23 ratings (2.65 avg)
1 review

Rai Rahman

Add friend

Rai’s Bookshelves

to-read‎ (1)

currently-reading‎ (1)

read‎ (22)

Stats | More…

Rai is Currently Reading

Rai Rahman is currently reading

Nyanyian Akar Rumput: Kumpulan Lengkap Puisi

by Wiji Thukul

bookshelves: currently-reading

Reading for the 2nd time

read in April 2014

Rate this book

Clear rating

1 of 5 stars 2 of 5 stars 3 of 5 stars 4 of 5 stars 5 of 5 stars

Rai Rahman said: " Dilabeli “Kumpulan Lengkap Puisi Wiji Thukul”, buku ini memuat semua karya puisi yang pernah ditulis oleh Wiji Thukul. Sayangnya tidak disebutkan mana puisi yang berasal dari buku pertama, kedua dan ketiga dari karya-karya yang pernah diterbitkan Wij Dilabeli “Kumpulan Lengkap Puisi Wiji Thukul”, buku ini memuat semua karya puisi yang pernah ditulis oleh Wiji Thukul. Sayangnya tidak disebutkan mana puisi yang berasal dari buku pertama, kedua dan ketiga dari karya-karya yang pernah diterbitkan Wiji Thukul sebelumnya.

Hanya ada satu kata: Lawan! Jika Chairil Anwar terkenal dengan tagline sajaknya Aku ini binatang jalang, Wiji Thukul melekat dengan kutipan puisinya di atas yang diambil dari larik terakhir sajak berjudul Peringatan. Kutipan tersebut pun kemudian menjadi simbol perlawanan yang digunakan oleh banyak kalangan.

Di antaranya menjadi tekad perubahanbagi mahasiswa, buruh, petani, guru dan bahkan murid SMA. Dalam buku ini kemudian kita dapati beberapa puisi yang banyak menggelorakan semangat yang sama, selain berupaya mengungkap dengan lugas perihal kemiskinan dan bagaimana ia melawan kekuasaan politik dan pemodal.

Semasa hidupnya, Wji Thukul yang menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak ada kabarnya, telah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi. Di antaranya ada Puisi Pelo dan Darman dan Lain-lain (keduanya diterbitkan Taman Budaya Surakarta pada 1984), Mencari Tanah Lapang (Manus Amici, Belanda 1994) dan Aku Ingin Jadi Peluru (Indonesia Tera, 2000). Namun, di luar itu sebenarnya masih banyak lagi karya Wiji Thukul yang tersebar di berbagai selebaran, majalah, koran mahasiswa, jurnal buruh dan media lainnya.

Buku kumpulan lengkap puisi yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Maret 2014 ini menjadi salah satu buku yang berupaya mengumpulkan semua. Total ada 171 puisi yang dibagi dalam 7 bab. Yakni, bab Lingkungan Kita si Mulut Besar (1), Ketika Rakyat Pergi (2), Darman dan Lain-lain (3), Puisi Pelo (4), Baju Loak Sobek Pundaknya (5), Yang Tersisih (6) dan Para Jendral Marah-marah (7).

Judul buku, “Nyanyian Akar Rumput” diambil dari salah satu puisi yang diambil dari bab pertama, hal 25.

Berikut petikannya. jalan raya dilebarkan/kami terusir/mendirikan kampung/digusur/kami pindah-pindah/menempel di tembok-tembok /dicabut/terbuang/kami rumput/butuh tanah/dengar!/ayo gabung ke kami/biar jadi mimpi buruk presiden! /juli 88

Puisi ini merupakan salah satu sajak Wiji Thukul yang terkenal di antara yang lainnya, seperti Peringatan, Bunga dan Tembok, catatan, dan balada peluru. Dari catatan di bawah puisi-puisinya, diketahui kalau Wiji Thukul menulis aktif dari tahun 1986 hingga tahun 1991.

Menariknya di bab 4, ada beberapa puisi yang ditulis tahun 1996 dan 1997. Masa di mana Wiji Thukul dalam pelarian. Meski tidakmenyebutkan tempat, penulisan tanggal mengisayaratkan bahwa meski dalam pelariannya, Wiji Thukul masih tetap menulis dan menyuarakan kata-katanya. Salah satu puisi tersebut diberi judul “puisi menolak patuh” ditulis 17 januari 1997.

Berikut kutipannya: walau penguasa menyatakan keadaan darurat/dan memberlakukan jam malam/kegembiraanku tak akan berubah/seperti kupu- kupu/sayapnya tetap indah/meski air kali keruh/pertarungan para jenderal/ tak ada sangkut pautnya dengan kebahagiaanku/seperti cuaca yang kacau/hujan, angin kencang, serta terik panas/tidak akan mempersempit atau memperluas langit/lapar tetap lapar/tentara di jalan-jalan raya/pidato kenegaraan atau siaran pemerintah/tentang kenaikan pendapatan rakyat/tidak akan mengubah lapar/dan terbitnya kata-kata dalam diriku/tak bisa dicegah/bagaimana kau akan membungkamku?/penjara sekalipun/ tak bakal mampu/mendidikku jadi patuh/ Demikianlah puisi-puisi Wiji Thukul.

Munir, pejuang HAM Indonesia yang memberi kata pengantar untuk kumpulan puisi ini menyebutkan bahwa sebagai aktivis dan seniman rakyat, Wiji Thukul memang dengan tepat menggambarkan keterwakilan kelas sosialnya.

Pilihan untuk kemudian bergabung bersama petani, buruh, dan kaum miskin lainnya dalam semangat yang semakin menguat, bahwa segala bentuk kemiskinan itu bukanlah semata-mata hadiah darikekuasaan Tuhan, akan tetapi peluang dan kesempatan itu telah dilahap oleh kekuasaan politik dan modal. Tentunya kita menyambut positif kembali diterbikannya kumpulan lengkap puisi Wiji Thukul ini.

Namun, akan lebih baik lagi kalau sekiranya jika diterbitkan ulang memuat keterangan asal atau sumber puisi, serta ditambahkan lagi dengan sajak-sajak Wiji Thukul yang terbit dalam bahasa Jawa misalnya. Dalam terbitan khusus majalah Tempo edisi Wiji Thukul pada pertengahan tahun 2013 pernah diterbitkan pula kumpulan puisi Wiji Thukul dalam pelarian bertajuk Para Jendral Marah-marah. Di dalamnya terdapat pembagian tiga bab; yakni Puisi Pelarian (1), Puisi Jawa (2) dan Puisi Lepas (3). Jika puisi-puisi ini juga kemudian hadir dalam kumpulan lengkap puisi Wiji Thukul tentunya akan sangat menggembirakan. * (rai rahman indra) ...more "

May 05, 2014 11:27PM · see review