Jump to ratings and reviews
Rate this book

Klop

Rate this book
Klop merupakan refleksi keprihatinan Putu Wijaya terhadap kondisi sosial negeri ini. Lewat cerpen-cerpennya yang segar dan menggelitik, kita akan menjumpai beragam karakter dan kisah, yang begitu dekat dalam keseharian kita, tetapi kerap luput dari perhatian. Bahkan, bisa jadi kisah kitalah yang tengah diceritakan oleh Putu Wijaya.

233 pages, Paperback

First published May 1, 2010

14 people are currently reading
154 people want to read

About the author

Putu Wijaya

77 books106 followers
Putu Wijaya, whose real name is I Gusti Ngurah Putu Wijaya, is an Indonesian author who was born in Bali on 11 April 1944. He was the youngest of eight siblings (three of them from a different father). He lived in a large housing complex with around 200 people who were all members of the same extended family, and were accustomed to reading. His father, I Gusti Ngurah Raka, was hoping for Putu to become a doctor, but Puti was weak in the natural sciences. He liked history, language and geography.

Putu Wijaya has already written around 30 novels, 40 dramas, about a hundred short stories, and thousands of essays, free articles and drama criticisms. He has also produced film and soap-opera scripts. He led the Teater Mandiri theatre since 1971, and has received numerous prices for literary works and soap-opera scripts.

He's short stories often appear in the columns of the daily newspapers Kompas and Sinar Harapan. His novels are often published in the magazines Kartini, Femina and Horison. As a script writer, he has two times won the Citra prize at the Indonesian Film Festival, for the movies Perawan Desa (1980) and Kembang Kertas (1985).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
41 (28%)
4 stars
58 (40%)
3 stars
32 (22%)
2 stars
7 (4%)
1 star
5 (3%)
Displaying 1 - 23 of 23 reviews
Profile Image for Adimas Immanuel.
Author 12 books103 followers
July 19, 2010
“Jadi kamu membatalkan kecemburuanmu?”

“Bukan!”

“Lalu?”

“Aku malah tambah iri. Sekarang iri bahkan sudah jadi dengki kepada manusia. Kenapa kami setan mesti selalu dibedakan dengan manusia? Mengapa kalau manusia mau menjadi setan kok gampang amat. Asal mau, kapan dan di mana saja, jreng-jreng-jreng jadi. Kalau tidak bisa, banyak gurunya. Bahkan, otodidak saja sudah bisa. Cukup dengan niat, dengan melakukan secuil kejahatan, manusia sudah otomatis menjadi setan. Paling sedikit disebut ‘setan’. Tetapi sebaliknya, mengapa kami, para setan, untuk bisa jadi manusia kok alot men. Edan!”
Profile Image for Panca Erlangga.
116 reviews1 follower
May 24, 2018
Selama ini, saya hanya membaca cerpen-cerpen Putu Wijaya hanya di koran mingguan saja. Dan ini buku pertamanya yang saya baca. Gila cerpen cerpennya. duh.
Profile Image for Truly.
2,760 reviews13 followers
November 22, 2025
Unik!
Menyesal juga baru ingat ada buku ini.Tertimbun cukup lama dan lolos saat program babat timbunan ketika Covid-19 melanda.

Lebih baik terlambat dibanding tidak membaca. Saya menciba meresapi inti dari kisah yang disajikan. Dengan caranya sendiri, beberapa hal relevan dengan kondisi saat ini.
Profile Image for Gustia Mardalena.
26 reviews
August 30, 2018
Kekhasan seorang Putu Wijaya, selalu suka; memukau. Selalu memberi energi setiap kali membaca karya beliau.

"Terima kasih, selalu menjadi inspirasi buat saya."
Profile Image for Zahwa az-Zahra.
131 reviews21 followers
Read
July 24, 2012
Amat disayangkan ketika kumcer sebagus ini harus teronggok menggunung di antara buku-buku diskon Mizan. Cih, akupun membelinya justru saat buku ini sudah susut harganya.

Tema yang diangkat dalam kumcer ini memang cukup berat. Kebanyakan berisi pemikiran tentang kondisi sosial politik negeri ini. Rumit memang ketika membincanginya. Tapi setidaknya memberikan pemahaman baru, minimal untuk lebih peka pada keadaan sekitar.

"Saya kira, karena rata-rata kita sudah apatis. Kita semua sudah dibuat tidak peka lagi oleh berbagai persoalan-persoalan sehari-hari yang tidak putus-putusnya menyerbu." -hal. 180
Profile Image for Husni Fithri.
11 reviews4 followers
July 7, 2011
Seperti biasa Putu Wijaya banyak menembakkan kritik2 sosial di dalam tulisannya, termasuk di dalam karya terbarunya ini. Beliau menangkap berbagai kasus dalam kehidupan sehari-hari dan mengemas hal tersebut dalam cerita yang sarat nilai filosofis dan arti tentang kehidupan. Tidak bosan untuk dibaca berkali-kali, sesuai dengan permasalahan di negeri kita yang mungkin terjadi berulangkali pula.
Profile Image for Muhammad Rajab Al-mukarrom.
Author 1 book28 followers
October 14, 2012
ternyata saya belum menulis review untuk buku ini.
baca lagi ah... ;))
saya pengagum karya pak Putu Wijaya.
--saya dengar berita beliau tengah sakit, semoga beliau cepat pulih dan selalu sehat..
amiin :)
Profile Image for Andi Fauziah Yahya.
7 reviews
February 23, 2011
Recommended!
Setiap kata, setiap kalimat memiliki makna yang sangat dalam dan jujur. Penggambaran tentang negara ini yang penuh dengan setan berwujud manusia dan manusia yang tidak punya otak, hati dan kemaluan.
Profile Image for umi halimah.
4 reviews6 followers
November 20, 2012
this is huge. Indonesian need a reflection so the people could see themselves clearly.
Pak Putu Wijaya told the readers that human lives their life as somebody else, or anything else. as a tree, as a horible zombie, as a death man walking, as their role.
Profile Image for Iwan Yus.
1 review1 follower
March 1, 2011
Ini buku gila! gila kerennya.. :D
buku ini memaksa kita untuk merenung. Kita seperti ditohok bertubi2 saat membacanya. Recommended lah..

Profile Image for Farisa.
97 reviews2 followers
June 12, 2012
Ada dua tema utama dalam buku ini, yaitu ketamakan manusia dan cinta tanah air yang diceritakan dengan sangat khas Putu Wijaya
Profile Image for eti.
230 reviews107 followers
October 21, 2013
#44 - 2013

sebenarnya ide-ide cerpennya menarik, sesuai dengan kondisi kekinian. cuma... it's not my cup of coffee.
Profile Image for Ardli.
16 reviews3 followers
April 27, 2016
kadang kita perlu menertawakan diri sendiri dan mencaci diri sendiri. Klop.
Displaying 1 - 23 of 23 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.