bisa nunjuk Ibra dan bilang "Lo salah 100%!"
Bhkan Tata sendiri berkali kali bilang klo Ibra ga salah sepenuhnya🥲

Trus juga karna isu yg diambil deket banget sama dunia nyata jd makin ++ kebawa ke dlm cerita.

Aku sndiri prnah ngalamin gmn kagetnya aku pas tau trnyata ibuku jg suka baca buku romance dulu. Selama ini aku ga pernah liat beliau baca buku. Pas ditanya, ktnya udah ga punya waktu. Aku nangis banget pas dengernya. Makin dewasa aku makin ngerti apa yg ibuku udah 'bunuh' dari dalam dirinya untuk keluarga.

Minus buku ini mungkin di awal awal aku rada susah masuk dan susah membayngkan kalo ini Ibra dan temen temennya yg berumur 50++ tahun loh.. Gitu..
nah pas sama Tata, walau bentuk kata2 yg dipake tetep ga berubah, tp aku bisa kok bayangin ini percakapan suami istri umur 52 tahun. Paling itu aja sih.

Dahlah suka banget pokoknya!
Buat yg udah nikah/ belom, kalian wajib baca buku ini!

5/5⭐
Profile Image for Kezia Nadira.
59 reviews6 followers
August 18, 2023
Saya pernah berpikir, bagaimana delegasi "tanggung jawab" dalam kehidupan berumah-tangga antara suami dan istri? Apakah sekaku konsep suami mencari uang sementara istri mengurus rumah dan anak, dan di antara keduanya tidak perlu mencampuri urusan tanggung jawab satu sama lainnya (seperti, suami berhak leha-leha dan tidak membantu istri atau istri tidak boleh mencari uang dan berkarir). Bagaimana perbadingan berat kedua tanggung jawab tersebut, mana yang lebih berat - mencari uang, atau mengurus rumah tangga?

Dari konsep yang demikian rumit, beberapa feminis pastinya mati-matian menjunjung kesetaraan gender dalam pernikahan, dalam urusan domestik rumah tangga. Dalam hal ini, istri boleh berkarir, suami harus membantu urusan rumah tangga, anak adalah tanggung jawab istri dan suami dan mereka berdua harus sama-sama mengurusnya.

Tapi kemudian ada yang bertanya, suami sudah lelah dan letih mencari nafkah. Banyak yang harus dialaminya dalam mencari nafkah: mungkin dari persaingan yang tidak sehat, caci maki atasan, tekanan pekerjaan, kejemuan bekerja, dan lainnya. Lalu, ketika suami pulang selepas bekerja seharian dengan penat luar biasa, ia harus membantu istrinya di rumah menjaga anak dan mengerjakan (sebagian) pekerjaan rumah tangga. Tidakkah itu terlalu kejam bagi suami?

Tapi kalau saya sanggah dengan, apakah suami menikahi istri agar ada perempuan yang mengurus segala urusannya dan melayaninya di ranjang? Apakah suami menikahi istri sebagai pembantu, atau alat beranak? Tidakkah suami berpikir apa yang terjadi pada istri ketika masuk ke dalam pernikahan, di mana menurut saya, lebih banyak pihak istri yang dirugikan? Mari kita bicara seperti itu apabila mau dikatakan secara gamblang: pihak istri yang lebih dirugikan dibanding pihak suami. Kenapa bisa begitu?

(Semoga tidak ada yang tersinggung dengan pendapat saya ini.)

Bayangkan seorang perempuan yang dilahirkan sebagai manusia dengan segudang mimpi dan angan, yang harus menerima kodratnya dan rela melepaskan mimpi dan angannya tersebut demi mewujudkan apa yang sudah digariskan untuknya. Ketika seorang anak dilahirkan dari seorang perempuan, perempuan itu tidak lagi berhak atas hidupnya. Hidupnya telah menjadi prioritas nomor sekian. Ia akan mulai lupa namanya sendiri, karena ia akan dipanggil dengan panggilan ibu dan nama dari anaknya, atau ibu dari nama dari nama belakang suaminya, bahkan ia menanggalkan nama belakangnya dan mencatut nama baru. Ia tentu kehilangan identitas. Lalu ia harus ditempa hidup, bekerja tidak selama 8 jam seperti suaminya namun 24 jam sehari. Tidak akan ada batas untuk mengurus manusia, yaitu suami dan anaknya. Tidak ada batas untuk melayani manusia, yaitu suami dan anaknya. Tidak ada batas untuk urusan rumah tangga, karena aktivitas akan selalu menuntut perawatan satu dan lainnya. Ia mulai letih, lelah dengan kepadatan hidupnya yang seolah tanpa arti, karena ibu rumah tangga bukanlah suatu jabatan yang membanggakan atau sebuah karir. Kemana mimpinya? Bagaimana dan apa yang terjadi dengan mimpi dan angannya? Ia sudah mengorbankan semua itu, demi mengurus manusia lain yang seharusnya bisa mengurus dirinya sendiri (dalam hal ini, tentu suaminya).

Ia tidak seperti suaminya, yang mana seorang lelaki, dan menurut hemat masyarakat, tidak pernah ada batasan bagi seorang laki-laki. Ia mengurus anak, dianggap keren, padahal itu adalah tanggung jawabnya. Bagaimana jika seorang perempuan yang mengurus anak? Biasa saja, tidak ada artinya - begitu pasti tanggapan banyak orang, padahal tidak terhitung pengorbanannya untuk semua itu (tentunya, tidak menyalahkan anak, karena di sini anak tidak memiliki urusan apapun dan dilahirkan ke dunia bukanlah sesuatu yang bisa ia kehendaki). Laki-laki umur berapa saja masih bisa melakukan apa saja. Tapi perempuan? Oh, dia sudah hamil - pasti sulit mendapatkan pekerjaan. Oh, dia sudah menikah - pasti sulit untuk dipromosikan atau naik jabatan. Oh, dia suda tua - lebih baik fokus mengurus suami dan anak saja, daripada mengejar cita-cita. Batasan-batasan tak tertulis yang ditetapkan masyarakat yang sangat merugikan perempuan, tumpang tindih dengan laki-laki yang lebih diuntungkan.

