Jump to ratings and reviews
Rate this book

Último Tango em Paris

Rate this book
The novelization is taken from the script by Bertolucci and Franco Arcalli, and it is at least commendably brief. The book also comes with eight pages of black-and-white stills.

188 pages

First published January 1, 1973

13 people are currently reading
285 people want to read

About the author

Robert Alley

8 books3 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
55 (9%)
4 stars
128 (21%)
3 stars
213 (36%)
2 stars
133 (22%)
1 star
61 (10%)
Displaying 1 - 30 of 83 reviews
Profile Image for Uci .
617 reviews123 followers
March 7, 2011
"Di mana adanya cinta?" pekik perempuan itu.
"Pergi nonton film sana untuk melihat cinta."


Cinta cuma ilusi, tapi seks nyata. Kau tak perlu mengenal seseorang untuk berhubungan seks dengannya. Tak perlu tahu masa lalunya, tak perlu mendoakan masa depannya. Selama raga terpuaskan, maka sudah.

Itu bukan kata-kata Bertolucci, tapi kesimpulan yang saya tangkap setelah membaca buku ini. Saya menyebut Bertolucci dan bukan Robert Alley karena bagaimanapun buku ini sepenuhnya berangkat dari naskah film besutan sutradara legendaris tersebut. Film fenomenal ini (karena muatan seksnya yang sangat eksplisit menurut standar saat itu) idenya datang dari fantasi seksual Bertolucci. Dia pernah bermimpi bertemu wanita cantik tanpa nama di jalan dan bercinta dengannya.

Maka Paul, lelaki paruh baya yang kasar dan jantan diceritakan bertemu dengan Jeanne yang cantik dan ranum di jalanan kota Paris. Mereka tidak saling kenal, tidak pula saling berkenalan. Tapi pada pertemuan pertama yang tak disengaja itu, mereka telah disatukan oleh seks tanpa syarat, tanpa ikatan. Dan hari demi hari sesudahnya, seks menjadi pelarian dari kehidupan nyata yang menjerat, yang memilukan. Saat mereka bersatu dalam sebuah apartemen kusam di sebuah gedung bobrok, dunia luar seakan menghilang. Yang ada hanya mereka, hanya tubuh, hanya hasrat.

Di sela-sela pertemuan banal dua manusia asing ini, diceritakan kehidupan mereka yang menurut saya begitu hampa dan putus asa. Istri Paul dengan entengnya memacari banyak lelaki, sementara calon suami Jeanne ingin membentuk gadis itu sesuai keinginannya, tidak pernah benar-benar memahami dirinya. Jadilah jalinan kisah aneh yang semua bermuara pada kesepian, keterasingan. Mengingatkan saya bahwa salah satu hal paling menyedihkan di dunia adalah kesepian. Tak heran banyak orang melakukan hal paling gila sekalipun, demi meloloskan diri dari kesepian.

Alur ceritanya sendiri cenderung datar, tidak meliuk-liuk dan meledak-ledak, khas film Eropa. Tapi lebih menekankan pada penggambaran jiwa tokoh utama, serta pernak-pernik mendetail kehidupan di sekitar mereka. Maka melalui kisah ini pembaca bisa mengetahui buramnya potret rasisme secara umum di Prancis, serta sisi gelap kota Paris yang sesungguhnya. Bukan Paris yang serba gemerlap di kartu pos. City of love, katanya. Tapi jiwa-jiwa tanpa cinta nyatanya bertebaran di sana.

Tapi benarkah kau betul-betul bisa menyisihkan cinta? Bisakah pertemuan berulang-ulang yang begitu intim bisa bebas dari keinginan untuk memiliki? Diiringi tarian tango terakhir, kisah cinta yang ganjil antara Paul dan Jeanne terpaksa berhadapan dengan kenyataan yang ingin mereka hindari.

Catatan: Rupanya seusai pembuatan Last Tango in Paris, Marlon Brando, pemeran Paul, mengaku merasa "diperkosa dan dimanipulasi" oleh film ini, dan selama lima belas tahun menolak berbicara dengan Bertolucci!

Catatan lagi: Walaupun belum menonton filmnya, saya ingat sempat tergila-gila pada Brando setelah menonton A Streetcar Named Desire. Sepertinya dia memang cocok memerankan Paul yang sangat maskulin.

Catatan lagi deh: Kisah ini membuktikan teori dosen komunikasi saya dulu, Bang Ade Armando, tentang perbedaan film Hollywood dan film Eropa.
Film Hollywood: adegan 1 langit, adegan 2 pesawat lewat, adegan 3 pesawat meledak.
Film Eropa: adegan 1 langit, adegan 2 langit, adegan 3 langit.

