Nikotopia's Blog
December 26, 2016
Pengumuman Terbit
Hai-Hai Semuanya. Lama tidak berjumpa bukan berarti saya lupa. Tapi banyak hal yang harus diurus, salah satunya mengurus SERIBU TAHUN MENCINTAIMU ini.Setelah berbulan-bulan saya berjuang bersama Atmik dan Meci. Banyak hal yang membuat kami bertiga naik turun, seperti naik Jet Coaster. Selain kesibukan saya menulis Skenario, Terakhir KESEMPURNAAN CINTA Net TV, dan mengerjakan proyek lain. Tapi saya tidak menomorduakan Seribu Tahun Mencintaimu.Ketersendatan saya, saat saya mengedit beberapa cerita yang minta ampun bikin pusing dan bikin lumpuh menulis sesaat! Ada masa-masa saya begitu penat, muak, dan mengapa ini harus terulang begini lagi, menghadapi tulisan yang begitu tidak pas dengan apa yang saya konsepkan, yang tidak pas di hati saya.
Sumpah rasanya mau nyerah begitu aja. Tapi Meci dan Atmik selalu menyemangati. Mereka ingin saya tetap di jalur keindahan ini. Menyelesaikan Seribu Tahun Mencintaimu.
Setiap malam-malam, setiap kantuk yang dicuri waktu, saya terus-terusan menulis, mengedit, hingga akhirnya memutuskan bahwa editan ini adalah eksekusi terbaik saya.Hingga suatu hari, salah satu Penerbit yang buku-bukunya selalu Bestseller, tertarik untuk menerbitkan SERIBU TAHUN MENCINTAIMU. Saya sungguh terkejut, apaaaa?!
Yap! SERIBU TAHUN MENCINTAIMU, akan diterbitkan tahun 2017.Hingga akhirnya kami ngobrol banyak, bagaimana Seribu Tahun Mencintaimu akan menjadi bentuk fisik nantinya, book trailer hingga event-event yang akan kita acarakan.
Saya mengucapkan terima kasih, buat semua yang baca, buat yang komen di cerita lain, dan buat beberapa teman yang penasaran dengan nasib Atmik dan Meci, bahkan sudah transfer untuk PO.
Hei! Lihatlah, novel unyu ini, novel tentang reinkarnasi ini akan terbit loh. Novel yang antimainstream dengan cerita yang unik.
Setelah perjuangan menulis, perjuangan mengedit dan menuliskan ending novel ini, akhirnyaaaaaaa.. semua terbayar sudah.
Ayo yang belum baca Seribu Tahun Mencintaimu, sila baca loh. Saya tidak akan menghapus beberapa part, semua akan apa adanya, tapi masih banyak part hingga ke ending SERIBU TAHUN MENCINTAIMU, dan part itu akan ada di dalam bentuk fisik, Buku.
Informasi tentang Tanggal Terbit, PO, Acara Ngobrol bareng STM dan lain-lainnya akan saya beritahu disini, di Storial.co. Juga lewat Instagram, Facebook dan Twitter saya.
Kalian bebas membaca sepuasnya SERIBU TAHUN MENCINTAIMU disini, hingga kita bertemu di bentuk Buku nanti.
Bila ada pertanyaan lain, uneg-uneg tentang SERIBU TAHUN MENCINTAIMU. Sapa saya di:E-mail: nikotopia@gmail.comTwitter : @nikotopiaInstagram : @nikotopia8
Kalian bisa inbox seperti biasa, tanya apapun akan saya usahakan jawab. Peluk hangat dari saya.
Selamat Menikmati Hidup.Terima kasihNikotopia
Published on December 26, 2016 00:13
December 24, 2016
Membakar Hujan
Sore itu Hanna kedatangan Freya, sahabat terbaiknya. Setiap sore sepulang kuliah, pasti Freya datang ke kedai kopi tempat Hanna bekerja paruh waktu. Kedatangan Freya selalu membuat Hanna gembira, apalagi Freya selalu memiliki stock cerita berjibun, dan Hanna adalah pendengar yang setia.
Belakangan ini Hanna senang mendengar cerita bahagia Freya dengan cowok gebetannya, Eza. Biasanya kalau Freya belum datang, Hanna mengisi saat sepi di kedai kopi; dengan membaca novel-novel Paulo Coelho dan Maggie Stiefvater kesukaannya, kadang login ke twitter, atau membuka website Kaskus untuk membeli novel atau komik langka, handband dan pernik-pernik yang menurutnya keren.
Tetapi ini sore yang berbeda, Hanna segera membuatkan Hot Cappucino kesukaan Freya. Lagu Adele - Rolling In The Deep mengalun mengisi ruangan kedai. Hanna memerhatikan Freya yang terduduk sendu di sofa sudut kedai dekat jendela besar yang bisa melihat pemandangan di luar kedai.
"Hei Frey, kok bengong, nih cappucino kesukaan lo." Ucap Hanna, langsung duduk ke sofa dihadapan Freya.
Freya menatap Hanna sekilas, lalu menunduk, tangannya meremas rok panjang ala bohemiannya. Hanna tahu ada sesuatu yang ingin dikatakan Freya tapi tak kuasa Freya ungkapkan begtu saja. Sesuatu itu tertahan di dadanya, dan seolah-olah sesuatu itu beban yang sangat berat yang Freya tanggung.
"Kalau berat untuk ngomong, coba tarik napas dan keluarin... pelan-pelan beban itu pasti sedikit berkurang." Kata Hanna lembut dan memahami situasi.
Hanna memiliki feeling kalau ini pasti tentang Eza. Freya mendongak menatap Hanna, kedua matanya diselaputi bening airmata. Hanna mengerutkan dahi, bingung. Tak dinyana, Freya menangkupkan tangan dan menutupi wajahnya, bahunya bergetar, Freya terisak penuh pilu. Spontan Hana mendekati Freya dan memeluknya. Dalam pelukan Hanna, Freya makin terisak.
"Eza yah?" Tanya Hanna.
Freya sesenggukan, dan mengerang pelan. Hanna tahu itu jawaban 'iya', maka Hanna membiarkan Freya menangis sepuasnya, agar semua tuntas, agar tidak ada lagi kesedihan yang bersemayam di hatinya. Hanna menoleh ke arah jendela, suasana tampak begitu kelabu, mendung menggantung di angkasa. Lagu Adele - Someone Like You, mulai mengalun menggantikan lagu yang sebelumnya.
********
Eza membukakan pintu kedai kopi agar Freya masuk duluan. Saat Hanna menoleh, Hanna mendapati wajah Freya tampak berbinar seperti disorot cahaya matahari. Eza, pemuda jangkung berbadan tegap, dengan kacamata bingkai hitam dan senyum yang sanggup melelehkan hati setiap cewek. manis. Eza dan Freya tampak seperti pacaran, itulah yang timbul di benak Hanna. Dengan senyum lebar, Hanna mendekati mereka berdua yang mendekati bar tempat Hana meracik kopi.
"Eza kenalin, ini Hanna sahabat aku, dia Barista hebat!" Puji Freya.
"Hai, gue Eza," Eza mengulurkan tangan, Hanna segera menerima jabat tangan Eza.
"So mau pesan apa nih?" tawar Hanna, segera mengambil dua cangkir.
"Gue Cappucino, karena Freya bilang Cappucino buatan lo badai banget!"
Hanna tertawa, "Freya lebay nih, kayak apa aja." Hanna mengedipkan mata pada Freya, dan Freya memberikan jempol, "Oke kalau begitu dua Cappucino on the way."
Selesai membuatkan dua Cappucino, mereka lebur dalam pembicaraan yang menyenangkan. Hanna bisa melihat betapa Freya tampak jatuh hati pada Eza. Freya terlihat tampak cantik, rambutnya yang tergerai hingga pinggang, kedua matanya yang lentik dan bibirnya yang merah. Itulah yang membuat Eza selalu memerhatikan Freya. Terlihat dari sentuhan tangan yang mengambil kertas kecil yang tersangkut di rambut Freya, dan tatapan Eza yang lembut. Hanna merasa Eza memang pas untuk Freya.
Sepulang dari Kedai Kopi, Hanna membuka laptopnya, lalu login ke twit decknya, ada direct message dari Freya. Hana tersenyum geli. Freya menanyakan apakah Eza keren menurut Hanna? Dan Eza baru saja mengirim whatsapp, kalau Eza kangen pada Freya. Hanna membalas, kalau Eza sangat keren, dan makan tuh kangen! Sambil menaruh icon tertawa. Ia senang sahabatnya bisa jatuh cinta, bukankah cinta selalu membawa kebahagiaan.
********
Namun, kita selalu melihat wajah Cinta yang bercahaya, tapi enggan melihat sisi gelap Cinta. Dan Cinta menjadi sebuah perangkap. Hanna yang baru saja keluar dari ruang kuliah menemukan Freya di taman salju. Taman itu diberi nama salju, sebab di sekeliling taman di tanami pohon kapas, dan saat kapas-kapas itu merekah, kadang seperti salju kapas-kapas halus nan putih itu berguguran indah. Freya tampak gelisah menunggu di salah satu bangku. Hanna segera mendatanginya.
"Hei, kok sendiri, kemana Eza." Tanya Hanna, langsung duduk disamping Freya.
"Nggak tahu, Na. Gue udah whatsapp, telepon, tapi nggak diangkat."
"Dia lagi sibuk banyak tugas mungkin." ceplos Hanna.
"Tapi belakangan ini, dia mulai menjauh."
"Ke kedai kopi gue aja, yuk." Ujar Hanna, tangannya bergerak menarik tangan Freya, "Daripada bingung begini mending nemenin gue, lu juga bisa sepuasnya wifi-an."
Hanna tahu, meski mereka bertiga berbeda jurusan, tetapi Kampus Institute Pertanian Bogor tidak luas seperti taman safari, keberadaan Eza yang tidak menemui Freya lagi itu sangat aneh, dan kesibukan bukan alasan utama. Setidaknya memberi kabar cukup berarti.
Di Kedai, saat Hanna mengikat apronnya, Freya nampak lesu.
"Sebenarnya gue kemarin-kemarin menanyakan perihal perasaannya, Na." Tutur Freya.
Hanna segera mendekati Freya dengan antusias, "Lo nembak dia?!"
Freya mengerling sambil mengerutkan kening, "Bisa dibilang begitu. Tapi dia nggak mau in-relationship, gitu katanya. Gue jadi agak sedih, tapi gue masih ingin deket sama dia."
"Terus kalau dia nggak mau in-relationship, kata-kata Eza, aku kangen kamu itu apa artinya?" Tanya Hanna ketus.
"Gue nggak tahu."
