Jump to ratings and reviews
Rate this book

Habibie & Ainun

Rate this book
Ainun:
"Saya bahagia malam-malam hari berdua di kamar: dia sibuk di antara kertas-kertasnya yang berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca atau berbuat lainnya. Saya terharu melihat ia pun banyak membantu tanpa diminta: mencuci piring, mencuci popok bayi yang ada isinya..."

Habibie:
"Terima kasih Allah, Engkau telah menjadikan Ainun dan saya manunggal jiwa, roh, batin, dan hati nurani. Kami melekat pada diri kami sepanjang masa di manapun kami berada..."

***

323 pages, Paperback

First published November 30, 2010

355 people are currently reading
4011 people want to read

About the author

Bacharuddin Jusuf Habibie

6 books152 followers
Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 74 tahun) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999.

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
2,000 (49%)
4 stars
1,188 (29%)
3 stars
616 (15%)
2 stars
146 (3%)
1 star
59 (1%)
Displaying 1 - 30 of 299 reviews
Profile Image for Pris.
445 reviews38 followers
October 7, 2016
Aku teringat foto di halaman depan Kompas waktu pemakaman Bu Ainun dulu. Ada Pak SBY, kelihatan khidmat dan sedih, tapi nggak bisa dibandingin sama ekspresi Pak Habibie di sebelah beliau. Dukanya terpampang mentah, nyata, you can’t see it without feeling a little bit broken inside as well.

Lalu dalam kata pengantar di buku ini dijelaskan kalau kesedihan mendalam Pak Habibie dikhawatirkan mengganggu kesehatannya, sehingga tim dokter beliau menyarankan beberapa alternatif terapi, salah satunya self-therapy dengan menulis buku perjalanan hidup beliau dengan Bu Ainun. Cara inilah yang ternyata dipilih Pak Habibie hingga buku ini pun lahir. Buku yang ditulis dengan cinta dan air mata.

Buku ini pada akhirnya memang terasa sangat personal. Lebih dari ‘sekadar’ menggambarkan kisah hidup beliau bersama Bu Ainun, aura buku ini juga sangat kuat menonjolkan karakter seorang Pak Habibie. Bagaimana cara beliau berpikir, sebagai seorang ilmuan dan negarawan yang turut aktif di pemerintahan Orde Baru; bagaimana cara beliau memandang dunia. Beliau memang orang yang sangat pandai (bahkan sering dibilang jenius) di bidang eksakta; di antaranya terlihat dari rincinya penjelasan beliau tentang rekayasa teknik konstruksi yang dipaparkan dalam buku ini. Beliau juga sangat tegas dalam mengambil keputusan, apabila dirasa keputusan tersebut sudah diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan terbaik—baik soal-soal organisasi, kenegaraan, termasuk mengenai hal-hal pribadi seperti kesehatan Bu Ainun, dimana sang istri pun pasrah memahami bahwa sang suami melakukan hal tersebut karena sayang dan keyakinan.

Tapi di samping itu buku ini juga mengizinkan pembaca mengintip ‘kehalusan’, kemanusiawian seorang Pak Habibie. Lucu juga waktu membaca, pertama kalinya Pak Habibie mendaftar pekerjaan di perusahaan HBB Jerman, beliau ‘tanpa sengaja’ meminta gaji yang, bagi beliau saat itu mungkin sudah cukup. Padahal kalau menimbang kecerdasan, pengalaman dan hasil karya beliau, harusnya jumlah itu bisa lebih tinggi. Untung persoalan ini akhirnya bisa dibereskan. Beberapa kejadian lain sejenis tersebar dalam buku ini, seperti menunjukkan bahwa meskipun tegas dan pandai luar biasa dalam bidangnya, di beberapa bidang lain Pak Habibie justru terasa polos pandangan dan pengetahuannya. Beberapa kekecewaan beliau juga tertuang, dan turut membuat aku bersimpati. Contohnya saat proyek Industri Strategis pembuatan pesawat terbang yang dipimpin beliau terpaksa dibekukan, atau yang lebih kecil-tapi-relevan saat keinginan beliau untuk pensiun dari urusan pemerintahan, supaya bisa fokus menghabiskan waktu bersama keluarga dan memperhatikan kesehatan Ainun, ternyata ditolak Pak Harto.

Selama dua puluh tahun lebih Pak Habibie terpaksa mengorbankan waktu bersama anak-istrinya demi mengurusi pekerjaan, mulai dari pekerjaan di perusahaan sampai kemudian skala yang lebih besar menjadi menteri, pimpinan macam-macam organisasi, wakil presiden sampai sempat mencicipi kursi presiden. Yang bikin aku salut adalah cara pandang Pak Habibie yang sangat lurus dalam mengejar tujuannya. Peningkatan sumber daya manusia Indonesia melalui penguasaan Iptek dan Imtak, sederhananya sih itu. Segala sepak terjang yang beliau paparkan dalam buku ini, pada dasarnya selalu kembali dan berpegang pada tujuan tersebut. Meskipun berkesempatan sekolah ke luar negeri, sejak awal beliau selalu ingat dan siap untuk pulang ke tanah air demi berbakti pada bangsa. Meskipun kemudian jabatannya sudah tinggi, beliau menjalankan tugasnya karena amanah dan tidak tergiur permainan politik. Meskipun banyak kabar miring beredar tentang beliau, beliau tetap berpegang pada prinsip-prinsipnya.

Lalu Bu Ainun? Bukannya buku ini adalah tentang Habibie dan Ainun, bukan Habibie seorang?

Bu Ainun adalah sosok yang senantiasa mendampingi suka-duka perjalanan Pak Habibie selama 48 tahun lebih kebersamaan mereka. Sepintas mungkin kelihatannya sepele ya... tapi tanpa dukungan seorang Ainun, mustahil Pak Habibie dapat menjadi seperti yang bangsa ini kenal sekarang. Bu Ainun berlatar pendidikan kedokteran, tapi akhirnya mengorbankan karirnya demi merantau bersama suami, dan pada atas kesadarannya sendiri lebih memilih membangun keluarga yang sakinah dibanding mengejar kepuasan profesional. Bu Ainun mengimbangi Pak Habibie dalam urusan-urusan yang mungkin tidak terpegang oleh sang suami. Beliau sendiri tetap berkarya dengan aktif memimpin berbagai organisasi, termasuk masih menyempat-nyempatkan diri mengirim email terkait tugas-tugas di PPMTI sehari sebelum operasi beliau di Munchen. Beliau memahami Pak Habibie; paham dimana batas-batas beliau supaya jangan sampai ikut campur mengganggu pekerjaan sang suami, dan dimana beliau dapat menjadi teman diskusi, penyeimbang, dan penyokong terbesar Pak Habibie. Senantiasa mendampingi di berbagai kesempatan, tak luput mengingatkan supaya sang suami tidak bekerja terlalu keras dan tetap memperhatikan kesehatan.

Pak Habibie sendiri tentu menyadari besarnya peranan Bu Ainun dalam hidupnya. Dalam banyak kesempatan pidatonya beliau tak luput mengutip “behind a great man there’s a great woman.” sambil mengerling ke arah Bu Ainun. Meski pertengahan buku ini sebagian besar membahas kesibukan Pak Habibie dan peran Bu Ainun seolah ‘tersamar’ ke balik layar, di bagian akhir pembaca diingatkan lagi besarnya cinta Pak Habibie kepada Bu Ainun. Pak Habibie mengusahakan semua yang dimampu demi kesembuhan sang istri. Kesedihannya karena Bu Ainun tak kunjung sembuh. Kebingungan beliau saat kondisi Bu Ainun kian tak menentu. Tangisan beliau saat dihadapkan pada kenyataan bahwa nasib Bu Ainun ada di tangan Allah. Juga, ketetapan hati beliau untuk terus mendampingi sang istri, tak mau berpisah sampai saat-saat terakhir Bu Ainun.

:(((

Bagi pembaca yang mengharapkan kisah romantis ala novel (atau filmnya), mungkin di awal agak kecewa dengan buku ini. Pak Habibie seorang ilmuan dan negarawan, tapi beliau bukan seorang sastrawan. Gaya penulisan beliau sering tetap terasa sangat formal seperti sedang menulis laporan. Bagian awal dan akhir buku ini memang masih berhasil menyampaikan emosi beliau, yang membuat tulisan terasa lebih hidup. Bagian awal adalah masa-masa awal kebersamaan Pak Habibie dengan Bu Ainun (termasuk masa-masa paling romantis: newlywed, cuma berdua merantau di negeri orang, hidup pas-pasan, banyak kesulitan, tapi tetap bahagia :’) ), sedangkan bagian akhir adalah masa-masa yang lebih diwarnai kesedihan (tapi ada juga romantisnya, waktu Pak Habibie dan Bu Ainun sempat berpesiar berdua dengan kapal tahun 2009. Lucu, bagaimana sebelumnya mereka sudah cukup sering bepergian ke luar negeri untuk urusan pekerjaan, tapi merasakan jadi turis malah baru pertama kali itu). Bagian tengah yang makan cukup banyak halaman, sayangnya, terlalu berfokus pada kesibukan Pak Habibie dalam membangun bangsa, sering terasa datar membosankan.

Membangun bangsa itu penting, memang. Salut juga Pak Habibie masih sempat menulis panjang lebar tentang ini di antara kesedihan beliau sepeninggal Bu Ainun. Tapi di sisi lain, kadang aku berharap juga beliau memasukkan lebih banyak hal-hal personal. Misalnya, mungkin, masakan apa yang paling Pak Habibie suka dari Bu Ainun, atau lebih banyak tentang liburan bersama mereka dan ada momen berkesan apa saja. Kadang aku pikir, “Aku baca buku ini bukan mau tahu gimana proses ICMI berdiri, atau berlangsungnya IIFTIHAR atau tentang The Habibie Center. Aku lebih mau tahu apakah tiap tahun Bu Ainun ngasih kartu ke Pak Habibie kayak kartu yang beliau berikan waktu ulangtahun ke-60 Pak Habibie (soalnya cuma itu yang disebut dalam buku inI).” Such little things interest me more.