^_^

Dibaca dalam rangka Baca Bareng GRI bulan Maret 2011
Profile Image for Heather ~*dread mushrooms*~.
Author 20 books566 followers
July 23, 2014
Erotic?
No.

Sexy?
Nope.

Gross?
Yep.

Sexist?
Uh, duh.

Racist?
Shockingly so.

The characters are annoying. Paul is unnecessarily crass. Jeanne, while she seems to be mostly in charge of her life, turns into a weak idiot around Paul. Their dirty talk is disgusting. A pig? Uh, no. A rat with mayonnaise? Um ... no.

The writing wasn't terrible. And at least I was actually able to finish the book, unlike the movie when I tried to watch it like 13 or 14 years ago. Also the ending was pretty cool.
Profile Image for Kristina.
211 reviews3 followers
September 19, 2018
This was a quick read and well-paced. The wording evoked the disturbed and graphic nature of the story (use of "bad" words: rape, violate, different names for sex organs, etc.). The story follows two stereotypes - an older, mysterious, "real" man with no remorse and morals and a young, naive, artsy girl who is bored with her life. However, I was so bothered by Jeanne's portrayal, how she accepted the abuse, how she turned it into love, her rationalization of everything. Maybe the idea of the book was to evoke such strong emotions in order to raise awareness of the wrongness and problems of these (non-consensual) types of relationships. I was just to bothered by the characters and certain scenes, which left scars, to rate this any higher.
Profile Image for Raquel.
394 reviews
June 22, 2019
“DUAS DAS PESSOAS QUE CRUZAVAM A PONTE, MOVENDO-SE NA MESMA DIREÇÃO, JÁ ESTAVAM UNIDAS PELA CADÊNCIA MÚTUA, EMBORA NEM MESMO O SUSPEITASSEM, EMBORA NEM SEQUER SE CONHECESSEM, NÃO PODENDO, ATÉ, EXPLICAR ESTA CURIOSA CONJUNÇÃO DE TEMPO E DE CIRCUNSTÂNCIA QUE AS APROXIMARA UMA DA OUTRA. A PONTE, O DIA, O CÉU DE PARIS E AS CONDIÇÕES DA SUA PRÓPRIA EXISTÊNCIA SIGNIFICAVAM, PARA CADA UMA DELAS, ALGO DE INTEIRAMENTE DIFERENTE OU, TALVEZ MESMO, NADA. NA VERDADE, QUALQUER POSSIBILIDADE DE UM ENCONTRO TERIA PARECIDO VERDADEIRAMENTE INFINITESIMAL.”

---

Polémico Filme-Livro. Sentimentos enxutos. O coração não é metáfora de amor, antes um latejar profundo e selvagem, pulsando em mãos alheias.
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
September 7, 2017
Gak ngerti bagusnya di mana, kontroversialnya di mana... sampai menyadari tahun terbit perdana/tayang perdana filmnya. OK, untuk zaman itu, pastilah cerita ini berasa avant-garde sekali. Apalagi dengan adegan ending mengejutkan bin tragis seperti ini.

Ironis sbnrnya, Jeanne kehilangan pesona misterius Paul karena Paul mulai membuka dirinya. Sdgkan Paul, mampu melewati tragedi rumah tangganya dan "normal" kembali justru krn hubungan tidak normalnya dengan Jeanne.
Profile Image for Steph.
154 reviews8 followers
July 14, 2012
Thoughts on LTIP…
“How do they do it, the ones who make love
without love? Beautiful as dancers,
gliding over each other like ice-skaters
over the ice, fingers hooked
inside each other’s bodies, faces
red as steak, wine, wet as the
children at birth whose mothers are going to
give them away. How do they come to the
come to the come to the…still waters, and not love
the one who came there with them, light
rising slowly as steam off their joined skin…just factors, like the partner
in the bed, and not the truth…” (Olds)

Coming to terms with this story is staggering. Trying to understand the why behind Paul and Jeanne. Alley offers a reasonable analysis of Paul. Paul I think I understand. Here is a man desperate to purge and cannot do so in honesty, so instead he relies on the metaphor of Jeanne, a catalyst for all he cannot speak or cry or revenge on his wife and on the ruin of his life. Hurting people hurt people. That I get:

“I hurt myself today
To see if I still feel
I focus on the pain
The only thing that's real
The needle tears a hole
The old familiar sting
Try to kill it all away
But I remember everything

