Kau tak mendesakku untuk langsung percaya - kau menunggu. Kau tak berjanji akan membuat luka di hatiku benar-benar sembuh, tapi kau bersedia menangis dan merasakan sakitnya bersamaku. Tak peduli sebanyak apa aku menyangkal arti dirimu, kau tetap disini bersamaku.
Aku tak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu. Aku tak bisa membayangkan hari-hari tanpa senyumanmu. Bagaimana rasanya hidup tanpa suara tawamu? Aku tak tahu. Aku tak ingin tahu.
Jadi, beri aku sedikit waktu. Aku akan berusaha semampuku sampai bisa mencintaimu sebesar kau mencintaiku.
Sedikit waktu lagi sampai aku layak mendapatkanmu....
Diam - diam, ia mengutuk. Ia tak mengerti mengapa Tuhan tidak mengambil sekalian nyawanya? Bukankah itu lebih baik daripada menanggung hidup seperti ini? Bukankah pada detik-detik terakhir sebelum pesawatnya menghajar bumi, sebelum ia kehilangan kesadaran, ia telah memasrahkan dirinya? Kenapa Tuhan begitu kejam padanya dengan membiarkan dia tetap hidup, tetapi menjadi manusia yang tidak berdaya?
Ternyata Agnes tidak berbeda dengan keluarganya. Perempuan itu juga telah meninggalkannya setelah dia cacat. Membuangnya setelah ia tidak memiliki karir yang cemerlang lagi. Perempuan mana yang mau mendampingi lelaki yang tidak berguna seumur hidupnya? Lelaki yang tidak dapat memberinya kehidupan yang layak?
Erick tidak mengerti mengapa Tuhan begitu kejam padanya-memberinya cobaan yang bertubi-tubi. Apakah Tuhan lupa bahwa ia adalah manusia biasa yang memiliki batas kemampuan?"Lupakah engkau,Tuhan?
Ia bisa memahami ketakutan para suami,istri,atau kekasih saat pasangannya menjadi diffable. Hanya cinta yang benar-benar kuat yang mampu membuat seseorang tetap bertahan disisi pasangannya. Dalam kondisi apapun.
"Tidak Erick, aku tidak merasa kasihan padamu meskipun kamu tidak dapat berjalan lagi. Kelumpuhan bukan akhir dari segalanya,Eick. Tuhan boleh mengambil kedua kakimu, tapi Tuhan tidak mengambil jiwa dan semangatmu. Kamulah yang membunuh jiwa dan semangatmu. Kamulah yang sedang mengasihani dirimu sendiri,bukan aku."
"Kamu memang bukan orang yang paling beruntung di dunia,Erick. Tapi juga bukan yang paling menderita."
Erick : Rhe... Rhenata : Hmm? Erick : I'm so grateful that I finally found you. Thank you for touching my soul and bring life to me. I know I have nothing to give you in return, I don't deserve you,but one thing for sure, I'd rather giving up my soul than losing you. glitter-graphics.com
saya menemukan terlalu banyak pengulangan dalam buku ini; mulai dari plot, adegan, hingga gaya bahasa. satu contoh. coba hitung berapa kali Renata tertegun ketika dibentak atau diperlakukan kasar oleh (er, siapa ya nama si tokoh pilot? lupa). setelah kali kesekian, dia (Renata) masih saja mematung seolah karakternya tidak berkembang (dan ketahuilah adegan sikap kasar itu pun banyak sekali diulang).
selain itu, penulis cenderung cerewet, terlalu banyak memberitahu -bukannya menggambarkan. apa istilahnya ya? (oh, well...). ada beberapa bagian yang seolah diringkas -entah karena salah strategi, tuntutan editor, atau kemalasan. pembaca dihadapkan kepada pertanyaan besar akan ketidakhadiran keluarga Erick (ah, itulah dia nama si pilot!) dalam masa kritis dan penjelasan yang diberikan hanya dalam bentuk epilog!
dunia yang disuguhkan ke pembaca pun seperti dalam tudung saji. sepi, sunyi, tertutup, terbatas. tokohnya itulagi-itulagi, di dunia Dahlian hanya ada Renata dan Erick, sehingga secara keseluruhan, buku ini tidak begitu dinamis. itu sangat disayangkan, karena konflik yang dibawa berpotensi bikin pembaca perempuan banjir air mata (meski sesungguhnya konflik tersebut luar biasa klise).
