Jump to ratings and reviews
Rate this book

Seri Buku TEMPO: Orang Kiri Indonesia

Njoto: Peniup Saksofon di Tengah Prahara

Rate this book
Ia berbeda dari orang komunis pada umumnya. Ia necis serta piawai bermain biola dan saksofon. Ia menikmati musik simfoni, menonton teater, dan menulis puisi yang tak melulu "pro-rakyat". Ia menghapus The Old Man and the Sea--film yang diangkat dari novel Ernest Hemingway--dari daftar film Barat yang diharamkan Partai Komunis Indonesia. Ia menghayati Marxisme dan Leninisme, tapi tak menganggap yang "kapitalis" harus selalu dimusuhi.

Njoto adalah sisi lain dari sejarah Gerakan 30 September 1965. Kecuali dari buku-buku Orde Baru yang menyebut semua anggota PKI terlibat G30S, kebanyakan sejarawan tak menemukan keterlibatan Njoto dalam aksi revolusioner itu.

Menjelang prahara 1965 ia tak lagi berada di lingkaran dalam Ketua PKI D.N. Aidit: ia disingkirkan akibat terlalu dekat dengan Sukarno. Keretakan Njoto dan Aidit dipercaya juga disebabkan oleh perselingkuhan Njoto dengan Rita, seorang perempuan Rusia yang disebut-sebut intel KGB.

103 pages, Paperback

First published October 1, 2010

4 people are currently reading
266 people want to read

About the author

Tim Buku TEMPO

44 books95 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
82 (26%)
4 stars
135 (42%)
3 stars
84 (26%)
2 stars
11 (3%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 54 reviews
Profile Image for Ivan.
79 reviews26 followers
August 17, 2012
Njoto ini unik, dia merupakan Ketua II Comite Central Partai Komunis Indonesia pada terakhir dia menjabat yaitu tahun 1965. Akan tetapi, pemikiran dan perilaku Njoto sangat flamboyan. Kalau tidak tau latar belakang dia, pasti kebanyakan orang akan menyangka dia Borjuis.

Selain sebagai ketua, Njoto juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Harian Rakjat. Koran agitasi Partai Komunis pada saat itu. Selain itu, tokoh yang sering disebut salah satu dari tiga serangkai pimpinan PKI ini juga merupakan seorang seniman musik yang handal. Njoto sangat suka bermain alat musik pada waktu senggangnya membaca. Bahan bacaan Njoto seperti diceritakan oleh Soetarni istrinya, di rumahnya Jalan Malang, Menteng, Jakarta Pusat sampai menggunung, bahkan Njoto jika ingin mengambil bahan bacaannya yang ada tumpukan paling atas harus memakai tangga. Bahan bacaan kirinya banyak sekali kata Soetarni.

Pada saat terjadi coup de'etat, seperti diceritakan dalam buku ini, seluruh keluarganya diungsikan ke tempat saudara dan kerabatnya. Kemudian pada saat Soetarni di tangkap tentara, saudara kandungnya, yang masih ketururan dengan Ibu Tien Soeharto berusaha melobi ibu negara pada saat itu. Namun, penguasa saat itu yang sangat fobia terhadap komunis, tetap menjebloskannya di penjara. Akan tetapi menurut pengakuan Soetarni, dia tidak diperlakukan dengan kasar bahkan tidak pernah dibentak oleh para sipir penjara.

Njoto, ini ternyata dulunya sempat renggang hubungannya dengan Aidid, karena Njoto dianggap Aidid sangat dekat dengan Soekarno yang Marhaen. Sehingga oleh Aidid, Njoto disingkirkan dalam pengambilan keputusan pusat Partai. Njoto juga pernah merestui Amarzan dalam pengolakan sajak Aidid yang akan dimuat di Harian Rakjat. Puisi dari DN Aidid menurut Njoto dan Amarzan memang tidak sebagus dibandingkan anggota PKI lainnya. Bahkan bisa dikatakan jelek.

Kisah cintanya dengan Rita, seorang mahasiswa Rusia yang sedang menempuh studi Bahasa Indonesia di Moskow juga diceritakan dalam buku ini. Hal inilah yang membuat Soetarni cemburu, bahkan Rita berani mengirimkan surat yang isinya adalah pernyataan cintanya kepada Njoto dan bersedia dinikahi Njoto. Padahal pada saat itu Soetarni sedang mengandung anaknya yang terakhir. Kisah cinta itu sampai ke telinga Aidid, sehingga Aidid yang tidak suka poligami memutuskan untuk mengeluarkan Njoto dari tampuk pimpinan partai pada saat itu. Hal ini menurutku keputusan yang sangat berani, ditengah kondisi bangsa sekarang ini.