"Kok Eza begitu, sih." Hanna segera mengambil cangkir, kali ini ia membuatkan Freya teh Camomile saja, agar perasaan Freya sedikit rileks. "Gue akuin dia baik, tapi kenapa dia bersikap mendiamkan lo, dan lagi bilang kangen tapi nggak mau in-relationship. Itu yang gue nggak habis pikir."
Freya hanya terdiam, dan meminum teh Camomile buatan Hanna dengan perasaan campur aduk. Berharap kehangatan itu memberinya jawaban kenapa Eza menjauh, dan menenangkan perasaannya.
Dan ada pelajaran yang Hanna petik, di dunia ini tidak ada yang abadi, semua temporary, bahkan suatu hubungan. Akan ada awal dan akan ada akhiran. Kita tidak pernah tahu, Hidup akan membawa kita ke arah mana, tetapi ia belajar menjadi nyata untuk dirinya sendiri, jika kelak ia jatuh cinta, ia akan melihat dua hal dalam cinta, kebahagiaan yang menyertai dan kesedihan yang membuntuti. Sebab-Akibat dari selesainya episode sebuah Cinta.
Sebuah pesan whatsapp datang seminggu kemudian, Freya kecelakaan, Hanna segera izin pada manager kedai kopinya, dan segera menjenguk ke rumah Freya. Hanna terkejut melihat Freya lebih berantakan dari biasanya, wajahnya benar-benar pucat, badannya demam tinggi, dan Freya mengatakan hanya bagian kaki saja yang lecet, dan bagian belakang motornya yang hancur. Hanna memeluk Freya dan menghiburnya. Hanna bisa melihat Freya berusaha tegar.
"Gue ancur begini, ngabarin Eza juga nggak diread whatsapp gue."
"Hah? Lo ngabari Eza?" tanya Hanna.
Hanna menatap Freya yang menangis sesenggukan. Hanna mengelus punggung Freya.
"Ada gue, Frey, gue disini buat lo."
Freya memaksa senyum tegar, dan setelahnya Freya mengajak Hanna untuk makan malam di rumahnya. Sepulang dari rumah Freya, Hanna mengirim pesan singkat pada Eza. Tapi lama Eza tidak membalas. Bahkan seminggu sudah berguguran, Eza tetap tidak membaca pesan Hanna.
********
Lagu Adele - Set Fire To The Rain kini mengalir ruangan kedai makin sendu. Kedua mata Freya nampak sembab. Dengan telapak tangannya ia menghapus kedua aliran sungai airmata. Di luar hujan turun deras dan makin deras. Freya berusaha tersenyum kepada Hanna.
"Gue nggak tahu, kenapa semua nampak ngambang begini."
"Pada akhirnya lo harus siap menerima ending semua ini kan, Frey?"
Freya masih belum menerima kenyataan. Hanna menarik tangan Freya, mengajak keluar Kedai. Freya memberontak awalnya, tapi Hanna terus menarik tangan Freya sampai akhirnya mereka basah oleh hujan.
"Seperti lagu Adele, Frey. Can you set fire to the rain?" tanya Hanna.
"Mustahil, Han."
"Itulah, satu-satunya cara, untuk relain Eza. Seperti Bumi yang rela diciumi hujan bertubi-tubi. Seperti matahari yang rela ditutupi mendung, tanpa bisa protes. Karena setiap kita merelakan hal yang tidak bisa kita genggam. Merelakan hal yang memadamkan api kita, selalu ada hal baru akan kita temukan terus."
Dalam kuyup, milyaran rintik hujan yang menyerbu Freya, ada perubahan besar di wajah itu. Rona kesadaran dan kebahagiaan. Freya tahu kini apa yang dimaksud Hana.
"Lo akan menemukan cinta baru. Dan lo nggak perlu takut, Frey. Bukankah Alam Semesta akan berkonspirasi membantu kita untuk menggapai apa yang kita inginkan. Impian, cita-cita, dan Cinta." Ujar Hanna bijak. "Tugas kita menjalani sebaik mungkin Hidup kita dan menikmatinya."
Freya kini tersenyum, membentangkan tangan, membiarkan dirinya diciumi hujan sore. Bersama Hanna, Freya tidak takut lagi, karena di dalam hatinya sebuah harapan lahir. Ia percaya itu.
Semayup dari dalam kedai, lagu Adele terus mengalun.
I set fire to the rain,
And I threw us into the flames
When we fell, something died
'Cause I knew that that was the last time, the last time, ohhhh
Oh noooo
Let it burn, oh Let it burn... Let it burn
September, 2012.
Cerita ini lahir karena lagu-lagu Adele dan orang-orang yang pernah di-PHP-in Orang. Tenang karma itu ada, tugas kita bangkit dan kembali Bahagia.
Published on December 24, 2016 08:12
December 14, 2016
Kekasih Hati
Aku sepi, kamu sepi Kita merasa sendiri Di kamar yang selalu menawarkan ilusi
Takdir mempertemukan kau dan akuKita berbagi tawa dan sendu Setiap waktu
Kini diam-diam hatiku berkataKau membuatku merasakan cinta
(n)
Published on December 14, 2016 00:27
December 13, 2016
Review Supernova: Inteligensi Embun Pagi
Pertama saya ingin mengucapkan Proficiat bagi Mbak Dewi ‘Dee’ Lestari.Akhirnya berhasil menyelesaikan proyek Novel Supernova. 15 tahun bukan waktu yang sekerdipan mata bagi kita yang fana. 15 tahun adalah waktu dimana, jatuh-bangun-bangkit dan bersinar, bagi seorang Dewi Lestari dalam membangun sebuah novel berseri.
Bagi Pembaca-Penulis macam saya, membuat novel trilogi yang bagian keduanya dibelah 4 novel, hal itu merupakan pencapaian luar biasa. Saya setuju dengan Calvin Michel Sidjaja: Tidak banyak, bahkan tidak ada seri novel Indonesia berlatar belakang fiksi ilmiah, fantasy, dan spiritualisme bisa cetak berulang kali dan meledak dipasar. Prestasi besar. Apalagi pembaca Supernova dari tahun 2001 sampai 2016 ini tumbuh terus. Saya yakin di depan akan terus tumbuh.
15 tahun bagi saya juga bukan sekerjapan petir di langit yang melintas saat hujan. 15 tahun saya setia, menanti, menebak-nebak, menciptakan jawaban sendiri atas Plot Supernova di setiap series yang saya baca. Bahkan ada yang bilang saya gila, bikin capek otak aja.
Saya tidak peduli, sebab ketika terbitnya Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Itu menjadi salah satu buku—selain Bhagavad Gita, The Artist Way, SQ - Danah Johar, Potrait Of Young Artist - James Joyce, Demian & Siddhartha - Hermann Hesse dan masih banyak lagi—yang memberi saya trigger, ketika saya meneguhkan Spiritualitas saya. Dan saya sama seperti pembaca idealis lainnya, berasal dari Generasi Supernova KPBJ cetakan pertama oleh True Dee Book. Begitu terpukau, orgasme a.k.a ngecrot otaknya saat menamatkan Supernova KPBJ, dan langsung ngefans berat.
Pujian untuk cover Supernova IEP. Sungguh saya suka covernya, cover putih dipenuhi kerlip-kerlip, dengan simbol Heksagonal dan tiga liukan heliks di dalamnya. Warna simbolnya bisa berwarna biru atau kuning atau pelangi kalo digoyang-goyang pelan. Epic-lah covernya. Mewah.
Oke sebelum saya mereview, saya mau bilang bawa Review saya akan Spoiler yah, yaaa... nggak spoiler-spoiler amat sih, pembaca lain sudah banyak yang baca juga. Mungkin ini lebih banyak emm.. protes kali yah, hahay.... Kalo belum baca buku IEP, sok atuh baca dulu. Berhenti sampai disini, jangan lanjut baca review.
Saya sudah memberi peringatan yah.
Ini adalah pembacaan novel Supernova: IEP yang baru sekali saya baca, dengan durasi waktu 24 jam. Dari pukul 14:30 WIB hingga 14:00 WIB keesokannya.
Yuk kita masup *menggosokkan tangan.
Kita Flashback dulu, saya punya tebakan di review Supernova: Gelombang.
Saya menebak Kell adalah Sarvara untuk Bodhi, ternyata saya salah. Kell adalah Infiltrant, tongkat estafet selanjutnya setelah Kalden Sakya bagi Alfa. Banyak tebakan saya meleset, tetapi sisanya—meski dikit—ada yang benar.
Di Gelombang kita diperkenalkan istilah baru Sarvara, Infiltrant, Harbinger/Peretas. Dan masih diberi planting Star yang menyatakan namanya adalah dari Dewi Sumeria saat bertemu Alfa, diotak saya terlintas kata Omega, dan saya malah nyanyi lagu teater ciptaan senior saya tentang Alfa-Omega.
Tapi saya anggap lalu, dan tidak saya tuliskan di Blog. Bau-bau tentang Alien (sebenarnya nggak suka kata ALIEN, kenapa harus mahluk dengan kebudayaan canggih ‘MDKC’ disebut Alien. Saya nggak tahu, nggak suka aja. Nanti saya sebutkan alasannya, karena ini ada kaitannya dengan Supernova IEP.)
Nah!
SAJAK MAGIS DEESaat saya buka halaman pertama, saya disambut Sajak Dee yang khas, tapi? Kok ini kan, sajak dari Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang jatuh, saya terus baca dan sedikit ngedumel, ini kok disambung-sambung begini sih, nggak dipisah per-satu halaman atau dikasih detil simbol Supernova di akhir sajak meski digabung pun.
Ini sajak Dee loh yang menurut saya menghabiskan 10 lembar pun nggak masalah deh, apalagi Dee bestselling novelist. Pembaca kaya saya juga akan rela kok membaca sampe 25 halaman pun. Saya mencari sajak terakhir yang mewakili IEP dan itu—jelas—ada di bagian terakhir sajak-sajak yang lain, saya jadi berfirasat ada apa nih dibikin bertumpuk begini.
Sayangnya penumpukan sajak ini, tidak lagi bisa membuat saya menikmati sajak magis Dee di episode IEP ini. Ada kehilangan detil kecil yang biasa Dee tuliskan di akhir sajak—Bahkan di Gelombang tidak ada—semacam momen realitas Dee, sebelum masuk ke Universe-nya Supernova. Semacam gerbang menurut saya. Atau mungkin saya yang terbiasa dengan konsep novel Supernova yang awal banget, sayanya yang nggak move on.
GAYA BAHASA & LAJU CERITASaya punya ekspektasi tinggi, untuk seri terakhir ini. Satu sisi saya berharap gaya tulisan Dee, kembali ke Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Sebab ini Grand Finale dari Supernova. Dimana Supernova dicetuskan oleh DIVA.
