Jump to ratings and reviews
Rate this book

Balada Ching-Ching dan Balada Lainnya

Rate this book
Ching-Ching adalah seorang gadis keturunan. Ia selalu dijadikan bulan-bulanan di sekolah. Ayahnya seorang pedagang kwetiau pinggiran. Ini adalah baladanya, juga balada manusia lainnya.

Masing-masing kisah dalam koleksi fiksi pendek ini merupakan sebuah vignet tentang apa artinya menjadi manusia biasa---yang sakit, sedih, senang, hidup, mati, gila, waras. Lebih dari itu, dunia fiksi yang dipersembahkan dalam koleksi ini sungguh mewakili kegelisahan internal semua orang, di mana karakter-karakternya tumbuh dewasa lewat kegagalan dan kekeliruan, obsesi dan pilihan, harapan dan keputusasaan.

"Maggie adalah penulis global yang serius dan ... sanggup mencerminkan pergulatan pribadi saat dihadapkan pada pertanyaan moral."
-Duncan Graham, The Jakarta Post

"Maggie Tiojakin menawarkan kisah kehidupan lewat prosa yang kaya makna, irama, serta mempunyai kekuatan untuk menarik para pembaca ke dalam dunia karakternya."
-Eastown Fiction, jurnal sastra online berbasis di Michigan, AS

186 pages, Paperback

First published June 1, 2010

10 people are currently reading
137 people want to read

About the author

Maggie Tiojakin

15 books43 followers
Maggie Tiojakin adalah seorang jurnalis, copywriter, dan penulis fiksi pendek. Karyanya telah dimuat di The Jakarta Post Weekender, Asian News Network (ANN), The Boston Globe, Brunei Times, Writers’ Journal, Voices, La Petite Zine, Femina, Kompas, Eastown Fiction, Somerville News, etc. Buku kumpulan cerpen pertamanya, berjudul Homecoming (and other stories) diterbitkan di tahun 2006 oleh Mathe Publications. Dia juga telah menerjemahkan dan mengadaptasi: buku karya Jason F. Wright yang berjudul Wednesday’s Letters (Surat Cinta Hari Rabu); Sugar Queen karya Sarah Addison Allen; serta mengadaptasi dari film-ke-buku Claudia/Jasmine berdasarkan skrip karya Awi Suryadi. Keduanya diterbitkan Gagas Media (2008/2009).

Saat ini, Maggie tengah menerjemahkan buku karya Sarah Addison Allen yang berjudul Garden Spells. Buku kumpulan cerpen ke-duanya, berjudul Balada Ching-Ching, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, kini telah hadir di toko buku.

Di waktu luangnya, Maggie mengelola sebuah situs gratis yang menghadirkan cerpen klasik karya pengarang dunia baik yang sudah ternama maupun belum dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia untuk asupan masyarakat luas. Situs ini dinamakan Fiksi Lotus.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
30 (12%)
4 stars
74 (32%)
3 stars
105 (45%)
2 stars
16 (6%)
1 star
6 (2%)
Displaying 1 - 30 of 54 reviews
Profile Image for htanzil.
379 reviews149 followers
July 29, 2010
No. 240
Judul : Balada Ching-Ching dan Balada Lainnya
Penulis : Maggie Tiojakin
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Juni 2010
Tebal : 175 hlm

Balada Ching-Ching adalah sebuah kumpulan 13 cerita pendek karya cerpenis muda Maggie Tiojakin. Maggie adalah cerpenis yang biasa menulis cerpen-cerpennya dalam bahasa Inggris dan banyak dimuat di media-media berbahasa Inggris seperti The Jakarta Post, Writers Journal, La Petite Zine, Voice, dll. Sebelum meluncurkan kumpulan cerpen ini, Maggie yang pernah mereguk ilmu kepenulisan keratifnya di Boston AS ini pada 2006 yg lalu telah menerbitkan kumpulan cerpen berbahasa Inggris yang berjudul Homecoming (And Other Stories).

Karena terbiasa menulis cerpen dalam bahasa Inggris, otomatis ia tak memiliki stok cerpen berbahasa Indonesia yang cukup untuk dijadikan buku, karenanya untuk kepentingan penerbitan buku ini Maggie harus menerjemahkan sembilan cerpennya kedalam bahasa Indonesia.

Dikemas dalam balutan cover bergaya minimalis dalam sapuan warna merah marun dengan ilustrasi sebuah sebuah jendela yang terbuka, cover ini seolah mengajak pembacanya untuk memasuki kisah balada Ching-Ching dan balada lainnya. Merajuk pada judul buku yang mencantumkan kata ‘balada’ maka setidaknya pembaca sudah diberi petunjuk kira-kira kisah seperti apa yang hendak ditawarkan dalam buku ini.

Jika kita membuka kamus besar Bahasa Indonesia, maka kita akan mendapatkan definisi dari kata balada yaitu: sajak sederhana yg mengisahkan cerita rakyat yg mengharukan. Jika merajuk pada definisi seperti dalam kamus sepertinya agak kurang tepat karena keseluruhan kisah dalam buku ini bukanlah cerita rakyat, hanya saja memang semuanya berisi kisah manusia-manusia biasa dengan problemanya yang umunya terkesan suram walau tak sampai membuat pembacanya tertekan.

Cerpen Balada Ching Ching yang dijadikan judul untuk buku ini menceritakan tentang seorang gadis Tionghoa yang selalu menjadi bulan-bulanan disekolahnya. Ia bukanlah anak orang kaya karena ayahnya hanyalah seorang pedagang kwetiaw pinggiran. Keberadaannya sebagai etnis minoritas di sekolahnya yang menyebabkan dirinya senantiasa diejek dan kehidupan sederhananya dengan seorang ayah yang keras inilah yang dikisahkan dalam cerpen ini

Saya tak akan membahas satu persatu seluruh cerpen dalam buku ini, namun ada beberpa cerpen yang bagi saya tampak kuat dan menonjol dalam buku ini. Salah satu cerpen favorit saya adalah “Liana, liana” dimana menceritakan tokoh Liana yang sedang menunggu ibunya pulang dari supermarket. Tidak seperti biasanya dimana ibunya selalu tiba tepat waktu, kali ini ibunya tak kunjung pulang.