What have I become
My sweetest friend
Everyone I know
goes away
In the end
And you could have it all
My empire of dirt
I will let you down
I will make you hurt” (Reznor)

But what makes Paul declare love to Jeanne in the end? Why this sudden change from convenient, warm body to emotional attachment and need? Did he actually find a measure of healing with her? Were all of the so –called tests that he put her through a psychological challenge of his own? Could he only conceive of a love possible with someone willing to wholly and utterly sacrifice themselves-their dignity- for him? What propelled him to change the status quo that existed between them, and may have gone on existing for quite some time? Was the wake of his wife adequate closure? Or did all of Jeanne’s successful passing of his tests inspire him into this new direction, a relationship in which he could have everything his way, and therefore never feel unsatisfied? Was winning Jeanne’s love his ultimate redemption? The sudden transformation of Paul makes no clear sense. I feel I could read the novel several times and still not understand the change in him, if it was in fact a change.

Jeanne’s journey is fascinating. Alley comments little on Jeanne’s frame of mind. I think perhaps Bertolucc
i didn’t quite grasp her. Who among us has never imagined what it would be like to completely lose ourselves in another person, and to have that abandon be completely devoid of reality or responsibility, or even truth, but pure fantasy and the “letting go”. It’s not difficult to understand either the idea of embracing violence as an expression of passion, and therefore to understand why Jeanne would allow (and be tantalized by) Paul’s dominance of her. It’s also interesting to note the attraction that she feels to a man who degrades her, both physically and psychologically; who, in truth, detests her, but nevertheless offers her unparalleled pleasure. I think that there are some deeply-rooted, sub-conscious implications there- consummating desire with simultaneous rejection. There’s something very primal to it, almost a suggestion of the rejection of the female as a soulful, intelligent, articulate being worthy of humaneness, but acceptance of her as a sexual vessel. And, as has been said before about the film and the novel, all of this has nothing to do with love.

Yet Jeanne professes to love Paul? Why? She loves the fantasy of the man in the apartment but certainly not Paul. She makes that all too clear in the novel’s scathing climax. It’s as if she realizes that the pleasure she experiences with the lover in the apartment can never exist within the confines of a actual relationship, in which the outside world and all of its shit ultimately entwines itself within the relationship; a depressing thought with the ring of truth.

And why such a drastic conclusion from Jeanne? Did her sacrifices for Paul while in the apartment knock some screws out that were already lose? Is it that she just then came to the realization of what she had done the past three days? Was this some unrealized rage projected on Paul that she could not project onto herself or a past abuser?

It’s as if Jeanne and Paul exchange souls at the conclusion of their journey. Her vulnerability is manifest in his desire to move beyond the apartment and, in a sense, to be who she asked him to be: honest about his life, open about his past, a face with a name. Whereas his violence and disgust with her is manifest with Jeanne in her estimation of Paul outside of the fantasy, her growing revulsion to him, and the barrel of her gun, the ultimate phallic symbol for enacting her forceful rage back on him.

I finished this novel in two sittings. I can’t wait to read it again. It is concise, dangerous, electrifying.

P.S. Could have done without the talk of the pig.
Profile Image for Mac.
27 reviews1 follower
October 1, 2023
I picked this up in a second hand bookshop and recognised the title from somewhere (don't know where) and thought it would be like a grand Parisian love story but it was smut! Smut!
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
December 15, 2011
Judul : Last Tango in Paris
Penulis : Robert Alley
Penerjemah : Rama Romindo Utomo
Penyunting : M.Sidik Nugraha dan Anton Kurnia


Sungguh, saya juga bingung apa hikmah atau makna yang hendak disampaikan penulis melalui novel kontroversial ini. Sebagaimana pendapat para resensor sebelumnya yang juga rata-rata kebingungan mencari tahu maksud dibalik dituliskannya novel yang alurnya lebih mirip alur drama ini. Satu hal yang disepakati oleh banyak pembaca, buku ini mengandung—atau mungkin mengumbar—aneka adegan ranjang antara pria dan wanita yang tidak terikat oleh ikatan pernikahan. Disetting dengan latar belakang kota Paris tahun 1960-an atau 1970-an, The Last Tango in Paris seperti hendak menunjukkan bagaimana kehidupan dan prinsip kebebasan hidup yang terlalu over di benua Eropa dan Amerika Serikat pada kurun masa itu. Sebagaimana kita ketahui, masa-masa 60-an dan 70-an adalah masanya para hippies yang berorientasi untuk mencari dan menikmati kebebasan, yakni kebebasan yang sebebas-bebasnya, termasuk dalam urusan seks.