Saya membaca Review Calvin Michel Sidjaja, ia mengklasifikasi gaya bahasa Dee sebelum dan sesudah ‘Perahu Kertas’ Merasa sesudah Perahu kertas ada perubahan besar dari gaya tulisan Dee. Bagi saya, Supernova: Partikel, gaya tulisannya ada suara Zarah yang khas. Khas gaya tulisan karakter Zarah. Di Gelombang, memang agak sedikit mirip Partikel, tapi masih ada suara Alfa yang khas. Kalau itu sebuah perkembangan gaya tulisan Mbak Dee, saya ikut bahagia, dan percaya setiap Penulis pasti berkembang gaya tulisannya.
Di Inteligensi Embun Pagi ini, Saya merasa emmm... kok kayak gaya tulisan Gelombang yah? Meski gaya penulisannya sangat efektif, dan memakai kata ganti orang ketiga. Jelas karena semua Tokoh sudah bertemu, dan menjadi sentral cerita. Ditambah paragrafnya pendek-pendek, ada yang tidak lebih dari 10 baris, itu membuat Pacing begitu cepat mengalir. Saya sedikit yakin, Dee tidak mau pembacanya bosan dengan plot yang dibuatnya. Dan saya membatin dalam hati, oiya ini Grand Finale, gaya bahasa cepat dan efektif lebih baik, maka saya memaklumi, meski masih berharap sekeren KPBJ.
Sebenarnya, saya merasakan Dee, ada di beberapa scene, kurang detil dalam deskripsi. Semisal scene di mana Gio menjemput Zarah di sungai, saat Zarah tidak menerima Firas yang sudah mati. Saya merasa Dee kurang sedikit detil memberi dramatik momen, jadi disitu deskripsinya kayak lempeng aja.
Untuk Pacing, saya bilang ini ngebut super. Kayak diboncengi sama pembalap. Meski kadang, ada selipan momen, misal Momen Zarah pulang ke rumah di Bogor itu bisa buat narik napas sebentar tetapi, setelah itu ngebut lagi, sebab otak kita sudah merasakan ketegangan di dalam cerita. Berganti POV terutama di Alfa dan Bodhi, itu ngebut pisan.
CLUE.Saya pernah baca komik Clamp, Coz I Love You, dan saya merasa permainan plot Dee, hampir mirip dengan Komik Coz I Love You. Dee memberikan Planting & Clue akan Mitologi yang dibuatnya: Alien, Mitologi Sumeria, Annunaki, Infiltrant, Sarvara dan Harbinger, yang hanya sedikit di Supernova: Partikel dan Gelombang. Itu bagus, formula menanamkan rasa penasaran pada Pembaca.
Hanya saja, saya kaget ketika ada istilah baru Umbra. Yang dibuka di awal pertemuan Gio dengan Caskha Pumachua. Saya agak hah? Nggak ada planting, atau saya terlewatkan sesuatu dari novel sebelumnya. Banyak sekali tokoh figuran dari Supernova 1,2,3 yang menjadi tokoh pemicu bagi Tokoh Sentral. Saya kayak dikeroyok rasanya, Seperti Luca The Smoking Sun yang ngajarin Bodhi ngisep Marijuana. Lalu Ibu Sati, oke saya udah bisa nebak saat Ibu Sati kagum dengan Bodhi dan Petir, itu planting bahwa seorang Infiltrant tidak akan pernah kagum pada Peretas. Jadi saya bisa nebak dia Sarvara.
Saya semacam shock culture saja ketika semua Tokoh Figuran di Supernova Series menjadi tokoh penting yang membantu Akar, Petir, Partikel, Gelombang.
WAWASAN YANG MENGEJUTKAN BUAT SAYA.Di IEP Banyak wawasan yang menjadi Dialog antar tokoh, memang bagi yang tidak paham wawasan itu menjadi agak sulit dimengerti. Rasanya dialognya seperti tingkat dewa. Ada satu kata Dhyana, saya suka Dee menggunakan kata itu.
Buat saya sebenarnya itu kata pengetahuan tinggi, dan saya juga sedang mendalami wawasan itu di jalur yang orthodoks. Ketika saya paham wawasan ini, saat saya membaca IEP. Saya mengenali apa yang dimaksud, Infiltrant, Sarvara dan Harbinger, dari kacamata lain saya: Mereka jadi metafora simbolik yang diciptakan Dee, atas dasar Dee mempertanyakan pertanyaan tentang Hidup ini. Nilai plus untuk IEP. (Diakhir review akan saya jelaskan lebih detil dikit)
YANG BIKIN SAYA GEMES.1.Adegan Alfa saat memanggil Bodhi. Bodhi, Tree of Life! Sejak planing untuk menyelamatkan Petir, adegan kucing-kucingan ini bikin saya gemes. Gemes kapan Si Bodhi bisa berantem dengan Kung Fu-nya dengan si Togu atau Sati. Jadi adegannya ada action silat-silatan.
2.Ndelalah adegan kucing-kucingan ada karena Para Sarvara ternyata kekuatannya lebih powerfull yah si Simon, Sati dan Togu. Bisa membekukan gerakan Harbinger. Gemes!
3. Saya gemes karena Rueben satu pemikiran dengan saya tentang ALIEN, yang lebih pas disebut HEB (Highly Evolved Being) Alasan saya, kata Alien terlalu industrial dan SARA menurut saya, sedang dengan kata HEB itu lebih menunjukkan kemajuan spiritualitas.
4. Banyak sideplot mengejutkan disini, karena MainPlotnya di IEP adalah perjuangan Akar, Petir, Partikel, Gelombang untuk bisa masuk ke Kandi mereka di Asko. Dengan menato Bodhi, lalu membuat Petir kembali sadar ke jalan Harbinger sebab terkena efek Sarvara. Tujuan mereka masuk Asko agar mereka bisa mengunduh data, tentang siapa mereka sebenarnya, dan rencana apa yang membuat Takdir mereka adalah Harbinger.
Side plot ini, kayak Toni adalah Foniks dari Gugus Kandara, Gugus sebelum Gugus Asko. Nggak ada planting, dan itu mengejutkan saya. Sideplot yang lain adalah, Bong yang ternyata juga Gugus Kandara, dia adalah Bulan. Yang nama aslinya Candra.
Dan tebakan saya tentang Ferre adalah Harbinger tepat. Karena Ferre juga salah satu Gugus Kandara. Sebagai Ksatria.
Ada isu tentang Blundernya Diva Sang Bintang Jatuh. Saya ber-HAH?! Itu ada di halaman 446. Semua sideplot begitu tiba-tiba terkuak, ujug-ujug tanpa ada planting apapun, efeknya beneran mengejutkan. Semua begitu saja malih peran menjadi penting. meski ada dialog yang menjelaskan latar belakang yang tiba-tiba itu.
5. Saya agak kaget, ternyata Infiltrant bisa dikonversi jadi Sarvara tho? Apalagi Simon & Ishtar akan mengkonversi semua peretas, salah satu yang berhasil adalah Firas, yang Simon panggil Bumi. Sama kayak Zarah, Bumi.
6.Ketika portal bukit jambul hancur tidak berhasil mengkonversi Zarah menjadi Sarvara. Tiba-tiba saja Alfa mengetahui ada portal lain, Portal Cermin. Yang itu buat saya juga ujug-ujug, ada. Meski proses mengetahuinya Alfa mencari juga.
7. Kok Diva munculnya sedikit, beneran deh, Cuma jadi napi di gugus Asko. Liong sih bilang mencari suaka di Gugus Asko. Meski Lion menjabarkan segala hal tentang Bintang Jatuh yang blunder, karena menginginkan percepatan (evolusi kesadaran) di Bumi, karena dia tidak mau lagi bergerak di bawah tanah, dia mau Percepatan ini bisa dirasakan Harbinger dan Seluruh Manusia. Tapi tetap aja, buat aku Kok Diva keluarnya sedikit.
8.Saya pikir Zarah bakal mati di jurang, itu bikin gregetan dan gemes. Apalagi ada ramalan di Surat satu akan pergi yang lainnya bertahan. Dan Gio mengingat hal itu.
9.Joke-joke Dee selalu segar ditiap karakter, seperti Elektra, keluguan Bodhi, dan Alfa.
YANG JANGGAL MENURUT SAYA.1.Firas akhirnya berhasil ditarik dari Sunyavima dan udah terkonversi oleh portal Bukit Jambul, dan Zarah melihat. Misteri siapa Firas, ternyata anaknya Simon. Janggalnya, sejak keluarnya Firas dari Portal itu kok nggak nonggol-nongol yah? Katanya Simon, Firas bakal ngebunuh Zarah. Mana?
2.Ini DIVA gimana nasibnya? Terusan di Gugus Asko? Kalo iya, berarti DIVA mati di Amazon dan tubuh sejatinya di Asko. Stuck disitu?
3.Ferre kedatangan Bong di Kantornya. Cuman nyapa Hallo Ksatria, dengan merdu. Habis itu nggak ada lagi. Krik-krik....
4.Nggak ada Rana di IEP, padahal Rana juga Gugus Kandara, sebagai Putri. Kayak nggak dibutuhkan banget Rana.
5.Kalo membaca hingga akhir cerita IEP, Buku ini janggalnya, menurut saya sambil saya pertanyakan. Tokoh utamanya jadi mengarah ke Alfa. Karena semua harus mendukung rencana Alfa. Dimana sebenarnya, saya pikir Percepatan yang dilakukan Bintang Jatuh untuk evolusi kesadaran manusia, gagal. Dan guru Liong bilang Gugus Kandara sekuensnya berakhir untuk mendukung Gugus Asko, karena memang ditakdirkan Gugus Asko gagal. Guru Liong tidak mau gagal supaya lahir Peretas Puncak yang syaratnya ada di Gugus Asko, pada Peretas Gerbang dan Peretas Kunci. Intinya mereka harus memiliki anak agar lahir Harbinger/Peretas Puncak.
Tapi munculnya Ishtar dan ingin mengkonversi Alfa kembali menjadi Sarvara karena dulu dia Sarvara? Anunaki, Alfa dan Pasangannya Omega. Alfa telah merancang pengkhianatan pada Ishtar, dan memilih Samsara. Jadi semua plot Supernova dari 1,2,3,4,5. Alfa yang bikin dengan bantuan Infiltrant. Intinya tokoh utama kayak ke Alfa, kerasa begitu saya.