Hal ini menyebabkan Liana merasa khawatiran sehingga ia mencoba menyusun skenario dalam pikirannya kira-kira apa penyebab keterlambatan ibunya. Kekhawatirannya memuncak ketika ia membaca headline di surat kabar mengenai kematian seorang wanita yang ditabrak truk pengangkut bahan bakar. Kisah yang menarik karena di cerpen ini pembaca bukan diajak membaca sebuah kisah real melainkan diajak menyelami khayalan-khayalan apa yang ada dalam benak Liana ketika menunggu ibunya pulang.

Cerpen berjudul “Kawin Lari” juga tak kalah menariknya. Ini adalah kisah paling pendek dari semua cerpen yang ada. Dikisahkan dua remaja yang memutuskan untuk kawin lari. Mereka lantas pergi ke Las Vegas naik bus umum. Separuh jalan mereka sadar bahwa tak ada jalan kembali karenanya si gadis berusaha untuk terus meyakinkan dirinya bahwa pilihannya tidaklah salah. Walau kisahnya pendek saja namun melalui dialog-dialog singkat antara dua tokohnya ini penulis mampu memberikan gambaran pada pembacanya bagaimana khawatirnya si gadis akan masa depannya kelak.

Jika kawin lari adalah cerpen terpendek dalam buku ini, maka cerpen “Dua Sisi” merupakan cerpen terpanjang, dibutuhkan 52 halaman untuk mengisahkan tokoh bernama Andari, pemuda Indonesia yang berkerja di New Yrok. Ia menyaksikan secara langsung bagaimana runtuhnya menara kembar WTC. Kejadian ini mempertemukan dirinya dengan seroang gadis asal Beirut bernama Aysah. Pertemuannya ini melahirkan sebuah persahabatan bahkan berujung pada rasa saling mencintai.

Melalui dialog dan berbagai peristiwa yang dialami Andari dan Aysah pembaca akan diajak memahami peristiwa WTC dari dua sisi yang berbeda. Andari yang tadinya bersikukuh bahwa apapun alasannya peristiwa yang membuat korban berjatuhan adalah hal yang tidak dapat ditorelir dari sisi kemanusiaan akhirnya gamang ketika ia disadarkan bahwa ada sisi lain dimana ia perlu melihat dari kacamata yang berbeda dibalik peristiwa penyerangan gedung tersebut. Yang jadi acungan jempol adalah di cerpen ini penulis tidak terjebak untuk menggiring pembacanya untuk memihak pihak tertentu melainkan hanya membuka pengertian dan mengajak pembacanya untuk melihat sisi lain dari peristiwa yang menggedor sisi kemanusiannnya ini. Dan satu lagi yang membuat cerpen ini istimewa adalah kejutan di bagian akhirnya yang membuat pembacanya terhenyak.

Jika mencermati keseluruhan cerpen yang ada maka yang menjadi keistimewaan cerpen-cerpen dalam buku ini adalah kisah-kisahnya yang diangkat dari peristiwa keseharian. Hanya cerpen “dua sisi” yang agak istimewa karena mengisahkan peristiwa yang luar biasa. Selebihnya hanyalah kisah-kisah biasa yang mungkin juga kita alami seperti saat menunggu di ruang tunggu dokter, kisah seorang terapis, keseharian suami istri, persahabatan, seorang perawat yang berharap adanya muzizat atas pasiennya, dll.

Penuturan penulis dalam cerpen-cerpennya juga sederhana, tidak ada kalimat-kalimat yang rumit, tidak ada kalimat-kalimat bersayap dengan metafor-metafor yang ajaib yang akan membuai pembacanya. Tidak, tampaknya penulis tak menekankan pada keindahan dan kerumitan dalam menyajikan cerpen-ceprennya. Kekuatan cerpen ini justru terletak pada kesederhanannya, keefektifan merangkai kalimat, maupun realitas ceritanya yang membuat seluruh kisahnya menjadi tak berjarak dengan kehidupan pembacanya.

Ada yang mengatakan bahwa gaya penulisan Maggie dalam buku ini kental dengan warna penceritaan penulisan dalam bahasa inggris. Lalu seorang pembaca dalam reviewnya di Goodreads mengungkapkan keistimewaan cerpen- cerpen Maggie yang tidak menghadirkan cerita-cerita yang biasa kita temukan di cerpen-cerpen lokal walaupun settingnya di Jakarta. Karenanya tak heran Duncan Graham dari The Jakarta Post menyebut Maggie sebagai penulis global. Sisi ini yang saya rasa bisa dipertajam oleh Maggie sehingga jika terus ditekuni dan setia pada cara penulisannya seperti ini maka bukan tak mungkin karya-karya Meggie akan lebih dikenal dan disukai baik di dalam maupun di luar negeri

Dari segi penokohan, karakter-karakter tokoh yang dibangunpun tak berlebihan dan semua menggambarkan apa yang mungkin sedang kita alami seperti kesedihan, kegelisahan, kegagalan, obsesi, penantian dll. Semua itu seolah mewakili apa yang dialami oleh setiap manusia dalam perjalanan hidupnnya. Jika dicermati, ending dari setiap cerpen-cerpen dalam buku ini dibiarkan menggantung, bagi saya pribadi hal ini sangat menarik karena memberi ruang bagi pembacanya untuk melanjutkan imajinasinya dan mengembangkan sendiri karakter tokoh dan situasi dan akhir dari cerita yang dibacanya.

Satu-satunya kritik untuk buku ini adalah mengenai judulnya. Setelah membaca semua cerpen yang ada, sepertinya judul ‘Balada Ching Ching dan balada lainnya’ kurang merepresentasikan seluruh cerpen yang ada. Dan saya rasa cerpen Balada Ching-ching juga bukanlah cerpen yang terkuat dari ketiga belas cerpen yang ada. Mungkin ini strategi pemasaran karena judulnya memang menarik, mudah diingat, dan membuat penasaran, namun saya rasa masih ada cerpen-cerpen lain dalam buku ini yang lebih kuat dan bisa lebih mewakili ke-13 cerpen yang ada.

@htanzil
http://bukuygkubaca.blogspot.com
Profile Image for Mark.
1,284 reviews
July 20, 2010
Sometimes it's pretty confusing to understand why any publisher deemed a work of fiction is good to be published. I know there might be some reasons that mere reader like me probably would never find out.