Paul, seorang lelaki paruh baya dari Amerika Serikat secara tidak sengaja berjumpa dengan Jeanne, seorang gadis Perancis yang masih muda dan (sok)polos. Keduanya tidak saling mengenal identitas masing-masing—dan masih tidak saling mengetahui identitas dan alamat masing-masing hingga di bagian akhir buku ini. Justru ketiadaan identitas inilah yang ternyata mampu menyulut api gairah di antara keduanya. Tanpa nama, tanpa identitas, tanpa latar belakang keluarga atau status; ketiadaan itu malah memunculkan sebuah ranah bebas di mana keduanya bisa saling menyalurkan hasrat badani mereka secara leluasa, secara bebas. Mungkin, ketiadaan identitas itu juga yang membuat keduanya bisa melepaskan diri dari pakaian mereka. Untuk telanjang dari segala pernak-pernik status sosial dan ekonomi, telanjang dari gosip dan bisik-bisik dunia, telanjang yang benar-benar telanjang.

Paul yang tertekan, karena istrinya yang nekat bunuh diri tanpa alasan yang jelas, bertemu dengan Jeanne yang masih muda dan haus akan petualangan serta sensasi baru. Sebagai seorang pria yang kesepian, Paul menemukan surga lelaki pada tubuh Jeanne nan sintal. Sebagai seorang gadis yang pacarnya kurang romantis, Jeanne menemukan sosok lelaki maskulin yang bisa memuaskan hasrat badaninya pada diri Paul. Dan, dalam sebuah apartemen sewaan rahasia, keduanya bergelut penuh nafsu dan saling memuaskan hasrat seksual mereka dengan mengabaikan segala bentuk institusi di luar sana. Dari sini, tampak bahwa penulis sepertinya ingin sekali menunjukkan pendobrakan atas nilai-nilai pernikahan dan sosial kemasyarakatan yang dirasa mengekang kebebasan manusia. Jika dipandang dengan kaca mata Timur, hal ini mungkin terkesan terlalu vulgar dan kebablasan. Namun, jika ditenggak latar belakang novel ini yang ditulis pada era tahun 1970-an, pembaca bisa sedikit memaklumi karena masa-masa tersebut tema kebebasan tengah dijunjung tinggi di generasi muda Eropa.

Walaupun tidak sevulgar penggambaran adegan ranjang seperti yang digunakan dalam novel-novel romance seri HR yang banyak bermunculan dewasa ini, ketiadaan hubungan yang jelas antara kedua tokoh utama inilah yang cukup membuat novel ini beitu kontroversi. Tidak ada ikatan kekasih, apalagi suami istri, hanya sekadar pelampiasan suka sama suka di atas ranjang. Dalam beberapa halaman novel ini, digambarkan pula beberapa contoh hubungan seksual yang—maaf—lewat jalur belakang sehingga kadang pembaca sendiri bingung dengan apa maksud atau tujuan ditulisnya novel ini. Masih dengan unsur bingung namun penasaran, pembaca akan digiring untuk lebih mendalami karakterisasi dari Paul dan Jeanne: apa yang membuat mereka berperilaku demikian, bagaimana identitas masing-masing, dan bagaimana keadaan psikologis keduanya. Menurut saya, seks yang agak bertebaran dalam novel ini hanyalah penguat, hal yang hendak ditonjolkan mungkin sisi kedalaman psikologis dari kedua tokoh tersebut, terutama dengan latar kota Paris dan euphoria kebebasan tanpa batas yang tengah digambar-gemborkan kala itu.

Ditulis dengan gaya memikat khas novel klasik yang kaya akan deskripsi tempat serta pemgembangan unsur psikologis yang mendalam, Last tango in Paris menawarkan sebuah episode singkat dari suatu era melalui kehidupan Paul dan Jeanne. Kita bisa mengetahui apa dan bagaimana paham kebebasan yang dianut masyarakat Eropa kala itu. Dari bagian akhir cerita, paling tidak penulis bisa menyisipkan sedikit kebijaksanaan atau imbauan tentang nilai-nilai yang seharusnya tetap dijaga dan tidak diacak-acak. Mungkin, versi film dari buku ini akan lebih menarik karena novel ini benar-benar membutuhkan tambahan visualisasi nyata untuk lebih mempertegas deskripsinya. Karena versi film dari novel ini masuk dalam jajaran 100 film terpopuler sepanjang masa, mungkin pembaca bisa melengkapi pembacaan novel kontroversial ini dengan menonton filmnya.
Profile Image for Sam Smith.
31 reviews4 followers
July 10, 2021
Decades back I saw the film; and the book is OK, but the descriptions are repetitive - '...strong broad shoulders...' Left me unsure of the worth of a book based on a film. At its best I'd say it read in its nihilistic phases a bit like Albert camus 'L'Etranger'; but that's a stretch. Based on the film it became in the end too filmic, too superficial.
Profile Image for Videlastro .
430 reviews
March 23, 2011
***Spoiler Alert***