Akhirnya sudah membaca karya Dahlian semua, makasih buat @noninge atas pinjamannya, nyari buku ini susah bok! :D
Yang selalu saya suka dari karya Dahlian adalah dia tidak berbelit-belit, sejak pertama memulai cerita dia akan langsung mempertemukan kedua tokoh utama, mnegembangkan karakter mereka, mengembangkan konflik, sampai akhir cerita pun akan seputar dua tokoh utama tersebut. Tidak membuat bosan dengan minimnya peran pembantu, ada beberapa yang juga berpengaruh tapi tetap berfokus pada dua tokoh utama. Sudut pandang dari tiap tokoh utama sehingga lebih mendekatkan kita dengan karakter mereka. Penulis sepertinya juga melakukan riset akan tokoh Rhenata di mana dia berprofesi sebagai perawat, karena profesi saya sama dengan Rhenata jadi saya tahu tindakan-tindakan keperawatan yang dia lakukan memang benar adanya. Kadang sebel sama pasien yang teralu menuntut dan agak risih kalau disuruh memandikan pasien cowok XD. Saya suka banget sama karakter Rhenata, dia benar-benar punya pasokan sabar yang nggak akan habis, sudah ditolak, diusir berkali-kali sama Erick dia tetap mau membantu Erick, membawakan novel agar tidak bosan, membawakan cemilan, bahkan mau memasakkan makanan favorite Erick. Saya juga bisa memahami akan perubahan sifat Erick, gimana nggak hancur kalau cita-cita kita sejak kecil pupus, lumpuh, dikhianati orang terdekat, menjadi diffable? Beberapa kali saya ikut nyesek ketika Rhenata bertubi-tubi ditolak Erick.
Ada bagian favorite saya, di halaman 178 ketika Erick ingat akan perkataan Rhenata yang suka sekali bunga geranium, "Selain geranium, bunga apa lagi yang kamu tanam?" Rhenata mengalihkan pandangan dari Erick. Mencoba menata kembali perasaanya yang kacau balau. "Nggak ada." Erick melirik Rhenata dari sudut matanya. "Aku nggak tertarik pada tanaman lain, kecuali yang kamu suka." Hati saya ikut teremas-remas waktu membacanya #eaaaa.
Sayangnya, konflik kali ini kurang nendang dan gampang banget tertebak, di mana Erick salah sangaka sama cowok yang mencium Rhenata dan saya menganngap waktu Rhenata disandera itu terlalu lebay. Typo masih ada, covernya bagus seperti biasa, terbitan Gagasmedia gitu loh, tetep menunggu karya Dahlian selanjutnya :))
Jujur,novel yang ini jauh lebih baik daripada tiga novel Dahlian lain yang udah saya baca. Walaupun saya masih sering banget cuma balik-balik halaman, apalagi menjelang akhir, tapi yang ini masih mending. Dibandingkan novel-novel Dahlian yang lain, ya, mungkin ini yang terbaik, tapi dibandingkan novel-novel lain yang pernah baca? Ini masih kategori standar dan terlalu biasa.
Dalam banyak hal, isi novel ini membuat saya terganggu. Nggak tahu ya, tapi Rhenata itu bikin saya malu sebagai sesama perempuan. Cinta sih cinta, Mbak, tapi perlu gitu harga diri sampai diinjak-injak? Udah dimaki-maki, dilempar-lempar barang, masih aja SENYUM. Trus ya, si cowok baru ngerasa bersalah abis bikin kaki si cewek berdarah. Ini... KLISE. Karakter Rhenata nyaris nggak masuk akal buat saya. Se'malaikat' apa pun seseorang, ya ada batasnya jugalah. Kalo udah main fisik itu harusnya... ah, sudahlah, itu hak penulis buat menyajikan cerita.
Semua kata 'lumayan' yang dasarnya emang cuma seuprit saya kasih buat novel ini--sebenernya ini novel masih aja bikin saya ngantuk kayak novel-novel Dahlian yang lain, karena setelah baca saya molor dulu baru nulis reviu--langsung hilang semuanya, lenyap tanpa bekas, dengan satu kalimat yang dihadirkan di bab terakhir sebelum Epilog. Saya langsung teriak saking jijiknya. Kalimat apakah itu?
"YOU'RE MY HERO."
Astaghfirullah, itu kalimat masuk jajaran kalimat menjijikkan buat saya *telen Baygon*
Juga, novel Mbak Dahlian biasanya banyak adegan ciuman yang menjurusnya, tapi kok saya biasa aja, ya? Di bagian itu Mbak Dahlian lagi-lagi gagal menghadirkan feel-nya, padahal adegan-adegan kayak gitu biasanya bikin saya senyam-senyum atau mesem-mesem nggak jelas. Kalo ini... biasa aja, bahkan ampe saya lewatkan. Not my taste. Kesan seksi yang gagal.