Pria berkacamata ini jugalah yang membuat keputusan yang berbeda dengan para pimpinan PKI pada saat itu, dia menolak untuk memasukkan Old Man in The Old Sea karya Ernest Hemingway sebagai bahan bacaan terlarang saat itu, dia juga yang menyelamatkan tuduhan plagiat pada novel Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.
Profile Image for Nirmala  Nurfauzia .
6 reviews2 followers
May 16, 2016
Njoto ini gegedug PKI yg karakternya mirip Rangga AADC - penulis puisi dan surat cinta berlembar-lembar buat calon istri, kutu buku, kontributor koran dan nyeni banget. Saking bedanya dengan orang kiri kebanyakan, beliau jadi menteri kesayangan Soekarno sekaligus penulis pidato-pidato Soekarno yg mampu menghipnotis banyak orang.
Cukup baca buku ini, saya jatuh cinta sama Njoto yg selain berkarakter mirip Rangga AADC juga jago berbagai alat musik. Diceritakan di tahun 1965 di sebuah toko alat musik di Paris, Njoto mencoba Saxophone, drum dan memainkan lagu keroncong dengan gitar listrik sehingga mampu membungkam pemilik dan seisi toko musik.
Dan memang, bahwa wanita selalu jadi kelemahan pria. Bahkan pria dengan sejuta pesona seperti Njoto. Njoto yg tergambar sebagai family man, pada akhirnya didepak Aidit dari PKI karena affairnya dengan perempuan Rusia Intel KGB bernama Rita yg sering dijuluki agen Khong Ghuan Biskuit (lol). Ternyata Aidit yg terkenal kejam mengharamkan poligami di partainya. (Bravo Aidit! )
Well apalah arti sebuah nama, nama yg begitu biasa saja seperti Njoto ternyata menyimpan kemampuan yg sangat tidak biasa .
Profile Image for Evan Dewangga.
301 reviews37 followers
June 18, 2019
Buku yang sangat asyik dibaca, dua kali duduk selesai. Tentu bagi kebanyakan orang Indonesia, G30S adalah episode sejarah yang sangat abu-abu. Buku ini bisa menyibak keabu-abuan itu, memanusiakan kader PKI (terutama Njoto), serta memberi insight tentang bagaimana sebenarnya G30S terjadi dengan gamblang dan sederhana. Tentu Tempo sendiri mengakui bahwa buku ini adalah "menu instan", tidak begitu dalam telaahnya dari segi historis. Namun, bagi saya ini sudah sangat membuka mata, apalagi bagian kolom oleh sejarawan UBC, yang menceritakan bahwa rencana G30S itu sangat eksklusif dan rahasia di kalangan PKI, hanya sedikit yang tahu di dalam partai (Anggota Politbiro saja). Makanya aneh, seluruh anggota PKI yang dicap bersalah, bahkan sampai keluarganya juga kena hukuman.

Membaca buku ini, memberi keadilan pada sejarah Indonesia, di mana narasinya sudah dibiaskan rezim Orba. Dari kaca mata Njoto, kita melihat pemimpin PKI yang nyleneh. PKI yang borjuis, necis, punya toleransi terhadap kapitalisme. Ya PKI juga manusia, bukan setan yang selama ini terlampau dijudge dan ditakuti tanpa alasan yang jelas.
Profile Image for Ainay.
418 reviews78 followers
April 29, 2020
Propaganda tentara/Orde Baru selalu menggambarkan orang-orang PKI sebagai orang bengis, monster yang siap menjagal siapa pun selain kamerad. Tapi Pak Njoto adalah satu contoh yang membuktikan bahwa PKI juga manusia yang mencintai musik, seni, dan sastra. Ia tak seperti orang komunis kebanyakan.

G30S adalah sebuah aksi rahasia yang direncanakan dan diketahui hanya oleh segelintir orang. Tapi mengapa Orba membantai orang-orang PKI yang tak tahu menahu (orang-orang seperti Pak Njoto) perihal G30S?

Ayo menggali lebih dalam. Semangat, Ai. Empat buku seri orang kiri Indonesia dari Tempo ini berhasil memancing keingintahuanku tentang PKI dan G30S lebih banyak.
Profile Image for Aravena.
675 reviews36 followers
September 22, 2017
Dibaca via iPusnas.

Buku ini bagian dari 'Seri Orang Kiri', suatu inisiatif tim jurnalis Tempo yang sangat saya apresiasi. Menggali kembali masa lalu orang-orang komunis di negeri ini rupanya masih jadi hal yang tabu, begitupun dengan upaya mempertanyakan kembali sejarah yang ditulis oleh para pemenang. Butuh upaya yang sangat tidak mudah untuk menampilkan profil orang-orang yang sudah dikubur (dalam arti harfiah maupun kiasan) ini, sehingga saya pun jadi bersemangat membacanya. Harusnya baca dari Aidit dulu sih, tapi ya sudahlah....

Tokoh yang diangkat kali ini adalah Njoto: salah satu pimpinan partai PKI, Menteri Negara, budayawan, dan maestro seni. Seperti yang diakui sendiri oleh redaktur eksekutif Tempo, Bapak Arif Zulkifli, sajian dalam buku ini memang masih berupa 'makanan cepat saji'. Banyak informasi penting yang ditampilkan, tapi lebih banyak lagi pertanyaan yang muncul selepas membacanya.