Maka, di atas semua itu, salahkah apabila sang istri memohon bantuan (sedikit saja) dari suami dalam urusan rumah tangga? Bukankah rumah tangga melibatkan 2 kepala, dibandingkan 1? Masih berlaku-kah sistem patriarki di jaman modern seperti sekarang ini? Lalu, salahkah ia apabila memohon pengertian dari sang suami untuk juga mengejar mimpinya, sebelum ditelan usia? Siapa yang berhak memutuskan apakah ia tidak layak mendapatkan pekerjaan lagi atau tidak bisa melanjutkan studinya? Tapi, ia harus dijatuhkan dengan suaminya yang bertanya kembali kepadanya: siapa yang akan mengurus rumah? Lalu, salahkah ia apabila ia memohon perhatian dari suaminya? Seringan dan sekecil pujian seperti, "Wah, kamu hebat!". Semudah memberikan perhatian kecil seperti memijitnya sebentar, merayakan hari-hari yang penting, menghadiahkannya sesuatu yang diinginkannya yang tentunya tidak berlebihan? Tetapi, sang suami akan membalikkan keinginannya tersebut dengan membandingkan bahwa tanggung jawab yang dijalaninya sebagai "kepala keluarga" lebih berat, maka ia merasa ialah yang harus diperhatikan, bukan sang istri - apalagi sang istri terlihat berbeda dengan yang dulu, tidak lagi memperhatikan penampilannya, sangat tidak menarik dan tidak sedap dipandang mata setelah letih bekerja seharian. Tidakkah ia ingat bahwa pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya bahkan tidak memungkinkan sang istri untuk tidur sekejap saja?

Lalu, salahkah jika sang istri meminta cerai? Agar ia bisa kembali bebas, menjadi perempuan seutuhnya seperti yang diinginkannya, setelah berhasil memenuhi tanggung jawabnya sebagai ibu dan istri? Agar ia bisa kembali bebas, dari belenggu pernikahan

Itulah yang terjadi pada Tata, terhadap Ibra. Masalahnya, Ibra selingkuh.

Bukan dengan perempuan, tapi dengan game online. Sepertinya perselingkuhan seperti itu lebih menyakitkan.

Saya merasa bahwa konflik yang dialami Tata, pergumulan batinnya, adalah satu dari banyak contoh lainnya yang dirasakan banyak perempuan di luar sana yang "terjebak" menjadi istri dari seseorang. Ketika istri dituntut harus lebih mengerti, harus lebih berkorban, harus lebih mengayomi - padahal ia juga seorang manusia yang memiliki hati dan jiwa.

Kekosongan dan kehampaan yang dirasakan Tata terhadap hal-hal yang tanpa sadar Ibra lakukan padanya membuatnya membulatkan tekad untuk bercerai, ketika tawaran akan kebebasan melakukan apa yang dikehendakinya begitu menggiurkan. Dan apakah hal tersebut salah Tata? Apakah sebagai istri, Tata egois?

Nah, selain menjawab pertanyaan tersebut, buku ini juga akan menjadi "gambaran" dari hal-hal apa saja yang luput dari pikiran dan pandangan seorang suami terhadap istrinya, sehingga tanpa sadar seiring waktu berjalan luka yang ditorehkan begitu dalam dan berubah menjadi kebencian, membuat jalinan pernikahan dingin dan kaku, menjadikannya sebagai bentuk "tanggung jawab hidup bersama" dan melupakan bentuk awalnya sebagai "jalinan kasih sepasang anak manusia".

Dalam buku ini, bagi saya Ibra sungguh terlambat menyadari semua itu. Bagi saya, yang sudah keburu kesal dengan karakter Ibra, apa yang dilakukan Ibra untuk mendapatkan kembali Tata tidak bisa mengambil hati saya. Mungkin kalau saya jadi Tata, saya akan tutup pintu rapat-rapat, hehe. Tapi itulah, masih ada cinta di hati Tata untuk Ibra dan sepertinya cinta itu bisa tumbuh menjadi lebih besar apabila dipercikkan lagi.

Novel ini cukup baik untuk dikatakan sebagai refleksi hubungan suami-istri dalam pernikahan, serta sebuah pengingat yang mengingatkan kembali akan delegasi "tanggung jawab" dalam pernikahan yang selama ini terlalu kaku, menjemukan, dan tidak relevan lagi. Kalau jaman dahulu, tentunya relevan, di mana pada jaman batu mungkin yang laki berburu dan yang perempuan mengolah bahan makanan dan menjaga anak. Tapi di jaman sekarang? Apakah konsep tersebut masih relevan? Entah apa pendapat kalian, tapi bagi saya sangat sudah tidak relevan.

Satu hal yang saya agak kurang sreg dari novel ini adalah, Ibra dan Tata kan sudah berumur 53 tahun, jadi saya asumsikan mereka menikah di awal tahun 90an. Tapi saya tidak bisa merasakan dialog yang menggambarkan hal tersebut. Cara mereka berdialog di tahun 90an seperti kita berdialog di jaman sekarang. Seandainya penulis lebih menggambarkan perjalanan hubungan pernikahan Ibra dan Tata - tidak harus dari tahun ke tahun secara runut, namun cukup banyak untuk lebih membuat kita mengerti alasan di balik pilihan Tata untuk bercerai. Tentunya, masih banyak konflik pernikahan yang bisa digali dan menjadi motivasi lebih kuat bagi Tata untuk minta cerai.