This debut book from Maggie Tiojakin, better known as writer for The Jakarta Post Weekender, contains 13 short stories, which in my opinion, failed to grasp my attention. Most of them were, like I stated before, in my opinion, less than impressive. Ending to Miss Tiojakin most celebrated short story here, "Dua Sisi", even felt like something I've read from other fictions or saw from other movies a hundred times before.

Yet "Balada Ching-Ching dan Balada Lainnya" has one positive point: obviously this compilation of short stories was far better than Happy Salma's "Fatamorgana".
Profile Image for Imas.
515 reviews1 follower
December 28, 2010
Kumcer ini termasuk favorit saya. Tidak berisi kalimat dan gaya bahasa rumit dan ajaib, Maggie sudah menawan hati saya. Cerpen itu memang ajaib, dengan tidak terlalu lama bisa membuat terpana, dengan cerita yang pendek waktu yang tidak lama namun mampu menarik minat. Tentu saja itu kalau cerpennya memang bagus.

Profile Image for Vilas Orde.
1 review
July 23, 2010
Saya beli buku ini gara-gara covernya yang menurut saya unik, simpel, sekaligus 'bold' untuk ukuran kumcer. Selain itu, saya penasaran tentang isinya, juga penulisnya yang beberapa artikelnya pernah saya baca di JakPost Weekender. Saya juga kebetulan iseng mengikuti blognya. Thankfully, Ms. Tiojakin doesn't disappoint.

13 cerita yg terkandung dalam "Balada Ching-Ching" membuka lahan baru dalam ranah cerita pendek di Indonesia. Tidak melulu menghadirkan kisah-kisah miris milik kaum jelata, "Balada Ching-Ching" justru menyambar topik-topik yang akrab dengan keseharian kita. Penuturannya juga asyik, perpaduan antara kultur lokal dan internasional. Review di sampul buku yg menempatkan Maggie sebagai "penulis global" itu pas sekali, karena memang dia tidak menghadirkan cerita-cerita yang biasa kita temukan di cerpen-cerpen lokal. Meski settingnya di Jakarta, ke-13 cerita dalam kumcer ini bisa diangkat ke tingkat internasional dengan penguasaan karakter, serta cerita.

Kebetulan saya sempat menghadiri launching buku ini, dan di sana Maggie Tiojakin ditanya oleh pembawa acara kenapa cerpen2nya ditutup dengan ending yg gantung -- saya suka jawabannya: "Karena dia mempercayai pembaca untuk mendalami karakter dan situasi cerita" (kira2 gitu deh).

Karena saya juga seorang pecinta cerpen, saya melihat karya Maggie sebagai sesuatu yang baru di Indonesia, karena proses pembelajarannya tidak diambil dari pengalaman semata, melainkan pelatihan teknik. Buku ini tidak akan memberi pembaca kepuasan, melainkan pencerahan. Tidak menghantarkan jawaban, melainkan pertanyaan. Dan rasanya tugas sebuah karya seni adalah itu.

Cerpen favorit saya dalam kumcer ini adalah "Dua Sisi", "Tawa Elisa", "Apa Yang Kamu Lihat Di Kartuku, Sayang?", "Luka", dan "Di Balik Sebuah Tatapan."

Saya jadi penasaran ingin membaca karya Maggie sebelumnya, Homecoming, yang juga merupakan kumcer tapi ditulis dalam bahasa Inggris. Saya tunggu karya beliau berikutnya!
Profile Image for e.c.h.a.
509 reviews258 followers
May 3, 2011
Sudah tak terhitung saya mengungkapkan kenapa menyukai cerita pendek. Efek di akhir cerita, plot yang cepat memang bikin nyandu.

Dari banyak kisah yang ditulis Maggie saya sangat suka dengan Dua Sisi, ingin cepat-cepat mengetahui akhir ceritanya. Saat di awal, saya menebak satu akhir di tengah cerita saya pun merasa ragu dengan akhir yang saya pilih. Hingga saya pun terus menelusuri barisan kata di Dua Sisi dan saat sampai di akhir cerita, saya pun hanya terdiam.

Secara keseluruhan saya menyukai banyak kisah yang ditulis Maggie di Balada ini. Saya benar-benar menikmati rangkaian balada ini. Menikmati cara Maggie menuangkan ceritanya, menikmati balada kehidupan para tokohnya.

Balada lainnya ternyata juga berkecamuk di dalam pikiran saya sendiri.
Profile Image for Yuu Sasih.
Author 6 books46 followers
December 12, 2015
3,5 bintang.

Lebih suka Balada Ching-Ching ini daripada buku kumpulan cerpen yang satu lagi (yang sudah lupa judulnya). Lebih membumi, tapi selain itu juga lebih mengeksplorasi sisi personal tokoh-tokohnya. Cerpen-cerpen favorit entah kenapa justru yang di akhir-akhir--ada nuansa Jhumpa Lahiri dan kesepian kehidupan (taelaah) yang saya suka.

Cerpen favorit "Suami-Istri" dan "Tawa Elisa".
Profile Image for Repeatasari.
65 reviews3 followers
August 7, 2023
4/5

Ada 13 cerpen dalam "Balada Ching-Ching dan Balada Lainnya". Judulnya diambil dari salah satu cerpen berjudul sama, "Balada Ching-Ching".

Setiap kisah dalam cerpen dari halaman pertama hingga akhir, tidak ada yang menggembirakan. Bksa dibilang suasana yang dibangun pada setiap cerita tentang kepedihan, penyesalan, kebingungan, keputusasaan, dan rupa-rupa duka lainnya.

Ada kisah Ching-Ching, remaja perempuan keturunan China, yang hidup bersama sang ayah pemilik rumah makan kwetiau dan menjalani hari-hari dengan ledekan teman-temannya. Ada kisah dari tragedi 11 September 2001, rutuhnya menara kembar WTC, mengulik sudut lain dari kepedihan dan kehilangan akibat perang. Ada pula sepasang suami istri yang menghabiskan puluhan waktu bercinta bersama tanpa kehadiran buah hati.

Aku salut dengan Maggie Tiojakin dalam menggambarkan suasana, setting tempat, dan waktu dengan detail. Mungkin ada kesan tidak efektif, tapi justru itu bisa menjadi ciri khasnya. Dan riset yang pasti ia lakukan untuk membentuk suasana tragedi 11 September. Ia tidak hanya mengambil latar tragedi itu terjadi, tetapi juga soal perang di Lebanon.

