Abdoel Moeis

Abdoel Moeis’s Followers (16)

member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo
member photo

Abdoel Moeis


Born
in Agam, Sumatera Barat, Indonesia
July 03, 1886

Died
June 17, 1959

Genre


Abdoel Moeis adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut. Abdoel Moeis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959.

Average rating: 3.76 · 2,485 ratings · 217 reviews · 14 distinct worksSimilar authors
Tom Sawyer Anak Amerika

by
3.92 avg rating — 1,012,629 ratings — published 1876 — 54 editions
Rate this book
Clear rating
Don Kisot

by
3.91 avg rating — 303,447 ratings — published 1615 — 14 editions
Rate this book
Clear rating
Salah Asuhan

3.73 avg rating — 2,073 ratings — published 1928 — 8 editions
Rate this book
Clear rating
Pertemuan Jodoh

3.95 avg rating — 186 ratings — published 1932 — 4 editions
Rate this book
Clear rating
Robert Anak Surapati

3.93 avg rating — 110 ratings — published 1953 — 3 editions
Rate this book
Clear rating
Surapati

3.93 avg rating — 84 ratings — published 1952 — 3 editions
Rate this book
Clear rating
Robert anak Surapati

0.00 avg rating — 0 ratings
Rate this book
Clear rating
Salah Asoehan

0.00 avg rating — 0 ratings
Rate this book
Clear rating
Dari hal oebi kajoe. Dikara...

0.00 avg rating — 0 ratings
Rate this book
Clear rating
Salah atikan

0.00 avg rating — 0 ratings
Rate this book
Clear rating
More books by Abdoel Moeis…
Quotes by Abdoel Moeis  (?)
Quotes are added by the Goodreads community and are not verified by Goodreads. (Learn more)

“Benar Han! Sudah begitu fiil manusia. Jika pendapat atau perbuatan orang berlainan dengan dia, meskipun orang itu tidak mengganggunya, sudah galibnya ia turut memusingkan hal orang itu. Jadi jika hendak hidup aman, turutlah yang banyak di dalam hal adat kebiasaannya, 'Masuk kandang kerbau menguak, masuk kandang kambing mengembek', kata orang di tanah airmu. Itulah pakaian buat hidup, Han."

"Terima kasih, Piet. Nantilah hendak kupikir-pikir, apakah aku perlu akan pakaian yang serupa itu atau tidak."

"Kalau engkau hendak hidup, dan hidup aman, terpaksa," sahut Piet. "Dunia kita di negerimu ini memang sempit. Buat di negeriku, tanah Eropa, adalah berlapang-lapang sedikit. Di situ tidak perlu sekalian orang turut memikirkan apa yang hendak dilakukan oleh sesamanya manusia, asal ia tidak melanggar adat sopan santun; kalau itu yang diperbuatnya, niscaya polisilah yang akan merawati dirinya. Jika aku esok atau lusa mengisap rokok daun enau, sudah tentu sekalian surat kabar akan memperkatakan perbuatan itu."

"Ya," kata Hanafi, setelah bermenung sejurus, "kadang-kadang terpikirlah olehku, apakah harganya hidup ini, kalau seorang manusia masih tidak ada kemerdekaan atau kelonggaran kepada sesamanya manusia pula, di dalam hal melakukan kehidupannya sendiri?”
Abdoel Moeis, Salah Asuhan