Overall, saya akan merekomendasikan buku ini sebagai penyegar dalam dunia perbukuan, khususnya bagi mereka yang ingin menikah, yang sedang jenuh dalam pernikahan, yang sedang terjebak dalam pilihan mereka untuk menikah, atau yang sedang ingin memikirkan kembali alasan di balik kegagalan pernikahan mereka. Buku yang bertanya pada setiap orang yang sudah menikah: "apakah Anda bahagia menikah dengan pasangan Anda?"

Judul "Kembali Bebas" sangatlah cocok untuk buku ini, dan tentunya mewakili banyak sekali perempuan di luar sana yang terpenjara dan kebebasannya terkungkung di balik jeruji besi tak kasatmata bernama "pernikahan" dengan patriarki sebagai hukum yang berlaku.

Beberapa kutipan yang saya suka:

->..."Komunikasi adalah kunci"....namun, kenyataannya kunci itu tidak mudah ditemukan atau bahkan digunakan dalam dinamika hubungan sehari-hari. Sering kali berusaha saling bicara malah menimbulkan kesalah-pahaman yang lebih dalam. (pengantar)

-> Mendengar adalah sadar bahwa kadang, yang berbeda tidak perlu terlalu disamakan. Hanya perlu dipahami dan kompromi. (pengantar)

-> Pria yang dicintainya itu ternyata sanggup membungkam hati dna meruntuhkan impiannya akan rumah tangga yang bahagia. (hlm. 197)

-> "Kembali ke kodrat selalu membuat perempuan merasa terpasung, merasa tak berdaya di bawah sistem dan aturan sosial yang berlaku.....(semoga) para perempuan bisa melihat kembali kodrat mereka sebagai manusia yang berdaya dan saling melengkapi dengan laki-laki." (hlm. 252)
Profile Image for Alana.
45 reviews
June 20, 2025
Buku ini menceritakan tentang pernikahan tata dan ibra yang berada di ujung tanduk. Tata meminta cerai pada ibra setelah 29 tahun lamanya mereka bersama.

Di buku ini sangat digambarkan dengan jelas dan pengalaman yang nyata tentang bagaimana perempuan kehilangan diri mereka setelah menikah.

Kehilangan jati diri , Tata adalah perempuan hebat yang ingin membuktikan bahwa dirinya bisa berdiri sendiri, tanpa diikuti oleh nama bunda reni dan remi, atau istri ibra, Tata ingin dikenal sebagai dirinya sendiri.

The lines saat tata mengeskpresikan semua isi hatinya kepada ibra sungguh menyakitkan dan nyata. Perasaan yang mungkin banyak dirasakan oleh perempuan perempuan lain setelah menikah.

"i fought my best too, i lost my job, i lost my time... i lost my freedom. i feel less like a human and marrying you felt worse day by day."

Mengapa hanya perempuan yang harus bertanggung jawab dengan urusan rumah?
Mengapa hanya perempuan yang harus dihadapkan oleh pilihan tentang mimpi/pekerjaan atau rumah tangga dan anak?
Mengapa hanya perempuan?

Ibra digambarkan dengan sangat menyebalkan tapi terasa nyata, dengan suguhan patriarki yg ada pada perilakunya.

Karakter Ibra memiliki character development yang baik sepanjang cerita.

This line also hit different

"aku merasa hancur saat kamu minta cerai. aku ingin kita tetap bertahan karena aku cinta kamu, ta."

nangis sejadinya pas baca buku ini
setiap bab dibikin nangis dengan perasaan Tata yang terlalu nyata, karena perasaan tersebut sangat familiar di dunia nyata.

buku ini bagus banget, message yang didapat jg sangat bagus
Profile Image for Riri Reads Books.
102 reviews1 follower
March 7, 2025
5⭐️

AHHH BUKUNYA BAGUSS BGTT. aku gabisa berhenti baca dan dikit dikit bikin thread read twt, karena bukunya sangat insightful. Dengan narasi yang ngalir dan jelas, kita diajak untuk merefleksi pandangan soal pernikahan dari Tata dan Ibra.

Bagaimana arti bebas, yang sesungguhnya dalam pernikahan, apa yang sebenernua dibutuhkan dalam hubungan suami istri: komunikasi, saling memahami dan kompromi. Bukan karena cekcok, tapi keinginan untuk bebas aja bisa timbul dari betapa Tata, bisa merasa terkungkung dalam pernikahannya sendiri karena ia merasa gak didengarkan, ruang geraknya seakan sempit dan worst of all, dia merasa cintanya ga cukup besar buat Ibra, buat ngerti dia lagi (ITU AJA MASI BENTUK NGALAH)

Beberapa analogi yang dituang dalam simbol lukisan dan warna juga menjadi simbolis yang apik di buku ini. Aku sukaa bgt, very, very page turner!
Profile Image for Jess.
609 reviews141 followers
February 8, 2024
aku greget, kesal dan terharu saat membaca buku ini. curahan hati seorang istri dan ibu rumah tangga tentang kehidupan rumah tangga-nya yang semakin lama membuatnya terus terkurung dan tidak bahagia.

dari buku ini aku belajar bahwa pada hakikatnya, membangun rumah tangga bukan hanya diupayakan oleh satu orang. dan mempertahankannya bukan hanya sekedar harus cukup dan saling mengerti dalam aspek jasmani tapi juga harus selalu membantu satu sama dalam hal mental. karna dalam rumah tangga setiap individu masih belajar. makanya, saling menguatkan dan saling memperlengkapi penting. beban rumah tangga nggak harus hanya jadi beban-nya satu individu saja.
Profile Image for Autmn Reader.
879 reviews91 followers
March 8, 2023
Idenya menarik banget, menyegarkan, dan gaya berceritanya asyik. Emosinya juga dapet pake banget. Pokoknga suka. 😂

Kurngnya pling gaya ngobrol mreka kek masih muda bnget dan bru merit aja sih.