Beberapa cerpen akhir ceritanya tidak aku mengerti. Penulis sengaja tidak memberikan close ending, aku rasa. Sehingga pembaca dapat menyusun imajinasinya masing-masing. Dan aku mengerti bahwa tidak semua memiliki akhir yang pasti.

Kisah di buku ini cenderung memiliki tempo lambat. Narasi yang panjang-panjang. Untuk yang tidak tahan dengan model penarasian detail dan panjang, mungkin bisa membosankan.
45 reviews5 followers
November 9, 2020
Bahasa buku ini indah. Pemilihan diksi, gaya tulisan, topik cerita, semuanya membangkitkan memori saya tentang cerita cerita yang dulu sering saya baca di majalah Annida, Kartini , Femina atau potongan koran untuk mengelap kaca jendela rumah.

Terdiri dari 13 kumpulan cerita digabung menjadi suatu buku kumpulan cerita dan semuanya mampu memikat saya.

Konflik di dalam buku ini sebenarnya sederhana, konflik konflik yang sebenarnya apa yang rata rata dihadapi hidup tiap orang orang dalam keseharian : tentang mukjizat tuhan, ketakutan, kekhawatiran, pikiran yang berlebihan, kembali ke pada tuhan, keraguan, dan nafsu. Walaupun tema setiap cerita sebenarnya sederhana, namun Maggie Tiojakin mampu menuliskan dengan indah.

Setiap cerita tak ada penghakiman. Tidak ada yang benar benar salah, tidak ada yang benar benar benar. Setiap akhir cerita menggantung, seolah olah Maggie ingin menyerahkan akhir cerita kembali kepada sang tokoh utama, atau mungkin imajinasi pembaca.

Kumpulan cerita ini ringan, namun mampu membuat diri kita memikirkan kembali apa yang kita percayai.
Profile Image for Nura.
1,056 reviews30 followers
February 6, 2017
Read Harder Challenge 2017 #1: Read a collection of stories by a woman

Half of the stories had been published as a stand alone story. This book deconstructed some of my belief. The first story had me questioning what is a miracle? Did I believe it even if it didn’t happen to me directly? I also stand with Andari in the sixth story, that violence never the answer, but I also sided with Aysha that for someone live a sheltered life couldn’t possibly known their suffering. When the only trouble we had was looking for a parking space in a mall or which new restaurant that we would try for dinner.
Profile Image for indah..
15 reviews
March 28, 2022
Kumpulan cerpen lainnya yang kubaca bulan ini. Meskipun ditulis oleh satu pengarang yang sama, entah kenapa di tiap cerpennya seperti memiliki jiwanya masing-masing. Ada yang begitu ringan dibaca, ada yang berat dan menuntutmu berpikir dengan lamat-lamat. Mungkin dikarenakan cerpen-cerpen ini ditulis di dalam kurun waktu yang berbeda.

Seperti yang ditulis di belakang cover buku ini; balada-balada di dalamnya menunjukkan rupa manusia yang apa adanya; yang sakit, yang hancur, yang berantakan, sampai yang gila. Bacaan yang sangat engaging dengan twist-twist mengejutkan. Favoritku kisah Andari dan Aysha di dalam cerpen “Dua Sisi”.
Profile Image for Arystha.
322 reviews11 followers
March 6, 2025
Terdapat 13 cerpen di dalamnya, namun entah mengapa karena temanya begitu beragam, saya malah jadi tidak fokus. Di sampul belakangnya telah ditulis bahwa "masing-masing kisah dalam koleksi fiksi pendek ini merupakan sebuah vignet tentang apa artinya menjadi manusia biasa - yang sakit, sedih, senang, hidup, mati, gila, waras.", sepertinya itulah rangkuman kumpulan cerpen ini.
Profile Image for Natasha.
40 reviews
June 19, 2017
mungkin salah satu kumpulan cerpen yang berhasil saya sukai.

penuh dengan cerpen-cerpen yang "mengandung dan mengundang" kontemplasi; saya amat sangat menyukai konstruksi kata-kata dan diksi sang penulis, Maggie Tiojakin.

favorit saya: Balada Ching-Ching, Dua Sisi, Ruang Tunggu, Tawa Elisa
Profile Image for Priska Pavita.
70 reviews4 followers
September 9, 2018
3.5 bintang. Paling suka Balada Ching-ching, Apa yang Kamu Lihat di Kartuku, Sayang? dan Liana, Liana.
Profile Image for Lommie  Ephing.
115 reviews2 followers
March 22, 2019
Sukak banget! Udah, gitu aja. Yang mau berburu kumcer ini silakan, gak nyesel log buat koleksi di rak buku kamu
Profile Image for Adek.
195 reviews4 followers
June 29, 2013
Saya sekarang tahu alasan kenapa buku ini sempat berada di rak "masih-nggantung." 13 kisah, 13 warna kehidupan.

Anatomi Mukjizat
Seorang anak 15 tahun yang divonis jantung kronis, Suci, mempertanyakan apakah ada sebuah mukjizat. Dunia kedokteran yang begitu diakrabinya seolah menepis pertanyaannya. Malik, perawat yang menjaga Suci tidak lagi merasa iba kepada seorang pasien, entah seperti apa pastinya perasaan itu. Pun dia juga bercerita kepada istrinya, Lila. Lila dengan sabar menjadi pendengar yang baik bagi suaminya. Mukjizat itu ternyata untuk mereka, bukan untuk Suci. Apakah memang dunia kedokteran selogis itu?

Liana, Liana
Lagi, cerita disandarkan pada sosok anak. Dia lahir dari ayah ibu yang berpikiran praktis dan hal sebalikya terjadi pada Liana. Dia hidup dalam pikirannya yang rumit: drama di film-film. Seharian ibunya hilang, saya kecewa karena tidak dijelaskan kenapa ibunya pulang terlambat sehingga membuat Liana bermimpi lebih lama. Terlalu sederhana jika dibandingkan pada cerpen pertama.

Apa yang Kamu Lihat di Kartuku, Sayang?
Tentang kematian di usia 25. Pembaca kartu dan yang diramal memiliki hubungan khusus secara pribadi. Cerpen yang menurut saya aneh, jika pun seorang pacar tahu kekasihnya akan meninggal di saat tertentu, bisa begitu blak-blakan menjelaskannya?