Sebagai ‘penyeimbang’ tulisan Pak Habibie, sebenarnya dalam buku ini juga dimasukkan selingan tulisan Bu Ainun dari buku karya A Makmur Makka, Setengah Abad Prof. Dr-Ing BJ Habibie; Kesan dan Kenangan. Dari situ aku memuaskan dahagaku akan sisi lain dari kehidupan pasangan ini yang mungkin luput dari mata Pak Habibie: bagaimana kebersamaan mereka dimaknai dari mata Bu Ainun. Bagaimana sementara Pak Habibie sibuk dengan pekerjaannya, Bu Ainun disibukkan dengan detil-detil lain seperti tumbuh kembang anak, rasa kesendirian saat awal hidup di Jerman, rasa senang yang sederhana saat mampu membeli mesin jahit waktu masih hidup pas-pasan. Sayang materi tulisan dari Bu Ainun ini terbatas, lebih banyak mencakup masa-masa awal pernikahan mereka saja.

Ini masalah selera pembaca sih memang. Itulah kenapa aku merasa untuk membaca buku ini perlu pergeseran perspektif dari “novel romance (atau sejenisnya)” ke “catatan pribadi seorang BJ Habibie”. Saat tidak sekadar mengharapkan romance, mengikuti napak tilas sejarah Orde Baru sampai awal Orde Reformasi dari sudut pandang Pak Habibie sebetulnya sangat menarik. Juga mengikuti kepribadian beliau sebagai manusia, seperti yang sudah kubahas di atas. Mungkin beliau kurang tahu bagaimana menjabarkan rasa sayang beliau ke Bu Ainun dalam kata-kata, akhirnya malah menulis tentang hal-hal formal dan teknis yang beliau ketahui. Sebagai ilmuwan beliau mampu menulis dengan rinci masalah-masalah teknologi dan sains canggih, tapi bagaimana cintanya ke Bu Ainun kadang ‘cuma’ ditulis dengan frase yang sama berulang-ulang seperti “cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi” dan “pandangan mata dan senyum Ainun yang kurindukan selalu”. Bagaimanapun, itulah kekurangan dan kelebihan sosok seorang BJ Habibie, sebetulnya sangat menarik diikuti.

Perjalanan Habibie dan Ainun, barangkali pada akhirnya paling pas disimpulkan dalam kata-kata Bu Ainun sendiri:

“Memang: tuntutannya banyak. Terhadap isteri. Terhadap anak. Terhadap anak buahnya. Ia ingin mencapai yang setinggi-tingginya. Dia memberikan segalanya dan menuntut segalanya. Dia memberi dan menuntut secara mutlak. Begitulah sifatnya. Itulah yang membuat hidup dengannya tidak mudah.

Tetapi ia juga memberi secara mutlak, semua yang ada padanya diberikannya pada anak-isterinya: impian-impiannya, kepandaiannya, semangatnya, marahnya, kekecewaannya, perhatiannya, kesehatannya, pengorbanannya. Di dalam segala kehebatannya ia sangat peka: perhatian kami, pengertian kami, dukungan kami, baginya segala-galanya. Itulah yang membuat semuanya ada gunanya.” (hlm. 64)
Profile Image for winda.
357 reviews14 followers
December 21, 2010
Buku ini adalah buku tanda cintanya Pak Habibie yang sangat mendalam terhadap isterinya Ibu Ainun.
Dalam buku ini dikisahkan bagaimana Pak Habibie tertarik pada Bu Ainun, kisah pacaran mereka yang singkat dan berujung pada pernikahan. Selanjutnya kita dapat mengetahui episode kisah hidup Pak Habibie (yang tentunya dalam setiap tahapan kehidupannya tak lepas dari peranan Bu Ainun).
Mulai dari pasangan baru dengan gaji yang pas-pasan di Jerman, namun kesulitan-kesulitan di awal pernikahan mereka membuat mereka bertambah saling memahami.Menghadapi kehidupan yang keras,Bu Ainun tak mengeluh, bahkan senantiasa menyambut Pak Habibie dengan pandangan dan senyuman yang menentramkan. Dan berkali-kali Pak Habibie menyebutkan dalam buku ini bahwa pandangan dan senyuman Bu Ainun senantiasa membuatnya terpukau dan dirindukannya.
Ketika Pak Habibie mengalami masalah dalam penyelesaian doktoralnya dan merasa kerja kerasnya sia-sia, namun Bu Ainun memberikan motivasi dan saran untuk menyelesaikan masalahnya. Atas saran dari Ibu Ainun inilah, masalahpun dapat terpecahkan. Pak Habibie merasa Bu Ainun adalah ilham untuknya, oleh karena itu anak pertama mereka diberi nama Ilham. Di sini, saya sangat salut sekali dengan kecerdasan Bu Ainun yang memahami persoalan yang menimpa suaminya dan dapat memberikan solusi. Dan apapun yang terjadi Pak Habibie senantiasa mengkonsutasikannya dengan Bu Ainun. Juga pernyataan Pak Habibie karena Aninunlah sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan jika Ainun merasa mungkin untuk dilakukan maka Pak Habibie akan yakin dapat membuat sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi mungkin. Ketika adak kedua lahir, maka kebutuhan semakin besar Bu Ainun memutuskan untuk bekerja menjadi dokter anak(atas dukungan Pak Habibie), akan tetapi akhirnya harus melepaskan pekerjaannya karena anaknya sakit dan merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya. Meskipun pada akhirnya Bu Ainun memutuskan menjadi Ibu rumah tangga namun Bu Ainun tetap dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan karier Pak Habibie sehingga masih tetap dapat memberikan masukan-masukan kepada Pak Habibie.Apalagi setelah kembali ke tanah air, bu Ainun disibukkan untuk mendampingi Pak Habibie juga membuat kegiatan di lembaga-lembaga yang dipimpin oleh suaminya dan juga mengepalai berbagai yayasan. Jabatan yang diemban Pak Habibie tak membuat Bu Ainun berubah, malah mereka semakin tidak dapat dipisahkan dimana ada Pak Habibie disitu ada Bu Ainun. Sampai ketika bu Ainun sakit dan meninggal, Pak Habibie merasa bahwa ia dan Ainun manunggal karena direkat oleh cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi...

Sungguh, kisah cinta Ainun-Habibie ini sangat menginsipirasi,,, berharap suatu hari nanti ketika berumah tangga bisa seharmonis Ainun dan Habibie :)

Menariknya dalam buku ini tak hanya kisah cinta saja yang diceritakan oleh Pak Habibie tetapi juga pemikiran Habibie secara teknis mengenai struktur ringan pesawat terbang, perkembangan IPTEK dan SDM di INdonesia. Tulisan khas Pak Habibie.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Sinta Nisfuanna.
1,022 reviews63 followers
January 1, 2011
Jika sampai waktunya
Tugas kami di Alam Dunia dan di Alam Baru selesai
Tempatkanlah kami Manunggal di sisiMu
Karena Cinta Murni, Suci, Sejati, Sempurna dan Abadi
Dalam “Raga” yang Abadi, sibangun Ainun Manunggal dengan saya sesuai kehendakMU di Alam Baru sepanjang masa
Jiwa, Roh, Batin, “Raga” dan Nurani kami, Abadi sampai Akhirat

[hal. 323]

Manunggal Jiwo adalah kata yang selalu diungkapkan untuk menggambarkan kerekatan lahir dan batin antara Bacharuddin Jusuf Habibie dengan sang istri, Hj. Hasri Ainun Habibie. Sepanjang membaca buku Habibie dan Ainun ini memang terasa sekali kedalaman cinta dari Pak Habibie kepada istrinya. Banyak ungkapan yang selalu didengungkan beliau tentang betapa bahagia dan beruntungnya mendapatkan istri yang selalu diliputi kesabaran dan tanggung jawab.

Tanggal 22 Mei 2010 adalah hari yang sangat menyesakkan bagi Pak Habibie. Dimana saat itu beliau harus merelakan sang istri untuk pergi ke dimensi lain atau alam baru. Kehilangan inilah yang membuat Pak Habibie harus melewati perawatan psikologi salah satunya dengan terapi menulis yang kemudian menghasilkan buku Habibie dan Ainun. Sebuah kehilangan yang sangat dalam ya?

Berlimpah ruahnya ungkapan kecintaan dan kasih sayang Pak Habibie mengalir bersama kisah perjalanan hidup beliau semenjak bertemu tanpa sengaja dengan Bu Ainun di rumah Keluarga Besari, hingga kemudian mereka menikah. Sebagai lulusan insinyur dan bekerja sebagai asisten peneliti di Institut Konstruksi Ringan, di Jerman, maka setelah menikah mereka pun harus hijrah ke Jerman. Banyak lika-liku yang harus dijalani pasangan baru tersebut, terutama berkenaan dengan biaya hidup dan tempat tinggal yang harus dipenuhi. Dari sini sudah mulai diceritakan tentang ketegaran Bu Ainun yang kemudian akan semakin banyak dijabarkan Pak Habibie di sepanjang kisahnya.

Dengan background seorang teknisi, buku ini tidak lepas dari cerita tentang dunia kerja Pak Habibie yang berhubungan dengan konstruksi ringan, seperti saat beliau harus menangani pembuatan kereta api dan pesawat terbang. Selain itu, buku ini juga memuat tentang cita-cita, dedikasi, hingga saat beliau harus terjun di dunia perpolitikan. Cita-cita beliau yang terfokus pada penciptaan SDM yang berkualitas dijabarkan cukup detail dalam buku ini, mulai dari cerita berdirinya ICMI sampai The Habibie Center. Pada bagian-bagian tersebut cenderung agak membosankan, terutama tentang masalah perpolitikan dan kenegaraan.

Banyak ujian, banyak permasalahan dalam alur kehidupannya, apalagi ketika Pak Habibie dan Bu Ainun ingin mengambil pensiun ternyata kondisi tidak memungkinkan, karena Pak Habibie harus menerima tanggung jawab sebagai Wakil Presiden. Semua dapat dilalui dengan peran besar dari Bu Ainun yang selalu setia mendampingi dan memberikan masukan kepada sang suami.

Kisah mulai mengharukan ketika Bu Ainun kedapatan terkena penyakit jantung, yang mengharuskannya menjalani operasi klep jantung. Jika dahulu Bu Ainun yang harus senantiasa “menjaga” Pak Habibie karena intensitas pekerjaannya yang tinggi, maka sekarang Pak Habibie terus berupaya menemani sang istri menjalani berbagai proses penyembuhan yang membutuhkan waktu hampir 10 tahun. Terasa sekali bahwa fase kehidupan inilah dan setelahnya yang banyak memeras psikologi Pak Habibie.

