Silvia Iskandar's Blog
September 6, 2016
The X Factors of Writing A Book
Belakangan saya aktif di Wattpad, dan saya yang tadinya agak2 merasa di atas angin, karena udah punya beberapa buku yang diterbitkan, lama-lama jadi feel humble. Banyak banget penulis2 yang berbakat di sana, dan mereka muda-muda banget!! Sayang karyanya yang bagus2 udah seru diikutin kok pendek, abis deh...atau yang diikutin terus gak di-update2 lagi..entah kenapa, mudah2an bukan karena orangnya sakit atau gak bisa bayar listrik ya..
Dan saya berpikir, apa sih X Factors of writing a book? Di antara berjuta2 orang yang pengen jadi penulis, melihat namanya berjejer di toko buku, hanya segelintir yang benar-benar berhasil.
Saya rasa ini masalah 1) stamina dan 2) komitmen.
Saya sendiri, sejak mulai memutuskan pengen jadi penulis, sampai buku benar-benar diterbitkan itu butuh 17 tahun. Begitu juga saya perhatikan teman-teman penulis, mereka mengalami jatuh bangun dalam usahanya, banyak yang mengalami penolakan, setelah menunggu jawaban penerbit. Buku pertama saya, ditolak di 3 penerbit, dan baru diterima penerbit ke-4 dengan syarat dirombak total. Naskah saya yang saya publish di Wattpad itu saya tulis hampir 10 tahun yang lalu dan karena topiknya yang terlalu berani, gak berhasil tembus penerbit. Karena kebutuhan saya dibaca lebih besar dari kebutuhan saya dibayar royalti, akhirnya saya putuskan untuk diterbitkan gratis di Wattpad.
Balik ke x factor, or x factors, tepatnya.
1) Stamina
Gak gampang lho mengisi 120-an halaman A4 (ini biasa syarat submit naskah ke penerbit). Cerpen, cerbung, puisi bisa selesai dalam beberapa jam atau beberapa minggu mungkin. Tapi 120 halaman A4 penuh, itu butuh berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Kalaupun penulis bikin kumpulan cerpen atau kumpulan puisi, untuk karya itu jadi buku, ya tetap harus jadi 100-an halaman. Karena kalau cuma 3 halaman itu mah brosur!
2) Komitmen
Gampang banget deh punya ide mau nulis yang ini atau yang itu. Ide si A suka sama si B, tapi karena masalah agama, suku, ex, ortu dll, gak jadi terpisah bertahun2 akhirnya ketemu pas udah masing2 merit dan tergoda utk selingkuh. Nah..ide itu cuma satu kalimat jadi. Gak mungkin bisa dijual di toko buku. Pas mengerjakannya, kadang di tengah jalan jadi bimbang, ini cerita org bisa suka gak ya..plot-nya kok klise, tokohnya kok kurang asik...ah...sekolah/kantor banyak kerjaan lagi..ada deadline...pacar/pasangan minta diajak jalan2 ada tiket murah..terus jalan2 deh tuh, keliling Eropa 2 minggu, abis itu pulang kerjaan dan cucian numpuk, terus sakit pula kecapean. Hadeh! Terus...inget lagi gak balik ke naskah yang terpotong? Yang berhasil jadi penulis yang namanya bertengger di rak-rak toko buku ya orang-orang yang balik lagi. Biar 2 bulan, 1 tahun, 3 tahun, 10 tahun even. Ide itu seperti jatuh cinta, panas membara, anget, lama-lama dingin. Tapi buku itu bukan begitu, kawan. Buku itu seperti istri/suami anda. Yang biarpun nyebelin, biarpun marahan, biarpun mungkin udah gak se-menggebu-gebu dulu, atau ada orang ketiga yang lebih menggoda, tetep kita balik ke komitmen awal.
So, are you ready? Do you have the X factors?
Semangat!!
PS: Kalau sampai ide anda yang gak jadi-jadi terus jadi buku gara2 lihat tulisan ini, jangan lupa sebut nama saya di bukunya yakk..wahaha..#maksa
Dan saya berpikir, apa sih X Factors of writing a book? Di antara berjuta2 orang yang pengen jadi penulis, melihat namanya berjejer di toko buku, hanya segelintir yang benar-benar berhasil.
Saya rasa ini masalah 1) stamina dan 2) komitmen.
Saya sendiri, sejak mulai memutuskan pengen jadi penulis, sampai buku benar-benar diterbitkan itu butuh 17 tahun. Begitu juga saya perhatikan teman-teman penulis, mereka mengalami jatuh bangun dalam usahanya, banyak yang mengalami penolakan, setelah menunggu jawaban penerbit. Buku pertama saya, ditolak di 3 penerbit, dan baru diterima penerbit ke-4 dengan syarat dirombak total. Naskah saya yang saya publish di Wattpad itu saya tulis hampir 10 tahun yang lalu dan karena topiknya yang terlalu berani, gak berhasil tembus penerbit. Karena kebutuhan saya dibaca lebih besar dari kebutuhan saya dibayar royalti, akhirnya saya putuskan untuk diterbitkan gratis di Wattpad.