Kawin Lari
Di dalam bus, di Greyhound. Sepasang anak manusia di mana yang perempuan sangat mencintai si lelaki dengan sifat-sifatnya yang brengsek-kepergok mencium putri tetangga dan beberapa teman yang melapor perihal ketidakberesannya serta kebiasaan minum dan begadang. Ah, setting luar negeri yang makin memuakkan diperparah mereka nikah karena si perempuan tengah mengandung. Tak tampak bahwa mereka akan menikah meski kawin lari karena si laki-laki urung menghubungi pendeta. Mungkin karena sifat laki-laki itu pula mereka tidak direstui. Seperti perjalanan biasa saja.

Balada Ching-Ching
Tentang kehidupan seorang gadis keturunan. Tinggal hanya dengan ayah yang sibuk dengan dunianya dan juga dingin. Di sekolah, dia menjadi lawan Arya sekaligus dicintai dengan cara Arya. Arya yang populer mencium Ching di depan umum sehingga banyak teman meninggalkannya dan membicarakannya di belakang.

Dua Sisi
Berawal dari narasi membosankan tentang peristiwa sebelas September. Lalu bergerak ke kisah drama yang mengharukan antara Andari Maimar dan Aysha. Gadis korban kekerasan dari Beirut. Perang agama kental dikisahkan dalam cerpen ini. Dua sisi di mana Amerika pantas mendapatkan hadiah keruntuhan gedung kembarnya sebagai konsekuensi pada apa yang telah dilakukannya terhadap negara-negara Islam. Cerita kedua yang saya suka setelah Anatomi Mukjizat.

Ruang Tunggu
Bu Nina yang menderita kelainan jantung bawaan. Selama di ruang tunggu dan ruang praktik Dr. Firdaus, kejadian demi kejadian dalam kehidupan Bu Nina lewat silih berganti.

Luka
Sebuah luka dan peran aku dan kamu di panti pijat Ny. Lai. Tentang cinta yang lain.

Suami-Istri
Kehidupan suami istri: ada kejutan, kehangatan, hobi yang mengasikkan yaitu traveling. Di sisi lain pun ada ketidaksetiaan. Apa karena tidak anak? *angkat bahu*

Di Balik Sebuah Tatapan
Kesenjangan sebuah hubungan. Hubungan laki-laki dan perempuan yang sudah tunangan dan hampir menikah. Si perempuan hamil dari seorang homoseksual. Dia teringat akan kisah kelahirannya yang aneh lalu tiba-tiba sampai pada keberadaan lamunan masa depan tentang anak yang dikandungnya.

Tawa Elisa
Tentang perselingkuhan si aku dengan Elisa. Akhirnya dia memilih mengungkapkan seluruh rahasianya dan kembali kepada istrinya, Dini.

Sekali Seumur Hidup
Edi yang hidup hanya dengan ibunya. Vitta yang tinggal hanya dengan ayahnya. Tentang nasib-nasib buruk yang telah digariskan dan peran yang harus diambil Vitta. Edi dan Vitta yang akrab dengan loteng. Banyak narasi yang menceritakan tentang malam ulang tahun Vitta.

Obsesi
Tak jelas apa obsesi sesungguhnya. Si aku yang menderita depresif ringan. Tak jelas pula apa penyebabnya. Kisah cintanya dengan Kemarau berujung sepi setelah perempuan itu melaporkannya ke polisi karena gangguan jiwa.
Profile Image for M Adi.
174 reviews18 followers
July 11, 2021
Keseluruhan cerpen di buku ini ditawarkan sebagai ide yang berbeda dengan cara yang sama. Bisa ditemukan upaya khas penulis dalam peraduan mengeksekusi premis, lantas apakah cukup jika diupayakan kembali pada premis berbeda? Sebuah pengentalan ciri khas atau eksplorasi yang mandek?
Profile Image for Anastasia Cynthia.
286 reviews
November 28, 2012
Sebagai pemeluk nama Ching Ching, jujur gue tersihir dengan judulnya yang unik itu. Sampul yang simpel namun manis, dari jarak dua meter agaknya khalayak bertanya-tanya. Ada apa dengan buku itu? Balada Ching Ching bukan buku baru, dua tahun lalu gue udah mengincarnya di rak Gramedia. Sayang harganya kurang pas dengan uang jajan gue kala itu, dan voila! Entah ada angin apa, buku Balada Ching Ching gue temukan di bagian diskon, sebagai simpulan... gue dapat dengan harga murah deh.

Maggie Tiojakin sebagai sang penulis punya ciri khas berbeda dengan penulis-penulis pentolan Indonesia lain; seperti Dee, Ayu Utami, atau Sitta Karina. Cerpen-ceprennya seperti hibrida. Alurnya dipacu cepat seperti Dee, diksinya juga intelek, tapi satu yang tidak terlupakan, ide-idenya yang menyorot kaum minoritas, yang kerap dikucilkan.

Dengan 175 halaman; 13 cerita pendek. Maggie tak ayal mengupas satu per satu tabir kehidupan. Mulai dari seorang penderita jantung yang menunggu kebenaran tentang sebuah mukjizat (Anatomi Mukjizat), menunggu ibu pulang ke rumah (Liana, Liana), sepasang pria-wanita yang hendak melakukan pelarian demi membuktikan rasa cinta mereka (Kawin Lari) dan tiga cerita yang menurut gue paling berkesan: "Dua Sisi", "Tawa Elisa", dan "Sekali Seumur Hidup". Ketiganya mempunyai kesamaan yaitu terletak pada sudut pandang narasinya. Maggie Tiojakin dirasa amat andal saat menarasikan watak seorang lelaki. Figur yang diciptakan sangat pas. Tidak kurang, tidak cengeng, namun penuh kontemplasi. Bukankah seorang laki-laki memang disarati dengan permainan logika?

Di "Dua Sisi", Maggie Tiojakin sengaja tak mengusung cerita dengan latar ibu kota, tidak seperti keduabelas cerita lain yang rata-rata mengambil bilangan Kemang, atau pun petak sarat penduduk di ibu kota. "Dua Sisi" mengambil latar di New York, tepat pada peristiwa naas 119. Sebuah pesawat asing menabrak Ground Zero; gedung penjarah langit kebanggaan warga Amerika. Tokoh utamanya adalah seorang laki-laki, bedanya Andari (sang tokoh utama) tidak menarasikan cerita, Maggie menjadikan sosoknya sebagai orang ketiga yang berwenang sebagai peninjau. "Dua Sisi" adalah cerita terpanjang di dalam "Balada Ching Ching" namun bukan berarti kata-kata itu hanya selewat mata, tapi banyak makna berharga di dalamnya. Cerita tentang dua sejoli yang berbeda pemikiran namun saling menyadarkan satu sama lain.

