,

Marijuana Philosopher Quotes

Quotes tagged as "marijuana-philosopher" Showing 1-9 of 9
Marijuana is fuel for a creative mind. Fuck this prohibition.
“Marijuana is fuel for a creative mind. Fuck this prohibition.”
A.K. Kuykendall

“Oleh akibat ketidak-berpihakan, ketidak-beruntungan, ketidak-terpilihan, ketidak-sesuaian, ketidak-terjawaban doa-doa, kegagalan, keterlepasan, isolasi dan kehilangan.

Perlahan kamu mulai menyadari sebuah fakta, bahwa kamu ternyata tidak spesial. Simply tidak ada yang spesial dari diri kamu. Biasa saja. Cuma satu dari milyaran organisme yang terserak di perairan purba yang tak berbatas. Biasa. Biasa. Biasa. Biasa. Biasa. Biasa. Dan biasa.

Seperti produk massal. Tissue toilet yang diganti setiap hari oleh petugas janitor. Lahir, mengkonsumsi, kerja, mengkonsumsi, berkembang biak, mengkonsumsi, kerja, mengkonsumsi lalu mati. Mati pun tidak pasti apakah tetap mati, ataukah kembali lagi ke bentuk awal, lahir. Begitu seterusnya. Berulang terus dan terus sampai entah kapan. Cuma serangkaian episode dari keberulangan setiap hari. Seperti sebuah roll film yang sama yang digunakan untuk merekam bermacam adegan yang berbeda setiap harinya.

Adegan pertama dihapus, lalu ditindih kembali untuk bertukar dengan adegan kedua. Adegan kedua berganti yang ketiga, dan begitu seterusnya. Sebuah keberulangan yang berbeda terus menerus, tetapi tetap pada hakikatnya adalah sebuah roll film yang sama. Dalam satu gulungan besar yang sama. Dalam satu format yang serupa. Sebuah kebeluman yang terus menerus.. Banal dan tanpa makna.. Lalu, apakah sesuatu yang selamanya “belum selesai” masih dapat dikatakan sebagai sesuatu yang spesial?

Spesial itu cuma akal-akalan pemasar. Kamu spesial kalau beli produk ini, kalau beli produk itu, kalau pakai parfum ini, kalau pakai kosmetik itu, kamu spesial itu kalau dalam sehari minimal ada satu kali transaksi digerai starbucks, kamu spesial itu kalau kamu pakai iphone 6 bahkan sebelum produknya keluar di pasar lokal, kamu spesial itu kalau kamu member fitness center, tentu kamu lebih spesial lagi kalau pakai personal trainer, kamu spesial kalau kamu fashionable, kalau kamu tech savvy, kalau kamu club hopper, kamu spesial itu kalau kamu kelihatan aktif berkeringat dalam trend lari kekinian yang hampir separuhnya berisi aktivitas narsis dan konsumsi bermacam produk running shoes, kamu spesial itu cuma kalau kamu pakai brand ini, pakai brand itu, kalau ini, kalau itu, kalau, kalau, kalau, kalau dan kalau..

Spesial itu cuma ada dalam quotes-quotes yang dikasih latar gambar pemandangan, kamu bisa comot-comot dari pinterest atau instagram lalu pasang sebagai profile picture di sosial media milikmu. Pun spesial bersemayam dalam kolase omong kosong yang dirangkum buku-buku swa-bantu atau dalam kutipan ayat dari kitab suci dalam status blackberry teman-teman kamu yang berusaha kelihatan religius, tapi jauh sekali dari makna religius dalam perilaku sehari-hari.

Jadi, dari pada ngga ada habisnya memikirkan jawaban dari pertanyaan mengapa kamu tidak spesial? Mungkin kamu harusnya berfikir, buat apa jadi spesial? Harus banget ya jadi spesial? Harus banget ya beda dengan yang lain? Apa perlu banget jadi beda? Emang kalau ngga ada satu pun dari kita yang spesial, kenapa? Kalau kita semua ternyata sama, memangnya kenapa? Kalau kita semua berebut jadi spesial, lalu siapa yang mau berada di posisi tidak spesial? kalau semua spesial, apakah masih spesial namanya?