Mungkin karena temanya yang sensitif, teks di sini lebih bersifat rangkuman deskriptif dan menitikberatkan pada testimoni tentang diri Njoto dari orang-orang terdekatnya (termasuk jandanya, Soetarni, yang telah merasakan dibui dan kehilangan anak-anaknya yang terpencar ke mana-mana pasca Gestapu). Banyak hal yang masih tertutup kabut misteri, dan ada juga bagian yang saya rasa harusnya dikemukan lebih rinci; misal soal teori sejarawan Bonnie Triana bahwa "mayat Njoto dibuang ke kali Ciliwung". Bagaimanapun, tetaplah sangat menarik membaca kepingan-kepingan informasi tentang Njoto, seorang manusia yang penuh kontradiksi.

Seorang komunis yang gaya hidupnya non-puritan dan justru sangat menjurus liberal..... seorang politikus yang menamai anak perempuannya dengan nama wanita Soviet tetapi juga menggandrungi karya sastra Amerika.... seorang suami & bapak yang sangat dicintai tetapi juga sempat memiliki wanita simpanan yang merupakan agen Khong Guan Biscuit. Sekilas terasa tidak masuk akal, tapi kisah Njoto seakan menjadi pengingat bahwa manusia punya berbagai wajah & dimensi yang tidak bisa disederhanakan hanya dengan cap seperti 'antek komunis'.
Profile Image for Kahfi.
140 reviews15 followers
February 15, 2017
Sebagai sebuah obituari, buku ini cukup komprehensif dalam membebaskan kita kepada sosok samar Njoto yang memang kisah hidupnya banyak dilupakan orang.
Akan tetapi jangan terlalu berkekspektasi tinggi terhadap karya ini, karena data yang ditampilkan memang kurang mendalam. Pembaca harus memaklumi tim penulis apabila kesulitan mencari data, karena latarbelakang sosok itu sendiri.
Namun yang pasti ini cukup untuk mengenalkan kita kepada sosok Njoto yang sering salah kaprah.
Profile Image for Monica Elim.
11 reviews14 followers
September 29, 2020
Dibanding seri Aidit dan Sjam, buku tentang Njoto ini sangat menyenangkan untuk dibaca - mungkin karena Njoto sudah tidak terlalu berkuasa dalam internal PKI pada tahun 1965.

Njoto bukanlah sosok yang familiar. Seingat saya di buku-buku pelajaran masa SD-SMA saya tidak pernah menemukan namanya. Hidupnya tidak seperti anggota PKI pada umumnya, hidup Njoto terkesan lebih borjuis karena ia suk jalan-jalan, dan menjunjung tinggi seni.

5 bintang untuk buku ini, kekurangannya hanyalah kurang panjang. Bukan salah dari Tim Redaksi TEMPO, tapi karena memang narasumbernya yang sangat minim.
Profile Image for pat.
65 reviews2 followers
December 6, 2025
Dibanding buku yang lain, versi Njoto ini kayak ada manis-manisnya. Disaat yang lain berambisi dan berapi-api, Njoto terdengar santai, diam, dan punya caranya sendiri.
Profile Image for suaralam.
49 reviews
February 3, 2021
Awalnya saya ingin memberi dua bintang pada buku ini. Sekaligus yang terendah dibanding buku Tim TEMPO yang membahas Aidit dan Sjam. Tapi saya pikir itu tidak adil. Alasannya karena sedikitnya permasalahan G30S yang dibahas. Tidak seperti Aidit dan Sjam yang menurut saya pembahasan antara kehidupan pribadi dan peristiwa G30S nya cukup seimbang. Pada buku ini, terlalu banyak menceritakan kisah-kisah Bung Njoto yang menurut saya cukup personal, bahkan kisah istrinya.

Setelah dipikir, pembahasan G30S nya sedikit karena keterlibatan Njoto dalam tragedi G30S itu mengambil porsi yang paling sedikit bila dibandingkan dengan Aidit dan Sjam. Bahkan Njoto sendiri sudah dikeluarkan dari keanggotaan Comite Central sebelum peristiwa G30S meletus. Tapi, sudah sewajarnya kisah Njoto dibukukan. Ia berperan penting pada tubuh PKI, dekat dengan Soekarno, serta saya setuju dengan apa yang dibilang Iwan Simatupang terhadapnya.
"Njoto bisa lebih berbahaya daripada Aidit dan Lukman karena inteligensinya sangat kuat."
Profile Image for ki.
83 reviews6 followers
Read
June 5, 2025
Njoto. Tokoh yang sangat menarik!

Njoto adalah seorang yang jenius. Tipe pemikir berdarah dingin. Politikus, musikus, dan seniman. Hampir bisa menguasai semua alat musik. Buku-bukunya bertumpuk sampai langit rumah. Dan juga seorang ayah bagi anaknya.

Membahas Njoto seperti membahas fenomena lain, dari yang biasa diasumsikan orang tentang tokoh komunis. Komunis yang justru disebut terlalu Sukarnois. Dia merepresentasikan PKI yang sama sekali berbeda. Salah satu yang saya soroti adalah penolakan dia terhadap KSSR. Bagi Njoto, Lekra gak hanya diisi orang komunis, tapi banyak yang berasal dari beda haluan.

Jangan gambarkan Njoto itu PKI yang keras kepala dan doktriner, dia sangat manusiawi sekali.