Terakhir, dalam penggambar karakter yang sedemkian rancak, Balada Ching Ching memiliki satu kekurangan, yaitu dari segi plot penutup. Memang tidak mudah menulis barisan kata dan membentuk sebuah cerita pendek. Kata-kata yang disampaikan tentu dibatasi, tidak seenaknya mengisi lembaran kertas. Namun, karena kendala itulah, plot-plot akhir yang disajikan Maggie dirasa tidak selesai. Kadang teramat menggantung dan tidak nyambung. Padahal setelah konflik tentu saja sebuah cerita harus ditutup dengan sebuah penyelesaian.

Overall, 4/5. Untuk buku cantik berkalimat puitis dan kover yang rupawan.
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
December 4, 2013
Akhirnya saya melakukan warming up sebelum saya menjamah "Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa" dengan membaca Balada Ching-ching.

Sejak halaman judul, saya berprasangka bahwa buku ini menyimpan hawa lain. Dan ternyata benar. Saya tidak bisa mengulas, saya hanya memberi kesan setelah pembacaan.

Bahasa yang digunakan sederhana, tidak menggunakan metafora yang 'lebay'. Maka ketika saya membacanya saya merasakan taste cerpen terjemahan yang dalam buku Fiksi Lotus kebawa sampai buku ini.

Ada beberapa cerpen yang menurutku sangat bagus. Cerpen yang dijadikan judul menurutku adem dan tenang sekali bercerita. Kehidupan orang keturunan china yang dibully dengan sebutan cina. Fenomena klise. Tetapi asyiknya di cerpen ini adalah bagaimana diceritakan kisah cintanya dengan Arya keturunan pribumi si pembully. Di bagian akhir saya menangkap upaya penulis untuk menyampaikan bahwa "TIDAK SALAH MENJADI BEDA! TIDAK SALAH MENJADI CINA DAN KALIAN PRIBUMI" lewat kalimat
"...Ketika melangkah keluar dari kaamr mandi, bel yang menandakan akhir jam istirahat berdentang. Siswa-siswa berhamburan ingin cepat masuk kelas. AKU MELAWAN ARUS. MEREKA MENATAPKU TAJAM...."

Cerpen "Ruang Tunggu" aku suka sekali. Bagian bagaimana Nina (tokoh utama) yang sedang berkunjung ke dokter dan memeriksakan penyakit jantungnya, mengisi kolom-kolom di form pendaftaran rumah sakit. Aku suka sekali. Di cerpen ini aku juga mendapatkan pengetahuan baru bahwa barcode dapat diterjemahkan menjadi kode batang (halaman.102).Di cerpen ini saya justru menangkap daya universalitas sebuah karya sastra. Karya sastra yang tidak melulu terbentur tembok agama. Dalam cerpen ini, secara tersirat disampaikan lewat adegan Nina yang mengisi dengan strip (red: -) pada kolom agama. Pun dalam cerpen panjang "Dua Sisi" dengan jelas disampaikan lewat dialog antara Andary dan Aysha.

Dan menurutku yang bikin aku tidak bisa lupa adalah cerpen "Sekali Seumur Hidup". Bermain di atas genteng, mati lampu, melihat bintang di langit. Itu kejadian paling seru di masa kecil. Dan saya kagum dengan bagaimana penulis menulis adegan seks yang halus dan tidak terlalu vulgar.

Yaaa pemanasan sudah cukup. Sekarang siap-siap tersesat dalam buku Maggie yang baru "Selama Kita Tersesat di luar Angkasa"




Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
December 24, 2010
Setiap orang berjalan antara mimpi dan kenyataan. Dipilihlah jalan yang lebih menyenangkan. Terkadang mimpi terlihat begitu indah menggoda, sehingga ia menapakkan kaki di situ. Terkadang kenyataan begitu sempurna, sehingga enggan untuk bermimpi lagi.

"Kamu percaya dengan yang namanya mukjizat?" tanya Suci tiba-tiba. Malik merawat Suci di rumah sakit hingga saat kematiannya sendirian..

Liana yang sendirian menunggu ibunya pulang dari supermarket, dengan berbagai khayalan gilanya. Imajinasi yang berkeliling.

Nina di ruang tunggu dokter jantung, sendirian, menemukan bahwa jantungnya bocor, sekosong kehidupannya sekarang.
"Apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan kebocoran?"
"Tambalan."
Apakah sesederhana itu?


Siapa yang tahu mana mimpi dan kenyataan? Siapa yang bisa mengalami mimpi seperti Andari Maimar? Menyaksikan runtuhnya menara kembar WTC. Tujuh hari sesudahnya, hari-hari dilaluinya dengan Aysha, perempuan cantik asal Beirut yang keluarganya habis oleh perang di Libanon.

Kehidupan yang mengalir, kehidupan dalam pikiran seseorang. Harapan akan mukjizat, khayalan, cinta yang lembut, seperti mengecup pikiran angan-angan. Rasa takut, cemburu, luka, sedih yang bisa membuat gila dan berbuat apa saja. Patah hati, sering menjadi alasan untuk tidak melanjutkan hidup.

Hari esok adalah satu-satunya harapanku. Matahari akan bersinar lagi. Aku akan hidup sehari lagi.
Ini bentuk yang kulihat dari tempatku berbaring : sebuah bola besar berpijar membawa petaka, terjatuh dari kegelapan di atas sana, pijarannya panas membakar kulitku, memicu amarah, benci, dan duka.
Kutunggu kesempatan untuk menekan nomornya lagi, dan itu saja sudah cukup. Itu lebih dari cukup.
Obsesi : permainan yang tak ada habisnya!

(dari halaman terakhir)



Profile Image for Vidi.
97 reviews
October 16, 2011
Tiga belas cerita pendek yang dengan sangat mengesankan berhasil menggambarkan emosi-emosi manusia ketika berada dalam persimpangan hidup.