Hiyahaha... di tulis di sini juga deh akhirnya... ^^

Jeanne and Paul.. Dua manusia yang mempunyai Sisi kehidupan berbeda... dan Umur yang memang saling terpaut jauh.. Bertemu pertama kali di Jembatan, di atas Sungai Siene, Kota Paris. pertemuan itu terjadi dalam diam tanpa kata - kata.. tapi di lakukan dengan pandangan dan tatapan mata, pertemuan itulah yang mengawali kisah mereka. Di malam yang sama, mereka bertemu lagi di sebuah apartemen kosong yang tak jauh dari tempat pertemuan pertama mereka, dan di sanalah, pertemuan berikutnya terjadi.. di sana juga lah hubungan pertama mereka di lakukan.. (tw doonk hubungan apa).. Tapi di sana, bukanlah kali pertama mereka untuk mengenal 1 sama lainnya, intinya.. rasa tertarik mereka.. tidak membutuhkan nama.

Hmm.. begitu mudah huh? tapi itu yang terjadi.. pertemuan itu terus belnajut walaupun selama itu Paul telah pernah memperlakukan Jeanne dengan kasar, amat sangat kasar, hampir bisa di bilang.. ini adalah pelecehan sexual.. tapi, entah kenapa, Jeanne terus datang ke Apartemen tersebut untuk bertemu Paul... Yaa... hanya untuk bertemu Paul.. mungkin rasa penasaran lah yang membuat Jeanne mau berbuat hal itu..

eeeng... Bisa di katakan, Perlakuan kasar Paul kepada Jeanne adalah sebentuk rasa kecewa karena ditinggal bunuh diri Istrinya.. tapi Jeanne tidak tau akan hal itu.. yang Jeanne tau.. perlakuan itu di tujukan kepada dirinya. Tapi hey, Jeanne malah Jatuh Cinta kepada Paul.. yaa.. Jeanne jatuh cinta.. kepada Paul... Pria tanpa nama yang selalu bertemu dengannya di sebuah apartemen... pria yang belum di ketahui apa pekerjaannya... di mana tinggalnya.. pria yang membuat Jeanne Jatuh Cinta.

Singkatnya... Rasa Cinta Jeanne membuat Paul berfikir ulang tentang hubungan mereka... Mau di bawa kemana sebaiknya hubungan mereka.. Kayak kata Armada... "Mau di baaaawa kemanaaa.. hubungan kitaaa????" hmpffth. Dan, Paul pun mencoba membenarkan segalanya... Kenapa Paul Merasa harus membenarkan hal itu?? karna akhirnya Paul Jatuh Cinta kepada Jeanne...

Gyahahhaa... Yup.. Paul Jatuh Cinta... pada Jeanne.. Apakah Jeanne bahagia?? Tidak.. yaa.. Tidak... pada saat itu... Jeanne sudah tidak mencintai Paul, dan jeanne telah di lamar oleh pria yang selama ini menjadi Pacarnya, Jeanne mencoba melepaskan diri dari Paul.

Berhasil?? Hampir.. Di akhir cerita.. ada adegan dimana mereka akhirnya berjalan bersama.. bertemu pertama kalinya di luar Apartement rahasia mereka.. mendatangi sebuah restoran, menonton acara Dansa Tango.. Last Tango... dan di sanalah, Jeanne mengatakan yang sebenarnya pada Paul, bahwa dia akan menikah dan bahagia..

Paul yang tidak terima, mebuat dirinya mabuk dan bertingkah aneh, Jeanne yg ketakutan, terpaksa pergi meninggalkan restoran tersebut, tapi Paul mengejarnya, dengan brutal. Jeanne Lari ke Apartemen Ibunya, dan menemukan gudang senjata Ayahnya, Dia menembak Paul disana.