Beruntunglah Pak Habibie memiliki agama dan Tuhan [diungkapkannya dalam buku ini] yang selalu tertanam dalam jiwanya, sehingga tidak membuatnya kehilangan kendali diri saat sang istri pergi selamanya.
6 reviews
May 14, 2012
Buku yang ditulis sebagai suatu proses penyembuhan batin pastinya akan keluar dari hati. Kehilangan separuh jiwa yang dialami BJ Habibie memaksanya untuk menjalani terapi menulis yang bertujuan mencegah dirinya memasuk black hole yang dampaknya sangat negatif bagi kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian.

Di buku ini BJ Habibie bercerita pertemanannya dengan Ainun di masa sekolah yang tidak banyak memberikan kesan sebetulnya. Kesan diantara kedua insan baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah keduanya menyelesaikan kuliah di tempat yang berbeda.

Kebersamaan keduanya yang diawali dengan kerja keras tidak hanya sang suami tetapi juga sang istri yang dikondisikan untuk seringkali ditinggal telah memberikan pondasi yang kuat di kemudian hari. Ikatan pernikahan yang akhirnya menyatukan keduanya dalam jiwa yang dibahasakan oleh BJ Habibie sebagai manunggal (doa Manunggal ada di bab terakhir) begitu kuat.

Kita akan banyak belajar bagaimana saling mengasihi yang dibarengi dengan saling menghormati ternyata mampu memberikan kekuatan bagi mereka yang tulus menjalankannya.

Kisah haru mulai terasa di bagian ketika Ainun mulai terganggu kesehatannya. Seorang BJ Habibie yang tampil selalu rasional ternyata menyimpan cinta yang begitu dalam dan tulus kepada sang istri yang mendampinginya selama 6 windu lebih 10 hari.
Keteledoran tim editing yang mengakibatkan beberapa kalimat tidak ditulis dengan sempurna tidak mengurangi permainan emosi ketika buku ini dibaca utuh dari awal hingga akhir.
Profile Image for Manik Sukoco.
251 reviews28 followers
December 29, 2015
This is a story about finding one's soul mate. A story about finding one's first love and last love. A story about Indonesia's third president and his wife, Habibie and Ainun.

Rudy Habibie is a genius in air planes and he had big dreams. He devoted his life to Indonesia by building an airplane in uniting Indonesia. Meanwhile, Ainun is a young and clever doctor who had a wonderful career ahead of her.

In the year 1962, two friends from the same high school before, met again in Bandung. Habibie fell in love immediately with Ainun whom according to him was as sweet as sugar. But Ainun not only fell in love, she had faith and confidence in his vision and dream. They married and moved to Germany. Having a dream with the intention of it becoming a reality is never easy. They both knew that. Their love grew stronger in the journey of realizing their dreams. The cold climate of Germany, the sacrifices, the pain, the loneliness and the temptation of wealth and power when they returned to Indonesia entwined their lives as one.

To Habibie, Ainun is everything. She is the apple of his eye. To Ainun, Habibie means everything. He is the love of her life. However, all stories have endings, every dream has its limitations. And at one point, the soul mates realize; will their love continue to be eternal?
Profile Image for Khaulah Zulkifli.
94 reviews3 followers
May 2, 2013
tulisan dari sang suami pada sang isteri.

tak tahu pula ia adalah cerita benar. mula-mula bekenan dengan buku ini setelah tengok trailer movie habibie&ainun pada akhir 2012. setelah itu baru tahu, ia adalah adaptasi dari buku. kemudian lagi tahu ia adalah cerita benar. cerita dari seorang mantan presiden indonesia. untuk kenangan pada sang isteri.

well, ia sangat untuk orang yang belajar engineer. kerana pak rudy habibie ini engineer buat kapal terbang. dia sendiri mengaku bahasa yang dia tulis adalah bahasa fisika dan matematik. terlalu banyak fakta yang sangat detail.

the good thing is the fact that he wrote adalah sejarah indonesia. dari awal merdeka sehingga 2010.

kagum dengannya bila dipanggil pulang oleh pak harto untuk beri sumbang pada indonesia terus dia pulang.

the lovestory between pak rudy habibie & ainun tidak berlebih kerana hanya mereka yang memahami. bahasa jiwa.nanges juga la ketika ainun "tidur untuk selamanya".

apatah lagi dengan mood pru-13.

p/s: lepas ni boleh nonton filemnya pula.

p/s: kalau najib tulis pada rosmah or vice versa, mungkin ini tajuknya cinta cincin 24juta. senyum.
Profile Image for Lia Aprilia.
28 reviews8 followers
December 22, 2010
Buku ini merupakan terapi untuk mengobati kerinduan pak Habibie kepada almarhumah Hj. Hasri ainun habibie binti R. Mohamad besari, yang telah berada dalam kehidupannya selama 48 tahun 10 hari. Selain itu, beliau berusaha untuk memenuhi anjuran tim dokter dari Hamburg, Munchen, dan Indonesia agar beliau terhindar dari gangguan psikosomatik, sebuah gejala penyakit yang sangat erat hubungannya antara factor fisik, psikologis, dan social. ..
BJ. Habibie berharap semog tulisan ini bisa member hikmah baginya pribadi, semoga pula apa yang tertulis di buku ini bisa memenuhi harapan public yang mendorong beliau mengungkapkannya, “Sejumlah fakta sejarah dalam buku ini, memang seharusnya bukan milik saya pribadi, bukan milik Ainun, tetapi menjadi milik public, milik bangsa ini untuk dicatat dalam sejarah.”

Mengingat alur buku ini yang ditulis layaknya novel, maka akan lebih nikmat jika anda membeli buku ini dan membacanya sendiri. Semua keuntungan dari penjualan buku ini akan disumbangkan ke yayasan Pak Habibie dan Ibu Ainun (almh). Saya hanya akan mengulas beberapa poin yang saya anggap menarik.

Sekilas beberapa pekerjaan engineering di Jerman

Bekerja di Perusahaan Talbot: Tender gerbong ruang luas untuk mengangkut muatan ringan seperti produk komponen elektronik. Volumina dari suatu gerbong dibatasi oleh panjang gerbong yang ditentukan oleh stabilitas dan tikungan rel X potongan terowongan KA. Karena muatannya ringan, gerbong yang direkayasa cukup dengan memanfaatkan 2 sumbu roda. Berarti ruang antara 2 sumbu roda gerbong dapat dimanfaatkan, dengan memperhatikan tekanan horizontal sebesar 200 Ton yang disalurkan melalui seluruh badan gerbong, membutuhkan perhitungan dan rekayasa sendiri.

Bekerja di Institut konstruksi ringan, Aachen; Belajar konstruksi kapal selam. Ternyata semuanya berbentuk silinder dangan penguat yang berbentuk silinder pula. Berbeda dengan balon udara yang dapat pecah jika tekanan balon ditingkatkan karena tegangan kulit balon naik pula, maka pada kapal selam peningkatan tekanan air di luar kapal selam akan berakibat runtuhnya/ koleps-nya kapal selam. Karena tekanan dari luar silinder, mengakibatkan tegangan pada kulit silinder menjadi dua kali lebih tinggi dibandingkan tekanan pada bola, maka rekayasa ruang kapal selam dengan memanfaatkan beberapa bola yang saling berhubungan dan berbentuk “ulat bulu”, dalam bahasa Jerman BJ. Habibie member nama “kugel-raupe”, dapat menyelam dua kali lebih dalam dibandingkan kapal selam konvensional yang berbentuk silinder.

Penemuan metode Thermoelastisitas untuk menghitung tegangan akibat pemanasan kinetic yang dapat memperhatikan semua kendala pangkal, batas garis depan, ujung dan batas garis belakang sayap dan sirip dengan memperhatikan kekakuan yang tidak homogen. Hasil perhitungan dengan metode yang sudah ada, ternyata hasilnya sama jika memanfaatkan metode ini dan menghiraukan kendala pangkal atau ujung sayap dan sirip.
Perusahaan Hamburger Flugzeugbau: metode perhitungan kecepatan suatu retkan berjalar pada bahan yang elastoplastik, dan masih banyak lagi.

Penolakan tawaran demi kepentinga bangsa
1. tawaran menjadi guru besar atau professor di institute konstruksi ringan (Rheinisch westfahlische technische hochschule).
2. tawaran bergabung di perusahaan amerika Boeing dalam pembuatan supersonic transporter yang lebih unggul dari pesawat concord.
3. tawaran menjadi warga Negara Jerman, karena nilai moral dan etik tidak dapat menerima tawaran tersebut, sehingga sebagai jalan tengah BJ Habibie dan Ainun Habibie diberi izin tinggal dan bekerja seumur hidup di Republik Federal Jerman.
4. dan masih banyak lagi.

"Saya selalu menganggap keberadaan saya di rantau sebagai masa transisi untuk mencari pengalaman. Pengalaman ini akan saya perlukan kelak untuk dapat membantu bangsa saya dalam perjuangan yang sedang mereka laksanakan. Kapan saya pulang, hanya ditentukan oleh keadaan dan kesempatan yang diberikan."

Prinsip Ainun
1. Istri yang tidak mengikuti suami akan ketinggalan.
2. falsafah hidup mengutamakan anak dan keluarga daripada mencari kepuasan professional dan penghasilan tinggi.
“buat apa uang tambahan dan kepuasan bathin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan kepada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya ketambahan uang dan kepuasan professional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan tidak mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak, seimbangkah orang tua kehilangan anak, dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memilih hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu”

Langkah BJ Habibie dalam membangun teknologi Indonesia:
1. mengembangkan prasarana IPTEK --> membangun puspiptek serpong dengan lahan seluas 4 juta meter persegi milik BATAN, mempersiapkan berdirinya BPPT ebagai mitra Bappenas.
2. menyiapkan kader-kader teknologi yang memungkinkan Indonesia merekayasa dan membuat pesawat terbang baik militer maupun sipil --> beasiswa ke luar negeri, pemagangan di perusahan Jerman tempatnya bekerja.
3. bekerja sama dengan mitra luar negeri yang berpengalaman.

