Sebelum Botol Keempat

[image error]“MULUT bisa berdusta, mata tidak. Dan mata orang yang sedang bercinta adalah mata yang paling tidak bisa berdusta.” Berkatalah Peminum Satu kepada Peminum Dua, di sebuah kafe berpenerangan minim, di pinggiran kota.


Keduanya berencana mabuk malam itu, tapi tidak terlalu berat. Empat botol wiski telah dibeli. Mereka baru membuka botol kedua.


“Bagaimana dengan pemain bokep?” sahut Peminum Dua. “Ekspresi mereka meyakinkan.”


Peminum Satu meneguk segelas kecil wiskinya, mengeluarkan desisan kuat, dan menyodorkan botol kepada Peminum Dua. “Orang biasa mungkin akan tertipu. Seorang terlatih sepertiku tidak. Aku bisa menangkap raut jenuh di antara para pemain film biru. Bergairah iya. Bahagia belum tentu.”


Jika tak sedang mabuk, Peminum Satu adalah seorang penyuluh KB berpengalaman. Ia mengajari orang dewasa cara menggunakan kontrasepsi dan mengajak para remaja menghindari pernikahan dini. Yang tidak diketahui teman minum, yang juga teman dari masa kecilnya itu, adalah ia juga penulis. Di waktu senggangnya, Peminum Satu menulis novel cinta picisan, menggunakan nama pena yang sangat rahasia. Belakangan ini sebetulnya ia sedang ingin melompati genre; menulis puisi atau novel kriminal atau novel politik. Namun, ia belum memutuskannya.


“Sedikit kerutan di ujung mata dan pelipis adalah tanda antusiasme. Kalau aku tak menemukan kerutan-kerutan tersebut di wajah audiensku, aku bisa menyimpulkan mereka mengantuk atau bosan. Aku akan mengalihkan topik, menceritakan anekdot, atau membuat permainan kecil. Ice breaker, istilahnya.”


Peminum Satu menawarkan rokok kepada Peminum Dua yang kemudian menolak dengan memberi isyarat ia membawa rokok sendiri.


“Bercinta,” ujar Peminum Satu, selepasmenyulut rokok, ”pada prinsipnya sama dengan penyuluhan. Kadang itu jadi ceramah monologis, kadang dialog partisipatif. Aku pun bisa menangkap mood istriku dari matanya saat kami sedang gituan. Mata yang terpejam dan bergeming tanda bosan. Lenguhan palsu tidak bisa menutupi itu.”


Peminum Dua meletakkan botolnya setelah menuang wiski. Pantat botol dan meja kayu beradu menciptakan bunyi berdebuk yang cukup keras.


“Tapi untuk istriku, tidak ada ice breaker” kata Peminum Satu.


“Kenapa?” tanya Peminum Dua.


Peminum Satu menatap Peminum Dua lekat-lekat. “Aku ingin sekali menjelaskan. Tapi aku ragu bujangan penolak hubungan monogamis seperti kau bisa memahami ini.”


“Coba saja.”


Peminum Satu mengedikkan bahu, berkata: “Kebosanan, kejenuhan, apa pun namanya adalah pertanda baik; bahwap pernikahan kami yang telah berumur enam tahun ini tengah berada pada jalur dan fase yang benar. Ia bosan, tapi tak lagi banyak menuntut seperti dulu. Ia sudah tahu di mana batas kemampuanku dan memaklumi itu.”



Lanjutan cerita ini dapat Anda simak dalam buku kumpulan cerpen saya yang terbaru, Pembangkangan di Meja No. 8. Selain ini ada 21 cerita lain dalam buku tersebut. Kebanyakan bercerita tentang masalah sehari-sehari para lelaki biasa. Diterbitkan DivaPress dan disunting oleh penulis enerjik idola kita semua, Yetti KA.


Harga Rp. 60.000 (di luar ongkos kirim). Bisa Anda dapatkan dengan memesannya ke penerbit DivaPress melalui Anita: 0818-0437-4879 (Wa/SMS) dan Anda akan mendapatkan diskon 20%.


Anda juga bisa memesan buku tersebut kepada saya, silakan Wa/sms ke 081341523837. Harga normal, tapi akan saya tanda tangani jika Anda menginginkannya.


Buku ini juga akan hadir toko-toko buku kesayangan Anda bulan depan.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 25, 2018 18:13
No comments have been added yet.