Menulis, Sebuah Pekerjaan Remeh
Oleh: R.Mailindra (Twitter: @mailindra)

Pernah merasakan situasi berikut ini?
Kau sedang menulis, lalu tiba-tiba ibumu muncul.
“Sedang apa?” tanya ibu.
“Lagi nulis, Bu,” katamu.
“Oh, nak tolong ke warung sebentar, beliin ibu telur!”
Atau situasi berikut.
Kau sedang menulis, lalu suamimu muncul.
“Sedang apa, Sayang?” kata suamimu.
“Lagi nulis, Pa,” katamu.
“Ma, tolong setrikain baju dong!”
Atau situasi berikut. Kau sedang menulis, lalu istrimu muncul.
“Lagi apa, Pak?” kata istrimu.
“Lagi nulis,” katamu.
“Pa, tolong ganti lampu depan dong. Dah rusak tuh!”
Lalu kau akan menuruti permintaan itu. Padahal mungkin sudah setengah jam kau bengong menatap layar kosong dan baru akan menuliskan kalimat pertamamu. Sialnya, setelah selesai melakukan permintaan itu (biasanya permintaannya memang remeh dan tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikannya), kau sudah kehilangan minat untuk melanjutkan tulisanmu.
Bandingkan dengan situasi berikut:
Kau sedang belajar, lalu tiba-tiba ibumu muncul.
“Sedang apa?” tanya ibu.
“Lagi belajar, Bu,” katamu.
“Oh, ya udah,” kata ibu.
“Kenapa, bu?”
“Enggak, ibu perlu telur. Ya udah belajarlah. Ibu mau ke warung dulu.”
Atau situasi berikut.
Kau sedang memasak, lalu suamimu muncul.
“Sedang apa, Sayang?” kata suamimu.
“Ya kalo lagi motong bawang, berarti lagi masak dong, Pa. Kenapa?” katamu.
“Oh, ia ya,” kata suamimu. Ia lalu menyetrika sendiri bajunya.
Atau situasi berikut.
Kau sedang membuat presentasi, lalu istrimu muncul. “Lagi apa, Pak?” kata istrimu.
“Lagi nyelesaiin presentasi. Lusa ada meeting budget, nih,” katamu.
“Oh,” kata istrimu, “jangan terlalu capek ya, sayang.”
Lihatlah situasi di atas. Kau dianggap sedang tidak ada kerjaan jika mengatakan sedang menulis. Dan kebanyakan penulis (ya, mungkin kau belum terkenal dan belum bisa menghasilkan uang dari tulisanmu, tapi jika kau suka menulis maka kau adalah penulis), terutama para pemula, secara tidak sadar mengamini hal tersebut. Kau akan menuruti permintaan yang datang tiba-tiba di tengah sesi menulismu. Padahal butuh waktu yang tidak sebentar untuk memulai kalimat pertama. Kau relakan usaha kerasmu terbuang begitu saja.
Bandingkan dengan situasi ketika sedang belajar, memasak, atau membuat presentasi. Jika orang lain memaksamu menginterupsi hal yang sedang kau kerjakan, maka kau mungkin akan menjawab: “Nanti ya, Bu. Sejam lagi aku beres belajar. Besok ujian nih.” atau “Ya, nanti, Pa. Mama setrikain kalo dah beres masak.” atau “Besok aja ganti lampunya, Ma.” Rasanya tak banyak blogger yang berani bilang, “Nanti ya. Lagi nanggung nih. Blog saya sudah tiga bulan ngga diupdate.”
Tak salah jika Stephen King dalam bukunya yang berjudul “On Writing”, dalam bab tentang menulis, mengatakan:
“…engkau butuh ruangan, engkau butuh pintu, dan engkau butuh tekad untuk menutup pintu.”
Mungkin sedemikian tipisnya beda antara menulis dan melamun sehingga kebanyakan orang tak bisa membedakannya. Namun, penulis harusnya tahu bahwa keduanya berbeda jauh, seperti odong-odong dan Disneyland.
@mailindra, September 2013
The post Menulis, Sebuah Pekerjaan Remeh appeared first on R.Mailindra Blog.