Saya sebelumnya udah baca seri Aidit, dan sangat tertarik bagaimana sejarah partai yang sudah luluh lantah karena peristiwa Madiun bisa bangkit dan menjadi partai terbesar di Indonesia ditangan trio Aidit, Njoto, dan Lukman. Tapi sayangnya tidak ada penjelasannya di buku ini.

Tidak masuk akal dan tidak adil sama sekali bagi Njoto. Bisa dikatakan, dia korban pembantaian 65–66 karena tidak dilibatkan dalam rapat-rapat politburo, serta tidak mengetahui tentang rencana G30S. Bahkan dia sudah tidak memiliki peran penting lagi di partai.

Sejarah kita membuktikan komunisme gagal. Entah gagal atau digagalkan yang kita tahu sekarang adalah komunisme gagal. Sekarang pertanyaannya bukan siapa salah atau benar, tapi apa yang sebenarnya terjadi saat itu.
Profile Image for Ronald Otong.
112 reviews4 followers
March 5, 2017
Setelah membaca D.N. Aidit, memang paling cocok membaca Njoto. Kali ini review saya tidak akan terlalu banyak karena beberapa kejadian memang banyak di ceritakan di buku Aidit dan Musso. Hanya dua hal secara garis besar yang saya ingin tuliskan.

1. Sosok Njoto yang komunis namun agak "liberal". Kalau saja dia tidak bersinggungan dengan PKI, saya punya keyakinan bahwa dia akan memiliki banyak idola saat ini. Mungkin namanya akan terkenang sebagai salah satu tokoh nasional Indonesia. Seorang politikus sekaligus artis yang borjuis namun romantis. Saya kira saya sudah jadi fansnya hahahahahaiii...

2. Bagian kolom buku ini seperti lanjutan dari buku D.N. Aidit. Ketika di buku sebelumnya mencoba menerangkan tentang siapa saja yang terlibat di dalam G30S (setelah membaca buku ini saya seperti "diminta" untuk tidak menggunakan PKI di belakang akronim ini), maka di buku ini menerangkan seperti apa sebenarnya keterlibatan PKI sebagai partai di dalam G30S.

Berkaitan dengan no 2 di atas, saya sih berpikir sudah saatnya kita "berdamai" dengan sejarah negeri ini. Peristiwa G30S merupakan tragedi bagi negeri ini, tapi sepahit apapun itu, alangkah lebih baik bila kita sebagai warga negara mengetahui sebenar-benarnya apa yang terjadi dalam tragedi tersebut. Bukan untuk mencari siapa yang bersalah ataupun yang benar, tetapi menghindarkan kita menyalahkan yang tidak bersalah. :)
Profile Image for Melita.
28 reviews1 follower
November 13, 2019
The first book I read in the series, and because it was so well-written, it made me go out and look for more books in the series. I now have finished another one, and is on track to finish two more books in the series.
This is a very revealing book about a very interesting man. Poetic without missing the beat on factuality, the book painted a portrait of Njoto, a complex man, an enigma, a mystery, that would just incite more curiosity once you finished the book. This is a book that asks us to be a human being to another human being - no matter how starkly different our ideologies are. A really, really good reminder for the time being.
Profile Image for Kimi.
401 reviews30 followers
April 26, 2023
Saya belum pernah mengenal Njoto sebelumnya. Hanya pernah mendengar namanya saja secara sekilas. Jadi, berkenalan dengan Njoto lewat seri buku TEMPO: Orang Kiri Indonesia, membuat saya sedikit kaget karena Njoto berbeda dari orang-orang PKI yang sudah pernah saya baca sebelumnya.

Jika tidak mengenal Njoto dengan baik, niscaya akan mengira dia seorang borjuis. Bagaimana tidak, Njoto terkesan lebih santai dan easy going. Dia jago bermain banyak alat musik, jago menulis, serta menyukai puisi dan seni rupa. Njoto juga selalu tampil rapi dan dandy, dan senang berpesta. Amarzan Ismail Hamid, salah satu redaktur Harian Rakjat, sampai bilang kalau Njoto seperti bukan orang PKI karena hidupnya borjuis.

Ia menghayati Marxisme dan Leninisme, tapi tak menganggap yang "kapitalis" harus selalu dimusuhi. (hal. 1)

Soekarno juga menganggap Njoto tidak seperti tokoh PKI yang lain. Hubungan mereka cukup erat. Tidak hanya dalam urusan kerja, melainkan juga menyangkut hal-hal pribadi. Bung Karno merasa pemikirannya cocok dengan Njoto. Keduanya saling mengagumi dan saling menyukai.

Bung Karno menyukai Njoto karena ia satu-satunya pentolan PKI yang "liberal", pragmatis, dan tak dogmatis. (hal. 37)

Kedekatan Soekarno dan Njoto membuat ketar-ketir banyak pihak. Kedekatan tersebut dikhawatirkan akan membuat Soekarno makin jatuh ke dalam pelukan PKI. Sementara di pihak PKI menganggap Njoto dipakai Soekarno untuk menggembosi PKI. Apalagi Njoto membuat istilah baru, yaitu Soekarnoisme.

