Ophan Bunjos's Blog
May 14, 2013
The Man Who Loved Books Too Much
Hanya bukan aku seorang yang begitu menyintai buku sekarang ini. Begitu ramai. Setiap seorang memiliki koleksi-koleksi buku yang sangat bagus, berlainan edisi, yang luar biasa, yang jarang-jarang ada dalam toko buku, yang independen, lain genre dan sangat mengujakan, malah lagi datang dari penulis-penulis yang hebat.
Hanya Goodreads tempatnya untuk berbagi setiap buku yang dibaca. Bagus dengan komentar-komentar dan kritis pada mana-mana buku. Dan ini bikin aku lebih ghairah. Apalagi selama ini kehidupan aku sering dikelilingi oleh orang-orang, teman-teman malah keluarga yang bukan memandang buku sebagai satu cara berada dalam dunia sendiri. Justeru, mereka sangat membosankan bagi aku, terkurung dengan dunia nyata yang malah menjerat mereka ke dalam permasalahan-permasalahan sosial dan komuniti.
Seandainya aku menjepit sebuah buku ketika pergi ke pejabat atau bertugas, teman-teman aku yang sangat kasihan ini akan mengatakan kepada aku, "Jiwang betul kau, Phan." atau "Kalau kau macam ni sebelum masuk army, mesti kau sudah kerja besar." Mungkin juga begini, yang agak tolol kedengaran, "Apa juga yang kau dapat dengan membaca buku-buku ni?" Nah, biasanya aku menjawab dengan sinis, agar mereka lebih memandang dengan tanya tanya atau juga kujawab dengan senyuman sinis juga. Pokoknya itu bikin aku lagi mentertawakan mereka, tidk jelas tapi dalam hati. Ya, teman-teman seperjuangan dalam army tidak punya hobi tersendiri, mereka selalu beranggapan yang hobi sangat membuang masa. Mereka akan berada dalam komunitas mereka sendiri, berbicara soal dalam berek, menghabiskan masa dengan berkumpul di hadapan tv. Itu yang selalu aku fikirkan dari dulu, kenapa tidak buku yang dijadikan suatu cara untuk lari dari tekanan di tempat kerja.
Lupakan soal teman-teman. Sekarang ini aku lagi banyak update buku dalam senarai yang ingin aku baca. Sepertinya aku mau menumpukan pada target 25 buku dalam 2013 ini. Rasanya sudah cukup amaun buku yang hars dihabiskan. Aku pernah baca tentang kata-kata ini, "Bukan soal banyaknya buku yang kamu harus habiskan, tapi soal bagaimana kamu dapat memahami apa yang telah kamu baca." Aku akui, sangat akui kebenaran kata-kata itu. Percuma kalau hanya seronok membaca dan menghabiskannya kalau ujung-ujungnya hanya untuk dilupakan begitu saja dan tidak memahami apa yang cuba disampaikan dari sebuah cerita dan tulisan, sekalipun ianya fiksi dongengan semata. Kerna buku dan tulisan sentiasa ada percikan moral dan rahsia.
Kadang ada setengah buku yang kita sukai dan tidak sukai, ada buku yang membosankan, buku yang lebih banyak membuang waktu kita, buku kosong, buku tipikal, buku yang penuh porno, buku yang juga tiada makna apa-apa, itu semua adalah seperti hubungan kita sesama manusia, ada bagus, ada buruk. Kita menemui banyak orang, dengan sifat dan karakter yang beda-beda, dengan pengaruh yang kuat dan lemah. Namun semuanya tetap ada meujudkan titik-titiknya yang kita kenal sebagai satu proses membentuk identiti dan kemahuan dalaman, insting.
Selama beberapa tahun ini aku bertuah berada dalam lingkaran teman-teman yang sama menyintai buku. Sering berkongsi tentang buku, berbicara tentang penulisan yang bagus, bertukar-tukar buku dan menghadiri komunitas yang meletakkan buku ( juga seni ) sebagai asasnya. Aku juga belajar bagaimana menulis dengan bagus, suatu yang baru ( namun masih mengekalkan gaya penulisan sendiri ), mengenal kelemahan dan bagaimana mau meujudkan sebuah kisah yang bikin pembaca berfikir.
Menyintai buku adalah hubungan naluri yang sentiasa penuh dengan rahsia dan misteriusnya. Buku bukan hanya sebagai memenuhi koleksi dan rak atau tersusun indah di mana-mana, tetapi buku sebagai jamahan fikir dan jiwa, buku sebagai penawar, serum untuk apa yang kita katakan sebagai depresi.
Biar perlahan menelan buku, asal racunnya menyerap dengan pantas.
Best International College, Kampus KINI, Cenderawasih, Lahad Datu.