6.Yang janggal dari semua yang saya sebutkan diatas, Ending yang terbuka, dimana Kalden Sakya dan guru Liong berjanji akan membantu melindungi Zarah dan Gio agar Peretas Puncak lahir. Saatnya tiba si Peretas Puncak akan diberikan tulpa, batu simbol tiga liukan heliks dalam bingkai Heksagonal.
Nah dengan ending yang kayak begini, terbuka dan banyak scene yang janggal kayak Ferre dan Bong. Rasa-rasanya habis ini kayak, bakal ada Supernova yang lain lagi deh. Jadi 7 buku. Saya merasa seperti itu. Akan ada Supernova yang lain setelah IEP.
Soalnya yaaa.. gimana yah, kejanggalan itu masa begitu saja. Tapi kalo memang begitu ya sudah.
Saya menyimpan kepercayaan bakal ada Supernova lagi di hati saya ajah kalo begitu.
FINALE.3 Bintang saya berikan. Bagi saya, ya inilah yang saya rasakan.
Sebab masih ada kejanggalan yang belum selesai. Plot memang tidak dragging, apalagi pacingnya benar-benar ngebut. Secara eksekusi, hemmm... POV yang loncat-loncat digunakan karena memang Tokoh Sentralnya terlalu banyak. Kalau berharap focus character akan sulit sekali, karena semua tokoh menjadi sangat penting.
Saya menarik kesimpulan tentang dialogkan Liong, Kell, Kas saat menjelaskan ke Akar, Petir, Partikel, Gelombang, Kabut, Foniks. Tentang percepatan, Dhyana, Samsara. Bagi saya, Infiltrat, Harbinger, Umbra dan Sarvara. Adalah simbolik bahwa Harbingers adalah kita semua, Manusia.
Sedang infiltant adalah sisi baik kita (saya susah dan nggak bisa bilang, Makna Infiltrant dari kacamata saya, tapi sisi baik atau malaikat penjaga itu mewakili maksud saya)
lalu Sarvara adalah semacam sisi jahat (sebenarnya kayak Iblis di dalam manusia, kayak Kemalasan, Ego yang tidak mau mati, semacam itulah)
Nah kita bisa nggak murni sejati untuk mengingat tugas kita di muka bumi ini sebelum mati (inilah kualitas Umbra, pelayanan, dharma) dengan berbuat baik, barangkali karma bisa terbayar dan kita tidak perlu jatuh dalam lingkaran Samsara saat mati kelak. Agar tidak menjadi Kaum Amnesia lagi saat dilahirkan lagi ke Bumi.
Dari Supenova IEP: saya mendapatkan hal, tentang Kesadaran. Tentang siapa kita di Muka Bumi, kemana kita akan pergi setelah mati, dan apa takdir kita?
Saya akan membaca Supernova kembali, mulai dari awal untuk menambal sulam review yang masih banyak bolongnya.Ini bukan perpisahan. Ini juga bukan sebuah akhir. Tapi Awalan yang tepat.
Pada akhirnya saya hanyalah pembaca yang memang cerewet dan memang suka ngedumel. Sebab saya sempurna pun tidak. Sungguh bila saya memilki biliunan bintang dilangit, saya ingin hadiahkan untuk Mbak Dee. Sebab berkat Mbak Dee, sekaligus intervensi dari yang Transenden: Supernova Series membuat Hidup saya menakjubkan. Menjadi sejarah dalam Hidup saya, dan secara tidak langsung Roh saya telah merekamnya.
Kini, saya biarkan misteri, momen ini, saya lepaskan pada yang Maha Transenden. Sebagai wujud cinta yang bebas dan tidak terikat.
Namaste.
Published on December 13, 2016 23:32
Jangan Dibaca Di Hari Biasa
Saat aku menuliskan ini, di suatu malam yang baru saja melepas adzan isya. Malam yang aneh menurutku, hawa agak sedikit sumuk, lalu Ibuku mendadak mengeluh sakit kepala dan tidak bisa ikut mengaji di masjid. Seorang sahabat memberi kabar sedang meeting skenario di Pondok Pinang, lalu sahabat lain memberi kabar sedih hatinya sebab terkena halangan. Aneh sekali aku dihajar berita bertubi-tubi. Seharian ini, aku seperti biasa menganggur. Cuma baca buku puisi Avianti Armand, Buku Tentang Ruang dan Novel Memeluk Kehilangan karya Faisal Syahreza. Dalam menganggurnya diriku, aku berusaha meminjam laptop adikku dan menuliskan banyak hal disana. Kadang kucuri malam-malam selepas adikku selesai menggunakan laptopnya. Aku mengejar menulis sebuah karya. Kematian Cera masih membuatku melankolis dan aku enggan mencari penggantinya. Aku bokek juga, mau beli laptop baru mahal, jadi yah nganggur sajalah, daripada kerja. Lebih enak. Toh Ibuku tahu anaknya sedang masa ingin nganggur. Ibuku tahu hati anaknya sedang menyembuhkan banyak hal. Sudah bertarung habis-habisan dengan dunia, kini saatnya pulang kepelukannya.Hari yang aneh itu bermula dari berita sidang Ahok yang mengharukan bagiku, apalagi melihat Pak Ahok menangis. Lalu beberapa tetangga yang diRukiyah sebab sakit dan diikuti sesosok hantu. Dan yang terakhir, kisah seorang Penulis yang tidak diijinkan menulis oleh orang tuanya dan dianggap pembawa bencana. Yang terakhir ini yang menyentuh hatiku.Aku tidak bisa berkata apa-apa tentang Pak Ahok, dihati aku cuma mengirimkan energi baik untuk beliau agar bisa kuat menghadapi cobaan. Aku juga malas mendengar ocehan banyak orang yang menyudutkan beliau, padahal pasti dibalik berita ini semua, tukang korupsi sedang asyik pesta pora. Indonesia sedang diuji Ke-Indonesia-an-nya. Bila Tuhan Maha Mengampuni, mengapa kita ciptaannya begitu kasar dan egois, gampang tersulut oleh satu berita. Aku agak muak melihat tayangan TV, sosial media yang penuh kebencian. Bangsa Besar Indonesia, sedang lupa Indonesianya.Pindah ke cerita lainnya. Ibuku menceritakan bila beberapa tetangga di Rukiyah. Dari aku kecil, aku ingin mengetahui sisi seberang dari dunia nyata. Adakah orang yang membuatku belajar memahami tentang sisi seberang kenyataan? Aku dari dulu ingin sekali menjadi Shaman, Tabib yang mengobati dengan dedaunan obat, atau seorang Pendeta yang memiliki kekuatan untuk memahami hal-hal yang diluar nalar, memahami spiritualitas, memahami lapis dunia lain. Ikut sedih ketika mendengar cerita Ibuku yang mengatakan beberapa tetangga di Rukiyah karena diikuti hantu. Aku ingin membantu, tapi apa daya, aku tidak mahir, tidak tahu harus belajar pada siapa untuk membantu hal-hal ini. Aku dari dulu ingin jadi biksu yang seperti Avatara. Aku ingin membantu manusia biasa yang selalu mengatakan diganggu hantu, tapi buatku ini tentang energi. Pasti ada sesuatu dengan energi yang melekat di energi kita. Kita ini bukan hanya sekumpulan materi yang membentuk, kita juga energi. Makanya ketika Film Dr. Strange keluar, aku percaya sekali dengan apa yang dikatakan The Ancient One. Ya, manusia memang hanya mengintip dunia dari lubang kunci kecil, ketika lubang kunci itu diperlebar, kita malah ketakutan dan menjadi tidak percaya. Itulah kita, menutup semua potensi kekuatan kita. Padahal kita memiliki potensi yang tidak terduga. Kita terlalu menjadi kenyataan. Terlalu dibutakan teknologi, makanan, dan tidak percaya dengan hal-hal yang logis, padahal sebenarnya kita hidup ditengah hal yang tidak nyata. Udara yang kita hirup, sinar matahari yang menyapu lembut kulit kita, angin yang membawa wangi rerumputan yang jauh, indera tidak bisa menggenggam hal itu, hanya bisa merasakan dan menghidunya. Bagaimana kita memercayai kalo udara yang kita hirup sebenarnya berwarna hijau? Percayakah kamu? Kenapa kita sebegini, kosong. Padahal kita luar biasa. Makanya aku ingin sekali belajar memahami banyak hal, bukan hanya nanti untuk kutulisakan menjadi cerita, tetapi untuk menggerakan manusia dalam kedamaian. Semacam melawan arus Waktu. Ya semoga aku bisa. Terakhir Penulis yang ingin menjadi Penulis namun terkekang oleh banyak hal. Aku membaca status seorang Penulis yang mengkhawatirkan bila karyanya terbit kelak. Dan si penulis berkata untuk jangan khawatir, bahkan penulis bestseller pun punya kekhawatirannya. Aku ingin menanggapi hal ini, menurutku Penulis Bestseller tidak mungkin khawatir, buat apa khawatir tulisannya takut nggak dibaca pembaca. Penulis macam Tere Liye, saya memang menebak-nebak perasaannya sih. Saya menebak, pasti dia tidak khawatir, mau bikin karya jelek pun, dan dicetak jadi buku juga, buku Tere Liye akan diserbu juga. Dan laku. Buat dia, buat apa khawatir, bikin kumpulan quotes dengan hardcopy aja laku. Tapi ada satu hal. Di Indonesia. Di belahan bagian barat jawa, ada seorang Penulis, yang aku kenal. Beliau tadi malam memberi kabar bahwa dia tidak bisa menepati deadline yang aku tetapkan. Aku dan beliau memang sedang berkolaborasi karya, maka aku mengatakan pada beliau bahwa “Ya, tidak apa-apa.” Aku tahu beliau sedih karena tidak bisa menepati janjinya, tapi aku bilang kita bisa atur waktu lagi. Beliau adalah penulis yang penuh semangat dan memang ingin mendedikasikan Hidupnya untuk menulis. Bahkan beliau ingin aku mengajarinya menulis. Maka aku membuatkannya semacam pelatihan, dan diskusi agar beliau bisa memahami tehnik menulis yang sering kugunakan. Bahkan beliau membayarku secara Profesional sebab telah mengajarinya, padahal aku tidak ingin menarik apapun dari beliau, tapi beliau tahu aku diam-diam mengajar Penulis baru agar bisa kuat dalam menulis. Sebab tidak enak hati