Lintang Sugianto's Blog
April 10, 2010
Lintang SugiantoBuat Lencana Anda
Published on April 10, 2010 01:35
April 8, 2010
April 3, 2010
TENGOKLAH MEREKA
Published on April 03, 2010 01:13
April 1, 2010
March 31, 2010
Panglima Abio adalah gambar hidup ayahku
PERTAMASeperti ingin segera mengungkapkan rindu, aku bersama teman-teman segera menempuh perjalan panjang untuk menuju ke rumah Panglima Abio.
Panglima Abio adalah seorang pejuang di Kalimantan Barat. Ia memiliki keberanian yang sangat luar biasa pada saat perang pada masa konfrontasi dengan Malaysia dan saat Indonesia menghadapi Parako (Partai Komunis China di perbatasan Serawak). Panglima Abio bertugas di sekitar Entikong sampai Suruh Tembawang.
Sebagai veteran, rupanya tak lagi mendapat pensiun.
Namun, sebagai ”pahlawan”, sebagai teladan yang sejak muda mengobarkan nasionalisme, keadaan sepahit apapun dalam kenyataan hidup, ia tak pernah mengeluh. Bekas Kepala Desa Punti Tapou—saat ia muda—itu tak mengeluh untuk dirinya sendiri. ”Buat apa meminta. Rasanya Ema (Kakek) malu,” katanya. Ia selalu tertawa menghadapi kesulitan apapun, dengan wajahnya yang selalu memerah dipenuhi kebahagiaan.
Desa Punti Tapao, Kecamatan Entikong, Kalimantan Barat, dimana Panglima Abio tinggal, adalah sebuah kampung yang dipenuhi babi, anjing, dan ayam yang berkeliaran di jalan-jalan, dengan prasarana desa yang jauh di bawah standar. Menuju ke sana, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki turun-naik gunung terjal, melewati jembatan yang hampir runtuh.
Saat bertemu dengannya, aku hampir menangis. Wajah dan senyumnya, mengingatkan seorang lelaki yang telah meninggal sepuluh tahun lalu, tanpa sepengetahuanku. Ayahku.
Published on March 31, 2010 12:01
SEPATU LADANGKU BUATAN MALAYSIA
KEDUASepanjang perjalan menuju ke rumah Panglima Abio, tanganku tak pernah lepas dari genggaman Mbak Cahya. Kami saling bergandengan, dan selalu mencari dataran jalan yang di tumbuhi rerumputan, agar tak tergelincir, karena sepanjang jalan sangat licin, akibat hujan yang mengguyur deras.
Namun, pemandangan yang mempesona di sekitarku seperti memberi semangat agar aku dapat meneruskan perjalanan.
Di sebuah warung, kami berhenti, dan aku membeli sepatu ladang, seperti yang di sarankan oleh banyak orang. Saat ngobrol di warung itu, diam-diam aku mencatat rak toko itu penuh dengan barang produksi Malaysia. Elpiji dalam tabung warna hijau-coklat ukuran 15 kilogram, air mineral, gula pasir, sepatu bot karet, berjenis minuman kaleng, sampai bir. Bahkan, helm motor dan sepatu ladang yang telah kupakai adalah buatan Malaysia.
[image error] Di depan warung, hujan mengguyur kian deras. Terlihat beberapa orang desa mulai pulang dari mencari nafkah di sungai atau membakar hutan untuk berladang. Mereka tersenyum ke arah saya, seolah ingin memberitahu bahwa hati mereka selalu ringan berada di pilihan hidup yang pelik, untuk tinggal di area perbatasan
Published on March 31, 2010 11:51
SEPATU LADANGKU BUATAN MALAYSIA
KEDUASepanjang perjalan menuju ke rumah Panglima Abio, tanganku tak pernah lepas dari genggaman Mbak Cahya. Kami saling bergandengan, dan selalu mencari dataran jalan yang di tumbuhi rerumputan, agar tak tergelincir, karena sepanjang jalan sangat licin, akibat hujan yang mengguyur deras.
Namun, pemandangan yang mempesona di sekitarku seperti memberi semangat agar aku dapat meneruskan perjalanan.
Di sebuah warung, kami berhenti, dan aku membeli sepatu ladang, seperti yang di sarankan oleh...
Published on March 31, 2010 02:27
Panglima Abio adalah gambar hidup ayahku
PERTAMASeperti ingin segera mengungkapkan rindu, aku bersama teman-teman segera menempuh perjalan panjang untuk menuju ke rumah Panglima Abio.
Panglima Abio adalah seorang pejuang di Kalimantan Barat. Ia memiliki keberanian yang sangat luar biasa pada saat perang pada masa konfrontasi dengan Malaysia dan saat Indonesia menghadapi Parako (Partai Komunis China di perbatasan Serawak). Panglima Abio bertugas di sekitar Entikong sampai Suruh Tembawang.
Sebagai veteran, rupanya tak lagi mendapat p...
Published on March 31, 2010 01:27
March 25, 2010
Ia, Sulastri
Tak satupun mampu bersembunyi di pagi yang kelabu itu. Seorang ibu harus terjepit selama tiga hari tertindih reruntuhan dinding rumahnya, saat gempa G. Merapi. Ia tinggal di dusun yang jauh di kawasan Imogiri-Jogja, yang tak lagi memiliki siapapun. Seorang anak perempuan yang didalam pelukannya pun meninggal. Ia, sulastri.
Published on March 25, 2010 13:01
Lintang Sugianto's Blog
- Lintang Sugianto's profile
- 4 followers
Lintang Sugianto isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.