Saya cuma mau bilang, ide cerita yang mainstream boleh, saya malah suka biasanya. Tapi cara penyampaian nggak harus mainstream, dengan adegan-adegan yang super klise juga, kan? Kenapa Mbak Dahlian ini selalu terjebak di hal yang sama? Dari empat novel yang saya baca,keempat-empatnya bertipe sama: ide super mainstream, adegan mudah ditebak yang klisenya banget-bangetan, bagian tengah yang selalu saja kedua tokoh utamanya udah mesra-mesraan trus tiba-tiba si cowok bertindak mengecewakan (biasanya sih salah paham), ending yang yah... butuh perjuangan berdarah-darah dari cowok untuk kembali mendapatkan ceweknya, dan dialog-dialog yang kebanyakan norak.
Saya selalu baca di bagian Tentang Penulis di belakang buku, bahwa si Mbak Dahlian ini "berusaha mengembangkan kemampuan menulisnya dengan genre yang cukup asing baginya: mainstream romance". Saran dari saya, kalau emang nggak bisa nulis mainstream romance ya kenapa dipaksain, sih? Hasilnya jadi nggak maksimal, kesannya main-main, seolah cuma mau buang-buang duit pembaca aja. Menurut saya, untuk menghasilkan tulisan yang bagus, penulis harus mencintai apa yang ditulisnya. Lah ini jelas banget cuma buat tantang-tantangan doang, iseng-iseng dapet duitlah istilahnya. Kenapa nggak nulis buku yang genrenya emang disenangi? Hasilnya pasti lebih nampol. Oh, atau karena genrenya bikin buku nggak laku? Kalo ini saya angkat tangan, deh. Tapi saya mohon, jangan jadikan alasan 'lagi mengembangkan kemampuan itu' sebagai dalih untuk jeleknya buku-buku yang udah dia tulis. Orang ngeluarin duit ini buat baca. Dan novel Mbak Dahlian juga udah banyak.
Saya nggak mau iseng-iseng lagi, deh. Cukup. Empat novel mengecewakan udah melebihi batas sabar saya. Untung sebagian cuma minjem dan sebagian lagi dikasih orang.
The Pilot's Woman berkisah tentang seorang pilot bernama Erick Corsair. Ia adalah seorang lelaki tangguh dengan hidup yang cukup sempurna karena ia telah berhasil mewujudkan impiannya menjadi seorang pilot. Namun semuanya berubah seketika ketika terjadi kesalahan dengan pesawat yang sedang dikendarainya. Erick yang dulunya tangguh dan percaya diri, kini menjadi seorang lelaki yang lumpuh dan tidak bisa berjalan. Kesedihannya tidak berhenti sampai disitu saja; bahkan tunangannya yang akan ia nikahi pun dengan segera memutuskan hubungan ketika mengetahui bahwa Erick tidak bisa berjalan lagi.
Di saat Erick merasa hidupnya tidak memiliki arti lagi, ia bertemu dengan Rhenata - seorang suster rumah sakit yang bekerja untuk merawatnya. Pertemuan mereka di rumah sakit bukanlah pertemuan mereka yang pertama. Rhenata masih mengingat dengan jelas Erick Corsair yang telah menjadi cinta pertamanya yang tak tersampaikan. Oleh karena itu Rhenata berjuang keras untuk membangkitkan kembali semangat Erick dengan terus merawatnya dan memperhatikannya dengan penuh ketulusan. Awalnya Erick membenci Rhenata, karena ia merasa bahwa Rhenata hanya kasihan padanya. Akan tetapi, tanpa ia sadari, perasaan cinta pun mulai tumbuh dalam hatinya.
Erick begitu mencintai Rhenata; tetapi ia merasa tidak layak untuk mendapatkan wanita sesempurna Rhenata dalam hidupnya karena keadaannya yang cacat. Akankah Erick berhasil bangkit kembali dari keterpurukannya? Atau ia tidak berani untuk mengambil langkah maju dan melanjutkan hidupnya, meskipun sebagai seseorang yang lumpuh?
-
Novel ini sebenarnya memiliki plot/alur cerita yang cukup simple. Tetapi cara pengarangnya menuliskan dan menyampaikan cerita ini menurutku sangat bagus sekali, karena aku menikmati setiap momen-momennya. Keadaan Erick yang benar-benar terpuruk juga memberikan pelajaran moral yang cukup berharga; bahwa meskipun kita telah mengalami kegagalan, bukan berarti kita tidak bisa bangkit kembali dan menemukan masa depan yang lebih baik.
Seperti yang penulis bilang kalo ini adalah "mainstream romance" maka bisa dipastikan endingnya gimana ya. Aku cuma sedikit ngerasa kecewa sih, karena sebenarnya tema kayak begini kalo jatuh ke "tangan yang tepat" meski mainstream pasti bakal memukau. Tapi semuanya balik ke selera sih ya, buat aku sih dialog, narasi, cara bercerita penulis nggak menarik. Di Baby Proposal pun aku ngerasa sama, makanya nggak kelar baca.