Hihihiih... Yuup.. itulah akhirnya.. Saat pertama kali Paul menanyakan siapa namanya.. Jeanne menembak Paul.

gw kutip dikit kalimat terakhir Jeanne

"Aku tidak tahu siapa dia," gumam Jeanne pada dirinya sendiri, matanya melebar, sementara pistol itu masih digenggamnya. "Dia mengikutiku, dia berusaha memperkosaku. Dia gila... Aku tak mengenalnya... Dia mau memperkosaku, Dia gila.. Dan aku bahkan tidak tahu siapa namanya"

hmm... Setidaknya.. kalimat terakhir itu benar adanya... Jeanne tidak pernah tahu Siapa nama Pria itu.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,056 reviews297 followers
May 6, 2011
Apa yang mesti saya resensi dari buku ini?
“tampak dua orang melintasi jembatan, menuju arah yang sama, terjerembab dalam irama yang saling berbalas, mesti mereka tak pernah menduganya. Mereka sebelumnya tak pernah bertemu dan tak bisa menjelaskan momen aneh yang secara kebetulan mempertemukan mereka. Bagi keduanya, jembatan, hari itu, pemandangan kota Paris, serta kondisi keberadaan mereka memiliki makna yang sungguh berbeda.” Hal. 6.
Mereka pertama kali bertemu di jembatan itu kemudian saling melirik di sebuah apartemen yang dicari Jeanne untuk dirinya dan tunagannya. Ketika dia membuka sebuah kamar untuk melihatnya ternyata dia ada disana, Paul, pria berusia 45 tahun yang mempunyai wajah tampan tapi terkesan dingin, yang sangat menarik dimata Jeanne. Dengan pertemuan singkat mereka, kata yang sedikit terucap, mereka langsung melakukan “bobok bareng.” Di apartemen itu, telah menjadi saksi sejarah dua beban berat yang ingin dilepas oleh diri masing-masing, Paul yang tidak mengerti kenapa istrinya bunuh diri dan Jeanne dengan tunangannya yang terobsesi menjadi sutradara, dimana dia harus menjadi artisnya, dua kekecewaan menjadi satu, berusaha saling melepaskan.
Mungkin itu saja yang bisa saya katakan.
Tertarik baca ini karena pernah menjadi salah satu bacaan yang dipilih program baca bareng di goodreads tapi baru kesampaian baca kemarin. Melirik para review yang sudah ada, mereka menjelaskan kalau isi buku ini melulu soal sex. Memeng sih, Paul dan Jeanne selalu “bobok bareng” ketika mereka dengan sengaja ataupun tanpa sengaja pergi ke apartemen itu, tapi kalau menurutku tidak terlalu gimana ya, sedikit vulgar lah, soalnya masih banyak juga harlequin ataupun historical romance yang jauh lebih parah. Selain itu,kata-kata Paul disini juga sangat kejam dan kotor, gak habis pikir si Jeanne mau aja digituin apalagi di adegan itu (tidak mau menjelaskan ah), hmm dia memang sebenernya menolak sih hihihihi.
Berbicara sedikit tentang filmnya yang saya dapat dari lembar terakhir di buku ini, novel Robert Alley ini ditulis berdasarkan sebuah film drama romantic (yang seharusnya tragis) legendaris, Last Tango in Paris (1972—Ultimo Tango A Parigi). Film yang diproduseri oleh Alberto Grimaldi dan di sutradarai oleh sineas terkemuka Bernado Bertolucci berdasarkan scenario yang ditulisnya sendiri bersama Franco Arcalli dan Agnes Varda. Tokoh Paul di film ini diperankan oleh actor top saat itu, Marlon Brando. Sementara, Jeanne diperankan oleh Maria Schneider. Atas perannya di film ini, Brando dinominasikan meraih Oscar sebagai actor terbaik, sedangkan Bertolucci dicalonkan sebagai sutradara terbaik dalam ajang Academy Award 1973. Film ini juga menyulut kontroversi karena muatan seksualitasnya yang dianggap sangat eksplisit dan sempat berurusan dengan lembaga sensor diberbagai Negara. Namun, para kritikus mengganggapnya sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibuat. Hmmmm, cuman mikir tahun 1972 dan 2011 apakah kadar sensornya masih sama????

3 sayap untuk akhir yang tragis.
Profile Image for Lady CatVignon.
21 reviews
July 15, 2012
El último tango en París nos ofrece no solo musicalidad, erotismo, un poco de neblina y el ambiente bohemio y parisino que se necesita para esta historia; dos desconocidos que convergen en una habitación – ambiente más que vital para despojarse del mundo y de sí mismos- sin pasado, ni futuro, tan solo el presente de sus cuerpos y el deseo que pone a temblar la ciudad francesa, es así como Jeanne y Paul se aventuran durante un corto tiempo a la entrega total del placer que sus bajas pulsiones les gritan.