Terkait dengan BPPT, tempat saya bekerja sekarang, saya ingin mengulas sedikit tentang pendiriannya. Ini berawal dari Rencana dan pelaksanaan pembangunan nasional, Indonesia banyak sekali memanfaatkan jasa dari konsultan nasional maupun konsultan mancanegara. Masalahnya selain biayanya tinggi, mereka tidak dapat dituntut jika ada kesalahan pada pelaksanaannya. Jika proyek yang mereka sarankan berjalan dengan baik, maka konsultan tersebut yang mendapat kreditibilitasnya. Untuk menghadapi masalah tersebut, tanggapan BJ Habibie; “ kita sudah memiliki badan perencanaan pembangunan nasional atau bappenas yang terus berkembang dan berfungsi dengan baik. Pelaksanaan rencana pembangunan tersebut diserahkan kepada Departemen atau lembaga bersangkutan yang sebelumnya telah mengusulkan proyek mereka. Di bappenas proyek-proyek tersebut dicek dan dikaji prioritas dan kelayakannya, berdasarkan criteria yang ditentukan. Jika bappenas menilaiproyek tersebut kelayakannya secara makro, maka untuk menekan resiko sekecil mungkin dengan biaya serendah mungkin, sehingga proyek dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan berkualitas setinggi mungkin, maka departemen yang bersangkutan memanfaatkan konsultan untuk melaksanakan penilaian secara mikro. Penilaian mikro tidak dapat dipisahkan dari penilaian kelayakan teknologi. Oleh karena itu harus dikembangkan “mitra” bappenas yang memiliki fasilitas dan kemampuan untuk menilai semua program dan rencana pembangunan dari sudut kelayakan mikro atau kelayakan teknologi. Mitra bappenas ini dapat diberi nama badan pengkajian dan penerapan teknologi (BPPT). Namun demikian kita akan memanfaatkan konsultan, tetapi minimal.
Cikal bakal BPPT dan IPTN berasal dari divisi advanced technology dan teknologi penerbangan Pertamina (ATTP), divisi itu kemudian berubah menjadi divisi advanced technology pertamina (ATP).

“Semoga Allah SWT sepanjang masa dimanapun kami berada selalu melindungi, memberkahi, dan mendampingi Ainun dan Saya.” (Doa yang tiap saat selalu dipanjatkan Pak Habibie dan Bu Ainun).

Kegiatan Bu Ainun dalam mendampingi Pak Habibie
1. Tiap hari selasa minggu pertama dan kedua tiap bulan dilaksanakan ceramah mengenai ajaran agama Islam dan Al-Quran di kediaman beliau di Jalan Patra Kuningan XIII No. 1-3.
2. Mendirikan Perkumpulan penyantun mata tunanetra Indonesia (PPMTI) untuk membantu menanggulangi kebutaan yang tidak hanya diakibatkan dari kornea namun juga dari katarak dan glaucoma.
“dipandang dari sudut biaya atau produktivitas, penyakit mata atau buta akan meningkatkan biaya dan menurunkan produktivitas, karena orang buta sangat bergantung dar orang lain sehingga membutuhkan biaya tambahan yang berdampak menurunkan produktivitas. Kalau orang mati, prestasinya akan hilang tanpa meningkatkan biaya.”
3. Pimpinan Dharma Wanita BPPT, Ristek, IPTN, Pindad, PAL…
4. Ketua Balai Bina Kertaharja, lembaga masyarakat yang bergerak dalam bidang social bersama Departemen transmigrasi mendidik tuna karya dan tuna wisma
5. Pendiri Yayasan amal abadi beasiswa ORBIT.
6. dll.
NB. Kalo kegiatan Pak Habibie mah gak usah dicantumin, yang pasti banyak bangeeet. Kayaknya Pak Habibie orang tersibuk di Indonesia pada masa itu deh ;)

Bukan materi atau uang yang harus dikejar, namun kesempatan bekerja bagi semua yang haru diciptakan --> yang harus dikejar adalah penguasaan IPTEK, produktivitas, daya saing, dan akhirnya adalah jam kerja.
Memang uang penting, tapi tidak selalu menentukan. Yang menentukan adalah daya saing.

Jam Kerja

Yang diperhatikan bukan hanya “neraca perdagangan” dan “neraca pembayaran” namun juga “neraca jam kerja”. Khususnya dalam proses globalisasi, “neraca jam kerja” ini harus dapat perhatian khusus.
Untuk memperbaiki “neraca jam kerja”, perencanaan jangka panjang yang konsisten dan berkesinambungan harus diamankan. Tidak mungkin penyelesaiannya dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat.
Kebijakan peningkatan kualitas dan daya saing SDM, harus senantiasa mengandalkan pada kualitas iptek dan imtak yang seimbang. Berarti proses pendidikan dan pembudayaan terus ditingkatkan.

Bagi-bagi tugas:
Ainun --> tugas berkaitan dengan proses pembudayaan dan kesejahteraan SDM.
Habibie --> tugas pada pengembangan dan penerapan teknologi untuk proses nilai tambah.
*sumpah, KEREN BANGET ya ETOS KERJAnya Pak Habibie, kayak orang etos kerjanya orang Jepang*

Karya dirgantara bangsa Indonesia
1. CN-235 “tetuko”: Pengembangan dan produksi bersama perusahaan spanyol (1986).
2. N-250 “gatotkoco”: pesawat canggih pengembangan dan produksi mandiri. Terbang perdana 10 Agustus 1995 --> saking kerennya, pemerintah RI menobatkannya sebagai hari kebangkitan teknologi nasional.
3. N-2130 yang rencananya akan terbang perdana 2002, namun saya belum tau kepastiannya. Sampai saat ini saya sangat berharap agar pesawat ini jadi diproduksi dan dikembangkan oleh putra bangsa ini…

Tanggapan BJ Habibie ketika diminta tuk jadi wapres RI: "Tempat saya adalah di science, titik! Saya mengatakan ini dengan tulus dan ini juga sama dengan yang saya yakini dengan Ainun. Namun saya menyadari juga sebagai warga negara yang baik, bahwa jika rakyat Indonesia menghendaki seseorang menjadi pemimpinnya, dan orang itu mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa cinta kepada rakyatnya, apa mungkin manusia tersebut bisa mengatakan “tidak”? jika orang yang dipilih itu mengatakan “tidak”, itu arogan namanya…"

Kontribusi untuk Indonesia setelah tidak lagi menjadi pejabat --> bersama Ainun, Ilham, dan Thareq mendirikan "The Habibie center"
“Kita harus tetap mendorong proses demokratisasi, dalam posisi apapun kita nanti!”
Semboyan The Habibie Center: Democratization must go on

The Habibie center --> lembaga non-profit dan non-politik, yang berkhidmat dalam mendorong dan –bersama kekuatan bangsa lain-- “mengawal” proses demokratisasi bangsa.
Pertimbangan: basis suatu negara untuk dapat langgeng adalah negara tersebut harus demokratis. Karena demokrasi dan HAM itulah yang menjaga harkat dan martabat manusia dalam negara tersebut.

---for lovely wife---

Manunggal….

Jika sampai waktunya
Tugas kami di alam dunia dan di alam baru selesai
Tempatkanlah kami manunggal di sisi-Mu
Karena cinta murni, suci, sejati, sempurna, dan abadi
Dalam “raga” yang abadi, dibangun Ainun manunggal denga Saya sesuai kehendak-Mu di alam baru sepanjang masa
Jiwa, roh, bathin, “raga”, dan nurani kami abadi sampai akhirat
Profile Image for Zetty Khairunisa.
125 reviews2 followers
September 10, 2016
Berbaloi penantian menunggu tiba buku ini ke Malaysia hampir sebulan lamanya. Bukan soal cinta Pak Habibie kepada Ibu Ainun, soal kepintarannya itu. Sejarah dirinya mencipta pesawat Indonesia itu yg buat saya teguh mencari buku ini. Apakah saya mampu membaca tulisan pemimpin negara sendiri dengan begitu asyik begini?
Profile Image for Taufiq  Muhammadi.
11 reviews
March 12, 2011
Language: Indonesia

This book mostly tells about B.J. Habibie as a family man. How he always take his family into consideration before making big commitments. The message of this books is also very clear: BJ Habibie cannot become a man he is now without the presence of his wife, Ainun. With its insight about how become a great man without putting his family aside, this book is a nice read for a young or family-man to be.
Profile Image for ulil absor.
16 reviews
January 13, 2011
wonderfull book...... very romantic, ketika membacanya saya kira akan memnemukan kisah yang menyerupai Romeo n juliet tapi ternyata sangat berbeda, kita bisa ikut merasakan cinta yang tulus ikhlas karena tuhan YME... cinta yang suci... selain itu buku ini memberikan kita sejarah yang mungkin jarang sekali orang - orang mengetahuinya.... sungguh mengagumkan.......
Profile Image for Verha.
13 reviews
January 4, 2011
Bagus,terutama bagian awalnya. Ditengah terlalu banyak rincian kerjaannya pak habibie. Padahal harapanku lebih banyak cerita keseharian pak habibie dan ibu ainun..
Diakhirnya terharu..ternyata cinta sejati itu memang ada.
Profile Image for Rifai  Sumaila.
12 reviews4 followers
February 21, 2011
Habibie & Ainun, buku yang menceritakan perjalanan cinta seorang B.J Habibie dengan pasangan hidupnya Hasrie Ainun Habibie. Berawal dari pertemuan mereka di pagi hari tepat di hari Rabu tanggal 7 Maret 1962 di kota Bandung. Saat itu secara tidak disengaja, Habibie yang sedang mengantarkan adiknya yang pergi berkunjung ke rumah Ainun, bertemu dengan sosok ainun.

Betapa kagumnya Habibie bertemu kembali dengan sosok Ainun yang sudah lebih dari 7 tahun tidak dijumpainya. “Ainun, kamu cantik dari gula jawa menjadi gula pasir” begitulah reaksi spontan Habibie ketika pertama kali mereka bertemu.

Awalnya mereka berdua memang sudah saling mengenal sejak sama-sama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, di Jaman sekolah dulu, para guru selalu menjodoh-jodohkan mereka, atas dasar kesamaan yang mereka miliki, sama-sama kecil, dan sama-sama paling muda di kelas masing-masing.
Namun, mereka tidak menjalin hubungan, hanya sang adik dari Habibie yang bernama Fany lah yang kemudian berteman akrab dengan Ainun,dan tak disangka-sangka, justru hal itulah yang menyebabkan mereka bisa bertemu di kemudian hari.

Habibie sehabis SMA melanjutkan kuliahnya di Jerman dan bekerja di sana, sedangkan Ainun masuk ke fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Sebelum keberangkatannya kembali ke Jerman setelah cuti selam 3 bulan, Habibie melamar Ainun, dan Ainun pun menerima lamaran tersebut. Dengan menggunakan perpaduan adat Gorontalo dan Jawa, akhirnya mereka menikah pada hari Sabtu tanggal 12 Mei 1962. Setelah mereka resmi menikah, Habibie pun memboyong serta Ainun untuk pindah ke negeri Jerman.
Kehidupan awal mereka di Jerman boleh dikatakan cukup sederhana, penghasilan Habibie di masa itu terbilang sangat cukup untuk ukuran bujang, namun pas-pas an untuk ukuran seseorang yang sudah berumah tangga, biaya hidup di Jerman yang cukup tinggi, membuat mereka harus pintar-pintar berhemat, namun ditengah masa-masa sulit seperti itu, Ainun tetap sabar dan merencanakan dengan baik pengeluaran dan pemasukan keluarga.