1. Informasi yg disampaikan berulang-ulang aja udah bikin aku ngerasa sebagai reader pelupa. Seriusss aku kalo nemu buku yg kek gini, pasti ngerasa "ini mbak penulisnya mikir readernya pelupa ya? jadi yg kek gini aja diulang2 terus" contoh: ttg nama Erick Corsair, nama pesawat tempur yg bikin dia kecelakaan, call sign Dragon, dan ada beberapa hal lagi, banyak malah kayaknya.
2. Erick ini kecelakaan pesawat tempur loh, bukan odong-odong. Pesawatnya jatuh menghantam bumi, tapi cidera yg dia alami hanya kelumpuhan (tanpa mengecilkan penyakit ini, ya) padahal kalo dipikir2, bisa lebih parah. Bisa aja Erick kehilangan sepasang kaki, tangan, mukanya kebakar setengah atau apalah ya. Tapi nggak, Erick alhamdulillahnya selamat tanpa luka bakar apapun. Mukanya aja masih ganteng dan sempurna, cuma ketutup kumis, cambang dan jenggot.
3. Rhe ngotot membantu Erick demi mengembalikan sosoknya yg seperti dulu -Gentleman- yang aku nggak nangkap, seperti apa sih sosok gentleman yg diinginkan Rhe? wong ketemu Erick aja baru sekali (dan langsung jatuh cintrong) itupun dengan sikap Erick yg kalo nggak mau dikatakan manis dan tebar pesona.
4. Aku ngantukkk dan bosan. Bahkan aku ketiduran di scene ciuman pertama. Hahahaha entahlah apa aku yg mati rasa ya, tapi flat aja gt semuanya. Mana si Rhe ini mau aja dicium seintim itu oleh lelaki yg belum jelas ke dia. Apasih Rheee, cukuplah harga dirimu yg kebanting krn pasrah aja digalakin, dibentak sm Erick. Janganlah terjun bebas itu harga diri krn nurut aja rujak lambe. -_____-
5. Aku t e r q e j u t dg endingnya. Gampang bgt menyelesaikan konflik Erick dan keluarganya. Selama ini kan Erick ngira Mak Bapaknya kejam, kok ya gampang bgt nyelesaikannya dg 2 paragraf di epilog. ah aku kecewa.
I have a very high expectation of this book since high school, because I really liked its cover and synopsis. Tapi, setelah baca, ternyata ga sesuai ekspektasi. Tanda baca yg kadang ga tepat di beberapa halaman, juga penggunaan bahasa Inggris yg mendadak di akhir buku. Perasaan di awal bahasa Indo mulu, kok jadi bahasa inggris.
Mau komplen kepribadian dua karakter kita, menyebalkan sekali. Heroine nya bertingkah seolah dia bisa mengubah si hero kembali seperti dulu, masokis juga. Si hero lebih parah, sindrom superstar kali ya, pengen fans satu2nya ga pergi meninggalkan dia tapi yg diartikannya sebagai cinta. I sounds so cynical writing this.
Sebenernya plotnya bisa dikembangkan lagi sih, daripada hanya sekedar cerita penantian dua karakter utama kita ini. Mungkin bisa di bagian hero aja di kelas ngapain, pertemanan dengan teman sekamar atau sama si Pak Bagus itu. Trus sebenernya bisa dibikin karakter si hero berkembang dr yg terpuruk jadi lebih dewasa dan bisa menerima kekurangannya.
udah baca. saya jadi tahu istilah-istilah didunia penerbangan TNI-AU, terus mengenai kecenderungan orang-orang yang tadinya dikatakan sempurna tanpa cela, dielu-elukan banyak orang pada akhirnya hancur karena sebuah kecelakaan pesawat tempur, dan mendadak menjadi seorang diffable. Erick Corsair. Diawal-awal bab memang agak membosankan, karena banyak kata dan adegan diulang, tapi so far dalam hal cerita nya aku suka. Tapi menurut aku loncatan nya terlalu kentara, disini enggak ada penjelasan dari Rhenata kepada Erick yang mencintai Erick selama 6th ketika mereka bertemu di RUSPAU.