menolak beliau yang menyuruhku menerima bayarannya, maka aku menerimanya dan uang itu kubelikan buku. Banyak buku untuk beliau agar ia bisa memperkuat diksi, plot dan apapun tentang menulis. Tapi, ketika cita-citamu menulis adalah bencana bagi kedua orang tuamu, bahkan orang tuamu membencimu seumur hidup, bahkan hendak me-Rukiyahkan dirimu, sebab mengira menulis itu adalah ritual Iblis, dan aku sebagai Gurunya adalah Raja Iblis. Bagaimana perasaanmu saat itu juga? Bagaimana rasanya melihat kedua orang tuamu dipengaruhi tetanggamu yang mengatakan bahwa anaknya benar-benar lepas dari kewajibannya, dan mengatakan bahwa anaknya aib bagi keluarga sebab memilih menulis? Dan itu memalukan keluarga. Bagaimanakah perasaanmu?Ketika Orang tuamu mengurungmu di rumah agar tidak pergi melihat dunia luar, dan menghancurkan laptopmu agar tidak menulis lagi. Bagaimana perasanmu? Masihkah dirimu ingin menulis? Masihkah?Beliau masih menulis hingga sekarang, meski belum menghasilkan karya cetak, tapi sebelum tidur beliau menulis di ponselnya. Di note, sajak, catatan kecil tentang Hidupnya. Kukatakan padamu wahai manusia yang bisanya menjudge! Menulis bukanlah ritual Iblis, bukan pula jalan sesat suatu sekte atau aliran kegelapan manapun. Menulis bagiku dan bagi beliau adalah cara! Cara menyembuhkan diri! Dari luka-luka saat dikhianati, dihajar, diinjak-injak oleh orang-orang dari jenis bangsat! Orang bajingan! Orang biadab yang menghancurkan hidup kita, mental kita, moral kita! Orang Ndelogok yang berkedok menggunakan apapun yang membunuh karakter kita! Menggunakan jalur yang dibuatnya, menggunakan mulut manis tapi berbisa, apapun bahkan berani menggunakan nama Tuhan.Kami, aku dan beliau dua orang yang sama. Terluka. Dan menulis adalah obat bagiku dan beliau! Yaaaaa! Aku menulis untuk menyembuhkan diriku dari setiap luka yang menghunusku! Menulis bukan aliran IBLIIIIISSS!!!!!Bagaimana perasaanmu, saat orang tuamu pun bahkan tidak memercayaimu. Kau tidak punya teman, tidak punya sahabat, tidak punya apapun. Selain memiliki diri sendiri!Maka dari itu, kami melawan dalam sepi, dalam keterlukaan kami, dalam sunyi. Dengan menulis. Hingga sekarang. Yang lebih hebat lagi beliau tidak peduli dianggap keturunan Iblis, beliau tidak peduli menulis akan membuatnya masuk neraka jahanan paling jahanam. Beliau akan terus menulis hingga tiada nanti. Begitu juga aku. Hanya saja posisiku, begitu beruntung. Aku masih punya keluarga yang bisa kuandalkan, meski mereka tidak menyukai profesiku sebagai Penulis yang tidak dapat menghasilkan apa-apa. Tapi beliau, dia sendiri, kekasih sepi. Ia terus menulis, meski orang tuanya tidak menyetujui. Aku hingga kini terus menyemangatinya, memberikannya banyak saran dan kelak akan membantunya mencetak buku ceritanya. Bahkan aku sudah meminta ijin padanya untuk membuat cerita tentang kita berdua, tentang nasib kita sebagai Penulis dan akan kubuatkan novel pendek dan akan kuperjuangkan hingga cetak nanti. Masih saja mengeluh Hidupmu tidak indah? Masih saja kita menyia-siakan waktu?Tulisan ini kubuat, bukan hanya sebab hari yang aneh, tapi juga sebab aku ingin memberi semangat pada beliau, bahwa, halangan apapun, yang saat kita memperjuangkan suara murni kita yang tertulis di buku tulis, atau notes ponsel. Kelak tulisan kita akan menjadi api bagi seseorang di luar sana. Tulisan kita akan membuat api yang tadinya padam, akan membara lagi. Semoga tulisan ini pun membarakan padamnya api di hatimu dan membuatmu bangkit dari luka apapun.Hei, percayalah, halangan yang ada di depan kita adalah hal yang tujuannya untuk membuat kita bersenang-senang dengan halangan Hidup kita.
Selamat Menikmati Hidup 13-14/12/2016
Published on December 13, 2016 22:32
August 21, 2016
Remember A Farewell
Hari itu adikku paling kecil, akan pergi meninggalkan rumah ini bersama ayah, ibu dan kakak perempuannya. Mereka semua pindah ke suatu kota kecil. Kota yang dekat desa tempat aku lahir dulu. Itu adalah bulan September yang mengerikan, mengingat hawa panas, dan rumah yang mengaum, lewat kenangan-kenangan yang melintas di benak.Adik kecilku, Galuh, nampak berbaring di kasurnya. Ia terdiam lama, saat ibunya memanggilnya berulang kali dan ia hanya diam. Maka aku memasuki kamarnya yang selama ini tempat ia tidur, tempat bermain bahkan mungkin tempat teraman dari dunia yang kejam. Entah mengapa, aku merasa bahwa ia diam, itu caranya dia mengucapkan selamat tinggal pada rumah ini. Ia baru 5 tahun, dan aku masih mengingat bagaimana rasanya menjadi anak umur lima tahun. Dimataku dunia saat itu sngat menakjubkan, seolah keajaiban ada di udara, dan bisa mengabulkan setiap keinginan.
Perlahan aku mendekat, mengelus ujung kasur, aku memberi tanda pada Galuh bahwa aku mendekat. Namun ia masih berbaring menyamping memunggungiku. Aku pun sunyi, berharap mendengar sedu kecilnya, tetapi aku tidak mendengarnya menangis. Aku hanya melihatnya terdiam. Aku menerjemahkan ia sedang mendengarkan banyak suara di dalam rumah ini. Suara-suara kita, Ayah, Ibu, aku, Niki dan Tami. Gema masa lalu yang sedang ia serap. Ia akan bawa ke rumah barunya nanti, dan menguarkannya di sana.
Aku memahami hal ini sebab aku pun seperti itu. pada sebuah perpisahan, aku akan menyerap segala kenangan. Membawanya hingga kelak nanti. Dan anak-anak kecil selalu memiliki hal yang menakjubkan. Sayangnya mata orang dewasa menganggapnya hal itu keanehan, atau ada yang terpukau. Mereka telah lupa bahwa mereka pun sebenarnya masih kanak, hanya tubuh yang menua.
Pelan aku memanggilnya. “Galuh...”Galuh pun bergerak, dan membaringkan tubuhnya rata dengan kasur. Aku melihat wajahnya yang sendu. Matanya, sedikit berkaca-kaca, semua kenangan akhirnya telah ia serap dan ia bawa. Aku meraih tubuh mungilnya, dan memeluknya erat.
Sesak di dadaku begitu menghimpit, aku ditekan oleh banyak kenangan bersamanya, banyak hal indah dan bahagia serta hal sedih yang mengikat kita berdua.
“Galuh bakal kangen rumah ini.”
Aku pun akan kangen padamu, Galuh kecilku. Belum ditinggal pergi rasa kangen itu sudah merebak, menjalar ke seluruh tubuhku. Sekali lagi kueratkan pelukan. Merasakan tubuh mungil itu ada dalam dekapan.
Aku melepas pelukan, “Nanti Galuh bisa main lagi kesini.”
Galuh hanya diam, dan memandangku tepat ke mata.Mata kami bertautan, kedalaman kami seperti saling berkomunikasi. Entah apa, ada suatu perjanjian, aku tidak memahami dengan kepalaku. Barangkali insting manusiawi. Semua begitu saja mengalir alami. Bahwa bahasa jiwa kami mengatakan akan saling menyayangi seumur hidup.
Ibu Galuh masuk dan memanggil kembali, lalu Galuh bangkit bersamaku. Keluar dari kamar dan menuju teras rumah. Semua memang sudah siap berangkat. Ayah sudah di mobil. Tinggal menunggu Galuh. Saat masuk ke dalam mobil aku memerhatikannya, aku tidak mau kehilangan momen ini. Moment yang sangat penting bagiku.
Saat itulah Ayah, Ibu, melambaikan tangan, begitu juga Tami dan Galuh. Aku meletupkan senyum lebar, aku ikut melambaikan tangan. Kutatap Galuh baik-baik, ini bukan selamat tinggal ini hanyalah sebuah ilusi. Fisik mungkin terpaut jarak dan waktu, tetapi kedalaman kita, seperti benang elsatis cahaya yang saling terhubung. Kita semua saling terhubung, dengan manusia-manusia lain, dengan tanaman, hewan, dan alam semesta ini.
Kita ditakdirkan disini, memiliki tempat untuk mengisi.
Sepeninggal Galuh, rumah benar-benar sunyi. Gema tawa Galuh di masa lalu, samar terdengar lalu henyap. Rumah ini seperti habis disapu bersih. Semua hal, semua jejak, lindap. Entah kemana, sebab kepalaku memikirkan satu kenangan pun tidak ada yang melintas jua.
Padahal sebelum Galuh lahir, aku dan Niki besar di rumah ini. Banyak kenangan-kenangan bahagia dan pedih, bahkan mengenang saat itu pun aku tidak bisa. Hanya selintas lalu cepat menguap.
Bersamaan Galuh yang pergi. Aku tahu jarak dan waktu bisa dipangkas dengan teknologi. Tapi aku telah menanamkan janji, bahwa rasa sayang ini akan hidup hingga kelak. Aku mulai menyadari, Hidup memang sebuah Pertemuan dan Perpisahan. Kita harus terus menyadari hal itu, agar kita tahu itu semua ilusi. Waktu, jarak, dan keterpisahan adalah ilusi besar. Kita sebenarnya tidak terpisah sama sekali.
Berita baiknya kita sebenarnya satu. Masih di dalam satu Bumi. Tinggal di satu planet yang sama. Apalah jarak dan waktu.
Aku merayakan perpisahan dengan senyum lebar, meski kedalamanku ada air terjun, sedih. Aku tidak mau ikut larut di dalamnya. Aku akan melawannya.
Sebab semua hal harus dirayakan dengan bahagia. Meski itu mematahkan hatimu, percayalah perlahan hal itu akan mengutuhkanmu kembali. Kita hanya tinggal menyadarinya, bahwa kita satu.
Ya kita satu.