Habibie merangkap pekerjaan, disamping menjadi asisten seorang professor peneliti, ia pun mencuri-curi waktu bekerja sebagai ahli kontruksi pada pabrik kereta api, mendesain gerbong-gerbong berkonstruksi ringan, waktu terasa begitu singkat, dan diatur ketat, pagi hari Habibie berangkat ke pabrik, kemudian sampai malam hari menghabiskan waktu di Universitas, dan Pukul 10.00 atau 11.00 malam baru sampai di rumah, itu pun harus dilanjutkan dengan menulis disertasi, kemana-mana ia selalu menggunakan bis, tak jarang karena kekurangan uang untuk membeli kartu langganan bulanan, dua sampai tiga kali dalam seminggu Habibie harus berjalan kaki mengambil jalan pintas sejauh 15 km.
Ditengah situasi dan kondisi seperti itu ainun, tidak sedikit pun mengeluh, ia justru terus menunjukkan sisi kemandiriannya dengan ikut membantu meringankan beban sang suami, tak jarang ia membantu Habibie dalam pekerjaannya, karena Ainun memang cerdas di bidang Matematika dan Fisika, benar-benar sosok pasangan yang ideal.

Barulah setelah Habibie menyelesaikan pendidikan S3 nya, kehidupan mereka berangsur membaik. Habibie di terima bekerja di perusahaan Hamburger Flugzugbau atau HFB dengan penghasilan yang cukup tinggi.
Di bulan September tahun 1970, Presiden Soeharto yang sedang mengadakan kunjungan kenegaraan di Republik Federal Jerman, mengundang Habibie untuk menemuinya. Dalam pembicaraan mereka Presiden Soeharto menceritkan niatnya untuk membangun industry strategis, dan jika memang keadaan sudah siap, maka Habibie akan di panggil pulang ke tanah air, dan selama proses itu berlangsung, ia diminta untuk terus konsolidasi dan mempersiapkan kader SDM yang handal dan kelak bisa dijadikan asset dan cika bakal pembangunan.

Melalu proses yang cukup panjang, akhirnya karier Habibie semakin meningkat, tepat di tahun 1973, ia terpilih sebagai Direktur Pengembangan dan Penerapan Tekhnologi, namun setahun kemudian ia kembali menemui undangan Presiden Soeharto, kali ini untuk hal yang lebih serius, ia diminta untuk menjadi penasehat pemerintah R.I yang bertanggung jawab kepada Presiden dalam bidang tekhnologi Dirgantara dan Advance Teknologi. Keputusan yang cukup sulit yang harus diambil oleh Habibie pada masa itu, dengan tekad yang bulat semata-mata mengabdi kepada Tanah Air, akhirnya Habibie memutuskan untuk memenuhi ajakan Presiden Soeharto, dan melepaskan karier dan jabatannya yang sudah mapan di perusahaan tempat ia bekerja.

Perjuangan awalnya membangun industry pesawat terbang dalam negeri memang terbilang cukup sulit, ia harus mengetuk pintu industry-industri dan memperkenalkan diri sebagai seorang yang tengah menjajagi usaha untuk membangun industry pesawat terbang di Indonesia, siapa yang percaya Negara yang mengimpor beras sampai dua juta ton per tahun untuk memenuhi pangan penduduknya, sanggup membuat pesawat terbang?.
Akhirnya dengan tekad yang bulat, diiringi dengan dukungan yang luar biasa dari keluarga terutama sang Istri, Habibie mampu menciptakan dan membangun industry pesawat dalam negeri dengan proyek awal pesawat N-250 Gatot Kaca. Dari situlah karier seorang Habibie semakin menanjak, ia kemudian dipercayakan menjadi seorang Menteri kemudian wakil presiden, hingga akhirnya menjadi seorang Presiden Republik Indonesia, menggantikan Presiden Soeharto.

Perjalanan karier seorang Habibie, tak luput dari peran serta sang istri Ainun, yang dengan setia memberikan dukungan moril, yang dengan penuh kasih sayang mendampingi, memberikan kepercayaan dan tidak pernah mengeluh, malah banyak membantu. Disamping sibuk dengan tugas-tugas kenegaraan, Ainun juga aktif membangun dan mengurus yayasan sosial. Keharmonisan hubungan mereka seolah tidak terganggu dengan permasalahan di pekerjaan yang mereka hadapi. Penuh cinta, dan perhatian, hingga akhirnya Ainun tutup usia, akibat Kanker ovarium yang dideritanya. Habibie cukup terpukul dengan kepergian Ainun, belahan jiwanya. Hingga akhirnya Ainun tutup usia, Habibie terus setia berada di samping Ainun.

“Jika sampai waktunya, Tugas kami di Alam Dunia dan di Alam Baru Selesai
Tempatkanlah kami Manunggal di sisiMu
Karena cinta murni,Suci, Sejati , Sempurna dan Abadi
Dalam raga yang abadi, dibangun Ainun Manunggal, dengan saya sesuai kehendakMu di Alam Baru sepanjang masa
Jiwa, Roh, Batin, Raga dan Nurani kami, abadi sampai akhirat”
Profile Image for Rahman Elfath.
37 reviews7 followers
June 28, 2011
Habibie dan Ainun.

Sebuah buku biografi yang paling menginspirasi. Dalam buku yang di tulis langsung oleh Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie ini, diceritakan tentang perjalananan dan pengalaman hidup beliau bersama Almarhumah Ibu Hasri Ainun Habibie. Awal mereka bertemu kemudian menikah, hingga kebersamaan mereka sampai salah satu dari mereka mendahului berpulang ke Rahmatullah.

***

Saya sedikit terhibur dan senyum sendiri ketika beliau menceritakan kisah cinta beliau berdua.
Sama-sama terlahir sebagai keluarga yang terpelajar dan menjadi siswa terbaik di sekolah mereka
masing-masing, mereka menjadi bahan ejekan (dijodoh2kan) teman-teman sekolah bahkan dewan
guru.

Walaupun demikian, Bapak Habibie sempat mengatakan Ibu Ainun itu seorang yang hitam dan gemuk (jelek). Bahkan Ibu Ainun sendiri takkan melupakan kejadian itu sampai-sampai beliau menuliskannya juga dalam buku beliau:

,,Ada satu ucapannya yang tak pernah saya lupakan ,,he, kenapa sih kamu kok gendut dan hitam? Kami gadis-gadis semuanya kaget: ,, Eh kok begitu. Mau apa dia?' Saya dan teman-teman lagi duduk-duduk ngobrol waktu itu. Tiba-tiba saja ia datang menghampiri dan mengatakannya. Mungkin ada maksudnya. Entahlah...

Namun siapa sangka, setelah 7 tahun tak bertemu, beliau berdua akhirnya menjadi sepasang suami isteri. Banyak orang yang terkejut karena sosok Ibu Ainun adalah seorang wanita yang didamba-dambakan para lelaki saat itu. Selain itu beliau adalah seorang dokter lulusan Universitas Indonesia dan mempunyai paras yang cantik.

Lalu tiba-tiba saja, seorang Habibie yang waktu itu tidak terlalu dikenal, datang melamar seorang Ainun. Bahkan beberapa orang sempat meragukan dan berkomentar negatif tentang Pa Habibie.

Kenapa saya mengatakan buku ini sangat menginspirasi??
Karena beberapa peristiwa atau tindakan/sikap yang mereka ambil begitu menggugah dan mengajak kita kembali bercermin bagaimana kita sekarang.

Salahsatunya ketika keadaan keuangan mereka begitu memprihatinkan menjelang kelahiran anak pertama mereka. Saat itu penghasilan Bapak Habibie tidak terlalu memadai untuk persiapan kelahiran anak pertama mereka. Lalu Ibu Ainun lebih memilih bersabar dan fokus untuk mengurus keluarga saja di rumah, padahal Ibu Ainun adalah seorang dokter dan sangat mungkin diterima bekerja di RS di Jerman. Beliau menulis:

....."Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya pikir: buat apa uang tambahan dan kepuasan yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami sendiri kehilangan kedekatan dengan pada anak sendiri? Apa artinya ketambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk sendiri pribadinya? ...


Saya rasa hanya sedikit dari warga negara kita (khususnya generasi muda) yang tahu prestasi dan penghargaan yang beliau terima dan diakui dunia Internasional. Penemuan-penemuan beliau di bidang Industri Pesawat terbang menjadi bahan rujukan Industri Pesawat terbang dunia. Bahkan beliau sempat menolak ajakan perusahaan BOEING untuk bergabung dengan mereka.

Walaupun sudah sukses dan diakui dunia, beliau tetap Cinta Tanah Air. Waktu di "jemput paksa" untuk pulang ke Indonesia, saya begitu terharu dan ikut merasakan bagaimana kebimbangan beliau waktu itu. Ini juga salah satu hal yang sangat menginspirasi saya. Bagi saya beliau termasuk salah satu pahlawan nasional, dan bukan seorang sosok yang Kacang lupa pada kulitnya.

Dan yang menjadi catatan setelah membaca biografi ini adalah masih ada kah sosok seperti Bapak BJ. Habibie atau Ibu Ainun di masa kini???

Semoga pengorbanan dan pengabdian beliau di Negeri ini menjadi teladan bagi semua anak negeri
yang sukses di Negeri orang. Seburuk apapun keadaan di Negeri ini, kita terlahir dari sini di negeri
kita sendiri. Alangkah mulianya jika ada anak-anak Indonesia yang sukses diperantauan kembali pulang untuk membangun negeri ini.

Sosok Bapak B.J.Habibie dan Ibu Ainun seharusnya bisa menjadi panutan bangsa. Beliau bukan hanya ahli dan berprestasi di bidangnya, tetapi beliau juga punya gagasan-gagasan yang jauh kedepan. Khusus untuk Ibu Ainun, beliau adalah salah satu sosok isteri dan Ibu yang di idam-idamkan semua orang. Setia, pengertian, bertanggungjawab dan rela berkorban untuk kepentingan sosial bahkan mengalahkan kepentingan beliau sendiri.