"Rhenata tidak tahu apakah ia bisa membantu Erick, tapi ia sungguh-sungguh ingin melakukannya. Ia ingin mendobrak cangkang yang dibangun lelaki itu. Ia ingin masuk dan menarik Erick ke luar." – halaman 30
Kehidupan Erick Corsair, pilot pesawat F-16 Fighting Falcon, berubah 180 derajat setelah mengalami kecelakaan tragis yang membuat kedua kakinya lumpuh. Satu persatu orang terdekatnya mulai meninggalkannya, dari kedua orangtuanya sampai tunangannya, Agnes, yang seharusnya dia nikahi dalam waktu dekat. Seorang diri, Erick melewati perawatannya di RUSPAU Lanud Perdanakusuma, menunggu tulangnya kembali menyatu dan menanti kehidupan barunya di asrama Rehabilitasi Penyandang Cacat.
Rhenata, salah satu perawat, mendadak harus memenuhi tugas untuk memandikan Erick, menggantikan perawat yang absen. Rhenata lalu mengenali Erick sebagai pilot ramah dan karismatik yang membuat masa magangnya lebih menyenangkan bertahun-tahun yang lalu. Tapi Erick tidak mengenali perempuan itu sedikit pun. Dia malah menolak segala perawatan dan perhatian semua orang, terutama Rhenata yang menurutnya sangat keras kepala. Rhenata tidak menyerah begitu saja. Tiap harinya dia mengecek keadaan Erick, memberi sapaan singkat sampai membawakan makanan, bunga dan novel.
--
The Pilot's Woman punya cerita yang begitu romantis dan mengharukan sekaligus membosankan dan agak datar dalam saat yang sama. Aneh sekali bisa begitu menikmati suatu cerita sambil tetap mengkritik beberapa bagiannya dengan cukup pedas. Itu juga yang terjadi dalam hubungan Erick dan Rhenata. Aku sangat tersentuh dengan perjuangan Rhenata untuk mendekati Erick. Dia tak menyerah sampai main tarik ulur segala (yang ternyata berhasil ;p). Saat Erick mulai menikmati perhatian itu, dia ragu tapi tidak rela untuk menolak. Rhenata juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Rasanya canggung dan serba salah bila berdekatan dengan orang yang disukai, tetapi rasanya lebih menderita jika berjauhan dengannya. Dua sudut pandang yang dipakai makin membuatku geregetan! Pada awalnya aku agak kecewa dengan pergantian sudut pandangnya yang seenaknya. Tapi semuanya ditulis dengan rapi. Begitu juga dengan narasinya yang tanpa typo dan sangat detail mendeskripsikan setiap gerak-gerik sampai detak jantung. Benar-benar sukses mencampuraduk perasaanku, apalagi ada aksi heroik Erick yang bikin siapapun meleleh. Selain itu pemaparan kehidupan Erick sebagai pilot, segala istilah perawatan dan kehidupan difabel cukup menarik. Penulis meriset dan menuliskan hal-hal tersebut dengan baik.
Jujur, saya tidak mempunyai bayangan apa-apa tentang dunia tentara. Almarhum Kakek saya adalah mantan anggota TNI, tapi tidak banyak info yang saya terima. Selama ini, hanya cerita-cerita dari sahabat saya yang kebetulan ayahnya anggota TNI AL dan ibunya perawat di rumah sakit AL. Karena itu, ketika saya mengambil buku ini dari rak di toko buku, saya hanya bisa menduga-duga.
Erick, seorang pilot TNI AU, gagal dalam menerbangkan pesawatnya dengan baik dan mengalami kecelakaan yang membuatnya tidak bisa berjalan lagi. Tidak ada orangtua yang menjenguk atau sanak keluarganya. Hanya seorang suster cantik bernama Rhenata yang pernah jatuh hati padanya, berusaha membangkitkan hidupnya lagi, dan menunjukkan bahwa Erick tidak sendirian.
Pembangunan karakter Erick oleh Dahlian sangat baik. Saya mengerti benar perasaan seorang pilot yang seharusnya menerbangkan pesawat, namun kini harus duduk saja, memikirkan bayangan masa depan yang suram. Dan saya pikir, Erick justru masih diberikan keberuntungan karena tidak gila akibat stres menghadapi beban hidupnya sendirian.
Untuk karakter Rhenata, dari percakapan redaksi GagasMedia dan penulisnya sendiri, saya akui cukup tangguh menghadapi Erick. Saya jadi bercermin ke Nenek saya yang sangat jarang menangis. Setiap perempuan tidak akan mempunyai kesiapan mental yang sama seperti Rhenata menerima pasangan. Ketika perempuan lain menangis ditinggal suaminya sehari atau dua hari ke luar kota, seorang istri TNI mungkin bisa bertahan.
Novel ini tidak mengupas detail tentang TNI, namun menjadi kisah menyentuh dengan konflik batin yang membuat kita mengerti bagaimana perjuangan Erick untuk tetap melangkah dan bagaimana jatuh-bangunnya Rhenata mendapatkan hati Erick. Sebuah kisah manis yang sangat direkomendasikan.