Aku juya sukanya cerita ini tuh ngeliatin klau yaaaa, hubungan tuh dua arah, gk bisa disalahkan salah satu atau dibenarkan salah satu.
Profile Image for Bila.
315 reviews21 followers
March 29, 2023
Tempaan hidup saat ini membuatnya merasakan perubahan bentuk tanpa ampun. Jiwanya memadat, penyok di sana-sini. (hal. 104)


Satu lagi buku tentang pernikahan dengan premis yang bikin penasaran (banget) dan pesan yang maknyos!

---
TENTANG APA?

Bayangkan nih, ada pasutri yang usianya sudah 50+, tiba-tiba sang istri minta cerai, ingin merasa bebas dari suaminya! Loh ada apa nih?

Di buku ini, kita bakal melihat apa efek dari permintaan cerai dari sang istri, sambil menelusuri apa yang selama ini terjadi dengan mereka berdua ini melalui kilas balik beberapa momen penting pernikahan mereka.

----
BERTEMU KARAKTERNYA!

Tokoh utama buku ini tentu saja pasutri lansia kita, Tata dan Ibra. Tata ini tipikal wanita yang dewasa, antusias, namun ga bisa mengungkapkan keresahannya dan terkesan kesepian, menganggap dia hanya "sendirian". Ini gara-gara suaminya, Ibra, yang punya ego yang, aduh, besar bener dah. Mana dia ga nyadar pula. Sadar woi pak.

Tokoh lain yang menurutku menarik tentu saja trio kakek-kakek gamer yang selalu menemani Ibra layaknya sahabat. Ya betul, kakek-kakek gamer! Sungguh unik, sekaligus agak ga kebayang lelaki lansia main gim macem ML? 🤣

BTW, tokoh-tokoh lansia di buku ini bukan sembarang lansia sepuh kolot kurang update ya. Mereka lansia perkotaan yang gaul, up to date. Keliatan dari percakapan yang jiwanya muda gitu deh. Ini bisa jadi satu poin yang menyulitkan pembaca yang ga kebayang bagaimana lansia gaul, nanti malah mengira mereka masih muda lagi wkwk.

----
APA YANG AKU SUKA
1. Pace yang digunakan, yang tidak cepat tetapi tidak terlalu lambat juga. Bagus.
2. Bagaimana penulis menuturkan konflik yang tidak membosankan walaupun ada yang "diulang" - yang mana menurutku kek supaya semakin jelas, supaya menegaskan kalau Tata itu orangnya teguh pendirian.
3. BAB 24. Bab yang menurutku paling emosional. Silakan baca sendiri.

----
APA YANG AKU KURANG SUKA
...penyelesaian akhir dan ending. Aku ga bisa beberkan secara jelas soalnya spoiler, tapi singkatnya, rasanya kurang sreg dengan apa yang telah kubaca. Terlalu buru-buru? Ya bisa sih.

----
PELAJARAN YANG KUAMBIL
Buku ini ngasih banyak pelajaran soal pernikahan. Bagaimana suami-istri harus bisa saling mendukung, saling memiliki satu sama lain, dan yang paling utama, KOMUNIKASI dan TURUNIN EGO. Itu.

----
BUKU INI COCOK UNTUK...
1. Yang suka buku bertema pernikahan tapi bukan romansa religi, bukan pula yang drama banget yang banyak teriak-teriak.
2. Yang mau baca buku macem Penaka tapi dalam versi lebih dewasa dan tidak mengandung fantasi (kejadian nyata: temanku ga biasa baca fantasi, mungkin buku ini jadi alternatifnya)

"Kalau kita sayang, kita nggak akan mempertanyakan balik perasaan yang disayang. Kita akan kasih dan terus percaya mereka merasakan perasaan kita." (hal.243)
Profile Image for Tira Lubis.
298 reviews4 followers
May 6, 2023
4⭐

Apa yg diharapkan dari pernikahan yg sudah berjalan lebih dari seperempat abad? Tentunya hidup tenang dan menikmati hari tua bersama pasangan. Hal tsb tidak berlaku pada rumah tangga Ibra dan Tata. Tata meminta cerai pada Ibra bukan karena dia tidak cinta pada Ibra tapi agar Tata tidak membenci Ibra selama sisa hidupnya. Kesalahan apa yg dilakukan Ibra sampai Tata berfikir seperti itu? Kalian bisa baca sendiri ya.

Membaca kisah Tata san Ibra membuat kita sadar bahwa hal kecil kalau dilakukan terus menerus akan menumpuk menjadi besar. Hal sepele yg menurut Ibra bukan masalah tapi sebenarnya itu mengganggu Tata.

Kadang-kadang kalau kita melihat atau mendengar ada pasangan yg sudah berumur, sudah lama menikah tapi memutuskan bercerai pasti banyak yg menyayangkan, dan pasti muncul pertanyaan 'apalagi sih yg dicari?'. Padahal kita sebagai orang luar tidak tahu apa yg sebenarnya terjadi. Sama seperti Ibra dan Tata, dari luar mereka terlihat seperti pasangan bahagia pada umumnya, tapi ternyata Tata menyimpan luka selama bertahun-tahun dalam pernikahannya.

Diceritakan dengan alur maju mundur, kita dibawa ke flashback dari awal Ibra dan Tata menikah sampai 29 tahun pernikahan mereka. Dari situ kita bakal tahu apa yg mendasari Tata meminta untuk berpisah. Keluhan dan kekecewaan yg Tata tumpuk selama bertahun-tahun diungkapkan sedikit demi sedikit dan membuat aku emosi pada Ibra.