Sudah, sekarang terima saja, bahwa ngga ada yang spesial dari diri kamu, dan seluruh kehidupan kamu yang begitu membosankan.. hidup ngga akan pernah repot-repot berusaha untuk menjaga perasaan kamu. Apalagi susah payah menempatkan kamu di posisi yang 'spesial'. Things happen because they need to happen.

Spesial itu cuma soal kamu memberi bentuk pada makna. Tentang bagaimana kamu ingin dimaknai, tentang bagaimana kamu ingin diperlakukan, tentang bagaimana (anehnya) kamu ingin menerima kembali perlakuan yang kamu inginkan justru dengan cara memberikan perlakuan itu kepada yang lain diluar diri kamu. Tentang omong kosong soal konsep memberi untuk merima lebih banyak..”
Ayudhia Virga

Daniel S. William Fletcher
“Cannabis, the sensation that had reignited in America and helped bring hemp’s recreational usage back to prominence in a quiet, steady British counter-culture, had helped dispel much of the prejudice, entitlement and arrogance that had eluded the careful eye of Simon’s mother, undermining her care during the once-restlessly energetic yet gentle soul’s dedicated mothering of the studious boy. It took root in his thoughts and expectations. Bravado and projection replaced genuine yet understated confidence; much of that which had been endearing in him ceased to be seen, to his mother’s despondency. A bachelor of the arts, the blissfully apathetic raconteur left university, having renounced his faith and openly claiming to feel no connection, either socially or intellectually with the student life and further study. Personal failures and parental despair combined to sober the-21yr old frustrated essayist and tentative poet. Cannabis, ironically sought following the conclusion of his stimulant-fuelled student years, had finally levelled him out, and provided the introspection needed to dispel the lesser demons of his nature. Reefer Madness, such insanity – freely distributed for the mass-consumer audience of the west! Curiosity pushed the wealthy young man’s interest in the plant to an isolated purchase, and thence to regular use. Wracked by introspection, the young man struggled through several months of instability and self-doubt before readjusting his focus to chase goals. Once humorous, Reefer Madness no longer amused him, and he dedicated an entire afternoon to writing an ultimately unpublished critique of the film, that descended into an impassioned defence of the plant. He began to watch with keen interest, as the critically-panned debacle of sheer slapstick silliness successfully struck terror into the hearts of a large section of non-marijuana smoking people in the west. The dichotomy of his own understanding and perception only increased the profound sense of gratitude Simon felt for the directional change in which his life was heading. It helped him escape from earlier attachments to the advantage of his upbringing, and destroyed the arrogance that, he realised with shock, had served to cloud years of his judgement. Thus, positive energy led to forward momentum; the mental readjustment silenced doubts, which in turn brought peace, and hope.”
Daniel S. Fletcher, Jackboot Britain

“There’s [an] ironic, almost tragic phenomenon, which is that seniors, who are one of the groups who can most benefit from use of cannabis, are the single group which remains most opposed to reforming cannabis laws. – Steven DeAngelo”
Steve DeAngelo

“There’s [an] ironic, almost tragic phenomenon, which is that seniors, who are one of the groups who can most benefit from use of cannabis, are the single group which remains most opposed to reforming cannabis laws.”
Steve DeAngelo

“...tentu tidak ada yang lebih membahagiakan daripada mengetahui bahwa suatu saat dalam hidupmu nanti, akan ada seseorang yang membaca dalam diam tulisan-tulisanmu sambil membakar selinting ganja.

Karena sungguh, mereka yang dikenang dalam hati.. Hidup selamanya.”
Ayudhia Virga

“皮肉だ… 熟年層は大麻の使用によって最も利益を得るグループの1つである。しかしながら、大麻の法律の改正にも最も反対しているグループでも有る。これは悲劇としか言いようのない現象といえる。

- スティーブ・デアンジェロ

There’s [an] ironic, almost tragic phenomenon, which is that seniors, who are one of the groups who can most benefit from use of cannabis, are the single group which remains most opposed to reforming cannabis laws.”
Steve DeAngelo, The Cannabis Manifesto: A New Paradigm for Wellness

Pranay Patil
“While ignoring her and lighting my blunt, I feel each puff closing like a fatal noose around my neck. It reeks of death.”
Pranay Patil, Burgundy Winters: in Europe