Dan Njoto memang serius dengan istilah barunya itu. Menurut sumber Tempo, pemimpin umum koran PKI itu menganggap Marxisme terlalu asing bagi petani dan borjuis kecil yang ingin digarap PKI menjadi basis massa ideologinya. "Sedangkan Sukarnoisme itu lebih jelas, dan orangnya juga masih hidup. (hal. 39)

Njoto dianggap berkhianat karena asas PKI adalah Marxisme-Leninisme.

Sebelum menjelang kemelut 1965, Njoto sudah "diasingkan" dari lingkaran dalam Ketua PKI D.N. Aidit. Maka ketika dia diberi kesempatan pertama untuk berbicara oleh Soekarno pada saat sidang di Istana Bogor tanggal 6 Oktober 1965, Njoto berucap tegas, "PKI tidak bertanggung jawab atas peristiwa G30S. Kejadian itu adalah masalah internal Angkatan Darat." Itu karena Njoto memang tidak tahu apa-apa.

Sungguh sayang, sejarah "resmi" 1965 tidak peduli Njoto tahu soal G30S atau tidak. Pada saat itu hanya ada komunis atau bukan komunis. Kalau kamu seorang komunis, maka kamu sudah pasti salah dan berdosa sehingga sahih untuk "dibersihkan", termasuk Njoto.

Ia diculik, hilang, dan tak kembali hingga kini. Jejak kematiannya tak terlacak. (hal. 2)
Profile Image for Eva Novia Fitri.
163 reviews1 follower
February 21, 2023
Njoto kader komunis yang sedikit berbeda. Borjuis. Musisi. Dan lumayan penyair. Benar benar penyair yang menulis tidak melulu propaganda seperti komunis-komunis lainnya.
Putra pengusaha, berlimpah materi sejak lahir.Berdarah Solo Jember, masa kecil sampai remaja dihabiskan di Jember dan Solo. Sama seperti Aidit, kawan akrabnya, sejak kecil dia membenci sekat-sekat sosial dan feodalisme.
Sebagai seorang yang gila membaca, Njoto terpapar buku buku Lenin, Stalin, Karl Marx, sejak belajar di MULO, Solo. Walaupun menurut Windarti- adiknya, Njoto sudah  bergairah pada pergerakan jauh sebelum itu. Semasa tinggal di rumah kakeknya, Raden Sosro, di Bondowoso, rumah mereka sering dijadikan tempat kongkow para eks Digulis ( tapol tapol yang dibuang ke Digul).
Bersama Aidit dan Lukman, ia menjadi tulang punggung PKI diusia yang sangat muda. The Three Musketeers. Trisula PKI. Mereka bertigalah yang mengambil alih pucuk pimpinan partai dari kaum tua, me-redesign partai pasca hampir padam karena peristiwa Madiun 1948. Di tangan 3 orang muda ini, partai langsung mengorbit naik ke posisi ke 4 di Pemilu 1955. In less than 5 years!
Saat G30 terjadi, Njoto sudah tidak begitu diikutkan dalam diskusi-diskusi elite partai, karena Aidit merasa ia lebih Soekarno-is daripada komunis. Ini dibantah oleh Joesoef Ishak, wartawan teman dekat Njoto. Njoto dicopot dari jabatan-jabatannya di partai tak lain karena affairnya dengan Rita, mahasiswi Sastra Indonesia berkebangsaan Moskow.

Kedekatan Njoto dengan Soekarno sebenarnya juga tak bisa dibantah. Pidato-pidato Soekarno yang ikonik itu, diantaranya adalah karya Njoto. Di bab "Soekarnoisme atau Marhaenis Sejati" kedekatan mereka berdua digambarkan sangat personal daripada politis. Jika tak keburu pecah peristiwa G30S, mungkin Njoto -atas support Soekarno, sudah mendirikan partai baru dengan ideologi Marhaenisme.

Romansa Njoto dan Soetarni di bab "Karena Janji Setia" dimulai saat mereka masih sangat belia. Lost contact demikian lama, masing-masing mereka sempat menjalin kasih dengan beberapa nama lain. Menurut kesaksian putrinya, Njoto adalah seorang romantis. Bahkan saat mengkritik pun dia memakai kata-kata yang indah. Pasca peristiwa G30s, istri dan anak anak Njoto turut dipenjara. 11 tahun Soetarni baru bebas. Dan sisa kenangan dari Njoto hanya tersisa sebuah cincin. Selain itu lenyap, atau dilenyapkan.