Setelah bersama selama lebih dari 48 tahun, Bapak Habibie dan Ibu Ainun menjadi sepasang suami-isteri yang mengagumkan. Sama-sama setia dan mengisi satu sama lain. Menjelang wafatnya Ibu Ainun terasa sekali hubungan (batin) beliau. Meski tak bersuara mereka sudah mengerti dan faham maksud masing-masing.

***

Sedikit catatan tambahan:
Bahasa yang digunakan dalam memang sederhana tetapi karena bawaan bapak Habibie yang memang Professor jadi beberapa bagian/bab (menjelang ending) tidak sinkron atau sukar dimengerti bagi orang awam:termasuk saya). Karena beliau menuliskannya dengan metode penulisan seorang engineering. Hehe

Manusia hanya bisa berencana, Allah yang menentukan. Tetapi Allah juga memberikan kepada manusia; nurani, kebebasan untuk berpikir dan bertindak.
Profile Image for Itun ntu ay.
4 reviews
April 21, 2013
Resensi
Judul :Habibie & Ainun
Pengarang :Bacharuddin Jusuf Habibie
ISBN :978 979 1255 13 4
Penerbit :PT THC Mandiri
Tahun terbit:November 2010
Tebal :xxi + 323 halaman
Resolusi :14 cm x 21 cm
Jenis Cover :Soft Cover

Dalam buku ini dikisahkan bagaimana Pak Habibie tertarik pada Bu Ainun, kisah pacaran mereka yang singkat dan berujung pada pernikahan. Selanjutnya kita dapat mengetahui episode kisah hidup Pak Habibie (yang tentunya dalam setiap tahapan kehidupannya tak lepas dari peranan Bu Ainun).
Mulai dari pasangan baru dengan gaji yang pas-pasan di Jerman, namun kesulitan-kesulitan di awal pernikahan mereka membuat mereka bertambah saling memahami.Menghadapi kehidupan yang keras,Bu Ainun tak mengeluh, bahkan senantiasa menyambut Pak Habibie dengan pandangan dan senyuman yang menentramkan. Dan berkali-kali Pak Habibie menyebutkan dalam buku ini bahwa pandangan dan senyuman Bu Ainun senantiasa membuatnya terpukau dan dirindukannya.
Ketika Pak Habibie mengalami masalah dalam penyelesaian doktoralnya dan merasa kerja kerasnya sia-sia, namun Bu Ainun memberikan motivasi dan saran untuk menyelesaikan masalahnya. Atas saran dari Ibu Ainun inilah, masalahpun dapat terpecahkan. Pak Habibie merasa Bu Ainun adalah ilham untuknya, oleh karena itu anak pertama mereka diberi nama Ilham. Di sini, saya sangat salut sekali dengan kecerdasan Bu Ainun yang memahami persoalan yang menimpa suaminya dan dapat memberikan solusi. Dan apapun yang terjadi Pak Habibie senantiasa mengkonsultasikannya dengan Bu Ainun. Juga pernyataan Pak Habibie karena Aninunlah sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan jika Ainun merasa mungkin untuk dilakukan maka Pak Habibie akan yakin dapat membuat sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi mungkin. Ketika anak kedua lahir, maka kebutuhan semakin besar Bu Ainun memutuskan untuk bekerja menjadi dokter anak(atas dukungan Pak Habibie), akan tetapi akhirnya harus melepaskan pekerjaannya karena anaknya sakit dan merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya. Meskipun pada akhirnya Bu Ainun memutuskan menjadi Ibu rumah tangga namun Bu Ainun tetap dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan karier Pak Habibie sehingga masih tetap dapat memberikan masukan-masukan kepada Pak Habibie.Apalagi setelah kembali ke tanah air, bu Ainun disibukkan untuk mendampingi Pak Habibie juga membuat kegiatan di lembaga-lembaga yang dipimpin oleh suaminya dan juga mengepalai berbagai yayasan. Jabatan yang diemban Pak Habibie tak membuat Bu Ainun berubah, malah mereka semakin tidak dapat dipisahkan dimana ada Pak Habibie disitu ada Bu Ainun. Sampai ketika bu Ainun sakit dan meninggal, Pak Habibie merasa bahwa ia dan Ainun maninggal karena diikat oleh cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi.

Kelebihan:
1. Saat merasa buku ini sangat mencerminkan sang penulis, yaitu Pak Bacharuddin Jusuf Habibie.
2. Bukan cinta melulu.
3. Mau atau tidak mau, rasa nasionalisme saya tergugah saat membaca buku ini.
4. Nama Ibu Ainun mirip dengan nama saya, sama-sama Ainun dan nama Bpk. B.J. Habibie juga sama dengan nama kakak saya, sama-sama Jusufnya, jadi sebelum tau ceritanya sudah tertarik untuk membaca.
5. Banyak motivasi hidup yang terkandung.
Kelemahan :
1. Karena buku ini sangat menggambarkan Pak Habibie yang sedang bercerita
2. Cerita cinta masih kurang
3. Kurang Foto
4. Harganya lumayan mahal untuk kalangan pelajar di daerah pedesaan.
Profile Image for ukuklele.
462 reviews19 followers
September 28, 2019
Baru-baru ini, setelah Pak Habibie menyusul Bu Ainun ke "alam dan dimensi baru", ibu saya membawa pulang buku ini dari perpustakaan sekolah tempatnya bekerja. Saya takjub karena mengira ibu saya sebetulnya sudah punya buku ini. Saya merasa sudah pernah membacanya--seperti baru kemarin. Tapi ibu saya menyangkal, sehingga saya pikir sepertinya dulu saya membaca buku ini dari meminjam punya teman kampus. Mestilah waktu itu sekitar tahun 2010 atau mungkin juga 2011, ketika Bu Ainun belum lama meninggal dan buku ini baru terbit. Saya enggak ingat kesan pembacaan saya waktu itu, dan malas mengubrak-abrik kardus untuk mencari catatannya. Saya pun memutuskan untuk membaca ulang buku ini.

Lagi pula, ketika mendengar berita bahwa Pak Habibie telah dipanggil pulang untuk selama-lamanya, entah kenapa saya merasa sedih. Saya merasa tidak pernah secara pribadi mengidolakan beliau. Saya tidak berminat pada industri kepesawatterbangan karena menghasilkan banyak jejak karbon. Namun beliau seperti legenda, mungkin juga akibat sebuah lagu anak-anak yang dinyanyikan Joshua pada era '90-an lampau diam-diam terpatri di alam bawah sadar saya: "Cita-citaku ... uwu uwu ... pengin jadi profesor ... bikin pesawat terbang ... seperti Pak Habibie." Sehari setelah berita tersebut, saya lihat, baik di halaman depan rumah saya maupun tetangga, terpasang bendera setengah tiang: seorang pahlawan telah pergi.

Baru bab-bab awal, saya sudah mendapat kesan bahwa membaca buku ini seperti bermimpi. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap kedua mendiang, kehidupan yang ditampilkannya sungguh glamor dan romantis. Terus terang, rasanya seperti membaca novel Wattpad. Tapi nilai plus dari buku ini adalah: ini riil. Yang menulis bukan remaja ababil, melainkan seorang pakar dan pemimpin besar yang kualitasnya benar-benar diakui dunia internasional.

Perasaan saya berkecamuk, lebih karena berperang dengan daya kritis saya sendiri ketimbang akibat larut dalam cerita Pak Habibie. Saya pikir tidak sepantasnya saya menggunakan daya kritis saya terhadap buku ini. Yah, sebetulnya, ketika menghadapi novel-novel dream-like di platform-platform kepenulisan digital pun saya sudah sadar bahwa tidak ada gunanya mengusik mimpi indah orang lain. Tapi, khusus untuk buku ini, alasannya lebih karena beliau adalah tokoh nyata yang sepantasnya dihormati--seolah-olah beliau sungguh-sungguh hadir di hadapan saya menceritakan isi buku ini secara langsung kepada saya sementara saya membacanya. Apa pun yang dikatakan orang tua, saya yang masih tergolong muda sudah sepatutnya mendengarkan saja dan cukuplah mengambil nilai-nilai positif yang dapat diterapkan dalam kehidupan saya sendiri, tanpa membanding-bandingkan kenyataan bahwa latar belakang beliau (berikut Bu Ainun) lain daripada kebanyakan orang.

Selain itu, sudah sepatutnya terhadap orang yang meninggal kita hanya membicarakan kebaikannya saja.

Karena saya perempuan, nilai-nilai positif tersebut cenderung diambil dari sosok Bu Ainun sebagaimana digambarkan oleh Pak Habibie. Kecantikan, kecerdasan, dan keluarga asal Bu Ainun (yang tentunya berperanan dalam mengarahkan nasib beliau sejak lahir hingga menikah dengan Pak Habibie) kiranya merupakan privilese--pemberian Tuhan khusus bagi orang tertentu--yang tak bisa diganggu gugat. Terlepas dari itu, paling tidak ada beberapa hal yang masih dapat diupayakan oleh perempuan kebanyakan.

1. Menjadi istri yang berbakti, mendukung karier suami dan mengutamakan kepentingannya, selalu memberikan senyum, menguatkan, melayani, dan bersabar apa pun yang terjadi.
2. Sangat religius, banyak membaca Alquran dan berdoa.
3. Selfless, berjiwa sosial tinggi--yang sepertinya faktor bawaan juga sih; ada sebab-sebabnya beliau berminat menjadi dokter anak.

Kebetulan, sebelum buku ini, saya membaca buku The Good Father: Kiat Lengkap Menjadi Ayah Teladan . Isinya, secara garis besar, memaparkan pentingnya peran ayah dalam keluarga, baik secara fisik maupun emosional. Sehubungan dengan buku tersebut, dalam bukunya, Pak Habibie mengungkapkan kurangnya waktu beliau untuk keluarga. Meski begitu, sebagai seorang teknorat kelas dunia, agaknya beliau benar-benar ahli dalam menggunakan sumber daya--termasuk waktu--seefektif dan seefisien mungkin. Betapapun sedikitnya waktu beliau untuk keluarga, bisa jadi kualitasnya sungguh maksimal. Wallahualam.