No importa que ella sea una joven de veinte años con un cuerpo extraordinariamente hermoso – o quizá sí-, que inicia su carrera de actriz al lado de su novio –quién más tarde pasará a ser su prometido- un director de cine amateur aficionado a la improvisación. Así como tampoco importa que él sea un hombre de 50 años, viudo, a cargo de un hotel de baja categoría en la que sus inquilinos han pasado a formar parte de la decoración decadente.

El olor a sexo que impregna la habitación puede palparse tras la lectura sinestésica que evoca página a página; el erotismo con el que se envuelve esta danza macabra de copulación y deseo que culminara con el último baile, sin la revelación completa, con la desazón y el anhelo por desaparecer todo aquello que estrujó las más profundas pulsiones de su ser.
Mediante una lectura ágil, palpable y sumamente envolvente baila el último tango, la ultima danza del amor y el deseo que ninguno debe perderse.
Profile Image for Truly.
2,763 reviews12 followers
March 17, 2011
Ikutan Harun ah....
Isinya intip punya Jeng Uci di http://www.goodreads.com/review/show/149...

Dibaca kemarin dalam perjalanan pulang yang butuh 5 jam hiks.....!
Secara cara bercerita, oklah. Maksudnya bahasanya, uraiannya sih ok
Cuman topiknya yang buat kedua alisku bersatu....
Silahkan sebut saya kuno, norak atau apalah, tapi buat saya tema buku yang sungguh menakutkan!
Sex memang sudah dianggap menjadi kebutuhan manusia. Tapi dalam buku ini, kok yah jadi menyeramkan.
Buat saya urusan begituan jadi sesuatu yang spesial, bukan main hajar saja seperti Paul dan Jeanne.
Kedua tokoh kita begitu menyukainya. Sehingga iklan sebuah minuman dimana saja, kapan saja sepertinya cocok untuk mereka.

Begitu membaca saat mereka saling tertarik untuk pertama kali, saya mulai merasa risih, apa lagi saat "serangan pertama" dilakukan. Waduh...! tanpa cukup saling mengenal mereka bisa begitu saja melakukan sex! Ok....kalau itu dianggap ok,
Saat membaca repiu Jeng Uci menduga sih ada urusan begituan tapi enggak mengira SEGITUNYA

Mungkin buku ini perlu diberikan tempelan batas usia.
Supaya jangan sampai dibaca ABG lalu mereka salah persepsi
Ripiu lengkap.. kapan2 aja deh ^_^

173 reviews1 follower
October 10, 2020
Out of morbid curiosity, a dearth of books to read, and the cumbersome library check-out system, I chose to read Robert Ally's novel derived from the film, The Last Tango in Paris. I should have known better. I saw the film years ago when it came out, and I didn't like it; my husband recently read the book and didn't like it either. I should have known that books based on a film screenplays are not worth it. I wasn't wrong - it was inferior, even though the writer was skilled at recapturing what the film did, and in describing the scenes of Paris well. First - the film wasn't erotic, it was depressing and sometimes downright disgusting and sick. Second - the character development was weak, with one-dimensional characters, both completely unlikable. Third - it was misogynistic! This novel never should have been written, and I shouldn't have wasted my time on it. I am almost ashamed that I am admitting that I read it.
Profile Image for Nike Andaru.
1,637 reviews111 followers
March 23, 2011
Hmmm..
Kayaknya ga bisa ngasih lebih dari bintang 2. Rasanya buku ini kok berakhir dengan banyaknya umpatan dan kata-kata yang tidak enak didengar ya?
Okelah, klo ada adegan sex, mungkin saya masih bisa maklum, tapi kok makin deket akhir buku, malah banyak sekali yang bikin eneq. Ya itu adegannya, ya kata-katanya si Paul.

Harusnya penerbit Serambi melabeli buku ini dengan Label Novel Dewasa. Semoga ga ada anak di bawah umur yang baca buku ini :D
Profile Image for Dian.p.
18 reviews2 followers
May 20, 2011
Gue gak suka sama sekali. Titik.
Profile Image for Margaret.
39 reviews18 followers
own-and-someday-read
May 7, 2012
Well once upon a time I opened it up, read the opening, then skimmed through to all the movie still pictures and then read the last couple pages. That doesn't count as reading this book, eh? LOL
Profile Image for Iga.
1 review
January 2, 2022
Disgusting and only the ending make it 2-star not one
Profile Image for Simon Oliver.
3 reviews
May 5, 2019
It is the book of the film and therefore in spite of being well-written is also slightly disappointing. I gave it the 5 stars because I enjoyed the writing. I saw the film 36 years ago and was not old enough to be properly shocked by it; now the book, extremely faithful to the film, with not much additional insight, was not as satisfying as I expected it would be - I realised that I already had gained whatever insights could be taken when I watched the film all those years ago. I bought this book second-hand in September 1987, and only just now in 2019 have got around to reading it. Probably the most “interesting” aspect has been the realisation that what I mistook for my own sophistication back then was probably a slightly unhealthy voyeurism that maturity has tempered appropriately.
In summary I probably would only recommend it for the writing, but even then you’d do much better to read, say, Anita Brookner, for better writing with a deeper but a similar bitter-sweet journey and insights.
Profile Image for Mafer Barron.
753 reviews26 followers
August 6, 2019
“Sus palabras no significaban nada comparadas con su presencia.”