05 April 2013 - till now.
(Still in Missions - Ops Daulat Zon Tg. Labian, Tanduo, Tg. Batu, Sg. Bilis, Sg. Nyamuk, Tambisan.)
Hanya Goodreads tempatnya untuk berbagi setiap buku yang dibaca. Bagus dengan komentar-komentar dan kritis pada mana-mana buku. Dan ini bikin aku lebih ghairah. Apalagi selama ini kehidupan aku sering dikelilingi oleh orang-orang, teman-teman malah keluarga yang bukan memandang buku sebagai satu cara berada dalam dunia sendiri. Justeru, mereka sangat membosankan bagi aku, terkurung dengan dunia nyata yang malah menjerat mereka ke dalam permasalahan-permasalahan sosial dan komuniti.
Seandainya aku menjepit sebuah buku ketika pergi ke pejabat atau bertugas, teman-teman aku yang sangat kasihan ini akan mengatakan kepada aku, "Jiwang betul kau, Phan." atau "Kalau kau macam ni sebelum masuk army, mesti kau sudah kerja besar." Mungkin juga begini, yang agak tolol kedengaran, "Apa juga yang kau dapat dengan membaca buku-buku ni?" Nah, biasanya aku menjawab dengan sinis, agar mereka lebih memandang dengan tanya tanya atau juga kujawab dengan senyuman sinis juga. Pokoknya itu bikin aku lagi mentertawakan mereka, tidk jelas tapi dalam hati. Ya, teman-teman seperjuangan dalam army tidak punya hobi tersendiri, mereka selalu beranggapan yang hobi sangat membuang masa. Mereka akan berada dalam komunitas mereka sendiri, berbicara soal dalam berek, menghabiskan masa dengan berkumpul di hadapan tv. Itu yang selalu aku fikirkan dari dulu, kenapa tidak buku yang dijadikan suatu cara untuk lari dari tekanan di tempat kerja.
Lupakan soal teman-teman. Sekarang ini aku lagi banyak update buku dalam senarai yang ingin aku baca. Sepertinya aku mau menumpukan pada target 25 buku dalam 2013 ini. Rasanya sudah cukup amaun buku yang hars dihabiskan. Aku pernah baca tentang kata-kata ini, "Bukan soal banyaknya buku yang kamu harus habiskan, tapi soal bagaimana kamu dapat memahami apa yang telah kamu baca." Aku akui, sangat akui kebenaran kata-kata itu. Percuma kalau hanya seronok membaca dan menghabiskannya kalau ujung-ujungnya hanya untuk dilupakan begitu saja dan tidak memahami apa yang cuba disampaikan dari sebuah cerita dan tulisan, sekalipun ianya fiksi dongengan semata. Kerna buku dan tulisan sentiasa ada percikan moral dan rahsia.
Kadang ada setengah buku yang kita sukai dan tidak sukai, ada buku yang membosankan, buku yang lebih banyak membuang waktu kita, buku kosong, buku tipikal, buku yang penuh porno, buku yang juga tiada makna apa-apa, itu semua adalah seperti hubungan kita sesama manusia, ada bagus, ada buruk. Kita menemui banyak orang, dengan sifat dan karakter yang beda-beda, dengan pengaruh yang kuat dan lemah. Namun semuanya tetap ada meujudkan titik-titiknya yang kita kenal sebagai satu proses membentuk identiti dan kemahuan dalaman, insting.
Selama beberapa tahun ini aku bertuah berada dalam lingkaran teman-teman yang sama menyintai buku. Sering berkongsi tentang buku, berbicara tentang penulisan yang bagus, bertukar-tukar buku dan menghadiri komunitas yang meletakkan buku ( juga seni ) sebagai asasnya. Aku juga belajar bagaimana menulis dengan bagus, suatu yang baru ( namun masih mengekalkan gaya penulisan sendiri ), mengenal kelemahan dan bagaimana mau meujudkan sebuah kisah yang bikin pembaca berfikir.
Menyintai buku adalah hubungan naluri yang sentiasa penuh dengan rahsia dan misteriusnya. Buku bukan hanya sebagai memenuhi koleksi dan rak atau tersusun indah di mana-mana, tetapi buku sebagai jamahan fikir dan jiwa, buku sebagai penawar, serum untuk apa yang kita katakan sebagai depresi.
Biar perlahan menelan buku, asal racunnya menyerap dengan pantas.
Best International College, Kampus KINI, Cenderawasih, Lahad Datu.
05 April 2013 - till now.
(Still in Missions - Ops Daulat Zon Tg. Labian, Tanduo, Tg. Batu, Sg. Bilis, Sg. Nyamuk, Tambisan.)