Akibatnya, saya jadi berpikir ulang mengenai alokasi waktu orang tua untuk anak. Hal-hal yang dilakukan Pak Habibie dan Bu Ainun semasa hidup mereka sepertinya dibaktikan untuk kepentingan negara, atau mungkin istilahnya for the greater good, bahkan hampir-hampir dengan mengorbankan kesehatan sendiri. Hal ini mengingatkan saya pada jihad, meski beliau sama sekali tidak menggunakan istilah tersebut dalam buku ini. Ketika tiba panggilan jihad, semua-muanya harus rela dikorbankan, termasuk harta dan keluarga. Tapi kan beliau tidak berkekurangan harta. Rasulullah SAW sendiri besar tanpa kehadiran orang tua kandung, meskipun beliau sepertinya memiliki sosok-sosok lain sebagai pengganti dan keadaan pendidikan anak pada masa itu kiranya berbeda dengan masa belakangan. Kalau ceroboh, bisa-bisa kita berpikiran bahwa alokasi waktu untuk anak mungkin tidak penting amat apabila orang tuanya bekerja untuk "kepentingan yang lebih besar". Atau malah, jangan-jangan, sentimentalitas hubungan orang tua dengan anak itu hanya propaganda Yahudi agar orang pada mengabaikan "kepentingan yang lebih besar". Adakalanya suatu hal tidak bisa ditentukan secara mutlak, atau akibatnya berbeda-beda bagi tiap-tiap orang.

Bab-bab yang menarik bagi saya dalam buku ini di antaranya yang menunjukkan bahwa Pak Habibie ternyata bisa lugu juga--khususnya ketika beliau masih muda. Contohnya yaitu ketika teman-teman Bu Ainun berkelakar bahwa Pak Habibie memikat Bu Ainun dengan "cara Jerman", dan Pak Habibie baru paham maksudnya ketika anak pertama mereka lahir. Contoh lain yaitu ketika beliau meminta kenaikan gaji dari DM 1.300 menjadi DM 1.500, padahal untuk posisinya beliau sepantasnya mendapat DM 2.500.

Yang enggak kalah menggelikan adalah ketika beliau bertemu dengan Presiden Soeharto pada 1974--45 tahun yang lalu. Keduanya saling menyampaikan aspirasi mengenai pembangunan Indonesia--utamanya SDM--yang sedihnya, hingga kini sepertinya masih menjadi wacana; begitu pula soal citra buruk kaum muslim sebagai mayoritas di negara ini--malah kini ada istilah "sumbu pendek" untuk menyebut sekumpulan orang berkedok religius yang suka mengacau. Yang sungguh lucu, di penghujung pertemuan mereka, ada kalimat begini:

Setelah menyampaikan butir-butir tersebut, Pak Harto bersikap rileks dan santai, seakan-akan melepaskan beban kepada generasi yang akan datang. (Halaman 87)


Entah apakah di sini Pak Habibie sedang mengeluarkan sisi lugunya, atau diam-diam menyindir. Soalnya, saya jadi ingat pada bencana karhutla yang akhir-akhir ini melanda sejumlah daerah dan mengakibatkan banyak korban. CMIIW, lahan gambut yang sebaiknya tidak diutak-atik pada masa Orde Baru malah dibuka dengan nama Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar. Agaknya itu salah satu penyebab kebakaran saat musim kering, karena rentannya kandungan gambut. (Maaf, saya kurang tahu ilmunya.)

Buku ini ditutup dengan bagus, menurut saya, dengan penjelasan mengenai relativitas waktu, bagaimana kehidupan di dunia ini ternyata sungguh singkat saja dibandingkan dengan "waktu" Tuhan. Di sini baru saya bisa relate.
Profile Image for Firdha Dewi.
2 reviews
April 20, 2013
judul : HABIBIE & AINUN
Pengarang : Bacharuddin Jusuf Habibie

Sinopsis

Novel ini menceritakan tentang kisah hidup dalam bahtera rumah tangga B.J. Habibie bersama ibu Ainun dari awal bertemu hingga perpisahan.

dimulai dengan petemuan awal Pak Habibie dan Ibu Ainun di kediaman Ibu Aiunun. Dalam suasana malam hari raya Idul Fitri, menyisakan kerinduan Pak Habibie kepada Ibu Ainun. sehingga dengan kepastian hati, dalam waktu yang singkat dilansungkan proses pertunangan dan pernikahan yang dliputi kepastian hati dan jiwa. dengan berbekal tersebut, memungkinkan keduanya menjalani bahtera rumah tangga di Jerman 3 bulan masa cuti Habibie yang akan habis.

Disanalah kehidupan mereka di uji. Dengan kehidupan jatuh bangun di sana, Keduanya sangat memiliki pengrtian satu sama lain. Ibu Ainun selalu mendukung pekerjaan Pak Habibie tanpa mengeluh mencoba membantu suaminya. Selalu memberikan saran, mengontrol kesehatan, dan menebarkan senyuman satu sama lain.

Dengan kerja kerasnya, Pak Habibie dapat menyelesaikan S3 nya di sana. Beliau mengirimkan surat pengajuan pembuatan pesawat terbang di Tanah airnya yang sempat di tolak. Tetapi akhirnya beliau bersama keluarganya dapat kembali dan mengabdi untuk Indonesia. Dalam semua kegiatan Pak Habibie, Ibu Ainun selalu setia mendampingi Pak Habibie.

Tetapi selama itu, Pak Habibie tidak mengetahui penyakit ganas yang diidap Ibu Ainun karena ibu Ainun selalu merahasiakannya. sehingga ketika puncaknya yaitu penyakit Ibu Habibie yang semakin parah yang membuat Ibu Ainun harus di rawat di ICCU. Ketika Habibie akhirnya masuk 2 jam kemudian, didapatinya Ainun sedang menangis. Kenapa? Karena khawatir terjadi sesuatu dengan Habibie sebab dia terlambat datang. Sungguh indah bukan. Kata - kata indah Pak Habibie yang terakhir untuk Ibu Ainun yaitu.

"Terima kasih Allah, Engkau telah lahirkan saya untuk Ainun dan Ainun untuk saya"
"Terima kasih Allah, Engkau telah pertemukan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya"
"Terima kasih Allah, hari Rabu tanggal 7 Maret 1962 Engkau titipi kami bibit Cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi melekat pada diri Ainun dan saya"
"Terima kasih Allah Engkau telah menjadi Ainun dan saya manunggal jiwa, roh, batin, dan nurani kami melekat pada diri kami sepanjang masa dimanapun kami berada"

dan kata itulah yang terakhir untuk Ibu Ainun.

Kelebihan buku : banyak kisah dan nila-nilai positif yang dapat kita ambil dalam mewujudkan bahtera rumah tangga yang sempurna
Kekurangan buku : ada beberapa kalimat yang sistematis, tetapi tidak mempengaruhi keindahan kalimatnya.

Profile Image for Fika Tsani.
2 reviews
Read
April 24, 2013
Buku yang berjudul habibie & ainun diterbitkan oleh PT. The Habibie Center Mandiri tahun 2010. Buku setebal 335 halaman di tulis oleh Bacharuddin Jusuf Habibie, presiden ketiga Negara ini. Buku ini di terbitkan di jalan kemang selatan no. 98 jakarta.
Habibi dan Ainun-sebuah buku yang menceritakan tentang kisah nyata tampilan keindahan cinta sejati dari sang penulis. Sebuah kisah tentang biografi cinta dari presiden ke-3 negara Indonesia ini, BJ.Habibie dan ibuAinun Habibie. Penulis yang menuturkan dengan rendah hati peran almarhum istrinya yang mendampingi dirinya. Dari awal saling kenal hingga saat maut memisahkan mereka.
Di dalam buku ini di kisahkan baaimana pak habibie tertarik pada ibu ainun. Kisah pacaran yang singkat dan berujung pada pernikahan. Hidup mulai dengan gaji yang pas-pasan dan berbagai kesulitan di awal pernikahan membuat mereka semakin saling memahami satu sama lain. Dan ketika pak habibie mendapat masalah doktoralnya dan merasa kerja kerasnya selama ini sia-sia, ibu ainun memberikan motivasi dan saran kepada pak habibie.
Ibu ainun tidak bisa di pisahkan dari pak habibie, dimana ada pak habibie pasti terdapat ibu ainun. Sampai suatu saat ibu ainun sakit dan meninggal dunia. Pak habibie merasa ibu ainun meninggal karena ia dan ibu ainun di ikat oleh cinta murni,suci,dan sejati.
Buku ini memiliki banyak kelebihan,yaitu Penyampaian buku ini yang benar-benar menggambarkan sosok bapak habibie yang menciptakan berbagai rencana-rencana. Walaupun ditulis dengan gaya cinta, namun buku ini tidak sekedar menceritakan tentang picisan yang lemah dan rapuh. Buku ini juga berisi catatan peristiwa bersejarah bangsa Indonesia, dan letupan nasionalisme tinggi dan motivasi yang dapat menumbuhkan semangat dan jiwapengapdian.
Selain memiliki kelebihan buku ini terdapat beberapa kelemahan seperti kalimat dalam paragrar-paragraf sering terasa membingungkan, munkin pak habibie memiliki banyak pemikiran sehingga bertubrukan satu sama lain. Dan saya merasa deskripsi hanya terdapat di awal dan di akhirsaja, sedangkan di pertengahanhanya sebagai sisipan saja .
Semoga buku ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Serta dapat membantu masyarakat mengetahui sejarah dan kehidupan sang penulis yang tidak lain adalah presiden ke-3 negara ini.