Balik ke x factor, or x factors, tepatnya.
1) Stamina
Gak gampang lho mengisi 120-an halaman A4 (ini biasa syarat submit naskah ke penerbit). Cerpen, cerbung, puisi bisa selesai dalam beberapa jam atau beberapa minggu mungkin. Tapi 120 halaman A4 penuh, itu butuh berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Kalaupun penulis bikin kumpulan cerpen atau kumpulan puisi, untuk karya itu jadi buku, ya tetap harus jadi 100-an halaman. Karena kalau cuma 3 halaman itu mah brosur!
2) Komitmen
Gampang banget deh punya ide mau nulis yang ini atau yang itu. Ide si A suka sama si B, tapi karena masalah agama, suku, ex, ortu dll, gak jadi terpisah bertahun2 akhirnya ketemu pas udah masing2 merit dan tergoda utk selingkuh. Nah..ide itu cuma satu kalimat jadi. Gak mungkin bisa dijual di toko buku. Pas mengerjakannya, kadang di tengah jalan jadi bimbang, ini cerita org bisa suka gak ya..plot-nya kok klise, tokohnya kok kurang asik...ah...sekolah/kantor banyak kerjaan lagi..ada deadline...pacar/pasangan minta diajak jalan2 ada tiket murah..terus jalan2 deh tuh, keliling Eropa 2 minggu, abis itu pulang kerjaan dan cucian numpuk, terus sakit pula kecapean. Hadeh! Terus...inget lagi gak balik ke naskah yang terpotong? Yang berhasil jadi penulis yang namanya bertengger di rak-rak toko buku ya orang-orang yang balik lagi. Biar 2 bulan, 1 tahun, 3 tahun, 10 tahun even. Ide itu seperti jatuh cinta, panas membara, anget, lama-lama dingin. Tapi buku itu bukan begitu, kawan. Buku itu seperti istri/suami anda. Yang biarpun nyebelin, biarpun marahan, biarpun mungkin udah gak se-menggebu-gebu dulu, atau ada orang ketiga yang lebih menggoda, tetep kita balik ke komitmen awal.
So, are you ready? Do you have the X factors?
Semangat!!
PS: Kalau sampai ide anda yang gak jadi-jadi terus jadi buku gara2 lihat tulisan ini, jangan lupa sebut nama saya di bukunya yakk..wahaha..#maksa
Published on September 06, 2016 02:35
July 11, 2016
Krim Anti Keriput
Judul ini saya dedikasikan kepada seorang teman penulis Fina Thorpe-Willett, yang umurnya gak jauh-jauh beda dari saya, dan merasa ancient karena cuma aktif di FB, Wikipedia dan Google.
Hahaha..iyah...saya juga sebenarnya selama ini merasa saya cukup keren aktif di Goodreads and FB. Tapi mendengar adik saya aktif di Instagram, saya mulai me-review self image itu. Ndak, saya gak ada Instagram gak ada Path, gak ada Tumblr, gak ada MySpace, gak punya Twitter, gak ada Tinder (ya udah gak cocok lah yaw, udah emak2 gini) ..
Sadarkah anda saudara2, kalau Facebook itu udah lebih dari 10 tahun? Goodreads hampir 10 tahun? Kalau anda cuma aktif di sosmed yang umurnya rata-rata 10 tahunan gini kayak saya, berarti anda sudah agak uzur..wkakakaka
So, saya memberanikan diri keluar dari comfort zone saya, dan join Wattpad. Wattpad bukan barang baru, udah ada sejak 2011. Alamak..dan saya juga baru tahu baru-baru ini. How ancient of me!!
Dulu2 saya mikir, jam terbang saya sebagai penulis gratisan di website temen, majalah komunitas, blog udah cukup panjang. Udah pantes dong saya minta dibayar, dan saya hanya mau submit ke penerbit yang publish dengan royalti. Setidaknya untuk mengganti ongkos ngafe sambil nulis -- my guilty pleasure
Tapi lama2 saya mikir, gak, jamannya udah gak gitu lagi. Seberapa bagus pun kita nulis, kalau kita gak punya follower, gak punya network, gak punya social media presence, selamanya kita akan 'undiscovered'.
Lagipula, sebagai penulis, lebih baik karya saya dibaca walau gak dapet royalti, daripada gak diterbitin dan gak dapet royalti juga...nah lho..hehehe
Jadi teman-teman, please discover me on Wattpad ya. Ini cerita ttg seorang gadis Indonesian Chinese yang terpaksa terbuang ke berbagai negara gara2 ortunya ketakutan sehabis Mei 98. Inspired by true story.