Kalau memang tujuan membaca kamu adalah untuk menikmati kisah romance yang romaaaaaance... banget, maka buku ini adalah pilihan yang tepat. And I did enjoy reading it, honestly. Dibanding Andai Kau Tahu, karya Dahlian yang ini jauh lebih baik. Penokohannya baik dan emosinya dapet banget. Si Erick itu beneran ngegemesin.. Hrrr.... Walau sebenarnya cerita hanya berkutat pada dua tokoh utama, Rhenata dan Erick, ceritanya nggak membosankan. Flow-nya juga baik.
Cuma, jangan terlalu berpikir kritis. hahaha... Pertanyaan kayak: 1. Kok si Erick bisa sih pesawat tempurnya jatuh cuma menderita lumpuh, nggak ada luka bakar, luka dalam, atau cedera otak? Emangnya dia sempet lompat keluar pesawat? Kapan? 2. Itu syarafnya putus atau cuma kejepit? Kalo kejepit, nggak ada usaha untuk memperbaikinya baik lewat operasi atau pijat gitu yak? Nggak ngerti dunia medis siih, tapi logika awam gue bilang, kalo saraf kejepit berarti masih bisa tertolong dong? Itu aja tukang pijet saraf saya di Pondok Cabe jago banget bikin orang lumpuh bisa jalan lagi.. 3. Eric tuh punya handphone ga sih? Kok bisa-bisanya nggak kontak sama keluarganya sama sekali? Trus urusan bayar-bayar rumah sakit dan tempat rehabilitasi gimana, dia urus sendiri atau bapaknya yang urusin? Kalo bapaknya yang urusin, bisa-bisanya dia bilang keluarganya nggak peduli? 4. ......... yah masih ada lagi sih beberapa pertanyaan cuma ntar saya dibilang bawel *emang belom Na?* Ya ga ada jawabannya.
Dan itu belum termasuk typo-nya. Penulisan "keluar" yang rancu sama "ke luar", misalnya.
Tapi ya suw deh yaa.. Balik lagi, niatnya kan pengen baca cerita yang romantis ringan gitu.Jadi cukup dinikmati aja. hehehe.. Saya menikmati kok. Dan mungkin, kalau nanti tiba-tiba di toko buku online langganan saya saya nemu karya lawas Dahlian lainnya, mungkin saya akan beli juga. Kalau Casablanca saya skip dulu karena belum tertarik.
The Pilot’s Woman adalah buku kedua Dahlian yang saya baca. Sudah lama sebenarnya pingin baca buku ini, dan temen saya yang memang suka membaca novel akhirnya meminjamkan saya The Pilot’s Woman-nya. Jujur, saya nggak gitu suka novel-novel yang dari awal ceritanya aja udah sedih. Tapi karena pada dasarnya saya suka cowok-cowok yang berprofesi sebagai pilot, maka saya memutuskan untuk membacanya.
Seperti novel Dahlian yang saya baca sebelumnya, Promises, Promises, The Pilot’s Woman menyajikan alur yang mudah dinikmati. Tidak terlalu terburu-buru dan terkesan mengharuskan pembaca mengetahui semua informasi dalam beberapa halaman sekaligus. Erick dan Rhenata diracik sedimikian rupa sehingga menjadi karakter yang sangat mengesankan. Ketidaksempurnaan sebuah karakter membuat saya lebih enjoy membaca suatu novel. Erick dengan keadaannya sekarang yang lumpuh, dan Rhenata yang bukan dari keluarga berada. Erick is such a gentleman and I like it. Bosan juga dengan cowok-cowok novel dengan karakter ‘slengean’ dan bossy. Sekali-sekali disuguhi gentleman semacam Erick cukup menghibur saya :-)
Walaupun konflik yang diberikan Dahlian kepada pembaca cukup kuat, saya justru merasa penyelesaiannya kurang greget. Yang baru saya sadari juga karena penempatan klimaksnya agak lambat. Memang nggak bagus sih, menempati klimaks terlalu awal dan membiarkan penyelesaian bertele-tele, tapi kadang lebih nggak bagus lagi jika menempatkan klimaksnya agak telat. Penyelesaian konfliknya juga kurang pas buat saya. Kurang emosional, mungkin? Tapi saya suka epilognya. A very happy ending is indeed my weakness ;)
Overall, The Pilot’s Woman cukup menarik untuk dibaca sebagai hiburan. 3 out of 5 :)
Yaaa akhirnya setelah sekian lama dapet juga buku ini, dan memang bisa dibilang mendapatkannya dengan harga yang gk murah ._.