#BelajarMenulisCepat#CeritaBerasalDariSatuKenangan#MenguatkanHati
21-08-2016
Published on August 21, 2016 05:36
June 27, 2016
Ibu dan Tikus - Ratih Kumala
Tidak ada yang salah pada Ibu. Juga tidak ada yang salah pada tikus kecil itu. Ibu membenci tikus itu, dan kupikir kalau tikus kecil itu bisa berbicara tentu dia akan berkata bahwa dirinya juga membenci Ibu. Suatu hari Ibu tiba-tiba menjadi lebih bersemangat dari biasanya, “Ada tikus! Kecil tapi nakal. Akan kutangkap,” ujarnya. Tikus kecil itu bersama saudara-saudaranya (atau mungkin bersama teman-teman sebayanya; aku kurang yakin sebab mereka semua mirip) sering mengintip dari pojok atap dekat AC di ruang televisi. Ibu yang sedang santai nonton televisi tiba-tiba sangat terganggu dengan keberadaan tikus-tikus itu. Mereka sepertinya bergantian memelototi kami yang sedang asik nonton televisi sambil rebahan di sofa. Lebih menyebalkan lagi karena tiba-tiba tahi tikus berceceran di mana-mana. Jika belum kering, tahi itu akan bau dan menempel di lantai hingga jika disapu malah hancur dan menodai ubin atau karpet. Betul-betul bikin repot. Beberapa hari kemudian kami mulai melihat tikus-tikus kecil itu berseliweran di depan kami. Mereka berjalan dengan santai seperti tanpa dosa dan sepertinya wajahnya menggoda kami seolah-olah bilang, “Halo.” Lalu berjalan lagi sambil mengendus-endus. Tak lama kemudian pojok-pojok sofa, lap dapur, dan keset sudah bolong-bolong dikerikiti tikus. Terakhir aku melihat Ibu sesemangat ini adalah saat budeku datang berkunjung dari luar kota beberapa bulan lalu. Segera saja, bermacam jebakan tikus disiapkan Ibu. Mulai dari lem perekat yang lambangnya gajah, jebakan yang bentuknya sama sekali tidak manusiawi dilengkapi gigi-gigi besi (aku membayangkan tubuh tikus yang terjepit di situ pasti langsung sukses terbelah dua), hingga racun tikus yang dilumuri di ikan asin lalu diletakkan di kerangkeng besi. Jebakan-jebakan itu diletakkan di teman-tempat yang telah Ibu survei dan dipercaya merupakan jalur yang biasa dilewati tikus. Aku teringat film Mouse Hunt, tentang dua orang kakak beradik yang terobsesi menangkap tikus di rumah warisan yang akan dilelang. Aku sendiri sebetulnya bukan pencinta tikus, malah cenderung membenci makhluk pengerat itu. Terutama saat suatu hari mobil keluarga kami tiba-tiba tidak bisa jalan. Saat mobil dinyalakan tiba-tiba bersuara aneh dan berhenti mendadak. Ketika kap mobil dIbuka, pemandangan menjijikkan tersaji; seekor tikus yang mungkin kebetulan jalan-jalan di dalam mesin mobil tergencet jadi rata di antara tali kipas! Betul-betul sudah tidak berbentuk tikus lagi. Kecuali karena kami melihat moncong dan buntutnya yang menggelikan itu, maka otopsi dadakan kami meyakinkan bahwa makhluk yang telah hancur itu adalah tikus. Betul-betul pemandangan yang tidak tikusiawi, baunya tidak hilang selama satu minggu dan memaksa kami terus membuka kap mobil saat mobil diparkir di rumah juga memaksa kami harus memeriksakan kesehatan mobil ke bengkel karena ada beberapa kabel yang telah dikunyah putus oleh makhluk pengerat yang sudah jadi perkedel itu. Sejarah pertempuran Ibu Vs tikus ini, sebetulnya bukan yang pertama. Sebelumnya, ada tikus sebesar anak kucing yang beredar di rumah kami. “Tikus-tikus kecil itu, pasti keturunan tikus bangkotan yang dulu tinggal di selokan depan rumah!” ujar Ibu masih dengan semangat menganalisis perihal tikus. Tikus itu memang sangat besar. Tikus terbesar yang pernah kulihat seumur hidupku. Aku menyebutnya buyut tikus. Dan dia hidup lama sekali, lumayan lama untuk seekor tikus walaupun aku tidak begitu yakin berapa seekor tikus bisa mencapai usia tertua dalam hidupnya. Namun buyut tikus itu beredar cukup lama di rumah kami, dan aku mengacungkan jempol empat (dua jempol tangan, dua jempol kaki) untuk buyut tikus yang menurutku punya sembilan nyawa. Mungkin, karena besarnya bahkan melebihi besar anak kucing, malaikat tanpa sengaja menaruh sembilan nyawa untuk tikus ini sebab ia mengira buyut tikus itu adalah kucing. Bagaimana tidak? Pembantu kami, Yu Darsih, pernah mendapati buyut tikus itu sedang jalan-jalan santai masuk ke kamar adikku (aku bilang “jalan-jalan santai” sebab sang tikus memang betul-betul sedang jalan-jalan santai tanpa berlari seperti tikus pada umumnya). Yu Darsih menggetoknya dengan gagang sapu ijuk. Beberapa kali digetok dan digencet sapu, ia sempat terpojok. Pembantuku mengira dia sudah mati tetapi begitu Yu Darsih melepas gagang sapunya buyut tikus berjalan lagi seperti tak punya dosa dan keluar dari kamar adikku menuju selokan depan. Yu Darsih malah ketakutan melihat pemandangan ini. Nah, bukankah ini menandakan kalau buyut tikus punya sembilan nyawa? Semenjak insiden digetok gagang sapu itu, buyut tikus kini punya tanda; sebagian bulunya di atas punggungnya botak dan tak tumbuh lagi. Mirip seperti codet yang dimiliki maling-maling akibat golok nyasar ke wajahnya. Setelah itu, aku mendengar kabar bahwa Ibu pemilik warung depan rumah juga pernah memukul buyut tikus dengan sandal. Toh dia tak mati. Buyut tikus juga terlalu pintar menghadapi jebakan-jebakan. Dia tak pernah terjebak sekalipun dengan ikan asin yang telah diberi racun, atau lem tikus, atau jebakan tikus yang bergigi tajam. Jika ada sedikit makanan tak beracun di jebakan itu, dengan cara yang entah makanan itu selalu raib dan jebakan selalu kosong. Aku nobatkan ia sebagai tikus terpintar yang pernah hidup, dan seisi rumah menyetujuinya. Entah kenapa suatu hari buyut tikus tidak muncul lagi. Jebakan tetap dipasang, makanan tetap utuh. Sesekali aku sengaja menunggu kalau-kalau buyut tikus berjalan-jalan santai lagi di depan rumah. Tetapi tidak. Tak ada satu tanda pun buyut tikus beredar. Tiba-tiba beberapa hari kemudian tercium bau bangkai yang samar-samar mulai menyengat. Kami tidak menemukan bangkai itu. Namun kami tahu bahwa itu adalah nyawa kesembilan buyut tikus yang sukses dijagal malaikat maut. Ia tak punya nyawa tersisa. Akhir kisah perjalanan buyut tikus mungkin ia mati tua. Hey, tunggu dulu, cerita belum selesai, sebab tiba-tiba muncul beberapa keluarga tikus baru yang mulai berjalan-jalan di lingkungan kami. Memang bukan jalan santai seperti yang kerap dilakukan buyut tikus, tapi itu cukup untuk membuktikan bahwa buyut tikus bukanlah tikus perawan tua atau tikus bujang lapuk (berhubung aku tidak begitu yakin dengan jenis kelaminnya) sebab ini membuktikan bahwa dia telah beranak-pinak. Nah, tikus kecil yang sering mengintip kami dari atap saat Ibu menonton televisi sambil rebahan di sofa mungkin adalah salah satu cicitnya. Tikus kecil ini benar-benar menunjukkan tanda-tanda kalau dia memang cicit dari buyut tikus tulen. Dia mulai suka jalan-jalan santai di lantai, tidak hanya melongok dari atas celah atap. Kemudian tiba-tiba kami mendapati dia berjalan-jalan di meja. Beberapa kue yang tergeletak di meja tiba-tiba tercuil dan ada bekas gigi tikus kecil itu. Dia mulai bertindak menyebalkan! Memakan kue! Kue keluarga kami! Dan tidak bertanggung jawab menghabiskannya! Ibuku paling sebal dengan hal ini, makan tidak dihabiskan. Sebab menurutnya itu mubazir. Nasihatnya, “Lihat orang-orang yang kelaparan di Afrika sana. Beruntung kita bisa makan. Habiskan makananmu!” Kelihatannya nasihat ini juga berlaku untuk tikus. Terlebih lagi, kue yang sudah telanjur digigit tikus tidak akan mau disentuh siapa pun untuk dihabiskan. Ini berarti satu lagi kemubaziran. Tikus kecil ini juga tidak mempan dengan jebakan-jebakan. Beberapa jebakan kami pasang, tapi yang terperangkap adalah tikus yang agak besar. Mungkin itu paman atau sepupu jauh si tikus kecil, aku kurang yakin. Walaupun begitu Ibu tidak puas sebab bukan tikus kecil yang terjebak di sana. Yang pasti si tikus kecil masih tetap beredar di sekitar ruang tengah tempat kami biasa menonton televisi. Yang lebih menyebalkan lagi, si tikus kecil kelihatannya lebih senang beraksi saat ada orang yang menonton televisi (dan kebetulan orang yang sering menonton televisi adalah Ibu). Kelihatannya dia tipe ekshibisionis, tipe yang suka pamer dengan apa yang dilakukannya. Tipe show off. Suatu hari, Ibu menemukan ide brilian. Sebuah toples kue sengaja diletakkan di meja ruang tengah. Kata Ibu, itu jebakan. Toples ini diisi kue-kue dan dibiarkan terbuka. Ibu bilang itu untuk jebakan tikus. “Kenapa tidak ikan asin yang ditaruh di toples?” tanyaku. “Karena tikus kecil itu bukan tipe penyuka makanan asin atau makanan kampung. Lihat saja, dia lebih suka kue-kue yang manis. Lagipula dia memang masih anak-anak. Anak-anak kan memang suka makanan yang manis-manis.” Penjelasan yang aneh, pikirku dalam hati. Toh aku tetap yakin Ibu telah melakukan beberapa survei dan pengamatan lebih jauh perihal perilaku tikus kecil target operasinya, jadi aku manggut-manggut saja. Ibu juga jadi lebih rajin duduk di depan televisi, pura-pura menonton tapi sebenarnya memperhatikan toples terbuka itu dengan tutup toples yang sudah siap sedia di tangannya. Hingga suatu sore menjelang isya si tikus kecil