Kopa Iota’s Reviews > The Age of Magical Overthinking: Notes on Modern Irrationality > Status Update
Kopa Iota
is 9% done
Baru bab pertama, pikiranku udah tergelitik banyak. (Berlanjut di kolom komentar...)
— Jul 21, 2024 03:05AM
Like flag
Kopa Iota’s Previous Updates
Kopa Iota
is 29% done
Bab 3 tentang toxic relationship. Okelah meski terlalu banyak anekdot pribadi dan klise. Karakter partner toxic dihubung-hubungkan dengan cult leader, mungkin biar senuansa dengan buku penulis sebelumnya kali ya. Tbh bab 3 aku agak kehilangan minat, dan di bab 4 semakin kuat keinginan untuk skip. Soalnya aku nggak paham poin utamanya mau dibawa ke mana. Insecurity karena sosmed? Atau mau kritik beauty industry?
— Jul 24, 2024 10:30AM
Kopa Iota
is 17% done
"Nature just does what it does, and sometimes it's ruinous, but it doesn't mean for it to be. It doesn't "mean" anything at all. Meaning is *our* job."
Untuk bab 2 aku banyak sependapat. Self-healing, manifest practice, dan teman-temannya hanyalah conspiracy "theories". Lebih baik dari bab sebelumnya, di bab ini penulis menyinggung "kenapa" orang bisa percaya sama mental-health influencer.
— Jul 22, 2024 11:42PM
Untuk bab 2 aku banyak sependapat. Self-healing, manifest practice, dan teman-temannya hanyalah conspiracy "theories". Lebih baik dari bab sebelumnya, di bab ini penulis menyinggung "kenapa" orang bisa percaya sama mental-health influencer.
Comments Showing 1-1 of 1 (1 new)
date
newest »
newest »
message 1:
by
Kopa Iota
(new)
-
rated it 2 stars
Jul 21, 2024 03:14AM
Isu bab ini menarik. Budaya "worship" fans ke idola mereka sekarang ini memang memprihatinkan. Kita lebih percaya informasi dari public figure ketimbang akademisi, lebih mengikuti pendapat seblebriti ketimbang pemerintah. Menganggap penyanyi pop sebagai "mother" lebih dari ibu sendiri. Kita merasa kenal betul dengan mereka hanya bermodal interaksi sosial media. Misuh-misuh si penulis ini cukup valid. Tapi, sayang banget kurang dibahas akarnya. Okelah otak kita udah bergeser kewarasannya karena mendewakan seleb. Tapi, ini juga karena situasi. Sulit menemukan komunikasi yang engaging dan bermakna di dunia nyata. Ngobrol sama tetangga ujung-ujungnya gosipin rumah tangga orang. Berkunjung ke rumah keluarga lebih sering ditanya kapan ini kapan itu. Akses pendidikan juga modalnya besar. Politikus mana yang bisa dipercaya zaman sekarang? Siapa yang mau milih caleg yang tiba-tiba nongol di depan rumah minta fotokopi KTP dan KK sementara mukanya sendiri nggak pernah kita lihat? Visi misinya pun mirip cita-cita anak SD. Dunia nyata yang tangible sendiri udah kacau. Nggak salah kan pikiran kita jadi bias dan lebih memihak pada selebriti/public figure yang berlomba-lomba memberikan apa pun yang penggemar inginkan hanya dengan imbalan like, follow, beli merch, atau sumbangan seiklasnya? Dan soal menganggap pop star sebagai "mother" melebihi ibu kandung sendiri menurutku yah ... bisa jadi karena pop star itu provides something that her fans need emotionally without asking them back 😏.
reply
|
flag

