Sebagaimana angin seawal petang menyinggah di muka saat membaca buku-buku cerita sambil berbaring di antara longgokan-longgokan lalang kering, memori masa kecilku begitu melaju sirna.
Aku kutip dari nyanyian di dahan-dahan pohon limau, bulu-bulu ayam kampung di pohon rambutan, di celah-celah tanaman kacang, pada bauan ikan belanak dan ubi kayu bakar, pada kocakan air sungai Telisai, pada jaring-jaring pukat ikan, pada siulan untuk gadis-gadis kampung, pada buku-buku yang dicuri dari pustaka sekolah, pada biji-biji koko yang manis, pada lagu-lagu rock 90an, pada gelanggang silat yang tidak cukup sifat, pada bangau-bangau, pada jentolak, pada kerbau-kerbau, pada buah papaya, pada ketawa aku ketika solat, pada semua yang kuusaha untuk mengenangnya semula, aku rasa kehilangan paling tuntas.
Pada saat-saat yang tertumpah nihil, sunyi dan sendirian, aku raup kesemuanya membenak dalam ingatan. Namun itu masih belum cukup untuk hati aku merasa tenang akan kehilangan.
Di antara kehilangan itu, adanya Joshua. Tersenyum dan sakit. Apa saja buku yang aku tulis, sebahagiannya untuk Joshua baca di antara dua dunia kami yang sekian lama terpisah.
Kau masih belum tinggalkan aku, Josh.
Published on
March 08, 2012 20:33
•
Tags:
buku, memori