Naskah ini belum beruntung menemukan publisher. Mungkin karena naskahnya panjang, saya meng-cover 10 tahun kehidupan gadis ini, dan juga genre-nya jadi blurry ya, kalau dari teen, sampai dia jadi young adult, sampai dia jadi dewasa. Gaya tulisnya juga berubah kalau teman2 perhatikan, sesuai pertumbuhan tokoh. Dan ini pertama kalinya saya nulis pakai multiple POV.
Saya telah cukup banyak riset mengenai latar sosial politik dan sejarah, dan semua saya masukkan juga.
Mudah-mudahan teman2 suka.
Wattpad ini, mudah-mudahan meng-upgrade status saya dari penulis ancient jadi penulis current. Ya..Wattpad ini, hitung-hitung krim anti keriput lah! Heheheheh..
Nama saya di Wattpad : Silvia Iskandar
Judul : Di Mana Negeriku
https://www.wattpad.com/story/7794646...
Hahaha..iyah...saya juga sebenarnya selama ini merasa saya cukup keren aktif di Goodreads and FB. Tapi mendengar adik saya aktif di Instagram, saya mulai me-review self image itu. Ndak, saya gak ada Instagram gak ada Path, gak ada Tumblr, gak ada MySpace, gak punya Twitter, gak ada Tinder (ya udah gak cocok lah yaw, udah emak2 gini) ..
Sadarkah anda saudara2, kalau Facebook itu udah lebih dari 10 tahun? Goodreads hampir 10 tahun? Kalau anda cuma aktif di sosmed yang umurnya rata-rata 10 tahunan gini kayak saya, berarti anda sudah agak uzur..wkakakaka
So, saya memberanikan diri keluar dari comfort zone saya, dan join Wattpad. Wattpad bukan barang baru, udah ada sejak 2011. Alamak..dan saya juga baru tahu baru-baru ini. How ancient of me!!
Dulu2 saya mikir, jam terbang saya sebagai penulis gratisan di website temen, majalah komunitas, blog udah cukup panjang. Udah pantes dong saya minta dibayar, dan saya hanya mau submit ke penerbit yang publish dengan royalti. Setidaknya untuk mengganti ongkos ngafe sambil nulis -- my guilty pleasure
Tapi lama2 saya mikir, gak, jamannya udah gak gitu lagi. Seberapa bagus pun kita nulis, kalau kita gak punya follower, gak punya network, gak punya social media presence, selamanya kita akan 'undiscovered'.
Lagipula, sebagai penulis, lebih baik karya saya dibaca walau gak dapet royalti, daripada gak diterbitin dan gak dapet royalti juga...nah lho..hehehe
Jadi teman-teman, please discover me on Wattpad ya. Ini cerita ttg seorang gadis Indonesian Chinese yang terpaksa terbuang ke berbagai negara gara2 ortunya ketakutan sehabis Mei 98. Inspired by true story.
Naskah ini belum beruntung menemukan publisher. Mungkin karena naskahnya panjang, saya meng-cover 10 tahun kehidupan gadis ini, dan juga genre-nya jadi blurry ya, kalau dari teen, sampai dia jadi young adult, sampai dia jadi dewasa. Gaya tulisnya juga berubah kalau teman2 perhatikan, sesuai pertumbuhan tokoh. Dan ini pertama kalinya saya nulis pakai multiple POV.
Saya telah cukup banyak riset mengenai latar sosial politik dan sejarah, dan semua saya masukkan juga.
Mudah-mudahan teman2 suka.
Wattpad ini, mudah-mudahan meng-upgrade status saya dari penulis ancient jadi penulis current. Ya..Wattpad ini, hitung-hitung krim anti keriput lah! Heheheheh..
Nama saya di Wattpad : Silvia Iskandar
Judul : Di Mana Negeriku
https://www.wattpad.com/story/7794646...
Published on July 11, 2016 22:01
April 8, 2015
Penghindaran Pajak Berganda untuk Penulis Indonesia yang Tinggal di Luar Negeri
Saya meninggalkan Indonesia sewaktu NPWP masih hanya milik para pengusaha dan bukan individu yang menerima gaji biasa. Jadi akibatnya, ya..saya gak punya NPWP.
Nah..masalah timbul ketika saya mulai menerima royalty dari buku-buku yang saya terbitkan di Indonesia, dan uang masuk ke rekening saya di Indonesia. Menurut ketentuan dari kantor pajak, saya kena penalty. Yang semestinya pajak royalty hanya 15%, karena tidak punya NPWP, saya dikenakan 30%. 30% saudara-saudara! Kalau buku itu harganya 30 ribu, royalty nya 10%, 3 ribu rupiah, dipotong pajak 30%, jadi saya cuma dapat 2 ribu perak per buku terjual. Halah…cuma buat es teh segelas..