Published on May 14, 2013 10:01
November 5, 2012
Edgar yang kasihan
Edgar,
Satu nyawa untuk nyawa yang lain itu keterlaluan. kau tidak seharusnya membiarkan fikiran kau, maaf, cintamu membuat keputusan untuk hidup kau. Sedang belum puas kau menikmatinya.
Aku akui, semua orang mengakui bahwa ceritamu yang membunuhmu. Air memasuki ronga di wajahmu dan mengalir lalu memutuskan segala sendi-sendimu. Bagaimana orang lain tidak melihat bahwa kau membunuh dirimu sendiri? Lihat, Emily tidak menangis pada hari ke seratus kematianmu, tapi si finch. Dia mengendong keberanianmu atas pengorbanan memberi hayat yang panjang untuk orang yang kau cintai.
Ah, sudahlah, Edgar. Kau terlalu miskin ketika kematianmu. Hanya puisi dan ceritamu yang menghartakan orang lain. Si rakun sudah melahap gagak-gagak itu, jadi , kau diamkan saja.
Edgar, aku tidak mau mati seperti buku yang aku tulis.
Satu nyawa untuk nyawa yang lain itu keterlaluan. kau tidak seharusnya membiarkan fikiran kau, maaf, cintamu membuat keputusan untuk hidup kau. Sedang belum puas kau menikmatinya.
Aku akui, semua orang mengakui bahwa ceritamu yang membunuhmu. Air memasuki ronga di wajahmu dan mengalir lalu memutuskan segala sendi-sendimu. Bagaimana orang lain tidak melihat bahwa kau membunuh dirimu sendiri? Lihat, Emily tidak menangis pada hari ke seratus kematianmu, tapi si finch. Dia mengendong keberanianmu atas pengorbanan memberi hayat yang panjang untuk orang yang kau cintai.
Ah, sudahlah, Edgar. Kau terlalu miskin ketika kematianmu. Hanya puisi dan ceritamu yang menghartakan orang lain. Si rakun sudah melahap gagak-gagak itu, jadi , kau diamkan saja.
Edgar, aku tidak mau mati seperti buku yang aku tulis.
Published on November 05, 2012 07:52
August 7, 2012
pesan tulip
77 menjadi nadi kecilku. ia bertingkah bagus dalam kepalaku dan berkuncup kembang sebagai tulip di ladang kopi. makin lama ia encer dan tersejat melalui ronga tipis ingatan. aku memaksanya selama yang aku terlupa tentang apa saja yang memperbaharui ingatanku, dan ia kulihat masih utuh berdiri antara kenangan-kenangan yang angkuh.
aku melihatnya sebagi tulip yang dipegang oleh anak kecil tanpa baju dan badannya penuh dengan merah gigitan nyamuk. tulip itu hanya dipegang dan tidak terlepaskan, dan aku fikir ia mengambil dari tahun-tahun di daerahku yang anginnya semakin malas. ia tetap saja kembang dan melampiaskan harumnya. lembah-lembah masih perawan dan kaki-kaki bukit yang mempamerkan perjaka tangguh. semua seolah berasmara dalam musim hangat. angin juga tetap malas.
di ladang kopi, ada sekebun tulip yang meminggir dan diberikan rasa cemburu oleh yang lain. namun tiada satu yang mau berbuat jahat. dan mereka sentiasa berjiran, memberi dan merasa. alangkah aku tidak berada di antara mereka dan berbicara sambil ketawa.
hari ini ada pesan tulip dalam 77 yang kembali segar; "prihatinlah samaku, Othello. petiklah aku seperti dahulu."
aku melihatnya sebagi tulip yang dipegang oleh anak kecil tanpa baju dan badannya penuh dengan merah gigitan nyamuk. tulip itu hanya dipegang dan tidak terlepaskan, dan aku fikir ia mengambil dari tahun-tahun di daerahku yang anginnya semakin malas. ia tetap saja kembang dan melampiaskan harumnya. lembah-lembah masih perawan dan kaki-kaki bukit yang mempamerkan perjaka tangguh. semua seolah berasmara dalam musim hangat. angin juga tetap malas.
di ladang kopi, ada sekebun tulip yang meminggir dan diberikan rasa cemburu oleh yang lain. namun tiada satu yang mau berbuat jahat. dan mereka sentiasa berjiran, memberi dan merasa. alangkah aku tidak berada di antara mereka dan berbicara sambil ketawa.
hari ini ada pesan tulip dalam 77 yang kembali segar; "prihatinlah samaku, Othello. petiklah aku seperti dahulu."
Published on August 07, 2012 08:39
May 31, 2012
cinta & hidup
Bagaimana cinta bisa membuatkan aku lebih banyak berfikir?
