Behind the Book - Blue Vino

Baru-baru ini saya diwawancara oleh mbak Dini, editor buku ini. Hasil wawancara dimasukkan ke blog Behind The Book, (lengkap dengan kuis : http://dinoybooksreview.wordpress.com...). Bagi yang belum sempat bertandang ke blog tersebut, berikut cuplikan wawancara:



Q1: Halo Mbak Uti, selama ini menulis buku anak-anak, ya. Bisa diceritakan kenapa tuh terpikir menulis novel dewasa?

A1: Blue Vino adalah novel dewasa ketiga saya, tapi yang pertama bekerja sama dengan GPU. Novel pertama, “Alanakyla – Tak Mencari Pangeran”, mengambil setting di Jakarta. Yang kedua, sedikit ada peningkatan “Olez – Vienna Untuk Cinta”, mengambil setting di Jakarta dengan sedikit di Vienna (sesuai sub judulnya). Terakhir Blue Vino, mengambil setting 100% Austria. Memang selama ini saya lebih mendalami artikel dan buku anak, namun setelah beberapa kali menulis artikel untuk majalah wanita, akhirnya terbetik niatan untuk menjajal ide membuat novel dewasa. Inti ceritanya kurang lebih sama dengan artikel majalah saya, hubungan pria-wanita dengan segala lika-likunya. Tapi karena dalam bentuk novel, saya menemukan ruangan yang lebih luas untuk menggali ide-ide saya. Akibatnya, kalau awalnya hanya untuk menjajal ide, sekarang malah jadi ketagihan :)


Q2: Tolong diceritakan juga ya Mbak, tema untuk Blue Vino ini kan tentang wanita karier yang stuck sama masalah kerjanya lalu tentang love lifenya juga, dapat dari mana tuh idenya? Juga proses menulisnya ya Mbak, berapa lama dan hal-hal apa saja yang Mbak Uti lakukan saat menulis novel ini (misal, riset jika ada).

A2: Ide novel Blue Vino sendiri saya ambil dari kisah sehari-hari yang saya dengar atau tahu dari orang-orang di sekitar saya. Semuanya selalu berawal dari “what if”, bagaimana jika terjadi demikian… lalu? Apa yang akan ia lakukan. Khusus untuk “intrik” di kantor Roz, saya menggali dari pengalaman saya sendiri ketika saya bekerja sebagai Project Manager di perusahaan pembuat pabrik baja di Austria. Dengan cap dunia baja adalah dunia pria, friksi dengan kolega kantor kadang-kadang tidak dapat dielakkan.

Sedangkan untuk dunia wine, haha, sejak sering dijamu rekan kerja atau klien atau supplier, saya jadi tertarik untuk mendalami dunia wine ini. Karena kalau dijamu, selalu ditanya, mau wine apa? Dulu tahunya hanya wine merah, wine putih; asam , tidak asam; sudah. Ternyata, jenis winebisa ratusan (kalau tidak ribuan).

Terlebih lagi ketika saya mengunjungi daerah-daerah penghasil wine di Austria. Luar biasa indah pemandangannya, luar biasa sederhana orang-orangnya, luar biasa damai lingkungannya, tapi kualitas winenya terkenal di dunia internasional.
Riset juga pasti ada, terutama untuk detail-detail yang benar ada. Walau nama-nama diubah, tapi banyak hal dalam novel ini (tempat, lokasi, etc) yang benar-benar ada. Sehingga pembaca dapat melihat di internet, kota Langenlois (http://www.langenlois.at), bangunan-bangunan yang menginspirasikan bangunan-bangunan di cerita ini, walau ceritanya fiksi belaka.



Q3: Mengenai karakter, ada Roz, Bjorn dan Dagny sebagai tokoh utama. Bisa diceritakan juga proses Mbak Uti menciptakan 3 karakter ini? Adakah kesulitan-kesulitan saat berusaha mendalami 3 pribadi ini, dan bagaimana mengatasinya?

A3: OK, dimulai dari Roz. Roz tipe perempuan yang mandiri; work hard, play hard. Bukan tipe pasrah, dan tidak takut menghadapi masalah. Dia juga tidak bisa melihat ada masalah di depan mata tanpa berbuat apa-apa. Saya melihat dia sebagai wanita yang terlalu pede pada awalnya. Dia pikir dia tahu apa yang dia inginkan. Dia pikir dia tahu semua jawaban atas semua masalah yang ada. Sampai kepedeannya membutakan dia dari kenyataan, membuat dia terbentur masalah di mana-mana (di kantor dan di kehidupan pribadi), yang membuat dia sadar kalau dia harus mengubah diri. Dari biasanya pria hanya for fun, sampai ingin serius. Dari biasanya hanya bekerja workaholic sampai bisa betah liburan. Dari biasanya jadi orang nomor satu, sekarang hanya menjadi orang di balik layar. Kesulitannya adalah meringkas perubahan karakter dari over pede menjadi sadar kalau dia harus mengubah diri, dalam 300 halaman novel. Saya mencoba mengatasinya dengan membagi “tiga” perubahan Roz; di awal over pede, di tengah lebih banyak mempertanyakan diri sendiri, di akhir menjadi Roz yang lain. Saya berharap pembaca dapat melihat perubahan itu. Roz yang ada di awal novel tidak lagi Roz yang ada di akhir novel.