Sampai suatu ketika seorang teman memberi tahu saya, kalau ada tax treaty antara Indonesia dan beberapa negara luar negeri yang memungkinkan penalty ini tidak diberlakukan. Dia diberitahu editornya kalau Danielle Steele aja memakai cara ini. Karena yah…Danielle dan saya bayar pajak kok di negara kami tinggal.
Tanya sana-sini, ke penerbit2 saya, dan juga notaris yang sering dipakai keluarga di Indonesia, ternyata caranya tidak susah. WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan menurut UU PPh (Pajak Penghasilan), dapat mengisi form DGT 1 yg terlampir pada PER-61-PJ-2009 mengenai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) .http://www.ortax.org/files/lampiran/0... (Sebenarnya di kantor pajak Indo juga ada link-nya…tapi server-nya payahh… gak bisa connect)
Form ini kita kirim ke kantor pajak tempat kita berdomisili di luar negeri untuk mendapat tanda tangan dan/atau cap. Kemudian sesudah form ini dikirim kembali ke kita, kita bisa mengirim form ini ke penerbit di Indonesia. Bila anda menerbitkan buku di dua penerbit, itu berarti harus mengisi dua form, satu untuk masing-masing penerbit. Form ini berlaku selama setahun. Dengan form ini, tanpa NPWP di Indonesia pun, kita dikenakan pajak 15% saja.
Bisa juga sih kalau anda mau membuat NPWP Indonesia, tapi tahu sendiri kan, tiap tahun harus lapor keuangan. Sementara di negara domisili saya sendiri saja sudah tiap tahun lapor pajak. Itu kan namanya nambah2in kerjaan , tiap tahun isi formulir lapor pajak 2 negara…weleh…makasih…mending kalau di Indonesia ada pemasukan lain spt property atau saham, lah…saya cuma royalty yang gak banyak jumlahnya kok.
Saya menyelidiki tentang hal ini percis ketika ribut2 AHok dengan DPRD mengenai anggaran UPS siluman yang bermilyar-milyar. Haisss…geram banget baca berita itu, sehingga walau mengurus pengurangan pajak ini agak repot, dan harus setiap tahun, walau untuk royalty yang jumlahnya tidak seberapa (yah..bagaimana ya…royalty dalam rupiah, di sini pengeluaran dolar), saya berikrar, nggak banget deh royalty saya ini ikut menyumbang biaya siluman itu dan berakhir jadi mobil mewah atau tas bermerek orang-orang yang mencuri duit rakyat. Gak banget! Makanya biar repot saya urus juga.
Sebelum anda berepot-repot mengisi form, ada baiknya mengecek tax treaty di situs pajak negara tempat anda berdomisili untuk memastikan bahwa negara anda memang ada perjanjian dg Indonesia.
Nah..masalah timbul ketika saya mulai menerima royalty dari buku-buku yang saya terbitkan di Indonesia, dan uang masuk ke rekening saya di Indonesia. Menurut ketentuan dari kantor pajak, saya kena penalty. Yang semestinya pajak royalty hanya 15%, karena tidak punya NPWP, saya dikenakan 30%. 30% saudara-saudara! Kalau buku itu harganya 30 ribu, royalty nya 10%, 3 ribu rupiah, dipotong pajak 30%, jadi saya cuma dapat 2 ribu perak per buku terjual. Halah…cuma buat es teh segelas..
Sampai suatu ketika seorang teman memberi tahu saya, kalau ada tax treaty antara Indonesia dan beberapa negara luar negeri yang memungkinkan penalty ini tidak diberlakukan. Dia diberitahu editornya kalau Danielle Steele aja memakai cara ini. Karena yah…Danielle dan saya bayar pajak kok di negara kami tinggal.
Tanya sana-sini, ke penerbit2 saya, dan juga notaris yang sering dipakai keluarga di Indonesia, ternyata caranya tidak susah. WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan menurut UU PPh (Pajak Penghasilan), dapat mengisi form DGT 1 yg terlampir pada PER-61-PJ-2009 mengenai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) .http://www.ortax.org/files/lampiran/0... (Sebenarnya di kantor pajak Indo juga ada link-nya…tapi server-nya payahh… gak bisa connect)
Form ini kita kirim ke kantor pajak tempat kita berdomisili di luar negeri untuk mendapat tanda tangan dan/atau cap. Kemudian sesudah form ini dikirim kembali ke kita, kita bisa mengirim form ini ke penerbit di Indonesia. Bila anda menerbitkan buku di dua penerbit, itu berarti harus mengisi dua form, satu untuk masing-masing penerbit. Form ini berlaku selama setahun. Dengan form ini, tanpa NPWP di Indonesia pun, kita dikenakan pajak 15% saja.