“...la invadió un terror súbito e irracional. No sabía lo que más la atemorizaba: que la vieran allí o que la sacaran del umbral de su aventura.”

#bookquotes

Paul y Jeanne son dos completos desconocidos que se encuentran de manera fortuita en un departamento en las calles de Paris. Sin saber cómo exactamente, comienzan a tener una relación pasional, puramente sexual en la que no hay cabida ni para romances, ni enamoramientos, ni recuerdos, ni identidades.

Es una novela para una noche de lluvia. No me pareció precisamente erótica ni memorable en ningún sentido. Su distintivo fundamente es haber sido creado con base en la película de los setenta.
Los personajes son incongruentes, ambos cambian su discurso radicalmente en algún momento de la historia.
Por el título imaginé que habría en algún momento una referencia a la altura de “Siempre tendremos Paris.” Nada más lejos de la realidad.
El final lamentable.
Profile Image for Titus Hjelm.
Author 18 books98 followers
October 24, 2022
Nyt en rehellisesti muista elokuvastakaan oikein mitään, mutta maku siitä meni jo vuosia sitten, kun luin Maria Schneiderin kohtelusta kuvauksissa. Kirjan aloitin siinä toivossa, että se voisi kertoa jotain elokuvan taustoista, mutta tämähän menikin toisin päin, eli kirja "perustuu" elokuvaan. Tekstin taso on varsinkin alussa melko karmivaa. Näkökulmat vaihtelevat ei vain kappaleesta toiseen, vaan joskus lauseesta toiseen. Kun suomen kielestä puuttuu sukupuolta merkkaava pronomini, on välillä vaikea seurata kenen pään sisällä tarinassa ollaan. Loppua kohden meno hieman paranee, klaustrofobinen hulluus kuvataan ihan pätevästi, mutta ei tällä kirjalla kyllä kulttiasemaan nousta.
Profile Image for Amal Bastian.
115 reviews4 followers
October 13, 2018
Jalan cerita cepat yang vulgar, erotis, dan sensual. Alley sangat detail mendeskripsikan keseluruhan jiwa dan mental tokoh, serta nuansa Paris, yang menurut saya, membawa sentuhan romantis yang mencekam. Akhir cerita dibuat lebih halus, tentang penggambaran adegan pembunuhan dan kematian yang begitu tenang dan sedikit indah.
Profile Image for Sara✨.
320 reviews38 followers
December 26, 2020
Sjajna knjiga sa odlično razvijenom radnjom i dobri zapletima. Zapravo nisam očekivala toliko slobodan rečnik ali mi nije smetalo. Ako je neka vrsta erotike kvalitetna ovo bi bio stil kojim je dobro da se piše. Kraj mi je bio najbolji od svega jer nisam očekivala i nekako je zaokružio celu priču. Sve u svemu kvalitetna knjiga vredna čitanja!
Profile Image for Katy Lohman.
491 reviews18 followers
May 23, 2019
Not sexy, mainly depressing. Paul is trying to recover from a depressing marriage and death of his wife. Jeanne is flitting around Paris. Somehow, the two bump into each other and decide to start an affair. He is bossy. She surrenders despite herself. Things get ugly. I ask myself why it keeps happening...right until the end.
Profile Image for Louise Mullins.
Author 30 books147 followers
September 16, 2021
An exposé on the nature of biology, Identity, sexuality, the sociology of intimate relationships and how romance and abuse take many guises. An important novel, as relevant now as it was in the seventies. A timeless, stunning piece of literature that won't age.
Profile Image for Костадина Костова.
Author 2 books122 followers
July 17, 2022
Без да коментирам скандала по заснемането на на сцената с изнасилването и маслото, заради която Бертолучи и Брандо поне за мен загубиха всякакво уважвние и интерес, бих казала, че тази история не е устояла теста на времето. Давам две звезди, заради някои добри изречения и внушения.
Displaying 1 - 30 of 83 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.