Dari buku ini kita belajar bahwa komunikasi itu penting, mendengarkan pasangan juga penting. Jangan yg satu merasa lebih berkorban dari yg lain, lalu lantas mengabaikan pasangannya demi mendapat kesenangan sendiri.

Overall aku suka buku ini, apalagi covernya juga cantik banget. Bisa banget dibaca buat yg sudah menikah ataupun yg belum menikah. Tapi jujur aku berharap endingnya bakal berbeda 🤭.
Profile Image for Yuan Astika Millafanti.
314 reviews7 followers
May 2, 2023
Kembali Bebas • Sasa Ahadiah • 2022 • GPU • 256 hlm. • Gramedia Digital

Selepas menikahkan putra bungsunya, Ibra dikejutkan oleh permintaan sang istri, Tata, untuk menceraikannya. Bagaimana bisa Tata meminta berpisah setelah 28 tahun hidup bersama? Kenapa permintaan itu muncul sekarang? Sebetulnya apa yang melandasi niat Tata untuk bercerai, kebiasaan bermain gim Ibra yang tidak kenal waktukah? Tata hanya ingin bahagia dan menurutnya kebahagiaan itu tidak akan hadir selama ia masih menjadi istri Ibra.

Duh, buku ini berhasil membuatku menghabiskan berlembar-lembar tisu untuk lap air mata dan ingus! Penulis berhasil memainkan emosi para tokoh sekaligus meresonansikannya ke pembaca. Untungnya sesi halbil sudah terlewat sewaktu aku membaca buku ini. Kalau tidak, aku bakal malu, lah, menampakkan muka bengep dan mata bengkak gara-gara sesi membacaku yang diiringi senggukan 🤣 Meskipun awal cerita banyak mengisahkan kebiasaan Ibra main gim yang tak kenal waktu, permasalahan yang dialami Tata-Ibra jauh lebih pelik dari itu.

Bisa kubilang buku ini mampu menangkap kegelisahan yang dialami seorang ibu rumah tangga, terlebih yang pernah bekerja sebelumnya. Aku seolah melihat diriku dalam diri Tata di beberapa sisi. IRT cenderung kehilangan jati dirinya. Alih-alih dipanggil dengan namanya, IRT biasa disapa dengan embel-embel nama suami atau anak. IRT juga kehilangan teman di luar lingkup rumah tangga. Bukan hanya itu, banyak di antara kita yang merasa terpenjara karena tidak dapat mengeluarkan bakat dan kemampuan. Seolah kehidupan wanita dalam sebuah rumah tangga hanya seputar sumur, dapur, dan kasur; tidak ada soal pengaktualisasian diri. Tidak ada apresiasi jika berhasil mengurus rumah dan keluarga dengan apik, berbeda dengan bekerja di luar yang berpeluang mendapat apresiasi berupa bonus atau hadiah lain. IRT dituntut untuk mendahulukan urusan anak dan suami dibandingkan dirinya. Bahkan, parahnya, seolah masyarakat akan mencap seorang wanita berdosa atau tidak bertanggung jawab lantaran memilih mengekspresikan dirinya di luar rumah. Di sisi lain, Tata mengingatkan kita untuk tetap berdaya.

Lalu, kenapa seolah permasalahan Tata-Ibra tiba-tiba meledak? Komunikasi. Lewat buku ini, kita akan tahu apa (kurang lebih) isi hati istri dan suami lewat Tata-Ibra. Tata yang berkeluh soal waktunya yang habis mengurusi rumah dan keluarga sering kali tidak diacuhkan. Sementara itu, Ibra yang lelah bekerja demi kehidupan yang lebih mapan merasa sudah tidak sanggup mendengar ocehan Tata atau membantunya. Namun, sayangnya, aku masih merasa kurang porsi "suara" laki-laki. Kuduga, dikarenakan penulis buku ini adalah seorang wanita, yang tentunya lebih memahami isi hati sesamanya.

Akhir kata, buku ini kurekomendasikan untuk tiap orang dewasa--entah laki-laki atau perempuan; sudah menikah atau belum; sedang merencanakan pernikahan, baru saja menikah, atau sudah bertahun-tahun mengarungi bahtera rumah tangga. Sungguh, buku ini memberikan banyak pelajaran soal kehidupan berumah tangga. Btw, aku jadi ingin main "Aku merasa ... saat .... Aku ingin ... karena ...."

--

"Ya, memang selama seratus tahun nggak berkomunikasi? Sharing tentang kemauan atau keinginan masing-masing? Kalau gitu, seratus tahun menikah ngapain saja?" - Doni, hlm. 36

"The only bad thing about being right is to think the other person is always wrong, Bra. Selama lo bisa toning down ego lo ya nggak masalah buat arguing. ...." - Wayan, hlm. 39

"Yang laki-laki nggak ngerti, perempuan itu lebih dari mampu buat mandiri. Tapi, kita sayang sama keluarga sendiri. Hidup semua kita kasih ke keluarga. Jadi jangan dipikir kita serba ketergantungan sama suami ya. Perempuan itu capable buat cari kebahagiaannya sendiri, nggak peduli di usia berapa pun." - Aya, hlm. 41

"Dua puluh delapan tahun, Bra. Kalau tahu ucapan cerai bisa bikin kamu melakukan ini semua, aku mungkin akan coba ucapkan kata itu sejak dulu," - Tata, hlm. 100