Bisa juga sih kalau anda mau membuat NPWP Indonesia, tapi tahu sendiri kan, tiap tahun harus lapor keuangan. Sementara di negara domisili saya sendiri saja sudah tiap tahun lapor pajak. Itu kan namanya nambah2in kerjaan , tiap tahun isi formulir lapor pajak 2 negara…weleh…makasih…mending kalau di Indonesia ada pemasukan lain spt property atau saham, lah…saya cuma royalty yang gak banyak jumlahnya kok.
Saya menyelidiki tentang hal ini percis ketika ribut2 AHok dengan DPRD mengenai anggaran UPS siluman yang bermilyar-milyar. Haisss…geram banget baca berita itu, sehingga walau mengurus pengurangan pajak ini agak repot, dan harus setiap tahun, walau untuk royalty yang jumlahnya tidak seberapa (yah..bagaimana ya…royalty dalam rupiah, di sini pengeluaran dolar), saya berikrar, nggak banget deh royalty saya ini ikut menyumbang biaya siluman itu dan berakhir jadi mobil mewah atau tas bermerek orang-orang yang mencuri duit rakyat. Gak banget! Makanya biar repot saya urus juga.
Sebelum anda berepot-repot mengisi form, ada baiknya mengecek tax treaty di situs pajak negara tempat anda berdomisili untuk memastikan bahwa negara anda memang ada perjanjian dg Indonesia.
Published on April 08, 2015 18:47
November 27, 2014
Fakta dalam Fiksi
Waktu saya duduk di SMA kelas 1, tiga tahun setelah saya memutuskan bahwa cita-cita saya adalah menjadi penulis, guru bahasa Indonesia memberikan tugas menulis cerpen dengan tema bebas.
Wah! Ini kesempatan emas! Jarang sekali ada tugas seperti ini!
Entah bagaimana sistem pendidikan sekarang, saya sudah lama tidak sekolah…hehehe..(dilarang nebak umur!!). Setelah bermukim di negara Barat dan punya anak, mata saya jadi terbuka. Kurikulum luar itu sangat menghargai creative thinking. Setiap minggu anak saya diberi PR presentasi. Dia harus menyiapkan ‘news’ (bahan cerita) yang harus dia ceritakan di depan kelas. Apa saja temanya, boleh tentang ‘my weekend’ atau ‘my favourite thing’. Ini dari sejak TK lho ya, umur 5 tahun. Plus, di sekolah tiap minggu dia harus menulis diary tentang apa saja yang dia mau, ditambah gambar2. Jadi seperti karangan singkat.
Anyway, balik ke cerita saya.
Sebagai seorang bakal penulis, saya menanggapi tantangan yang jarang ada itu dengan sangat serius. Tema yang saya pilih adalah tema horor. Ini kejadian nyata. Waktu adik saya masih kecil, dia melihat bayang2 Engkong di sebuah kamar yang gelap. Padahal Engkong sedang dirawat di rumah sakit, dan tiga hari berikutnya, dia meninggal. Fenomena yang sering kita dengar yah..entah apa itu, mungkin arwahnya sudah jalan-jalan sewaktu dia koma.
Cerita inilah yang saya angkat dalam cerpen saya dan saya pamer2kan ke teman-teman yg duduk di sebelah2 saya. Saya bangga karena berani mengambil tema yang unik, apalagi based on true story.
Seminggu kemudian guru selesai membaca dan menilai. Tidak disangka, dia dari ‘singgasana’ nya di depan kelas mengkritik tulisan saya.
“Di cerita ini disebutkan bahwa adik penulis yang berusia tiga tahun menangis keras-keras, dan penulis baru tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah mereka besar dan membahas kejadian di masa lalu itu. Anak umur tiga tahun sudah lancar berbicara. Seharusnya itu bisa dikomunikasikan saat kejadian. Kisah ini tidak masuk akal.”
JEDERRR…saya merasa ditampar di muka..walaupun guru itu tidak menyebut nama saya, tapi teman2 yang sudah saya pamer2in itu tentu saja tahu. Sejak saat itu saya jadi berhati-hati sekali dalam menulis. Sefiktif apapun cerita saya, ada fakta2 yang harus diperhatikan. Dan ini sedikit banyak menghantui saya, sehingga mungkin, saya tidak akan pernah bisa menulis cerita super fiktif macam Harry Potter atau genre sci fi.
Sewaktu menulis Only Hope kemarin, karena format-nya dibuat per hari, saya sampai men-download runutan peristiwa tsunami dan ledakan PLTN Jepang per hari, dan bahkan saya cari tahu persisnya jam berapa gempa terjadi, serta gempa-gempa susulannya. Supaya saya tidak menyisakan ruang bagi orang yang mengalami sendiri/tahu betul dan kemudian bilang, “Ngaco tuuh!!!”