beraksi, dia berjalan-jalan santai, mengendus-endus dan menyemplungkan diri ke dalam toples untuk mengkerikiti kue manis, dan…hop! Dengan sigap Ibu langsung menutup toples kaca itu. Si tikus terjebak di dalamnya mengendus-endus dan baru tersadar itu adalah jebakan. Ini menunjukkan bahwa manusia masih lebih pintar dibanding tikus. Ibu girang bukan kepalang. Ibu langsung memanggil seluruh penghuni rumah dan menunjukkan dengan bangga hasil kerjanya yang sukses. Kami semua memang lalu takjub melihat pemandangan ini; seekor tikus kecil terjebak di dalam toples kaca bersama kue-kue manis. Ini seperti paman Gober yang tenggelam di antara koin di gudang uangnya. Hebat. Awalnya kami berpikir bahwa tikus itu akan segera mati kehabisan napas. Tapi perkiraan kami meleset. Sehari, dua hari, tiga hari, empat hari, tikus kecil itu tetap mengendus-endus dinding toples, ia juga memakan kue-kue manis itu. Kami mulai bertanya-tanya dari mana dia dapat udara untuk bernapas? Yang pasti dia pasti masih bernapas. Ibu mulai memutar otak tentang cara membunuh tikus kecil itu secara cepat, seperti membuka dan menyemprotnya dengan racun serangga lalu menutup lagi hingga ia mati kelenger. Tapi bagaimana jika saat dibuka itu si tikus lompat dari toples dan kabur? Akan merepotkan lagi. Akhirnya kami semua menunggu. Seminggu, dua minggu, tikus kecil itu masih tetap mengendus-endus dinding toples. Ia jadi agak gemuk, mungkin karena makan kue terus yang sedikit demi sedikit habis. Isi toples yang tadinya hanya kue dan tikus kini punya penghuni baru; tahi tikus. Bentuknya hitam dan kecil-kecil agak lonjong, tahi-tahi itu mulai menggunung. Ibu tidak lagi khawatir dengan bagaimana membunuh tikus, tapi lebih khawatir dengan toples kesayangannya itu. Perhitungannya terhadap daya hidup si tikus sedikit meleset, sebab ia bertahan cukup lama. Tapi kami semua tetap menunggu. Aku tidak menghitung pasti berapa lama tikus itu telah berada di dalam toples, tapi kemudian dia tak lagi mengendus-endus. Tubuhnya yang gemuk tiba-tiba terkapar di antara tahi-tahi dan remahan kue yang sudah berjamur. Aku hanya bisa melihat napasnya yang naik turun di perutnya. Kurang lebih satu bulan tikus itu bertahan hidup, hingga kami semua sepakat tak lagi melihat tanda-tanda kehidupan dan tikus resmi jadi mayat. Kami membuka tutup toples yang baunya tak keruan. Menumpahkan isinya di atas selembar koran untuk mengeluarkan mayat tikus. “Ambil plastik!” kataku menyuruh Yu Darsih. “Jangan dibuang, kita kuburkan saja. Ambil kotak sepatu bekas!” Kata Ibu tiba-tiba. Menguburkan? Tak salah? Toh kami tak mencoba menimpali usul Ibu. Saat semua sibuk mengurus pemakaman si tikus kecil, sedang Ibu mencuci bersih-bersih toples kesayangannya, dengan sebatang kayu, aku iseng membolak-balik tubuh tak bernyawa si tikus. Aku mengamat-amati sambil menutup hidung, tiba-tiba aku melihat sesuatu yang janggal, sesuatu yang sepertinya kukenal. Ada bagian kecil punggung tikus kecil itu yang botak, tak berambut. Mungkinkah, dia buyut tikus yang telah bereinkarnasi? Ia bertahan lama di dalam toples sebab ia juga punya sembilan nyawa, mungkin? Sore itu ada kuburan kecil di belakang rumah tanpa nisan dan akan segera dilupakan.
*Pernah diterbitkan di Koran Suara Merdeka, 15 Juli 2006.
Published on June 27, 2016 01:12
April 21, 2016
Cinta Sanggup Bertahan Lebih Dari Hidup dan Mati
"Bukalah matamu, wahai mata kuning yang bernafsu melahapku. Ingatkah kau, siapa diri kita sebenarnya? Ingatkah kau pada bara api di kedalaman diri. Bara yang sanggup membakar apapun. Bahkan membakar dunia ini. Rasakanlah dengan jiwamu, wahai mata kuning yang bernafsu. Rasakanlah hangatnya, inilah cinta. Rasakanlah cintaku, yang seribu tahun mencintaimu."
Bagaimanakah rasanya bila engkau lahir ke muka bumi ini dan membawa serta ingatan seribu tahun lalu. Ingatan-ingatan yang kadang menyakitkan, kadang meletupkan senyum bahagia. Sebab engkau sadar, bergonta-ganti tubuh, lahir, mati dan lahir kembali, lalu mati dan lahir terus menerus.
Siklus yang berputar. Samsara. Namun misteri dibaliknya begitu Koan: teka-teki yang tak dapat dipecahkan.
Atmik, seekor tikus bertubuh mungil namun gagah, jatuh cinta pada seekor kucing betina bernama, Meci. Belum ada dalam catatan sejarah bangsa tikus: seekor tikus muda begitu tergila-gila pada seekor kucing betina. Musuh besar mereka. Permusuhan ini telah diwariskan turun-temurun dari ribuan tahun.
Namun ketika cinta membelit Atmik, bahkan taruhan loncat masuk ke dalam mulut kucing pun berani ia lakukan. Mengapa Atmik jatuh cinta pada Meci? Sebab Meci adalah Belahan Jiwanya. Soulmate.
Bagaimana bisa? Saat mata Atmik dan Mata Meci saling menatap, ingatan-ingatan purba mekar di dalam diri mereka. Namun kenyataan yang paling menyakitkan, Meci adalah Kucing yang melahap Ayah Atmik sesaat Atmik lahir, dan seluruh keluarga Atmik begitu membenci Meci dan telah mengakar didalam diri.
Rintangan besar bagi Atmik. Bagaimana Atmik harus bertahan di dunianya, dimana Matahari dalam Hidupnya adalah Meci. Sedang Sisi gelap Bulan, Atmik merahasiakan rasa cinta pada Keluarganya. Cinta Terlarang.
Bagaimana Atmik meyakinkan Meci, bahwa Atmik dan Meci adalah belahan jiwa. Soulmate.
Bagaimana semua ini berakhir?
CINTA SANGGUP BERTAHAN LEBIH DARI HIDUP DAN MATI
A thousand years, a thousand more,
A thousand times a million doors to eternity
I may have lived a thousand lives, a thousand times
An endless turning stairway climbs
To a tower of souls
If it takes another thousand years, a thousand wars,
The towers rise to numberless floors in space
I could shed another million tears, a million breaths,
A million names but only one truth to face
A million roads, a million fears
A million suns, ten million years of uncertainty
I could speak a million lies, a million songs,
A million rights, a million wrongs in this balance of time
But if there was a single truth, a single light
A single thought, a singular touch of grace
Then following this single point , this single flame,
The single haunted memory of your face
I still love you
I still want you
A thousand times the mysteries unfold themselves
Like galaxies in my head
I may be numberless, I may be innocent
I may know many things, I may be ignorant
Or I could ride with kings and conquer many lands
Or win this world at cards and let it slip my hands
I could be cannon food, destroyed a thousand times
Reborn as fortune's child to judge another's crimes
Or wear this pilgrim's cloak, or be a common thief
I've kept this single faith, I have but one belief
I still love you
I still want you
A thousand times the mysteries unfold themselves
Like galaxies in my head
On and on the mysteries unwind themselves
Eternities still unsaid
'Til you love me
Sting - A Thousand Years.
Lagu itu membuatku tersentak. Ada perasaan aneh menyusup ke dalam diriku.
Serbuan ide mengepungku. Aku terhanyut dalam inspirasi. Aku sesaat dibekukan dalam momen indah ini. Tanganku bergerak cepat, menari di atas tuts keyboard netbookku. Aku tidak mau ide ini lesap, pergi.
Aku ingin kamu membacanya.
Ini bukan sebuah kisah cinta yang biasa.
Ini adalah Dongeng Di Balik Lubang Tikus.
Ada luka, keajaiban, harapan, putus asa. yang paling berharga, ada Cinta. Membara seribu tahun lamanya.
Adakah engkau percaya, cinta sangggup membara seribu tahun lamanya?
Aku percaya.
Sebab...
Cinta sanggup bertahan lebih dari hidup dan mati.
Ikuti kisahnya Seribu Tahun Mencintaimu klik ---> Wattpad Nikotopia
Note: Gambar diambil dari : http://rosemarysturdy.blogspot.co.id/...
Bagaimanakah rasanya bila engkau lahir ke muka bumi ini dan membawa serta ingatan seribu tahun lalu. Ingatan-ingatan yang kadang menyakitkan, kadang meletupkan senyum bahagia. Sebab engkau sadar, bergonta-ganti tubuh, lahir, mati dan lahir kembali, lalu mati dan lahir terus menerus. Siklus yang berputar. Samsara. Namun misteri dibaliknya begitu Koan: teka-teki yang tak dapat dipecahkan.
Atmik, seekor tikus bertubuh mungil namun gagah, jatuh cinta pada seekor kucing betina bernama, Meci. Belum ada dalam catatan sejarah bangsa tikus: seekor tikus muda begitu tergila-gila pada seekor kucing betina. Musuh besar mereka. Permusuhan ini telah diwariskan turun-temurun dari ribuan tahun.
Namun ketika cinta membelit Atmik, bahkan taruhan loncat masuk ke dalam mulut kucing pun berani ia lakukan. Mengapa Atmik jatuh cinta pada Meci? Sebab Meci adalah Belahan Jiwanya. Soulmate.
Bagaimana bisa? Saat mata Atmik dan Mata Meci saling menatap, ingatan-ingatan purba mekar di dalam diri mereka. Namun kenyataan yang paling menyakitkan, Meci adalah Kucing yang melahap Ayah Atmik sesaat Atmik lahir, dan seluruh keluarga Atmik begitu membenci Meci dan telah mengakar didalam diri.
Rintangan besar bagi Atmik. Bagaimana Atmik harus bertahan di dunianya, dimana Matahari dalam Hidupnya adalah Meci. Sedang Sisi gelap Bulan, Atmik merahasiakan rasa cinta pada Keluarganya. Cinta Terlarang.
Bagaimana Atmik meyakinkan Meci, bahwa Atmik dan Meci adalah belahan jiwa. Soulmate.
Bagaimana semua ini berakhir?
