Mengapa judulnya Amazing Stories to Read and Read and Read?
Semuanya bermula 30 tahun yang lalu. Jadi maksudnya buku ini ditulis selama 30 tahun gitu? Nggak sih haha :). Tapi bukankah sebuah cerita mungkin sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum cerita itu terlihat dimulai? Karena bukankah sebuah daun bisa dicari rantingnya, lalu cabangnya, lalu dahannya, batangnya terus sampai ke akar pohon yang tersembunyi di dalam tanah? Dan bahkan setelah itu masih ada cerita tentang biji yang menjadi asal dari pohon itu, atau juga pohon dari mana biji itu berasal? Apakah mungkin memang semua cerita bermula pada awal mula waktu?
Anyway, 30 tahun yang lalu aku diajari merajut oleh guruku di sekolah. Merajut itu mengagumkan. Dari satu helai benang, kita bisa membuat berbagai motif dan berbagai benda. Bukankah hidup seperti itu? Kita bebas menggunakan hidup kita untuk jadi apa saja yang kita mau. Tapi tidak seperti hidup, benda rajutan jika ditarik kembali, semua yang saling mengait itu akan kembali terbuka dan voila, rajutan itu kembali menjadi sehelai benang yang tadi (paling-paling sedikit lebih keriting). Hidup tidak seperti itu. Hidup tidak punya undo button.
Selama 30 tahun ini entah sudah berapa bola benang yang kurajut jadi berbagai benda rajutan. Dan entah sudah berapa kali papaku bilang : “Merajut lagi? Papi baru pernah lihat orang muda merajut itu ya kamu doang!” Memang tidak banyak orang, muda ataupun tua, yang suka merajut. Secara persentase dari populasi orang di Jakarta, mungkin hanya 0,00 sekian persen saja. Dan karenanya, tidak salah papaku bilang seperti itu. Dari semua orang yang dikenalnya (dan papaku tipe orang yang punya amat banyak teman), hanya ada dua orang yang merajut : Aku dan salah satu istri temannya (yang tentunya sebaya dengan mamaku).
Tujuh tahun yang lalu aku menulis cerita The Girl who Knits and Knits and Knits. Buku itu kudedikasikan untuk papaku (yang sampai sekarang masih tidak pernah mengerti mengapa aku harus merajut padahal ada begitu banyak hal lain yang bisa dikerjakan :)) Ceritanya mungkin terlalu ekstrem, tentang seorang gadis yang menyelamatkan sebuah kerajaan dengan hasil rajutannya. Aku mungkin tidak akan pernah menyelamatkan sebuah kerajaan dengan hasil rajutanku. Tapi untukku, melihat anakku memakai hasil rajutanku saja sudah cukup.
Dua tahun lalu, rights atas cerita The Girl who Knits and Knits and Knits kembali kepadaku. Kebetulan pada saat itu aku baru saja selesai menulis cerita tentang seekor Serigala yang hanya bisa berkotek dan tidak bisa melolong. Langsung saja cerita Serigala ini kuberi judul : The Wolf who Clucks and Clucks and Clucks. Juga secara kebetulan ada ceritaku tentang seorang Putri yang suka menanam yang kutulis beberapa waktu yang lalu yang judul awalnya adalah Putri Tanah, yang belum sempat kukirimkan ke penerbit. Dengan sendirinya, judulnya bisa diubah menjadi : The Princess who Plants and Plants and Plants. Setelah itu, aku tidak punya pilihan lain selain menulis tujuh cerita lain yang dapat mengambil judul dengan format yang sama, maka lahirlah : The Boy who Burps and Burps and Burps, The Butterfly who Crawls and Crawls and Crawls, The Pirate who Sails and Sails and Sails, The Fairy who Eats and Eats and Eats, The Wind that Blows and Blows and Blows, The King who Yells and Yells and Yells dan The Mermaid who Hops and Hops and Hops.
Yah, para pembaca yang tercinta, sekarang aku bertanya… dengan sepuluh cerita itu di dalamnya, apakah aku punya pilihan lain untuk judul bukunya? Bukankah judul itu seperti memang sudah diatur dari sananya? Sudah disediakan bahkan sebelum buku ini selesai ditulis? Judulnya ya tentu saja adalah Stories to Read and Read and Read. Lalu ditambahkan kata Amazing di depan (titipan dari teman-teman di marketing :)).