Satu hal yang menarik buat saya adalah ketika Maggie berhasil menggambarkan seks sebagai sesuatu yang lain, jauh dari klise. Ketika sebagian besar penulis wanita Indonesia menggambarkan seks sebagai sesuatu yang agak vulgar atau 'hanya' sebagai ungkapan 'cinta', Maggie berhasil menggambarkan seks sebagai suatu ungkapan emosi manusiawi yang wajar. Seks digambarkan sebagai suatu want. Maggie tidak melihat seks sebagai sesuatu yang mengikat dan memiliki. Sebaliknya seks juga tidak digambarkan Maggie sebagai sesuatu yang murahan dan hanya hasrat semata. Dalam 'Dua Sisi' dan 'Tawa Elisa', tokoh-tokoh dalam cerita itu melakukan seks mungkin atas nama cinta mungkin juga tidak tetapi yang pasti mereka semua menginginkan itu, seks dan pasangannya.

Mengambil seting kehidupan kota besar, Maggie menyajikan dongeng urban dengan segala emosi dan kegelisahan tentang cinta dan kehidupan. Penggambaran emosi manusia menjadi yang terpenting di sini. Dan itu berhasil dicapai Maggie bahkan dalam cerita-cerita yang sangat pendek dalam buku ini, 'Kawin Lari' dan 'Liana, Liana'. Oleh karena itu, ending menjadi bukan yang utama dalam cerpen-cerpen Maggie. After taste dari setiap cerpen merupakan sesuatu yang adiktif dari setiap cerita.

Nice work..
Profile Image for Olive Hateem.
Author 1 book258 followers
December 21, 2016
Huah akhirnya saya kembali menemukan sisa-sisa semangat membaca di 2016. Entah karena memang buku ini bahasanya ringan atau saya sudah sembuh dari reading slump yang sedang sering mampir, intinya Balada Ching-Ching selesai dalam kurun waktu kurang dari satu hari he he he.

Buku ini saya beli di bookhaul keempat saya di bulan Desember. Salah satu penulis cerita pendek favorit saya pernah bilang bahwa dia suka dengan tulisan Maggie Tiojakin. Makanya pas lihat ada buku ini langsung buru-buru saya beli tanpa lihat-lihat resensinya dulu. Saya sudah terlanjur berpikir kalo tulisannya Maggie Tiojakin memang bagus, eh ternyata benar.

Awalnya bahkan saya tidak tahu kalau buku ini merupakan kumpulan cerpen. Pas beli saya cuma lihat 'Balada Ching-Ching'-nya saja tanpa memperhatikan ada tulisan 'dan balada lainnya' di bawahnya. Buku ini memuat 13 cerpen karya Maggie Tiojakin yang uniknya mempunyai banyak halaman yang beragam. Ada cerpen Kawin Lari yang cuma 3 halaman, tapi ada juga cerpen Dua Sisi yang memakan 51 halaman.

Saya suka gaya tulisnya, begitu pula dengan plot yang ditawarkan. Rasanya seperti ditarik ke 13 dunia berbeda yang sama-sama meninggalkan kesan berbeda pula. Untuk cerpen favorit, saya suka sekali dengan Suami-Istri. Selesai membaca rasanya pengen cepat-cepat cari pasangan hidup dan melanjutkan petualangan serta mewujudkan mimpi-mimpi tokoh suami dan istri di sana. :(

Keseluruhan buku ini berhak mendapat 4 bintang.
1 review
July 23, 2010
I thought this book did a good job of drawing its readers into the realm of intricacies called 'reality'. I have never read anything else by Maggie Tiojakin before, but "Balada Ching-Ching" surely makes me want to. As I searched for her work online, I discovered a very moving story she wrote for Eastown Fiction titled "This American Life" -- which I thought would have been a winning story were it to be included in this collection.

Nevertheless, I do wish that the author would be a little bolder and a lot less 'safe' in her work. "Balada Ching-Ching" is a charming story collection that gives me a taste of the author's immense talent for poetry and prose. But I feel that she's holding back on something, as if afraid of offending her readers.

My personal favorite in this collection is the title story, because it moves deftly within my personal space and tweaks at my own insecurity of being a minority. I not only sympathize with the protagonist, I understand her. I have lived her life.

I look forward to Maggie Tiojakin's future work, which I hope would shock and slap the readers, rather than merely enthrall us. Either way, "Balada Ching-Ching" is a keeper.
Profile Image for Aris.
6 reviews4 followers
October 19, 2013
Saya membeli ini setahun lalu dan membacanya secara acak (loncat bab sana sini) dan baru merampungkan seluruh bab beberapa bulan lalu. Saya membeli buku ini karena warnanya cover-nya lucu, hehe, dan saya ini bukan tipe orang yang kuat untuk menghabiskan berjam-jam atau mungkin berhari-hari untuk membaca novel. Saya biasanya keburu mati bosen atau gak berakhir dengan baca memindai.

Dari seluruh cerita, saya paling menyukai "Obsesi"
Cerita yang sangat sederhana namun temanya menarik. Saya menafsirkannya sebagai sebuah cerita yang dituturkan oleh seorang secret admirer atau mungkin stalker? kita semua tahu bahwa ada beberapa orang yang melakukan hal seperti itu; menekan nomor telepon dari orang yang mereka cintai secara diam-diam lalu ketika sambungan telepon tersambung, mereka hanya diam dan menikmati bagaimana suara yang mengalir ke gendang telinga mereka. Selain itu nama yang digunakan oleh Maggie juga unik, Kemarau untuk seoang perempuan.

Meskipun masih ada beberapa cerita yang sampai sekarang saya kurang mengerti makna aslinya tapi diksi dan ide Maggie Tiojakin saya rasa sudah cukup untuk mengantongi 4 bintang haha :)
Profile Image for aya.
43 reviews20 followers
September 25, 2014
Pertama kali mengenal nama Maggie Tiojakin dari bukunya yang berjudul Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa. The ultimate reason why i bought this book adalah jeng jeng jeng karena covernya yang membuat jatuh hati sejak pandangan pertama, warna merah maroonn dengan sketch jendela terbuka dengan judul yang menurut saya sangat menarik Balada Ching-ching yang diambil dari salah satu judul dari 13 cerpen didalamnya, Saya sangat menyukai gaya kepenulisannya tapi di beberapa bagian saya dibuat bingung setengah mati dengan ending di setiap cerpen yang terkesan menggantung (dan mungkin memang sengaja dibiarkan begitu). 13 cerpen didalamnnya benar-benar mewakili kegelisahan internal manusia - obsesi,kesedihan,putus asa,pilihan,kegagalan.

