Pondok Pesantren Gontor menyimpan segudang cerita inspiratif dari para santrinya. Seperti kisah seorang anak usia tamatan SD berusia 11 tahun yang berkarakter aktif, agak-agak pemberontak, dan banyak maunya ini dalam novel Opera Van Gontor. Ia harus langsung mampu mandiri, disiplin, berdedikasi tinggi, terpisah dari keluarga, saat banyak kawan seangkatannya masih asyik bermain dan juga banyak yang putus sekolah di tengah jalan dengan berbagai sebab. Gemblengan para kiai yang disiplin dan bijaksana, menjadikan pengalaman nyantri di Gontor penuh suka duka dan keharuan.
Novel kronik pengalaman nyantri di Gontor ini ditulis apa adanya, menggelitik, dan cerdas. Inilah potret pesantren modern pada era 70-an. Suatu era ketika beberapa tokoh bangsa masa kini dilahirkan dan ditempa untuk berbakti kepada tanah air.
Buku ini merupakan pengalaman pertama (first hand) yang sangat berharga dalam sebuah tradisi penelitian. Ia merupakan suara terdalam dari seorang santri yang melihat dirinya, lingkungannya dan dunia luar. ---K.H. Hasyim Muzadi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) 1999-2010
Kalau ada yang berpikir bahwa buku ini masih berkaitan dengan buku fiksi lainnya yang juga mengambil setting di ponpes modern ini(baca: ranah 3 warna dan negeri 5 menara) maka siap2 menelan kekecewaan. Karena alur cerita buku ini sama sekali tidak berkaitan dengan 2 buku yang saya sebutkan di atas. Kalau boleh saya bilang penulis hanya mencoba melihat secara adil ponpes tersebut dari kedua sisi, baik itu sisi terang maupun gelap. Hal-hal yang kadang 'terlupa' disebutkan di dua buku yang lain.
Tapi gaya bahasa yang digunakan memang bukan gaya favorit saya jadi kalau boleh jujur buku ini sangat tidak membekas di pikiran.
Membaca buku ini buatku adalah sebuah perjuangan. Karena ceritanya menurutku tidak menarik, tapi aku membeli buku ini bukan waktu ada diskon, mau tak mau harus ku selesaikan. Begitu selesai membaca yang ku katakan dalam hati adalah, "Apaan sih buku ini! Gak banget deh!" Isinya tentang pendidikan di pesantren. Dari awal mulai masuk sampai lulus. Just it! Aku tak menemukan dimana menariknya. Mungkin saja orang lain bisa, but in my opinion; aku kecewa telah membelinya.
alhamdulillah..bru selesai bca. cerita kehidupan/pengalaman seorg pelajar d Pondok Moden Gontor. Bermula dengan tekad memasuki, penyesuaian dirinya, belajar dengan keadaan hingga azam menamatkan pengajian. Juga diceritakan mcm mna Pondok Moden Gontor membentuk peribadi pelajar2nya melalui perhubungan dengan alam sekeliling serta pembentukan jati diri dalam segenap aspek. Best..mcm seronok ja jika dpt rasai persekitaran mcm ni..hehe..sedikit fakta berkaitn Pondok Moden Gontor iaitu asal sistem pendidikannya:
1. Universiti al-Azhar(Kaherah Mesir): yang berfungsi sbgi kubu pertahanan Islam, wakafnya yg luas dan keabadiannya,
2. Pondok Syanggit (Afrika Utara): dengan biasiswanya yang luar biasa
3. Universiti Aligchar (India): dengan usha yg tidak kenl penat lelah bg memodenkan ajran Islam yg sesuai dgn tuntutan msyrkat dan zaman
4. Santiniketan (Tagore, India): dgn sistem kebudayaannya, kesederhanaan dn kekeluargaan serta kedamaian yg dbwa ke hdapan dlm memperluas ajaran Islam.
Pondok Pesantren Gontor menyimpan segudang cerita inspiratif dari para santrinya. Seperti kisah seorang anak usia tamatan SD berusia 11 tahun yang berkarakter aktif, agak-agak pemberontak, dan banyak maunya ini dalam novel Opera Van Gontor. Ia harus langsung mampu mandiri, disiplin, berdedikasi tinggi, terpisah dari keluarga, saat banyak kawan seangkatannya masih asyik bermain dan juga banyak yang putus sekolah di tengah jalan dengan berbagai sebab. Gemblengan para kiai yang disiplin dan bijaksana, menjadikan pengalaman nyantri di Gontor penuh suka duka dan keharuan.
Novel kronik pengalaman nyantri di Gontor ini ditulis apa adanya, menggelitik, dan cerdas. Inilah potret pesantren modern pada era 70-an. Suatu era ketika beberapa tokoh bangsa masa kini dilahirkan dan ditempa untuk berbakti kepada tanah air.
Buku ini merupakan pengalaman pertama yang sangat berharga dalam sebuah tradisi penelitian. Ia merupakan suara terdalam dari seorang santri yang melihat dirinya dan dunia luar.
i'm not really sure what makes the book dull in the first place, perhaps because it was translated from its original language. but perhaps because it seemed too random, too detailed, and too personal. it was just basically a bunch of recollection from the author's teen memories put together, with too much unnecessary detail and elaboration, using an adult perspective.. i really tried to like it, but i can't..
jadi, begitu di telpon ryan dari gontor, maka aku langsung beli buku ini. dan mulai membaca... buku tentang 'perjuangan ' santri' dalam mencari makna kehidupan yang terbentang di ma'had, ma'had, membesarkan, mendewasakan dan mengasuhnya, layaknya seorang ibu