What do you think?
Rate this book


243 pages, Paperback
First published January 1, 2000
Utang budi orang pada batu sangat besar. Tetapi orang sungguh tidak berterima kasih. Apa-apa yg jelek dijatuhkan kepada batu. Orang kena halangan dibilang “kesandung batu”, orang yg apes dibilang “kena batunya”, orang yg keras kepala dibilang “kepala batu”. Coba batu tiba-tiba menghilang! Baru semen menghilan dari pasaran saja, orang sudah bingung. [hal. 34]
Manusia memang makhluk istimewa. Waktu masih bayi ia lemah, tapi waktu sudah dewasa ia kuat bukan main, penuh kemungkinan. Anak manusia harus serba dibantu. Untuk makan saja ia perlu disuapi. Ia harus juga sekolah, saya belum pernah melihat ada anak sapi kuliah. Pada umur 10 ia bisa minta sepeda, pada umur 15 minta sepeda motor dan pada umur 25 minta kawin. Oh, Sumiati. I love you! Tenan, banget lho. [hal. 38-39]
Kesenian itu berbeda kekuasaan. Kesenian berbicara dengan lambang, kekuasaan thok-leh. Kesenian itu sinamun ing samudana, tersamar, tidak langsung. Semua ada tempatnya.
kesenian adalah keindahan, sedangkan politik adalah kekuasaan. biarlah orang lain mengotori politik, asal bukan kesenian