Wah! Ini kesempatan emas! Jarang sekali ada tugas seperti ini!
Entah bagaimana sistem pendidikan sekarang, saya sudah lama tidak sekolah…hehehe..(dilarang nebak umur!!). Setelah bermukim di negara Barat dan punya anak, mata saya jadi terbuka. Kurikulum luar itu sangat menghargai creative thinking. Setiap minggu anak saya diberi PR presentasi. Dia harus menyiapkan ‘news’ (bahan cerita) yang harus dia ceritakan di depan kelas. Apa saja temanya, boleh tentang ‘my weekend’ atau ‘my favourite thing’. Ini dari sejak TK lho ya, umur 5 tahun. Plus, di sekolah tiap minggu dia harus menulis diary tentang apa saja yang dia mau, ditambah gambar2. Jadi seperti karangan singkat.
Anyway, balik ke cerita saya.
Sebagai seorang bakal penulis, saya menanggapi tantangan yang jarang ada itu dengan sangat serius. Tema yang saya pilih adalah tema horor. Ini kejadian nyata. Waktu adik saya masih kecil, dia melihat bayang2 Engkong di sebuah kamar yang gelap. Padahal Engkong sedang dirawat di rumah sakit, dan tiga hari berikutnya, dia meninggal. Fenomena yang sering kita dengar yah..entah apa itu, mungkin arwahnya sudah jalan-jalan sewaktu dia koma.
Cerita inilah yang saya angkat dalam cerpen saya dan saya pamer2kan ke teman-teman yg duduk di sebelah2 saya. Saya bangga karena berani mengambil tema yang unik, apalagi based on true story.
Seminggu kemudian guru selesai membaca dan menilai. Tidak disangka, dia dari ‘singgasana’ nya di depan kelas mengkritik tulisan saya.
“Di cerita ini disebutkan bahwa adik penulis yang berusia tiga tahun menangis keras-keras, dan penulis baru tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah mereka besar dan membahas kejadian di masa lalu itu. Anak umur tiga tahun sudah lancar berbicara. Seharusnya itu bisa dikomunikasikan saat kejadian. Kisah ini tidak masuk akal.”
JEDERRR…saya merasa ditampar di muka..walaupun guru itu tidak menyebut nama saya, tapi teman2 yang sudah saya pamer2in itu tentu saja tahu. Sejak saat itu saya jadi berhati-hati sekali dalam menulis. Sefiktif apapun cerita saya, ada fakta2 yang harus diperhatikan. Dan ini sedikit banyak menghantui saya, sehingga mungkin, saya tidak akan pernah bisa menulis cerita super fiktif macam Harry Potter atau genre sci fi.
Sewaktu menulis Only Hope kemarin, karena format-nya dibuat per hari, saya sampai men-download runutan peristiwa tsunami dan ledakan PLTN Jepang per hari, dan bahkan saya cari tahu persisnya jam berapa gempa terjadi, serta gempa-gempa susulannya. Supaya saya tidak menyisakan ruang bagi orang yang mengalami sendiri/tahu betul dan kemudian bilang, “Ngaco tuuh!!!”
Published on November 27, 2014 03:11
September 30, 2014
Berapa lamakah waktu yang diperlukan untuk menerbitkan sebuah buku?
Jawabannya: bervariasi
Bottleneck nya adalah proses menulis dan editing, serta tergantung berapa banyak penerbit yang kamu kirimi naskah tersebut, plus masa tunggu jawaban.
Contoh Only Hope:
-Ditulis dalam waktu 4 bulan (kira-kira..rada2 lupa)
-Dikirim bulan Agustus 2012 ke Gagas Media
-Mendapat kabar bahwa naskah akan diterbitkan April 2013
-Editor membaca naskah, saya menunggu saja April-Agustus 2013
-Proses editing ping pong antara saya dan editor Agustus-September 2013
-Jan-Feb 2014 diskusi tentang judul dan cover
-Mengantri mesin cetak
-April 2014 terbit
Jadi, dari sejak naskah dikirim lewat kantor pos sampai terbit, hampir 2 tahun.
Namun tentu saja, ada faktor2 seperti:
-Saya masih bukan pengarang terkenal, kalau pengarang terkenal, saya rasa diprioritaskan dan nyalib buku2 lainnya
-Ini kebetulan langsung diterima oleh penerbit pertama yang saya kirim. Naskah saya yg lain, Omiyage, diterima oleh penerbit ke-empat yang saya kirim, setelah ditolak 3 penerbit lainnya. Setiap kali mengirim, saya menunggu jawaban minimal 3-4 bulan. Sehingga Omiyage lebih banyak makan waktu untuk diterbitkan.