Udah gk diragukan lagi ya tulisan kakak yang 1 ini? Tapi untuk di cerita ini, entah kenapa gue gk gitu klop sama ceritanya. Agak berbeli-belit dan alurnya lambat ya, gk kaya novel kak Dahlian lainnya.
Kali ini bercerita tentang Erick sang pilot pesawat tempur yang harus kehilangan masa depannya karena kecelakaan pesawat. Dia lumpuh dan dimasukan ke rumah sakit dimana Rhenata, sang perawat yang dulu pernah mengambil darahnya beberapa tahun lalu bekerja.
Rhenata masih ngenalin Erick yang tampan dan gagah, hanya saja Erick lupa. Sejak lumpuh, Erick jadi galak dan dingin. Dia merasa dibuang keluarganya, dan ditinggal oleh tunangannya. Rhenata dengan sabar ngurusin Erick, tapi sikap Erick masih aja galaakkkkk bahkan cenderung kasar sama dia. Tapi kian lama hati Erick luluh juga sama perhatian yang dikasih Rhenata. Yaudalahh intinya sih gitu, akhirnya mereka jatuh cinta dan endingnya udah merit aja.
Suka sama endingnya, so sweet banget. Tapi untuk keseluruhan cerita entah kenapa gue gk terlalu suka, gk nyeess gitu di hati ya. Tapi tetep suka sama cara bercerita kak Dahlian, selalu beda sama penulis lainnya. Kak Dahlian selalu punya kelebihan di dalam tulisannya ini *ceilahh* Jadi yauda gitu aja sih yaa. Bye..
Eric seorang pilot pesawat tempur harus menerima kenyataan kalau dirinya akan lumpuh. ia ditinggalkan oleh tunangannya-agnes, dan diasingkan oleh keluarganya ke pusat rehabilitasi. kisah-kisah saat eric terpuruk tidak menerima kenyataan sangat mengharukan. kegagahan, kecerdasan seolah lenyap akibat sebuah kecelakaan fatal yang menyababkan pesawat tempur yang ia kemudikan terjatuh dan memnbuatnya lumpuh. namun eric tidak sendirian karena ada suster cantik bermata seperti bulan sabit yang menemaninya disaat terpuruk. awalnya eric tidak suka kepada rhenata. rhenata bersikap seolah-olah eric dan rhenata adalah kawan lama. sikap SKSD rhenata yang membuat eric jengah. makian selalu dilontarkan eric kepada rhenata karena sikap rhenata yang mau bertahan disamping eric, namun rhenata tetap mendampinginya. sampai ketika eric merasakan getaran dalam dirinya, sesuatu yang tidak mengerti. ia menyadari aklau dirinya telah menyukai rhenata. awalnya ia mau bangkit untuk mendapatkan rhenata namun ia tidak percaya diri karena dirianya tidak lagi gagah seperti dulu, dan sekarang ia hanyalah seorang disable. novel ini wajib baca!!! selanjutnya lanjut baca sendiri 4-5 bintang boleh deeeeh
Novel ini bercerita tentang Erick, seorang pilot TNI AU yang gagal dalam menerbangkan pesawatnya dengan baik sehingga mengalami kecelakaan dan membuatnya cacat tidak bisa berjalan lagi. Tidak ada sanak keluarganya yang menemaninya melewati hari-hari terberat pasca kecelakaan. Kekasih yang sudah menjadi tunangannya pun memutuskan hubungan mereka setelah tahu keadaan Erick. Namun, suster cantik bernama Rhenata yang pernah jatuh hati padanyalah yang berusaha membangkitkan hidupnya lagi dan menunjukkan bahwa Erick tidak sendirian.
Jujur, saya tidak terlalu suka dengan jalan ceritanya. Saya merasa ini terlalu aneh dan ah perasaan saya tidak bisa menerima Rhenata bersama Erick. Hahaha, tapi secara umum novel ini tetap bagus karena Dahlian membangun karakter tokoh dengan sangat baik
waaa... thx to cc Felda yang udah minjemin novel ini... hohoho... well, secara keseluruhan saya memberi rating 4, walau memang ada beberapa pengulangan adegan yang kesannya kayak baru pertama kali dialami, misalnya waktu si pilot Erick berlaku kasar pada Renata dan Renata cuma diem... (waaa, i hate u Erick, so rudeeee). Tapi, novel ini sukses membuat air mata saya mengalir... pertama karena Erick yang betul2 mengalami tekanan batin seperti berada di titik nol, kedua karena Renata, apalagi membaca kata2 kasar dari Erick pada Renata. Selain itu, seperti gaya tulisan Dahlian yang lain, kata2nya langsung dan tidak berbelit2... adanya konflik yang cukup sering muncul di novel ini juga saya rasa merupakan nilai plus tersendiri...