Dan apa yang aku lakukan sekarang setelah buku ini terbit? Aside from knit and knit and knit, tentu saja aku write and write and write. After all, what else can a writer do? :) Dan lagi, masih ada begitu banyak cerita di luar sana yang belum dituliskan, cerita yang sudah dimulai pada awal mula waktu, yang sedang menunggu untuk kita temukan.
Happy reading :)
Arleen
Ps : Cari bukunya di Gramed yaa! :)
Anyway, 30 tahun yang lalu aku diajari merajut oleh guruku di sekolah. Merajut itu mengagumkan. Dari satu helai benang, kita bisa membuat berbagai motif dan berbagai benda. Bukankah hidup seperti itu? Kita bebas menggunakan hidup kita untuk jadi apa saja yang kita mau. Tapi tidak seperti hidup, benda rajutan jika ditarik kembali, semua yang saling mengait itu akan kembali terbuka dan voila, rajutan itu kembali menjadi sehelai benang yang tadi (paling-paling sedikit lebih keriting). Hidup tidak seperti itu. Hidup tidak punya undo button.
Selama 30 tahun ini entah sudah berapa bola benang yang kurajut jadi berbagai benda rajutan. Dan entah sudah berapa kali papaku bilang : “Merajut lagi? Papi baru pernah lihat orang muda merajut itu ya kamu doang!” Memang tidak banyak orang, muda ataupun tua, yang suka merajut. Secara persentase dari populasi orang di Jakarta, mungkin hanya 0,00 sekian persen saja. Dan karenanya, tidak salah papaku bilang seperti itu. Dari semua orang yang dikenalnya (dan papaku tipe orang yang punya amat banyak teman), hanya ada dua orang yang merajut : Aku dan salah satu istri temannya (yang tentunya sebaya dengan mamaku).
Tujuh tahun yang lalu aku menulis cerita The Girl who Knits and Knits and Knits. Buku itu kudedikasikan untuk papaku (yang sampai sekarang masih tidak pernah mengerti mengapa aku harus merajut padahal ada begitu banyak hal lain yang bisa dikerjakan :)) Ceritanya mungkin terlalu ekstrem, tentang seorang gadis yang menyelamatkan sebuah kerajaan dengan hasil rajutannya. Aku mungkin tidak akan pernah menyelamatkan sebuah kerajaan dengan hasil rajutanku. Tapi untukku, melihat anakku memakai hasil rajutanku saja sudah cukup.
Dua tahun lalu, rights atas cerita The Girl who Knits and Knits and Knits kembali kepadaku. Kebetulan pada saat itu aku baru saja selesai menulis cerita tentang seekor Serigala yang hanya bisa berkotek dan tidak bisa melolong. Langsung saja cerita Serigala ini kuberi judul : The Wolf who Clucks and Clucks and Clucks. Juga secara kebetulan ada ceritaku tentang seorang Putri yang suka menanam yang kutulis beberapa waktu yang lalu yang judul awalnya adalah Putri Tanah, yang belum sempat kukirimkan ke penerbit. Dengan sendirinya, judulnya bisa diubah menjadi : The Princess who Plants and Plants and Plants. Setelah itu, aku tidak punya pilihan lain selain menulis tujuh cerita lain yang dapat mengambil judul dengan format yang sama, maka lahirlah : The Boy who Burps and Burps and Burps, The Butterfly who Crawls and Crawls and Crawls, The Pirate who Sails and Sails and Sails, The Fairy who Eats and Eats and Eats, The Wind that Blows and Blows and Blows, The King who Yells and Yells and Yells dan The Mermaid who Hops and Hops and Hops.
Yah, para pembaca yang tercinta, sekarang aku bertanya… dengan sepuluh cerita itu di dalamnya, apakah aku punya pilihan lain untuk judul bukunya? Bukankah judul itu seperti memang sudah diatur dari sananya? Sudah disediakan bahkan sebelum buku ini selesai ditulis? Judulnya ya tentu saja adalah Stories to Read and Read and Read. Lalu ditambahkan kata Amazing di depan (titipan dari teman-teman di marketing :)).
Dan apa yang aku lakukan sekarang setelah buku ini terbit? Aside from knit and knit and knit, tentu saja aku write and write and write. After all, what else can a writer do? :) Dan lagi, masih ada begitu banyak cerita di luar sana yang belum dituliskan, cerita yang sudah dimulai pada awal mula waktu, yang sedang menunggu untuk kita temukan.
Happy reading :)
Arleen
Ps : Cari bukunya di Gramed yaa! :)
Published on August 05, 2014 21:39
No comments have been added yet.