Bagaimana dan kapan Njoto meninggal, senantiasa misteri. Banyak kesaksian masih melihat Njoto hidup pada Desember 1965.
Profile Image for Anis Sofiani.
5 reviews
January 28, 2021
Sejarah PKI dipenuhi dengan kontroversi, termasuk para tokoh yang mendalanginya. Buku ini menjelaskan latar belakang dan kiprah Njoto sebagai salah satu dari tiga serangkai partai berhaluan komunis tersebut. Bersama Aidit dan Sjam, Njoto ikut membangun dan menghidupkan partai, salah satunya melalui koran harian (Harian Rakjat) dan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Njoto dikenal seorang seniman, menyukai puisi dan paham mengenai musik, isu skandalnya dengan penerjemah cantik dan Intelek asal Rusia bernama Rita membuat Aidit yg anti poligami dan perselingkuhan harus mencabut posisi jabatan Njoto di PKI, kedekatannya dengan Sukarno juga disinyalir sebagai penyebab kontra antara Njoto dan Aidit. Buku ini menilik sisi lain dari seorang tokoh PKI bernama Njoto dengan nama dan wajahnya yg tidak camera face namun berpengetahuan luas, seorang jagoan podium dan amat gemar membaca

Buku ini keluar dari imaginasi saya tentang sosok Njoto. PKI seperti yg kita ketahui penuh dengan kesangaran, kekejaman, kasar, namun penggambaran sosoknya di buku ini cukup memberi saya gambaran baru dari perspektif lain mengenai pentolan PKI ini. Buku ini sangat mengalun dan enak dibaca. Sebagai penyuka sejarah dan penasaran dengan kebenaran identitas PKI, buku ini saya rekomendasikan kepada para pembaca dengan catatan jangan menjadikannya sebagai satu acuan karena sejarah itu rampung dari penyatuan serpihannya yg berceceran. Buku ini juga cukup persuasif, seolah ingin mengubah persepi lama yg terukir di benak bangsa mengenai tokoh-tokoh (khusus pada buku ini, Njoto) yg terlibat dalam PKI. Penuturan kisahnya diperkuat oleh pernyataan para saksi hidup, dipengaruhi nilai emosional dan mungkin subjektifitas yang bersangkutan dengan sang tokoh. Tetap bijaksana dan selamat membaca!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Vecco Saputro.
12 reviews4 followers
September 16, 2018
Ada satu hal penting yang selalu berulang-ulang disebutkan oleh Tim Buku Tempo dalam buku ini, yakni Njoto tidak seperti orang PKI kebanyakan. Amarzan dalam buku ini menganggap Njoto hidup seperti orang borjuis dan dia merepresentasikan PKI yang sama sekali berbeda. Ada pun cerita Njoto yang mengapresiasi seni secara "universal", sikap manusiawi Njoto yang terlihat dari upayanya mengusahakan ibu Tom Anwar naik haji, dan kisah Njoto yang sering membawa keluarganya ke diskusi atau latihan drama di pusat kegiatan Lekra yang diperlihatkan oleh tim penulis bahwa Njoto tidak seperti orang PKI pada umumnya.

Ada juga cerita-cerita Njoto lainnya yang disajikan dalam buku ini. Misalnya, kisah masa kecil Njoto yang dipenuhi dengan baca buku dan belajar musik. Atau cerita romantis antara Njoto dan istrinya yang diceritakan langsung oleh istri dan anak-anak Njoto pun diceritakan dalam buku ini.

Semua kisah-kisah itu didapatkan Tim Tempo melalui jalan berliku. Dalam kata pengantar, diceritakan bahwa tim penulis harus menemui dan melobi beberapa orang terdekat Njoto untuk menceritakan kisah hidup Njoto. Atau usaha Tim Tempo menemui Joesoef Isak dan istri Njoto untuk menceritakan sisi-sisi lain Njoto yang tidak diketahui khalayak umum.

Semua cerita dan kisah itu diproses dengan gaya jurnalisme ala Tempo yang menarik tapi padat informasi. Sehingga wajar jika buku ini cocok untuk orang awam yang ingin mengenal seperti apa Njoto.
Profile Image for ami ☆ ⁺‧₊˚ ୭.
156 reviews18 followers
March 15, 2024
Enggak banyak bahas peran Njoto di G30s PKI. Mungkin karena emang ga terlibat banyak. Nyatanya, dari bab terakhir buku ini, banyak anggota PKI yang ga tau apa-apa soal gerakan itu. Bisa dibilang paragraf terakhir buku ini adalah kesimpulan kenapa G30S bisa "gagal". Njoto sendiri, menurut buku ini, cuma satu dari sekian banyak korban yang turut "mati" karena keterlibatannya sama PKI. Meski sampe sekarang ga jelas gimana nasibnya karena banyaknya versi tentang kematian Njoto. Yah, sejarah, selalu ada banyak versi buat satu peristiwa.

Kalau dibagi jadi empat, Aidit, Sjam, Njoto, dan Musso, jelas versi Njoto ini disambanginya sama versi Sjam. Meski versi Sjam sedikit banyak bahas keterlibatan Sjam dan PKI, sementara Njoto ini cuma menyinggung sedikit. Selebihnya cerita dari sisi keluarga Njoto yang kehilangan suami dan ayah yang penuh kasih sayang setelah adanya peristiwa G30S PKI.