"Kalau ditanya kesal sih, aku nggak kesal. Aku lebih ke sedih. Iri. I didn't have that, you know? Space, stress reliever... apalagi waktu anak-anak masih balita, hidupku ditempeli sama dua makhluk kecil yang selalu bersuara setiap saat dan nggak bisa ngapa-ngapain selain ngurus mereka. Mereka benar-benar menggemaskan dan aku sangat menyayangi mereka, tapi 24 jam selama lebih dari lima tahun? Kebayang nggak rasanya?" - Tata, hlm. 145

Kehamilan bukanlah kondisi yang membuatmu tak bisa terbang, tapi kondisi yang membuat sayapmu tumbuh. - Tata, hlm. 163

"Aku nggak mau menyesali pernikahan kita. We were great, we fought hard. Tapi, sekarang saatnya berhenti supaya nggak saling menyakiti lebih jauh." - Tata, hlm. 220

"Kembali ke kodrat selalu membuat perempuan merasa terpasung, merasa tak berdaya di bawah sistem dan aturan sosial yang berlaku. Dalam pameran ini, saya berharap para perempuan bisa melihat kembali kodrat mereka sebagai manusia yang berdaya dan saling melengkapi dengan laki-laki." - Tata, hlm. 252
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for insightcure.
56 reviews4 followers
April 30, 2023
Benar kata orang, pernikahan itu adalah sebuah lembaga dimana dua orang akan melalui hal-hal yang tidak akan didapatkan jika tidak menikah. Kisah Ibra dan Tata ini contohnya. Selama 28 tahun, pernikahan mereka seperti baik-baik saja, lantas kenapa bisa tiba-tiba "meledak" di saat mereka sudah sama-sama di usia senja? Kenapa Tata tiba-tiba mengajak Ibra untuk berpisah setelah mendampingi pernikahan anak bungsu mereka?

Ternyata, masalahnya adalah perbedaan antara ekspektasi di awal menikah dengan kenyataannya. Di awal, semua nampak serba bisa dikompromikan. Jelas, karena kan perasaan serba positif, hati berbunga-bunga. Menjalani pernikahan, ternyata buat selalu kompromi itu tidak mudah, lagi-lagi melibatkan pengorbanan. Dalam hal ini, Tata yang paling merasakan dampak besar dari pernikahan, dia merasa kehilangan jati dirinya : hobi, karier, waktu luang, stress reliever, dan teman.

Hal yang kusukai dari novel ini :
1. Perkembangan karakter. Tata yang meyakinkan dirinya bahwa udah saatnya untuk meraih kebebasannya. Ibra yang mulai merasakan keberadaan Tata setelah ajak bercerai diajukan.
2. Masalah yang diangkat bikin relate. Ditulis dengan bahasa yang ngalir, tapi kita bakal kebayang kalo yang dihadapi Tata dan Ibra itu mungkin juga akan terjadi di kita. Malah sambil baca jadi instropeksi diri juga.
3. Cara Tata dan Ibra menghadapi prahara rumah tangga menunjukkan kedewasaan mereka.
4. Flashbacknya mendukung banget. Pake konsepan "bulan sekian pernikahan, tahun sekian pernikahan." Beneran deh aku terbawa suasana bacanya, bikin berkaca-kaca.

Catatan ketidakpuasan :
1. Penggunaan bahasa yang "anak muda" banget. Iya sih mereka berjiwa muda, tapi untuk tokoh berusia 52 tahun, rada susah bayanginnya. Apalagi sama aja kayak pas mereka awal-awal menikah.
2. Fokusnya cuma di Ibra dan Tata. Padahal mereka punya anak. Kenapa anaknya tidak punya rasa sensitif sama apa yang mungkin terjadi di orangtua mereka? Karena kan tinggal bersama dari kecil, pasti semakin dewasa semakin sadar juga sih sebagai anak harusnya, peka kalo Ibu/mama lagi tertekan, peka dengan kebiasaan buruk ayah/papa. Keluarga mereka digambarkan dekat, harmonis, tapi insensitif anak mereka bikin aku menilai justru mereka semua gak sedeket seperti yang dituliskan.
3. Aku tidak bisa simpulkan apakah Ibra bisa berubah atau tidak intinya wkwkwkw. Manusia sulit berubah. Hehe.

Aku kasih bintang 4 karena ngasih kesan tersendiri soal komunikasi dan hobi. Ternyata, terlalu berkutat di hobi juga bisa bikin pasangan tersiksa. Aku instropeksi diri sebagai seseorang yang suka baca dan tak jarang mengabaikan orang-orang. Semoga kisah Ibra dan Tata bisa jadi pelajaran dan tidak membuatku turut terlambat untuk menyadari semuanya.
Profile Image for Riska (lovunakim).
230 reviews36 followers
July 24, 2023
Aku tertarik sama buku ini pas baca blurb nya, menceritakan tentang dunia pernikahan. Meskipun buku ini dunia tentang pernikahan namun menurutku buku ini bisa jadi pelajaran buat orang-orang yg ingin melanjutkan hubungan ke jenjang yg lebih serius.

Menceritakan sepasang suami istri, Ibra dan Tata, mereka baru saja menikahkan anaknya. Setelah acara pernikahan selesai, sang istri Tata malah meminta cerai kepada sang suami Ibra. Ibra tidak mengerti kenapa istrinya tiba-tiba meminta cerai setelah 28 tahun bersama.

Dalam buku ini plot nya campuran, bolak balik dari masa awal pernikahan mereka ke masa-masa sekarang. Jadi kita diajak mengenal apa saja yg sebenernya terjadi, kesalahan dan kebodohan sang suami yg tidak memperhatikan dan mendengarkan keinginan kecil dari sang istri. Kita diajak menahan emosi saat sang istri harus diabaikan oleh kesibukan suami dan ke egoisannya.