Ada 13 cerpen didalam buku ini; beberapa cerpen sudah pernah diterbitkan sebelumnya dalam versi berbahasa inggris seperti: kawin lari, luka dan dibalik sebuah tatapan, bahkan ada salah satu cerpen yang pernah diterbitkan menjadi cerita bersambung.
Profile Image for Pradnya Paramitha.
Author 19 books459 followers
April 17, 2014
Ini kumcer Maggie Tiojakin kedua yang saya baca. Yang pertama saya baca adalah Selama Kita Tersesat Di Luar Angkasa, yang belum selesai hingga sekarang. Bukannya jelek, tapi belum sempat *sok sibuk*


Buku ini terdiri dari 13 cerpen. Gaya bertutur Maggie Tiojakin memang memikat. bahasa sederhana, tidak bertele-tele, dan pas. Alur kisahnya juga sederhana, dan menyoroti peristiwa-peristiwa seharian. Beberapa cerpen, bikin saya gigit jari, karena saya beneran pengen tahu gimana kelanjutan kisahnya. Sayangnya, yah, ini cerpen.

Cerpen favorit saya adalah Liana, Liana. Menceritakan tentang gadis kecil yang cemas menunggu kedatangan ibunya. Kisah tentang kegelisahan manusia dengan pikirannya sendiri memang selalu menggigit. Mungkin karena itu juga yang sering saya rasakan. hehe. Liana, Liana bikin saya teringat dengan cerpen Dorothy Parker yang berjudul Dering Telepon, yang menurut saya cerpen terbaik yang pernah saya baca. Sama-sama bercerita tentang kegelisahan manusia.


4/5.
Profile Image for Anggi Hafiz Al Hakam.
329 reviews5 followers
January 1, 2013
Tiga belas cerpen Maggie ini bercerita tentang ragam kehidupan yang layak dijumpai di kota-kota besar. Pada satu cerpen berjudul "Dua Sisi" , Maggie berhasil menggambarkan suasana di Amerika Serikat pasca pemboman gedung kembar WTC. Anyway, saya suka cara Maggie memainkan tokohnya. saya suka bagaimana tokoh-tokoh Maggie itu mampu mengenang kembali masa lalunya. Saya harus akui, disinilah kelebihan Maggie, untuk dapat bertutur sejenak kembali ke masa lalu tanpa mengabaikan 'current condition' yang sedang dialami/dijalani tokoh-tokohnya.


Personal Note:
saya lebih dahulu mengenal @maggietiojakin lewat sebuah kolom di The Jakarta Post Weekender. Pertemuan itu berlanjut hingga saya benar-benar bisa bertemu dengan Maggie pada suatu diskusi bulan Juni 2012 di Kinokuniya, Plaza Senayan. Bersama dengan penulis perempuan lainnya seperti @febyindirani dan Okkie Madasari.
Profile Image for Sutresna.
225 reviews14 followers
July 16, 2014
Beberapa ceritanya memiliki deskripsi yang bagus, detail, dan bisa membawa saya ke dunia cerita yang yang saya dapat bayangkan seutuhnya. Tetapi dalam beberapa cerita, memiliki ending yang kasar, dipaksakan berakhir, padahal lagi seru-serunya. Hehe

Mungkin Ini efek dari beberapa cerita adalah hasil terjemahan dari english sewaktu dibuatnya.

Beberapa cerita yang akhirnya dibiarkan menggantung tetapi juga diakhiri kalimat-kalimat konklusi dari penulis sehingga bikin saya bingung, antara meneruskan ceritanya dalam khayalan saya atau mengikuti saran dari penulis dengan menjejalkan kalimat konklusi itu sebagai penutup.

Yang asyik, cerita-ceritanya tidak menjemukan dalam hal latar, setting, juga penokohan. Selalu ada yang baru.

Saya suka ada tokoh yang namanya Su, meski ia perempuan. hehe
Profile Image for Jumali  Ariadinata.
10 reviews4 followers
August 17, 2010
Dari sekian nama penulis baru, selain Winna Efendi, gue suka Maggie Tiojakin. Sebab, ia mempunyai imajinasi yang kuat, dan membikin setiap tulisannya---dari 13 cerita---dengan menyuguhkan narasi-narasi yang mengalir, kalimatnya cukup cerdas dan gue kira secara garis besar, buku ini menyodorkan peristiwa sehari-hari yang tampak nyata dan sering terjadi di sekitar kita, namun sarat makna.

Actualy, gue baru kali ini membaca karya Maggie. Dan dari ke-13 buku "Balada Ching-Ching" ini, gue PALING suka Liana, Liana. Dua Sisi. Obsesi. Meskipun cerita-cerita yang lainnya pun cukup menarik. Barangkali akan gue review lebih lanjut. Dan mencoba lebih meresapi serta membahasnya lebih dalam. :)
Profile Image for Deasy Dirgantari.
15 reviews
February 1, 2015
Pertama, cover kumcer ini bagus banget dari pemilihan warna sampai gambarnya, simpel tapi menarik.

Berisi 13 cerpen, saya yang nemu buku ini diobralan tentunya gak punya ekspektasi apa-apa kecuali lagi pengin nyari bacaan yang pendek-pendek untuk sekali baca. Puas sih, cerpennya bagus-bagus semua walau kadang di akhir cerita-ceritanya saya malah bingung dan rasanya kayak terlalu gantung.

Yang paling saya sukai justru cerpen yang pendek kayak "Liana, Liana", "Kawin Lari" dan "Sekali Seumur Hidup". Pas baca "Dua Sisi" (cerpen terpanjang di sini), di tengah agak bosen dan capek tapi ternyata nge-twist banget di akhir.
Profile Image for Stefanie Sugia.
731 reviews178 followers
November 24, 2010
**short review: sebenarnya aku cukup kagum dan terpana dengan gaya tulisannya yang sangat puitis sekali; sayangnya cerita-cerita pendek yang terkumpul dalam buku ini kurang begitu memuaskan untukku. Malah aku terkadang juga agak bingung dengan arti di balik kisah yang sedang diceritakan (entah karena memang terlalu rumit untukku atau sengaja dibuat membingungkan) :D

Tapi satu hal yang membuatku sangat terkesima dengan buku ini adalah judul Balada Ching-Ching; yang aku rasa sangat menarik sekali dan adalah alasan pertama mengapa aku memberanikan diri untuk membeli buku ini. :D
Displaying 1 - 30 of 54 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.