Dari empat versi tadi, mungkin versi Njoto ini yang paling mudah dimengerti karena ringan. Ga banyak tokoh, ga banyak ini itu. Mungkin bisa kubilang karena Njoto ini ga dilibatin di banyak diskusi menjelang G30S, ya ga banyak juga yang bisa ditulis. Toh, menjelang peristiwa, dia bisa dibilang bukan bagian dari mereka mereka lagi. Jadi kalau tiga buku sebelumnya ceritain tentang PKI dan seluk-beluknya, versi Njoto ini lebih ceritain tentang semua yang PKI "udah pasti" salah.
Profile Image for afi.
26 reviews
May 3, 2025
Seri buku tempo edisi Njoto adalah favoritku setelah edisi Soe Hok Gie. Kalau dari segi bahasa dan penyajian jelas selalu bagus, tidak rumit, pas, dan ringkas, as always. Indikator yang menjadikan aku menyukai buku ini adalah karena tokoh yang diangkatnya. Mungkin juga karena kepribadiannya sebagai manusia yang apik dan ciamik.

Njoto ini orang kiri. Dia sempat menjadi pemimpin redaksi koran kiri "Harian Rakjat". Berkacamata dan berwibawa. Dia berbeda dengan orang kiri pada umumnya. Alih-alih jadi komunis yang doktriner, dia lebih nyaman jadi komunis yang humanis. Sangat aku rekomendasikan untuk dibaca!

Beberapa kutipan favoritku dari buku ini:

Tapi sejarah "resmi" 1965 menunjukkan tak ada orang komunis yang "setengah berdosa" atau "berdosa penuh". Di mata tentara, sang pemenang pertarungan, hanya ada komunis dan bukan komunis. Karena itu, sang pendosa harus ditumpas kelor.

Menurut sumber Tempo, pemimpin umum koran PKI itu menganggap marxisme terlalu asing bagi petani dan borjuis kecil yang ingin digarap PKI menjadi basis massa ideologinya. "Sedangkan sukarnoisme itu lebih jelas, dan orangnya juga masih hidup."

"Jangan gambarkan Njoto itu PKI yang keras kepala dan doktriner," ujar Joesoef. "Dia sangat manusia sekali."
Profile Image for Kan.
73 reviews1 follower
August 1, 2024
Berkenalan dengan njoto lewat biografi singkat oleh Buku TEMPO

Seorang PKI yang sangat -nyeni dan berpenampilan borjuis. agak bersebrangan dengan asas-asas yang dimiliki anggota PKI pada umumnya, namun menjadi pion penting dalam propaganda partai melalui media bernama 'harijan rakjat'.

Ah tragedi...
Akhir cerita yang tragis, bukan untuk njoto saja tapi untuk seluruh anggota PKI lainnya. Hal yang lebih tragis karena Njoto disinyalir tidak bersalah dalam tragedi 30s, namun tetap diadili tanpa pengadilan. Bikin frustasi.

Buku ini menurut saya kurang dapat merangkum pikiran-pikiran njoto saat itu. Mungkin karena tidak adanya dokumentasi dan catatan-catatan pribadi (yang diketahui dihabisi dan dimusnahkan pada saat pemberantasan anggota PKI).
Hal yang dapat disoroti dalam buku ini tidak lain adalah pelanggaran HAM bagi sebagian rakyat indonesia, termasuk njoto juga.


Walaupun dalam buku ini sedikit banyak berisi tentang tokoh-tokoh PKI lainnya, kisah personal Njoto juga banyak dimuat dalam beberapa sub bab terakhir (terutama kisah cintanya).

Tapi keseluruhan isi buku ini miris, bikin sedih juga
Profile Image for Dyan Eka.
287 reviews12 followers
October 26, 2024
Diantara Aidit dan Sjam, Njoto adalah favorit saya. Cara tim Tempo menceritakan sosok Njoto ini benar-benar membikin saya larut dan kagum. Tapi selain mungkin memang semenyenangkan itu seorang Njoto, dengan segala sisi manusia 'normal'nya selain dipandang sebagai anggota PKI, yang saya kagumi adalah caranya melihat sesuatu yang bahkan ngga terpikirkan oleh Aidit. Salah satunya adalah keinginan Njoto memperkenalkan komunisme melalui sosok Sukarno, yang dinilai akan lebih mudah dipahami dan dekat dengan para buruh dan tani, dibanding melalui sosok Marx-Lenin.

Seseorang yang punya idealisme tinggi, tapi juga fleksibel, itu yang saya tangkap dari buku ini tentang Njoto.

Mungkin jika tangan kanan Aidit di Biro Chusus bukan Sjam yang meledak-ledak, melainkan Njoto dengan cara berpikirnya yang sistematis dan detail itu, bisa jadi sejarah 1965 juga akan berbeda.
Profile Image for Reza Fajar Raynaldi.
20 reviews
January 28, 2021
Penyampaiannya apik, dan ternyata banyak temuan-temuan informasi mengenai G30S yang sedikit-sedikit disinggung yang baru saya ketahui lewat buku singkat ini. Jadi semakin tertarik untuk membaca buku lain yang mengenai analisa sejarah G30S. Walaupun buku ini bukan buku analisa sejarah (lebih ke penyampaian cerita sejarah dari narasumber-narasumber), tapi kemenarikan buku ini mendorong saya untuk ingin lebih mencari tahu tentang kebenaran G30S yang masih sangat abu-abu itu.