Kau tak mendesakku untuk langsung percaya - kau menunggu. Kau tak berjanji akan membuat luka di hatiku benar-benar sembuh, tapi kau bersedia menangis dan merasakan sakitnya bersamaku. Tak peduli sebanyak apa aku menyangkal arti dirimu, kau tetap disini bersamaku.
Aku tak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu. Aku tak bisa membayangkan hari-hari tanpa senyumanmu. Bagaimana rasanya hidup tanpa suara tawamu? Aku tak tahu. Aku tak ingin tahu.
Jadi, beri aku sedikit waktu. Aku akan berusaha semampuku sampai bisa mencintaimu sebesar kau mencintaiku.
Sedikit waktu lagi sampai aku layak mendapatkanmu.
Erick is a total whiny bitch. Dia egois, impulsif, tidak berpikiran terbuka (padahal jelas2 dia pintar) dan cemburuan. This whole book is about Erick's self pity. Dan juga Rhenata itu hatinya kyknya seluas samudra, walaupun udah disakitin berkali2 sm Erick, ttp saja dia maafin Erick. Cinta sih cinta, tp harga diri ttp hrs dijaga. Endingnya super cliche dan jalan ceritanya sangat gampang ditebak. Setelah membaca beberapa buku karya Dahlian, saya mulai menemukan typical tulisannya. So far ceritanya mainstream sih, namun cara menulisnya yang membuat cerita itu spesial. Sayangnya untuk buku ini, saya hanya bisa menyematkan satu bintang.
Ceritanya ngena di hati. Mengajari kepada kita, bahwa orang yang cacat juga masih bisa sukses seperti orang yang normal, malah bisa lebih. Tergantung niat seorang masing-masing untuk mencapai kesuksesan. Mengajari kita juga bahwa orang yang cacat, harusnya jangan kita hina, itu malah membuat dia semakin frustasi. Coba bayangin kalian ada di posisi tersebut, apa yang bisa kalian lakuin? So, mari kita mulai peduli dan bantu orang cacat untuk mencapai tujuan hidupnya. :)
Ada kesalahan penulisan sih, aku yakin ini bukan kesalahan editor saja, tapi kesalahan mbak Fidriwida juga. Banyak kata kedua kali , harusnya kan kali kedua
Novel ini sangat menyentuh, Dahlian menulisnya dengan sepenuh hati dan terlihat sekali dia tidak sembarangan dalam menulis. Sudut pandang dari kedua tokoh benar-benar menggambarkan isi hati dari tokoh-tokoh tersebut.
Adegan tiap adegannya juga tergambar dengan baik, baru kali ini aku ngebaca karya anak bangsa yang bisa bikin aku tereyuh.. lebai :))
Tapi aku ngak segan-segan kasih bintang empat untuk novel ini, awalnya aku kira ni novel tipis, setelah di baca baru kerasa tebal. haha.
Terus terang, rada bosen waktu rhenatanya berkali kali di tolak dengan eric. Tpi kagum sama kesabaran rhenata menghadapi eric. Dan ternyata kesabaran rhenata berbuah manis, dan ia akhirnya berhasil mendapatkan eric. Critanya yahh, standar harlequin lah. Tpi berhubung saya emg doyan ama bacaaan2 ringan, yah lumayan suka lah sm buku ini. Point plusnya saya suka sama endingnya, point minusnya, alurnya terlalu lambat dan bertele tele.
dahlian bisa ngebuat pembacanya buat ikut ngerasain emosi rhenata maupun erick. saya juga suka plotnya, walaupun namanya cerita cinta yang cenderung mirip semua, saya sangat menikmati saat membaca buku ini. jujur saya ngebaca buku ini gara gara promises promises. dan setelah ngebaca buku ini, jadi makin kagum sama dahlian :)
bener-bener membangun jiwa yang sedang jatuh. dan si cewek disini emang hebat banget. gak malu, gak pernah putus asa dan sabar banget ngadepin si erick yang rada-rada stress (sangat). bahagia banget pas tau akhirnya bahagia.
Finally menyentuh! Salut buat Rhenata yg sudah menaklukkan hati sang pilot 'erick' :D Novel ini sukses membuat kita larut dalam keterpurukan erick memandang hidupnya. Dan sedikit banyak mengetahui dunia kepilotan (?) 4 star!
I love the characters' building in this story, the flowing emotion like a rollercoaster, and specially its slow-pace. Oh and its moral message. Doesn't matter there are so many repetition. At least this story and its characters had maturity. Well, so worth it to read XD
Ceritanya bangus, menyentuh hati hehe, salut ama perjuangan rhenata buat menyadarkan erick walaupun keadaannya nggak lagi sempurna tapi masih banyak orang yang menyayagi dia :')