Namun disitulah Ibra mulai mencari cara untuk mendapatkan hati istrinya lagi, ia diberi waktu satu tahun untuk menceraikan istrinya, dan hanya itulah satu-satunya kesemptan Ibra untuk memperbaiki dan menjemput kembali hati istrinya.

Banyak pelajaran yg bisa kita dapetin dari buku ini mengenai hubungan pernikahan dan hal-hal kecil yg perlu diperhatiakan untuk menghindari masalah yg dapat menghancurkan rumah tangga. Waktu aku baca ini awalnya keinget sama drama korea Dr. Cha. Si Tata ini mirip dokter cha, ia udah menyelesaikan tugas sebagai ibu dan istri selama 28 tahun, menikahkan anaknya, dan bertahan bersama suaminya yg egois. Ia hanya ingin bebas dan ingin mulai memikirkan kebahagiaannya sendiri juga meskipun di usianya yg sudah menginjak 50 tahun.

For me is 4.5 of 5 stars to Kembali Bebas by Sasa Ahadiah
Profile Image for tariii ✰.
10 reviews
August 26, 2023
Siapa sih yang naro bawang di sini? 🥹

Sebagai orang yang emang cengeng alias baca kalimat sedih aja langsung nangis, aku dibuat bersimpati sama kedua karakternya. Padahal awalnya, aku ngira ngga akan meneteskan air mata, habisnya kan kurang relatable dengan kehidupanku sekarang. Tapi justru selama baca buku ini aku jadi kepikiran gimana nantinya ketika aku berkeluarga. Bahkan nggak jauh-jauh ke sana, aku kepikiran bagaimana dengan isi hati ayah dan ibuku sendiri di pernikahannya, ya? Pernah nggak ya ada rasa nyesel? Aku jadi lebih pengen untuk memahami kedua orangtuaku lebih dalam lagi.

Menurutku buku ini jadi salah satu bacaan yang tepat untuk dibaca bagi orang yang sudah maupun belum nikah. Kita akan lebih tahu bahwa dunia pernikahan nggak seindah itu, ada kala suramnya tapi ada juga pelanginya. Selain itu, hubungan Ibra dan Tata yang runyam juga membuatku jadi introspeksi diri. Pernah nggak ya aku seegois Ibra? Apa ada suatu permasalahan yang aku biarin sampe akhirnya aku jadi nggak peduli kayak Tata?

Ada beberapa hal yang aku kurang sukai. Misalnya, ada beberapa bagian yang repetitif. Aku sampe ketawa kalo ada kalimat “Penggunaan warna muddy..” dan “Seperti ada air yang mengguyur hati..” saking berulang-ulangnya hahaha. Selain itu, sebenarnya aku juga merasa perilaku Ibra dan Tata ini cocoknya untuk pasangan 30an bukan 50 tahun.. Begitu pula dengan hubungan Ibra ke teman-temannya. Makanya selama membaca ini di imajinasiku itu Tata dan Ibra masih berumur 30 tahun 😂

Terakhir, aku merasa sangat puas dengan ending-nya. Entah kenapa menurutku itu keputusan yang tepat untuk Ibra dan Tata (dan aku juga sih, hehe).
Profile Image for aurellia♡.
101 reviews2 followers
March 8, 2023
baca buku ini cuman 2 jam omg seseru itu
buku ini rasanya kaya roller coaster tp diawal buku ini udah dibawa jatuhhhhhhhhhh banget. perjuangan dan character development yang ibra lakuin buat dapetin hati tata itu kaya wow banget. dan sebagai child of divorce, buku ini rasanya kaya sakit banget. beberapa bagian hampir bikin nangis, tapi ga nangis mungkin gara-gara bacanya di tempat umum deh ya. walaupun obrolan ibra & tata berasa mereka masih pasutri tahun 30an. emang rasanya agak aneh sih ya bahasa mereka kaya anak muda banget, tapi aku anggep mereka itu anak kelahiran 90an. overall aku suka buku ringan tapi sangat emosional ini!!
Profile Image for Nike Andaru.
1,629 reviews111 followers
April 28, 2023
34 - 2023

Menarik sekali membaca buku ini, menyelami perasaan Tata yang sudah menikah selama 28 tahun bersama Ibra. Keinginan Tata berpisah bukan semata karena ingin bebas, tapi lebih dalam dari itu.

Sebagai perempuan, istri dan seorang ibu juga saya merasa paham betul yang dirasakan Tata. Peran sebagai istri dan ibu yang baik kadang membuat perempuan harus menutup banyak mimpi, kadang merasa nyaris kosong di dalamnya, dan kadang juga merasa itu sebuah konsekuensi dalam pernikahan. Dalam berbagai sisi kehidupan pernikahan Tata dan Ibra sangat sederhana diceritakan, mengalir tanpa konflik yang berlebihan, tapi alurnya membuat cerita semakin menarik.

Walau endingnya tidak seperti yang saya pikir, tetap saja ini ending yang menyenangkan.
Profile Image for Adara Kirana.
Author 2 books207 followers
September 24, 2023
4.0
--
Saya sangat menikmati waktu saya membaca buku ini. Saya banyak mengamini pemikiran serta perilaku Tata dan (sedikit) menyumpahi kelakuan Ibra. Semua yang ada di sini agak hits too close to home dari berbagai sisi buat saya. Namun, yang membuat saya akhirnya menurunkan 1 bintang untuk buku ini adalah... ending-nya. Saya agak kurang sreg dengan ending demikian--tapi ya tentu saja semuanya kembali lagi ke kehendak penulis, sebagai pembaca saya hanya bisa menikmati.