CINTA SANGGUP BERTAHAN LEBIH DARI HIDUP DAN MATI
A thousand years, a thousand more,
A thousand times a million doors to eternity
I may have lived a thousand lives, a thousand times
An endless turning stairway climbs
To a tower of souls
If it takes another thousand years, a thousand wars,
The towers rise to numberless floors in space
I could shed another million tears, a million breaths,
A million names but only one truth to face
A million roads, a million fears
A million suns, ten million years of uncertainty
I could speak a million lies, a million songs,
A million rights, a million wrongs in this balance of time
But if there was a single truth, a single light
A single thought, a singular touch of grace
Then following this single point , this single flame,
The single haunted memory of your face
I still love you
I still want you
A thousand times the mysteries unfold themselves
Like galaxies in my head
I may be numberless, I may be innocent
I may know many things, I may be ignorant
Or I could ride with kings and conquer many lands
Or win this world at cards and let it slip my hands
I could be cannon food, destroyed a thousand times
Reborn as fortune's child to judge another's crimes
Or wear this pilgrim's cloak, or be a common thief
I've kept this single faith, I have but one belief
I still love you
I still want you
A thousand times the mysteries unfold themselves
Like galaxies in my head
On and on the mysteries unwind themselves
Eternities still unsaid
'Til you love me
Sting - A Thousand Years.
Lagu itu membuatku tersentak. Ada perasaan aneh menyusup ke dalam diriku.
Serbuan ide mengepungku. Aku terhanyut dalam inspirasi. Aku sesaat dibekukan dalam momen indah ini. Tanganku bergerak cepat, menari di atas tuts keyboard netbookku. Aku tidak mau ide ini lesap, pergi.
Aku ingin kamu membacanya.
Ini bukan sebuah kisah cinta yang biasa.
Ini adalah Dongeng Di Balik Lubang Tikus.
Ada luka, keajaiban, harapan, putus asa. yang paling berharga, ada Cinta. Membara seribu tahun lamanya.
Adakah engkau percaya, cinta sangggup membara seribu tahun lamanya?
Aku percaya.
Sebab...
Cinta sanggup bertahan lebih dari hidup dan mati.
Ikuti kisahnya Seribu Tahun Mencintaimu klik ---> Wattpad Nikotopia
Note: Gambar diambil dari : http://rosemarysturdy.blogspot.co.id/...
Published on April 21, 2016 08:39
January 26, 2016
Deja-Vu (Bodhi's Dream)
Aku tergeregap bangun, mendengar diriku mengerang sembari napasku terengah-engah. Aku melihat sekeliling. Tidak ada! Aku tidak menemukan Kell. Berarti cuma mimpi. Kell datang ke mimpiku. Aku bangkit, keluar dari kamar. Saat kubuka pintu, Petir lewat memasuki ruangan dan menoleh, matanya mengawasiku. “Kamu mimpi buruk lagi, Akar?” Aku mengangguk sembari mendekati meja makan di tengah ruangan. Sejak kami bersalaman. Mimpi itu selalu datang. Mimpi yang sama. Dan selalu kuceritakan mimpi ini pada Petir. Ia tidak pernah bosan mendengarkan. “Aku melihat Kell dengan seseorang yang kita kenali sebagai Harbinger. Ia menyalamiku, aku ketakutan. Aku terbangun, keluar kamar, dan aku ngobrol sama kamu seperti sekarang ini.” “Maksud kamu, Kell itu, Akar?” Petir menunjuk ke arah pintu masuk, pandanganku mendarat ke sana. Tampak Kell dengan seseorang yang kukenali sebagai Harbinger. Kell menembakkan senyum dan mendekati untuk menyalamiku, Aku gemetaran. “Hallo, Bodhi.”Bulu kudukku meremang. Aku tergeregap bangun, mendengar diriku mengerang sembari napasku terengah-engah. Aku melihat sekeliling. Tidak ada! Aku tidak menemukan Kell. Berarti cuma mimpi. Kell datang ke mimpiku. Aku bangkit, keluar dari kamar. Saat kubuka pintu, Petir lewat memasuki ruangan dan menoleh, matanya mengawasiku. “Kamu mimpi buruk lagi, Akar?” Tunggu! Rasanya ini Deja-Vu. “Hallo, Bodhi.” Aku menoleh ke arah suara itu. Disana berdiri...
#MenantiIntelijensiEmbunPagi#FanFiksiSupernova#SupernovaIEP
Published on January 26, 2016 08:46
December 10, 2015
Sinar Hydrogen Menghantam Bumi, Tapi Ini ternyata Cuma----
(Gambar diunduh dari google gambar, keyword: Laser beam to earth)Awalnya tidak ada kepanikan, di luar cerah, tidak mendung. Hari itu saya dan Ibu saya masih menjalani rutinitas seperti biasa.
Samar-samar saya duduk di kursi kerja saya, dan masih menulis di atas Cera (Netbook saya), telinga saya menangkap bunyi: piring beradu di bak cuci piring. Itu pertanda Ibu saya begitu sibuk beberes rumah.
Saya keluar rumah, dan di depan pagar hitam terjadi keramaian, tetangga banyak yang keluar rumah dan ekspresi wajahnya gelisah. Saya berlari masuk ke rumah dan mengatakan pada Ibu saya, bahwa di depan rumah ramai sekali. Kami pun keluar rumah bersama. Kali ini keramaian warga yang gelisah tergantikan suasana yang lebih parah. Mendung, angin kencang bertiup membawa ribuan partikel debu yang bisa membuat matamu kelilipan. Suasana begitu kelam gelap. Seperti hendak kedatangan badai.
Saya bertanya pada salah satu tetangga ada apa? Ia bilang ada penyinaran Hydrogen dari luar angkasa. Hydrogen? Apaan tuh saya bertanya. Ia membalas bahwa wilayah Bogor yang akan terkena hantaman sinar Hydrogen, dan wilayah Bogor sudah diungsikan, kita termasuk yang kena efeknya.
Saya membayangkan ada meteor jatuh ke bumi meluluh-lantakan Bogor, dan tempat saya terkena imbasnya. Tetangga saya itu pun berlari pergi meninggalkan kami, bersama banyak orang yang pergi.
Untuk sesaat saya melihat tetangga saya yang lain. Hari makin malam, rasanya cepat sekali. Saya mendengar suara berita di televisi. Yang mengatakan Sinar Hydrogen tidak lama lagi akan menghantam bumi.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Laser beam to earth)Saya bisa melihat kepasrahan dalam wajah tetangga saya, ada yang bertahan di rumah masing-masing. Ada yang masih ribut pergi dari perumahan mungil ini.
Lalu saya menoleh menatap wajah Ibu saya yang seolah tidak mengetahui akan terjadi hantaman sinar Hydrogen dari luar angkasa.
Saya memegang bahunya, dan mengatakan padanya. “Kita harus segera pergi dari sini, Ma.” Dentum saya. Suara-suara ribut di belakang saya semakin riuh. “Mama disini, aja, jaga rumah.” Jawab Ibu saya datar.
Saya terbelalak tidak memercayai apa yang Ibu saya katakan. “Apa?! Mama gila yah! Mama mau mati kena Sinar Hydrogen!” Pekik saya marah.
Saya tidak mau meninggalkan Ibu saya sendirian. Saya masih punya cinta pada orang tua, saya tidak mau Ibu saya mati di rumah masa kecil saya. Terlalu banyak kenangan baik dan buruk yang berkelindan menjadi satu.
“Ayo, ma kita pergi sekarang! Aku nggak mau mati disini!”
Ibu saya menggeleng. Saya kesal bukan main, dan mengerang menyatakan bahwa saya tidak suka dengan sikap Ibu saya.
Tetapi ketika saya melihat sekeliling, dunia yang saya lihat memburam. Suara seperti menjauh, saya menoleh ke arah Ibu saya. Ibu saya sudah tidak ada, ia tidak berdiri di hadapan saya. Teras depan saya memecah menjadi debu-debu berterbangan ditiup angin.
Saya panik.
Lalu.
Bunyi dering ponsel saya. Bisa saya dengar suara erangan malas keluar dari mulut saya yang bau dan gigi begitu tebal seperti dilapisi mentega. Saya mengerjapkan mata, cahaya kaca di atas langit-langit kamar sudah terang. Bunyi dering ponsel itu terus mengalun, memaksa saya untuk bangun.
Badan saya pegal semua, keringat basah di leher. Saya bangun dan membuka kelambu, lalu meraih ponsel saya.Di layar ada wajah Ibu saya tersenyum.
Saya menggeser layar dengan jari jempol untuk tersambung dengan Ibu saya.“Apa, Ma?”
“Mama di depan Wtc, jemput yah.”
“Aduh entar dulu aku baru bangun. Tunggu disitu! Aku cuci muka sikatan dulu!” cetus saya.
“Iya...” Jawab suara sabar Ibu saya.
Saya mematikan sambungan telepon. Mata masih berat untuk sadar penuh, ngantuk memang kurang ajar masih menempel di seluruh badan. Meminta saya kembali ke tempat tidur. Saya malas sekali. Namun denging mimpi tentang kekacauan di perumahan saya masih terasa di kepala. Samar-samar bayangan mimpi itu masih ada di sana. Saat saya sikat gigi, denging mimpi itu perlahan lindap. Seperti noda pada baju yang dicuci, ia memudar, perlahan tapi pasti.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: The 5th Wave Poster) Mimpi yang aneh. Mungkin simbolik. Mimpi ini mengingatkan saya pada Trailer Film The 5th Wave. Tapi Novelnya belum saya baca. Ah, lebih tepatnya suasana mimpi saya seperti Novel Cormac Mccharty The Road, saya juga sudah melihat Filmnya. Persis sekali. Sangat Dystopia.
Mimpi-mimpi saya belakangan sering sekali yang Distopia. Semoga hanya mimpi saja. Tetapi bila saya melihat sekeliling saya, jalanan yang sering saya lewati. Yang saya lihat, masalah sampah itu Distopia pertama yang sangat fatal. Gaya hidup kita harus diubah. Seringnya kita membuang sampah sembarangan, dipinggir jalan Sampah menumpuk dari sebuah perkampungan, dan tidak ada truk sampah yang mengakutnya.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Dystopia)Masyarakat kita masih tertidur, belum terbangun sepenuhnya. Belum sadar, Bumi hanya satu. Dan Bumi juga mahluk Hidup. Bumi ini Hidup! Tanah adalah daging Bumi. Pohon bisa tumbuh berkat bumi, apa yang ditanam di Bumi pasti tumbuh. Masih belum sadar bahwa Bumi juga mahluk Hidup, sama seperti kita. Cintailah Bumi dengan begitu kita menghargainya.
Catatan ini adalah mimpi yang terjadi semalam. 10.12.2015
NB: Saya sehabis menuliskan ini mencari tahu tentang hydrogen. pengetahuan saya mengatakan Hyrogen itu gas yang ringan. Maka saya mencarinya secara detil.
Klik sini --->Hydrogen WikipediaJuga yang ini --->HydrogenSemoga menambah referensi tentang Hydrogen.
Published on December 10, 2015 19:41