Kadang aku menjadi lugu dan sedikit bisu saat aku percaya bahwa aku sudah memiliki cinta.
Kebenarannya, aku memisahkan cinta dengan kehidupan sebenar aku. Dan itu membuatkan aku tidak punya apa-apa selain fikiran yang kian bobrok.
Kadang aku menjadi lugu dan sedikit bisu saat aku percaya bahwa aku sudah memiliki cinta.
Kebenarannya, aku memisahkan cinta dengan kehidupan sebenar aku. Dan itu membuatkan aku tidak punya apa-apa selain fikiran yang kian bobrok.
Published on May 31, 2012 23:44
•
Tags:
keliru
May 27, 2012
jarak & pisah
tubuh-tubuh berlagu pada langkah-langkah yang menjauh
jiwa-jiwa pilu pada mata-mata yang jatuh
rindu-rindu pada kenang-kenang yang sayu
hidup di bumi mati juga kebumi.
jiwa-jiwa pilu pada mata-mata yang jatuh
rindu-rindu pada kenang-kenang yang sayu
hidup di bumi mati juga kebumi.
Published on May 27, 2012 22:24
April 10, 2012
Kasihan kita
Kasihan pada kita.
Kita akhirnya mencuba kembali menjadi kanak-kanak yang belum akil baligh.
Bertanya tentang Tuhan.
Bertanya di mana Tuhan.
Mempersoalkan Tuhan.
Berkira dengan Tuhan.
Menjadi Tuhan.
Kasihanilah diri kita. Kerna Tuhan sudah sempurna mengasihani kita.
Kita akhirnya mencuba kembali menjadi kanak-kanak yang belum akil baligh.
Bertanya tentang Tuhan.
Bertanya di mana Tuhan.
Mempersoalkan Tuhan.
Berkira dengan Tuhan.
Menjadi Tuhan.
Kasihanilah diri kita. Kerna Tuhan sudah sempurna mengasihani kita.
Published on April 10, 2012 12:44
•
Tags:
tuhan
March 8, 2012
Ingatan Joshua
Sebagaimana angin seawal petang menyinggah di muka saat membaca buku-buku cerita sambil berbaring di antara longgokan-longgokan lalang kering, memori masa kecilku begitu melaju sirna.
Aku kutip dari nyanyian di dahan-dahan pohon limau, bulu-bulu ayam kampung di pohon rambutan, di celah-celah tanaman kacang, pada bauan ikan belanak dan ubi kayu bakar, pada kocakan air sungai Telisai, pada jaring-jaring pukat ikan, pada siulan untuk gadis-gadis kampung, pada buku-buku yang dicuri dari pustaka sekolah, pada biji-biji koko yang manis, pada lagu-lagu rock 90an, pada gelanggang silat yang tidak cukup sifat, pada bangau-bangau, pada jentolak, pada kerbau-kerbau, pada buah papaya, pada ketawa aku ketika solat, pada semua yang kuusaha untuk mengenangnya semula, aku rasa kehilangan paling tuntas.
Pada saat-saat yang tertumpah nihil, sunyi dan sendirian, aku raup kesemuanya membenak dalam ingatan. Namun itu masih belum cukup untuk hati aku merasa tenang akan kehilangan.
Di antara kehilangan itu, adanya Joshua. Tersenyum dan sakit. Apa saja buku yang aku tulis, sebahagiannya untuk Joshua baca di antara dua dunia kami yang sekian lama terpisah.
Kau masih belum tinggalkan aku, Josh.
Aku kutip dari nyanyian di dahan-dahan pohon limau, bulu-bulu ayam kampung di pohon rambutan, di celah-celah tanaman kacang, pada bauan ikan belanak dan ubi kayu bakar, pada kocakan air sungai Telisai, pada jaring-jaring pukat ikan, pada siulan untuk gadis-gadis kampung, pada buku-buku yang dicuri dari pustaka sekolah, pada biji-biji koko yang manis, pada lagu-lagu rock 90an, pada gelanggang silat yang tidak cukup sifat, pada bangau-bangau, pada jentolak, pada kerbau-kerbau, pada buah papaya, pada ketawa aku ketika solat, pada semua yang kuusaha untuk mengenangnya semula, aku rasa kehilangan paling tuntas.
Pada saat-saat yang tertumpah nihil, sunyi dan sendirian, aku raup kesemuanya membenak dalam ingatan. Namun itu masih belum cukup untuk hati aku merasa tenang akan kehilangan.
Di antara kehilangan itu, adanya Joshua. Tersenyum dan sakit. Apa saja buku yang aku tulis, sebahagiannya untuk Joshua baca di antara dua dunia kami yang sekian lama terpisah.
Kau masih belum tinggalkan aku, Josh.