Profile Image for Ashri.
131 reviews6 followers
January 30, 2018
Tiga bintang karena ekspektasi saya ini tentang kisah cinta, dan pertumbuhan karakter masing-masing. Ternyata tidak begitu. Ini lebih seperti sejarah saja. Tidak ada uraian panjang tentang perasaan. Tapi bagaimana kalau memang hanya begitu? Bagaimana kalau memang tak perlu perasaan dijelaskan panjang lebar, karena sudah diterjemahkan dalam karya-karya yang menyita waktu? Bagaimana kalau memang cinta itu seharusnya seperti itu?
Profile Image for Bernadeth.
27 reviews57 followers
March 7, 2013
Ini buku luar biasa. Siapa yg nyangka Pak Habibie bisa nulis buku dengan gaya cerita novel sebaik ini? Baru baca kata pengantar juga saya udh kepengen nangis. Personally saya setuju banget dengan kata2 Ahmad Watik P., buku ini mengesankan karena yg nulis "Romeo"nya sendiri berdasarkan kisah cinta nyata bersama pasangan hidupnya, Ibu Ainun.
Saya menyesal menyadari betapa kecilnya apresiasi saya terhadap Pak Habibie sewaktu beliau masih menjabat sebagai Presiden. Beliau orang yg sangat cerdas dan punya dedikasi tinggi terhadap negara. Sangat tersentuh membaca sulitnya Pak Habibie untuk move on setelah berpindahnya Ibu Ainun ke dimensi lain. Pak Habibie sampai menderita gangguan emosional yg menurut dokter bisa berdampak pada keinginan untuk menyusul pasangannya. Dia menulis bukan untuk tujuan komersil, melainkan self-healing; untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Kisah cinta nyata seperti ini memang adanya 1:1000 di dunia. Dengan membaca buku ini, saya rasanya diberi kesempatan untuk melihat dunia dari mata seorang Habibie. This is a GREAT book. Definitely a must read :)
Profile Image for Ellya Khristi.
204 reviews14 followers
July 19, 2012
Bukan pertama kalinya saya baca biografi dan pada akhirnya menyerah di tengah-tengah buku. It was ok, saya sudah mendengar banyak review dimana beliau memang sangat cerdas dan memiliki cerita cinta yang mengharukan, tapi ya itu tadi, setengah mati saya memaksakan diri untuk menikmati dengan susunan kalimat yang sekaku buku pelajaran saat di sekolah dulu. Istilah teknik dan kenegaraan melimpah ruah, banyak bagian yang pada akhirnya saya lompati karena tidak mengerti dengan istilah-istilah ini. Dalam bagian yang mengulas tentang Ibu Ainun, saya bisa lebih menikmati, sambil mengira-ngira sendiri bagaimana tegarnya dan besarnya cinta Ibu Ainun yang dalam sehat maupun sakit selalu mendukung suami. Salut dengan kisah beliau, cuma ya moga-moga lain kali editornya bisa bantu supaya ga banyak salah ketik & cerita yang lebih sistematis biar enak dibaca.
Profile Image for Pretty Angelia.
Author 7 books56 followers
March 22, 2013
Saya tertarik membaca buku ini karena menonton filmnya.
Dan ternyata buku ini sangat berbeda dengan di filmnya (wajar sih hehe)
Tapi kalau saya memilih, jujur saja, saya lebih memilih bukunya.

Pada dasarnya saya lebih menyukai membaca fiksi ketimbang non-fiksi seperti ini, tapi non fiksi di sini adalah pengecualian.

Walaupun saya sering sulit mencerna tulisan Pak Habibie yang istilahnya 'ilmuwan banget', tapi saya terkesan dengan perjuangan beliau bersama Almarhumah Bu Ainun.

Wanita itu memang perisainya pria....

Di sini saya lagi-lagi berpikir, bisa nggak ya saya seperti Almarhumah Bu Ainun? *berharap bisa*
Profile Image for Lisa didien.
18 reviews31 followers
Currently reading
December 31, 2012
I'm on page 59 of 323 of Habibie & Ainun: I am reading this book and more understand that partner of life really exists and God create him/her with pure and forever love. They meet each other without any drama and grow together in good also bad times in beatiful and meaningful thankful to God. Hope one day, God gives me a chance to experience an amazing journey with my soulmate in a happy family, aamiin.
Profile Image for dhika.
42 reviews6 followers
Read
August 16, 2011
over all, nice book.

Pak Habibie tidak banyak mengumbar unsur "romantisme" dalam novel ini, tapi dalam penceritaan sendiri, sudah bisa terasa sisi "silent romantism" yang dibangun oleh Pak Habibie dan Ibu Ainun.

Worth to read, banyak pengetahuan yang bisa didapat, sekaligus mengetahui banyak fakta-fakta yang terjadi di masa lalu yang belum (saya) ketahui.


Profile Image for Arief Rahmansyah.
2 reviews8 followers
January 26, 2020
Hujan turun ketika saya menyelesaikan buku ini. Saya berdoa semoga Pak Habibie dan Bu Ainun beserta keluarga selalu mendapatkan cinta dan rahmat dari Allah SWT. Terima kasih Pak Habibie atas pengabdianmu kepada Indonesia. Terima kasih karena telah menginspirasi kami semua dengan kerja keras, cinta, dan kasih sayang yang tulus.
Profile Image for ayu.
12 reviews
December 25, 2010
gak sabar laaaaah pengen baca novel ini, bikin ngiri kayaknya, bikin nangis juga, tapi lebih penting dapet pembelajaran!
Profile Image for Mak.
10 reviews2 followers
January 18, 2011
Beautiful...recomended book !! Indah nya pak Habibie menuliskan kisahnya bersama bu Ainun dalam gaya bahasa Novel
Profile Image for Syifa Rizki.
3 reviews3 followers
July 29, 2013
Really nice book! :)
Kalimatnya sederhana tapi menyentuh dan "dalam" maknanya.
Selama membaca, kita juga bisa skalian belajar science. hehe
recommended book!
Profile Image for Haryadi Yansyah.
Author 14 books62 followers
September 11, 2024
"Sekitar 15 menit kemudian kepala perwakilan Lufthansa melaporkan bahwa 2 tiket kelas satu, 3 tiket kelas bussiness dan 1 kelas ekonomi tersedia. Saya bertanya, "bagaimana Anda peroleh tiket ini jikalau sebelumnya semua sudah terjual?" jawaban kepala perwaklan Lufthansa singkat, "setelah saya sampaikan keadaan Ibu Ainun dan masalah yang dihadapi, maka secara spontan enam penumpang mengundurkan diri. Mereka semua bukan warga Indonesia." Hal.273.

Saat Ibu Ainun sakit dan sebetulnya sempat dioperasi jantungnya 1996, ada banyak sekali keharuan yang diceritakan Bapak Habibie di buku ini. Tapi, adegan ketika pada akhirnya dokter mengetahui ada kanker ovarium dan Ibu Ainun harus segera dibawa ke Jerman namun tiket telah habis, kerelaan hati 6 penumpang pesawat ini memundurkan jadwal penerbangannya dan memberikan kepada Pak Habibie beserta beberapa anggota keluarga jelas memunculkan keharuan.

Sebelum masalah tiket muncul, ada pula problem visa. Tapi dengan jasa luar biasa dan nama besarnya, ketika Pak Habibie langsung menelepoin duta besar Jerman untuk Indonesia, urusan visa dapat diatasi. Dan ya memang sudah sepatutnya seperti itu. Keadaannya mendesak.

Kisah kehidupan Pak Habibie dan Ibu Ainun secara garis besar sudah saya dengar dari berbagai macam pemberitaan, termasuk juga wawancara Pak Habibie itu sendiri. Namun, tetap saja ada banyak sekali fakta yang baru saya ketahui. Jatuh bangun berkarir di Jerman, hingga kemudian dapat menjadi bagian penting perusahaan di Jerman dan kemudian dinotice pula oleh pemerintahan Indonesia.

Ada kejadian unik ketika Pak Habibie diminta pulang dan diminta untuk mempersiap master plan yang diminta oleh Pak Suharto namun copyannya diminta oleh jenderal yang sebetulnya ya memang tangan kanan Pak Harto.

"Kata Pak Suhartoyo, ia minta untuk dapat membuat fotokopi overheard slide dan master plan, dan kamu tidak kasih? desak Pak Jusuf (Jenderal Andi Muhammad Jusuf Amir, Menteri Perindustrian saat itu).

"Memang Pak," jawab saya.

"Kenapa?"

"Ya jelas, saya tidak mau berikan, karena merasa tidak aman. Bisa saja presentasi ini dikopi dan besoknya ada di Hongkong atau di Glodok. Bagaimana bisa saya melaksanakan rencana jikalau ternyata sudah diketahui rinci oleh orang. Tidak mungkin saya kasih Pak."

"Bagaimana kalau saya yang minta," desak Pak Jusuf.

"Sama saja, tidak akan saya berikan."

Pak Jusuf marah besar. "Tahu kamu, siapa saya?"

"Tahu, pak. Bapak jenderal dan menteri." Hal.116

Dan ketika Pak Habibie kemudian diusir lalu kemudian dipanggil oleh Pak Harto dan kemudian dimarahi lagi.

"Dengan suara tinggi ia berkata, "dia itu pembantu saya."

Saya langsung berdiri. "Bapak Presiden, bersama ini saya serahkan semua apa yang saya miliki mengenai masa depan Industri Strategis dan Industri Pertahanan Indonesia yang telah saya susun. Saya serahkan kepada Presiden Republik Indonesia. Mulai saat ini yang bertanggungjawab adalah Bapak. Dan saya tidak akan ada kaitannya lagi." hal.117.

Dan setelah dokumen itu diambil dan dibaca, baru kemudian Pak Harto bilang, "sudah jangan berikan kepada siapa-siapa. Pegang....." Hal.117.

Saat baca bagian ini takjub juga mengingat rasanya (mungkin) gak ada orang yang berani sekeras itu kepada Pak Harto. Dan mungkin karena keteguhan itu pula Pak Habibie dipercaya menjadi menteri hingga 4 kali sebelum kemudian menjadi wakil presiden dan jadi presiden RI ke-3.

Ibu Ainun memang di beberapa bab tidak menjadi bintangnya, tapi secara konsisten Pak Habibie bilang peran Ibu Ainun sedemikian besar. Sesederhana selalu menyambut Pak Habibie sepulang kerja dengan senyuman yang meneduhkan. Bayangin, dengan pressure kerjaan begitu sampe di rumah kena omel istri pula kan? hehe.

Sebagaimana pendapat pembaca buku ini di goodreads, memanglah ya penyuntingannya rada kacau. Banyak typo, kesalahan tanda baca dan kayak buku ini gak disunting sama sekali. Nama editornya gak ada pula hehe. Beberapa bab juga mungkin terasa membosankan karena Pak Habibie cerita tentang hal-hal sedemikian detail dan herannya sampai tanggal dan jam kejadian masih ingat.

Tapi.... 3 bab terakhir puncaknya. Untuk pertama kalinya saya baca buku, baca 3 bab terakhir (saya hitung sekitar 22 halaman) dan saya nangis gak henti. Padahal udah ditahan-tahan banget sejak bab sebelumnya karena udah bergulir air mata di pelupuk haha. Tapi jebol juga dan gak setop-setop pula.

Pak Habibie, terlepas ketidaksempurnaannya (namanya juga tokoh politik ya, pasti ada kurang dan hatersnya haha) tapi kehidupan rumah tangganya sangat dapat dijadikan role model. Untuk penyuntingannya memang menggangu, tapi terlepas dari itu, ini buku yang luar biasa.

Skor 9/10
Displaying 1 - 30 of 299 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.