Adek > Recent Status Updates

Hari ini bukunya tertinggal di rumah seorang teman. Skip bentar. Freeze di cerpen Anakku Terbang Laksana Burung, kira-kira di halaman 70.

Sudah lupa. Mari dimulai lagi dari halaman 1. Baiklahhh.

Betapa rindunya saya membaca buku tipis lalu mengambil di rak secara acak. :D

Mattie Knox? Apa hubungannya dengan Alberto Knox? Dunia ini terkadang begitu sempit.

Omong-omong currently reading-nya tebal semua ya. Iya. *gemeteran*

... seimbang dan sederhana sajalah, maka aku dapat mencapai kehidupan yang bahagia atau selaras, sesimpel itu ajaran pengobatan Yunani dari Plato dan Aristoteles.

Pelindung paling penting untuk melawan penyakit, menurut tradisi medis Hippocrates adalah sikap tidak berlebihan dan cara hidup yang sehat. Jalan menuju kesehatan bagi setiap orang adalah melalui sikap moderat, keselarasan, dan "jiwa yang sehat di dalam badan yang sehat."

Udah coklat lecek aja beberapa lembar awal karena ditumpuk paling bawah, maklum karena doi paling tebel. Bismillah, semoga gw bisa menamatkan bacanya.

Rehat sejenak untuk bikin mie goreng ya, Salwa, Bhisma. Lapar. :p

Lebih dari tiga halaman pertarungan terjadi antara pendekar rombongan besan dengan pendekar rombongan Wak Lihan yang dikepalai oleh Bapak Pukat. Gw ngakak sendiri bayangin kalo kejadian beneran.

Kisah Mahabharata sering mengambil bagian dalam banyak cerpen di Indonesia. Dan bulan ini "ketemu" Narayana dua kali. :D

masih jauh, aaaak..

Mata Hari menduga-duga apakah pejabat tinggi yang tegah ditungguinya dari Borobudur itu botak atau tidak, kalau mereka botak, dia bosan, karena mengingatkan akan Ruud. Disaat menuliskan update ini, tiba-tiba seorang teman yang botak tiba-tiba mengirimkan pesan kepada saya. :)))

Doi pertama kali mendengar kata matahari adalah dari Kinanti, asisten rumah tangga mereka sesampainya di Batavia.

Semoga buku super tebal ini bisa saya tuntaskan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. :))

Selalu ada orang-orang penyeimbang di novel-novelnya Tere Liye. Kali ini giliran Pak Tua, Sang Penandai. Saya pikir dengan judulnya Kisah Sang Penandai, adalah si penandai tersebut yang langsung menjadi karakter utamanya, ternyata tidak.

HAH, Nadira akan mewawancarai seorang psikiater, jenius, pembunuh, itu mengingatkan saya akan Dr. Lecter di Silence of the Lamb. Dan dan baru tiga jam yang lalu saya update PM tentang Dr. Lecter. Konspirasi apa ini? *merinding sendiri*

Hingga bab 3, trauma masa kecil masih wara-wiri dengan sangat jelas, kematian ibu ternyata karena pil tidur masih belum terungkap latar belakangnya, dan Nina belum benar-benar sembuh luka batinnya. Potongan acak kejadian demi kejadian masa lalu dan masa sekarang berakhir pada bab 2. Tuhan punya alasan sendiri kenapa Nadira tidak terlahir sebagai sulung. Ayah pernah salah menyimpulkan tentang Nina.

Ada rintihan sakit yang tak terdengar, ngilu membaca Empat Cerita Buat Cinta ini. Kata Agus Noor, hidup yang selalu dipenuhi kebahagiaan ternyata bisa membosankan juga. Mungkin kisah-kisah ini adalah refleksi kebahagiaan itu sendiri, dalam dimensi lain.

Permulaan buku ketiga. Buku kedua diwarnai oleh dua kejadian ironi: masa kejayaan ronggeng Dukuh Paruk sekaligus kepunahan Dukuh Paruk yang dibakar kekuasaan entah atas dasar kemanusiaan atau "ketok palu Sang Waktu."