Walaupun belum baca buku lain dalam seri ini selain buku ini, saya yakin buku dalam seri ini sama layaknya anda baca bagi yang senang untuk membaca tentang sejarah alternatif, sejarah yang tidak diungkap oleh sejarah arus utama.
Profile Image for Hakni..
142 reviews3 followers
August 28, 2024
Njoto menghapus anggapanku soal anggota PKI yang selama ini aku pikir terlalu serius dan kaku.
Njoto dalam buku ini adalah pribadi yang biasa, ya bercanda, ya main musik, ya main mata dengan perempuan lain (yang sayangnya membuat Aidit murka). Bisa dibilang Njoto adalah tokoh paling santai diantara buku tokoh PKI yang diterbitkan oleh Tempo.
Walaupun sempat berpaling pada Rita seorang perempuan warga Rusia, Njoto bisa dibilang family-man karena tidak jarang membawa anak-istrinya untuk main ke basecamp. Hal yang jarang dilakukan oleh anggota PKI yang lain.

Nilai plus Njoto dimataku adalah setidaknya ia membela Buya Hamka saat berknonflik dengan PKI.
Profile Image for feniii.
44 reviews
January 28, 2025
Wow aku gak kepikiran kalo bakal melihat sisi lain tokoh pki dari seri tempo ini, ini buku favorite ku dari seri tempo selain sjahrir, mungkin bukan karena tokohnya tapi karena gimana cerita ini dibangun, Njoto is cool in my opinion, beliau unik dan punya pikirannya sendiri mengenai hal2 yang juga beliau sukai sendiri, sejarah kehidupannya dengan pki hingga perjalananya bertemu perempuan 'lain' di hidupnya disuguhkan dengan baik dan indah oleh tempo, aku suka karena celah2 hidup Njoto diungkap dengan pelan sesuai tempo di buku ini, sedih banget juga waktu baca bagian istri anak dan keluarga Njoto pasca g30spki, huhu and back again Rest in Peace Njoto sang peniup saksofon. 9/10
Profile Image for Juwita Sari.
36 reviews3 followers
July 2, 2017
Dari beberapa seri Tempo, buku ini yang paling cepat selesai dibaca (4 hari). Soalnya isi buku dibawakan dengan ringan, alur bisa dinikmati, dan membuat pembaca penasaran akhir hidup dari Njoto ini. Tidak seperti tokoh-tokoh PKI yang lain, buku ini menggambarkan bahwa Njoto tidak terlibat dalam aksi-aksi yang dicap pemerintahan kala itu bahwa PKI sebagai dalang penculikan dan pembunuhan para Jenderal di Lubang Buaya. Njoto bahkan digambarkan sebagai sosok penyayang keluarga, pintar, seniman, dekat dengan Presiden Soekarno, walaupun diwarnai dengan intriknya bersama wanita Rusia.
Profile Image for Mugi Sukmana.
16 reviews
September 8, 2017
Njoto is one of a kind, in the era of (you name it - too risky to write)... And this type of man is "blamed" and put aside by those who think themselves as "executioners". An interesting point of view to be followed and considered.

"Makan tak enak, tidur tak nyenyak
Nasi dimakan serasa sekam, air diminum serasa duri
Siang jadi angan-angan, malam jadi buah mimpi, teringat celaka badan diri
Bukan salah bunda mengandung, salah anak buruk pinta
Sudahlah nasib akan digantung, jadi si laknat setan kota...."
126 reviews14 followers
January 14, 2020
penceritaan jurnalistik tempo kali edisi ini cukup apik. dalam rampaian liputan-liputannya yang tak begitu banyak--sebagaimana edisi-edisi lainya, saya mendapatkan kesan sisi2 intim dan sentimentil dari Njoto. Sosok yang merupakan salah seorang petinggi PKI tapi tidak ekstrem kiri pemikirannya. Sebagaimana tempo menceritakan Hatta, buku ini yang tidak jauh bercerita seputar kejadian 65, mengungkapkan bahwa kemanusiawian Njoto. Apik!
Profile Image for Aprianto Nugraha.
100 reviews2 followers
July 18, 2018
Buku ini, selain menceritakan sekelumit tentang Njoto, juga menceritakan bagaimana kehidupan keluarga nya setelah beliau "menghilang". Selama ini, kita diajarkan bahwa antek PKI itu jahat, tapi kalau melihat sisi lain mereka dalam berkeluarga, sangat jauh berbeda. Korban - korban pembunuhan karakter oleh orde baru ini memang menarik untuk disimak.
Profile Image for Mochamad Luqman Hakim.
4 reviews
February 12, 2017
Njoto adalah tokoh komunis Indonesia yang saya sukai, terutama sekali karena sense of art-nya. Buku ini cukup menjawab rasa kepenasaran saya mengenai Njoto. Ditulis secara pop, sangat cocok sekali untuk dibaca oleh pemuda yang (harus) suka sejarah.
Profile Image for Agung Wicaksono.
1,089 reviews17 followers
August 14, 2019
Kisah hidup Njoto sebagai salah satu tokoh penting di era Sukarno. Di buku ini, kita akan mengetahui tentang masa kecilnya sampai meletusnya peristiwa G30S. Selain itu, ada informasi-informasi lain sebagai referensi tentang perannya di dalam kepengurusan PKI.
Displaying 1 - 30 of 54 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.