-Proyek2 Penerbit yang harus didahulukan. Kalau penerbit ada proyek lomba menulis novel atau proyek lain, tentunya mesin cetak jadi diprioritaskan untuk proyek tersebut dan naskah kita jadi ngantri di belakang
-Kesiapan naskah, kalau editor merasa perlu perubahan yang cukup besar, seperti dihilangkannya seorang tokoh atau pengubahan plot, tentunya ini juga makan waktu
-Terakhir, adalah kesibukan penulis sendiri. Seringkali penulis adalah pelajar, ibu rumah tangga, karyawan, sehingga tidak bisa meng-edit naskah secepat yang diinginkan. Atau ada pula yang menulis naskah pertamanya saja sampai bertahun-tahun.
Jadi apa yang dilakukan selama menunggu naskah kita terbit?
Ya …nulis lagi yang baru…hehehe
Bottleneck nya adalah proses menulis dan editing, serta tergantung berapa banyak penerbit yang kamu kirimi naskah tersebut, plus masa tunggu jawaban.
Contoh Only Hope:
-Ditulis dalam waktu 4 bulan (kira-kira..rada2 lupa)
-Dikirim bulan Agustus 2012 ke Gagas Media
-Mendapat kabar bahwa naskah akan diterbitkan April 2013
-Editor membaca naskah, saya menunggu saja April-Agustus 2013
-Proses editing ping pong antara saya dan editor Agustus-September 2013
-Jan-Feb 2014 diskusi tentang judul dan cover
-Mengantri mesin cetak
-April 2014 terbit
Jadi, dari sejak naskah dikirim lewat kantor pos sampai terbit, hampir 2 tahun.
Namun tentu saja, ada faktor2 seperti:
-Saya masih bukan pengarang terkenal, kalau pengarang terkenal, saya rasa diprioritaskan dan nyalib buku2 lainnya
-Ini kebetulan langsung diterima oleh penerbit pertama yang saya kirim. Naskah saya yg lain, Omiyage, diterima oleh penerbit ke-empat yang saya kirim, setelah ditolak 3 penerbit lainnya. Setiap kali mengirim, saya menunggu jawaban minimal 3-4 bulan. Sehingga Omiyage lebih banyak makan waktu untuk diterbitkan.
-Proyek2 Penerbit yang harus didahulukan. Kalau penerbit ada proyek lomba menulis novel atau proyek lain, tentunya mesin cetak jadi diprioritaskan untuk proyek tersebut dan naskah kita jadi ngantri di belakang
-Kesiapan naskah, kalau editor merasa perlu perubahan yang cukup besar, seperti dihilangkannya seorang tokoh atau pengubahan plot, tentunya ini juga makan waktu
-Terakhir, adalah kesibukan penulis sendiri. Seringkali penulis adalah pelajar, ibu rumah tangga, karyawan, sehingga tidak bisa meng-edit naskah secepat yang diinginkan. Atau ada pula yang menulis naskah pertamanya saja sampai bertahun-tahun.
Jadi apa yang dilakukan selama menunggu naskah kita terbit?
Ya …nulis lagi yang baru…hehehe
Published on September 30, 2014 01:36
June 22, 2014
Wawancara Gagas Media
Silvia Iskandar sudah tertarik menulis sejak duduk di bangku SMP. Ia gemar membaca mulai dari serial Trio Detektif, Lima Sekawan, sampai Agatha Christie. Saat berusia 13 tahun, ia diajak ke makam nenek buyutnya untuk mengurus pemindahan makam karena akan digusur. Seketika ia berpikir, “Rasanya kok hidup sia-sia sekali, tidak ada yang bisa disumbangkan untuk dunia. Jadi bagaimana supaya saya bisa dikenal orang lebih lama? Saya bukan orang cantik, pintar atau kaya raya. Apa yang bisa saya tinggalkan di dunia ini, sesuatu yang bisa hidup lebih lama dari saya?
http://gagasmedia.net/atikel-buku/36-...
http://gagasmedia.net/atikel-buku/36-...
Published on June 22, 2014 03:07
May 11, 2014
Japan Asia Youth (under 40) Exchange Program
Tertarik?
Asia is undergoing a period of dramatic progress. Promoting science and technology is a key engine to realize a bright future of Asia and it is vitally important to enhance the exchange of Japanese and Asian youths who will play a crucial role in the field of science and technology.
Based on this concept, “Japan-Asia Youth Exchange Program in Science” (SAKURA Exchange Program in Science) is the program for enhancing exchanges between Asia and Japan of the youths who will play a crucial role in the future field of science and technology through the close collaboration of industry-academia-government by facilitating short-term visits of competent Asian youths to Japan. This program aims at raising the interest of Asian youths toward the leading Japanese science and technologies at Japanese universities, research institutions and private companies.
http://ssp.jst.go.jp/EN/index.html
Asia is undergoing a period of dramatic progress. Promoting science and technology is a key engine to realize a bright future of Asia and it is vitally important to enhance the exchange of Japanese and Asian youths who will play a crucial role in the field of science and technology.