Oh ya, keseluruhan buku ini (terutama narasi Tata) sangat amat cocok dengan lagu tolerate it-nya taylor swift!!! (lagu kebangsaan saya pas galau galau dulu juga sih, hahahaha ><)
Profile Image for Wienny Siska.
51 reviews3 followers
February 16, 2023
Membaca ini tak butuh waktu lama karena begitu mengalir dan ide cerita yang tak biasa membuat novel ini semakin menarik. Saat membacanya hanya berpikir bahwa novel ini harus dibaca oleh pasangan baik menikah atau tidak karena buatku banyak hal yang bisa didapat dari pola relasi Ibra dan Tata.

Relasi yang banyak orang bilang harus didasari komunikasi yang baik tapi pola komunikasi apa yang digunakan itu pun harus jelas. Dan yang paling mengena buatku bahwa MENDENGARKAN jadi kunci atas semuanya.
Profile Image for Tirani Membaca.
126 reviews1 follower
August 6, 2023
Gilaaa, ini buku bagus banget! Dinamika hubungan Ibra dan Tata bener-bener bisa dibayangkan kompleksitasnya. Kalo dipikir-pikir, ini jalan cerita hubungan Ibra dan Tata mirip film Noktah Merah Perkawinan, cuma ga ada masalah orang ketiganya. Dan meski begitu, Kak Sasa bisa tetap menyajikan cerita yang super menarik dan heart wrenching 🥲

Super recommended buat semua orang. Utamanya lagi kalo sedang mengulik tentang isu komunikasi dalam sebuah hubungan, atau yang mau improve hubungannya, atau yang mau menikah. Boleh banget dibaca bareng pasangannya 😆
Profile Image for haani.
128 reviews4 followers
May 4, 2023
seruuuu dan ngebuat melek banget tentang hubungan rumah tangga, apalagi sebagai perempuan yang masih banyak orang di sekelilingnya yang mempunyai ide patriarki– bahwa istri harus melayani suaminya 24 jam, bahwa perempuan harus merelakan pekerjaannya setelah menjadi ibu, bahwa pekerjaan rumah tangga tidak seberat pekerjaan kantoran. agak kecewa dengan endingnya yang "bahagia" karena karakter ibra sangat self-centered dan aku ga menemukan sisi bagusnya dari karakter itu, atau mungkin aku terlalu mendukung sosok tata yang mau berdaya kembali dengan menggugat perceraian.
Profile Image for Rachel Yuska.
Author 9 books245 followers
August 10, 2023
Bagaimana rasanya menikah dengan seorang 𝘮𝘢𝘯 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥 selama 28 tahun?

Itulah yang dirasakan oleh Tata. Setelah sekian lama berumah tangga dengan Ibra, Tata meminta untuk bercerai karena merasa itulah hal terbaik yang bisa dilakukan demi kebahagiaan bersama padahal keduanya sudah menginjak usia paruh baya.

Novel genre domestic romance ini sukses bikin aku menitikkan air mata beberapa kali karena merasa relate dengan hal yang dialami oleh Tata.

Aku suka dengan gaya penulisan di novel ini yang lugas dan apa adanya. Menggunakan alur maju mundur, kita diajak untuk melihat perkembangan permasalahan dalam pernikahan Tata dan Ibra.

Yang aku kurang sukai adalah beberapa bagian repetitif dan ada percakapan antara Ibra dan teman-temannya yang rada cringe.

Overall, aku mendapat pengalaman menyenangkan selama membaca buku ini.
Profile Image for Cindy Jessica.
Author 2 books5 followers
March 14, 2023
4,8⭐

Aku suka ceritanya. Super duper keren. Menurutku ide ceritanya segar, dan aku suka sama gaya berceritanya.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari buku ini, terutama tentang komunikasi yang sehat.

Aku selalu emosi setiap baca perlakuan Ibra ke Tata sebelum Tata minta cerai. Pokoknya kesal sekesal-kesalnya! Dan, aku puas banget dengan perlakuan Tata ke Ibra setelah mereka pisah rumah.

Aku sangat menikmati membaca buku ini, satu-satunya hal yang bikin aku nggak kasih bintang penuh karena menurutku dialog Ibra, Tata, dan teman-teman mereka kurang dewasa untuk ukuran usia mereka. Aku jadi ngerasa mereka tuh bukan pasangan yang udah sepuh, tapi kayak pasangan muda. Apalagi dialog Ibra sama teman-temannya, gaul banget.
Profile Image for Puterica.
138 reviews20 followers
January 27, 2023
Premisnya menarik. Pasangan yang sudah hampir 30 tahun menikah tiba-tiba berada di ujung jurang perceraian. Aku penasaran banget sama buku ini, untung bisa baca sekarang hehehe...

Hal pertama yang aku mau highlight dari buku ini adalah topiknya: komunikasi dalam hubungan. Saat ini, aku ngerasa topik itu relate sama aku, dan membaca buku ini membantu aku merefleksikan perjalanan Ibra dan Tata ke dalam permasalahan yang sedang aku hadapi.

Aku juga suka sama penulisannya yang rapi. Narasinya mudah diikuti juga. Konfliknya juga nggak flat, sedikit ada naik turun yang bikin greget.

Cuma jujur aja, scene pembuka di buku ini menurutku nggak realistis sama sekali. Ini bikin ekspektasi aku langsung drop waktu baca :( Terus aku merasa gaya ngomong semua karakter di buku ini tuh SAMA jadi agak bland ya karakter2 selain Ibra dan Tata..

Ibra dan Tata juga menurutku nggak cocok punya gaya pembicaraan kayak anak muda gitu, jadinya nggak realistis soalnya bener2 kayak pasangan umur 20 tahunan. Karena ada beberapa scene yang ada flashbacknya juga ngeliatin kalau nggak ada perubahan berarti dari Ibra yg usianya 20 tahun dengan Ibra yang 50 tahun gitu.

Tapi overall udah bagus sih, aku suka ceritanya!
Displaying 1 - 30 of 119 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.