Sedangkan Bjorn, dia adalah tipe orang yang selalu mau jadi center point. All about me, me, me. Karakter yang paling mudah dibuat dari ketiga karakter utama, karena tipikal sekali. Egois, mengambil apa saja yang bisa diambil. Belagu, sok cakep, sok beken, you named it! Tipe orang seperti ini banyak ada di sekitar kita. Orang-orang yang kalau ketahuan salah pun tidak terlalu merasa bersalah, maksimum yang dia lakukan adalah “membatasi kerusakan” yang terjadi akibat ulahnya (cocok jadi politikus di Indonesia nih, hihihihi!).

Dan terakhir, Dagny. Dagny. Tokoh Dagny terus terang adalah mix tokoh nyata dan fantasi. Masalah dia dengan Roz dan Bjorn adalah 100% fiksi. Tapi apa yang dia lakukan di perkebunan anggurnya (dengan 100% organik, etc) terinspirasikan dari petani anggur dan kebun anggur yang benar ada. Kesulitan dalam membuat karakter ini adalah membayangkan, tipe pria seperti apa yang dapat mencuri hati Roz. Kalau pria biasa-biasa saja, sudah pasti tidak akan ditengok sama Roz. Jadi harus yang sukses juga, yang punya ide menarik, punya wawasan lebih, punya hal yang tidak pernah ditemukan Roz di pria lain sebelumnya. Mengatasinya dengan menceritakan apa yang dia lakukan di perkebunan anggurnya itu. Beda dari yang lain dan bukan tanpa alasan (asal beda doang tapi malah aneh). Dan, dia harus menjadi hero dalam masalah yang ditangani Roz.





Q4: Novel ini kan mengambil setting Negara Austria, ya. Kenapa, tuh, apakah karena Mbak Uti tinggal di Austria jadi memudahkan? Lalu, kalau Mbak Uti sendiri amati kehidupan cinta di sana itu bagaimana, sih? Apa yang paling membedakan dengan di Indonesia? Ya, mungkin bisa dilihat dari perilaku orang-orangnya, atau drama-drama di televisi sana atau novel sana, hehe.

A4: Iya, jelas sangat memudahkan karena saya sudah sejak tahun 1996 tinggal di Austria dan sudah ke beberapa area wine di sini. Jadi bentuk topografi wilayah, bentuk rumah, makanan, bentuk ruang bawah tanahnya itu, bentuk jalan-jalan di sana sudah tahu. Walau hal ini juga bisa jadi bumerang, karena yang saya anggap wajar ada di sana, belum tentu pembaca di Indonesia bisa mengerti kenapa itu wajar. Misalnya toko yang tutup kalau jam makan siang, jadwal bus, dsb.

Tentang kehidupan percintaan di Austria dan yang membedakannya dengan Indonesia…. Di sini tuh nggak ada telenovela, hahaha, paling drama TV atau film atau novel. Yang berbeda, hmmm, keterbukaan orang-orangnya. Terbuka maksud saya, bukan buka-bukaan porno begitu, tapi terbuka menceritakan dan menunjukkan siapa dia sebenarnya. Lebih real. Di sini orang terbiasa apa adanya, tidak dibungkus make up, baju bermerek, atau pamer harta. Jadi dari awal biasanya memang yang dipentingkan koneksi intelektual dan mentalnya. Yang disukai adalah partner yang bisa diajak ngobrol, kerja sama, melakukan hal-hal bareng, seperti itu. Karena semua harus dikerjakan sendiri di sini, tidak ada pembantu, tidak ada abang-abang penjual makanan lewat, tidak ada warung, tidak ada baby sitter. Jadi buat apa juga punya pasangan cantik, tukang dandan (atau kebalikannya cowok keren berotot) tapi nggak bisa buang sampah, misalnya. Atau sexy tukang dandan tapi nggak mau bersih-bersih karena takut kuku patah… males bener, hihhi. Jadi biasanya ya, mereka to the point sih. ini aslinya aku kayak gini, kamu ngga mau ya udah, hahahaha. Nggak lama-lama kayak di Indonesia, pakai pendekatan dulu, cari-cari tahu dulu, eh tahunya istrinya udah tiga, hahaha (di sini nggak boleh poligami, jadi nggak pernah denger deh ada kasus istri tua-istri muda ribut). Mungkin juga bisa begitu karena di sini hidupnya lebih damai, jadi tidak terlalu banyak drama, hihhihi.




Q5: Terakhir, apa nih yang ingin Mbak Uti sampaikan kepada pembaca Blue Vino? Ada harapan khusus? Silakan disampaikan.

A5: Mudah2an pembaca terhibur setelah membaca Blue Vino. Mudah2an pembaca dapat menikmati suasana kebun anggur Austria. Mudah2an pembaca suka novel ini. Dan pastinyaaaa, terima kasih sudah membeli dan membaca novel saya! (Lebih senang lagi, kalau ada yang mau berbaik hati memotret buku saya dengan sang pembaca/ lokasi toko buku dan mengirimkan fotonya ke saya - karena saya tidak di Indonesia dan tidak dapat melihat dengan mata sendiri buku saya di toko buku, terima kasih sebelumnya!) Blue Vino by Kusumastuti Fischer
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 22, 2013 01:36
No comments have been added yet.