Based on this concept, “Japan-Asia Youth Exchange Program in Science” (SAKURA Exchange Program in Science) is the program for enhancing exchanges between Asia and Japan of the youths who will play a crucial role in the future field of science and technology through the close collaboration of industry-academia-government by facilitating short-term visits of competent Asian youths to Japan. This program aims at raising the interest of Asian youths toward the leading Japanese science and technologies at Japanese universities, research institutions and private companies.
http://ssp.jst.go.jp/EN/index.html
Published on May 11, 2014 05:42
August 3, 2013
A Writer's Privilege
Hak khusus penulis yang gak bisa diprotes orang lain : Meng-klaim baca novel sambil tiduran di kasur atau nonton drama berseri sampai begadang sebagai....riset!!!
Published on August 03, 2013 16:37
June 30, 2013
Keep writing!
Baru2 ini saya menerima royalti dari buku pertama saya. Buku pertama yang terbit tahun 2009, udah lama banget, udah dilupakan orang, udah gak ada di Jakarta dan kota-kota besar, paling online atau nyisa di sudut2 toko buku kecil.
Nah, yang mengherankan, kok, royaltinya yang sempat nyaris 0 rupiah, bisa naik lagi, seperti saat baru terbit?
Setelah dipikir-pikir, hmm..ini karena di buku kedua saya ada tulis di profil bahwa saya pernah menulis buku yg pertama. Jadi perkiraan saya, mungkin pembaca buku kedua yang suka sama isinya, penasaran dan membeli juga buku pertama?
Mungkin....
Tapi yang saya yakin benar ialah, semakin banyak kita menelurkan karya, semakin banyak orang yang kita jangkau, dan dari orang-orang yang kita jangkau itu kita menjangkau orang lain yang kita gak tahu.
Siapa tahu pembaca yang membeli karya kita itu naruh bukunya sembarangan ketinggalan di sekolah, diambil sama temannya. Atau dia bosan, dia kasih aja ke sepupunya, atau dipinjem sama pacarnya yang justru jadi ngefans dan membeli buku2 kita selanjutnya.
Buku pertama menjangkau 500 orang, buku kedua menjangkau 500 orang lain, buku ketiga 500 orang lain lagi, kalau semua adalah pembaca baru (yang cuma membeli satu buku dan tidak lainnya), itu berarti udah 1500 orang yg tahu kita sebagai penulis, dengan minimal tambahan 1500 org lain yg tahu kalau org2 ini beli buku kita (adiknya, kakaknya, temennya, ibunya, bapaknya, pacarnya, dll)
The more you write, the more exposure you get.
That's it.
Super simple logic.
Nah, yang mengherankan, kok, royaltinya yang sempat nyaris 0 rupiah, bisa naik lagi, seperti saat baru terbit?
Setelah dipikir-pikir, hmm..ini karena di buku kedua saya ada tulis di profil bahwa saya pernah menulis buku yg pertama. Jadi perkiraan saya, mungkin pembaca buku kedua yang suka sama isinya, penasaran dan membeli juga buku pertama?
Mungkin....
Tapi yang saya yakin benar ialah, semakin banyak kita menelurkan karya, semakin banyak orang yang kita jangkau, dan dari orang-orang yang kita jangkau itu kita menjangkau orang lain yang kita gak tahu.
Siapa tahu pembaca yang membeli karya kita itu naruh bukunya sembarangan ketinggalan di sekolah, diambil sama temannya. Atau dia bosan, dia kasih aja ke sepupunya, atau dipinjem sama pacarnya yang justru jadi ngefans dan membeli buku2 kita selanjutnya.
Buku pertama menjangkau 500 orang, buku kedua menjangkau 500 orang lain, buku ketiga 500 orang lain lagi, kalau semua adalah pembaca baru (yang cuma membeli satu buku dan tidak lainnya), itu berarti udah 1500 orang yg tahu kita sebagai penulis, dengan minimal tambahan 1500 org lain yg tahu kalau org2 ini beli buku kita (adiknya, kakaknya, temennya, ibunya, bapaknya, pacarnya, dll)
The more you write, the more exposure you get.
That's it.
Super simple logic.
Published on June 30, 2013 04:51
October 3, 2012
Book Depository. Beli buku online murah dari Inggris ongkir gratis!!!
Teman2 di INdo, kalau mau beli buku bermutu murah ongkir gratis, silahkan di sini..Bbrp thn yg lalu Indo gak masuk free shipping lho!
Saya sudah berkali-kali beli buku di sini.
http://www.bookdepository.co.uk/help/...
Saya sudah berkali-kali beli buku di sini.
http://www.bookdepository.co.uk/help/...
Published on October 03, 2012 05:18


