Status Updates From Cinta Tak Pernah Mati

ada saat-saat ketika membelanjakan sedikit uang bisa dimaklumi

Suka cerpennya Ryunosuke Akutagawa, Honoré de Balzac, sama Anton Chekov.

Zola punya imajinasi yang terlalu tinggi hingga saya tidak bisa merasakan apa-apa dalam karnyanya kecuali perempuan yang menyukai sepatu bot dan mata uang franc.

Zola punya imajinasi yang terlalu tinggi hingga saya tidak bisa merasakan apa-apa dalam karnyanya kecuali perempuan yang menyukai sepatu bot dan mata uang franc.

Dan sumoah, cerpen dari Mark Twain ini lucu sekali :D

Saya mengumpat setelah membaca kalimat terakhir: sekali lagi kukatakan, Scoresby itu benar-benar tolol.
Saya merasakan seperti Twain benar-benar berkata seperti itu pada seseorang, mungkin kamu. Hahahaha.

"Hidup seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah."

Statement uzur terkemuka itu menjadi benang merah dari cerpen karya Tolstoy kali ini, sarat religius juga memaksa saya merenungkan tentang arti kebahagiaan yang lagi-lagi semuanya bersumber dari dalam diri kita sendiri.

Kesetiaan karya Rabindranath Tagore.

Buah tangan cerpenis Asia yang pertama kali meraih nobel sastra, yakni pada 1913 cukup membuat saya mengubah pandangan tentang cerpen-cerpen Asia tidak sebaik cerpen Eropa atau Amerika.

Cerpen bertajuk Perkawinan karya August Strindberg ini untuk direnungkan. Padahal, ceritanya sangat biasa dan saya bukanlah orang yang ahli mengambil amanat dari setiap cerita yang saya baca.

Yang pasti, saya merasa cerpen ini adalah cerpen jujur yang mewakilkan diri si penulis tentang betapa banyaknya perkawinan yang berakhir tidak bahagia. :(

Sampe juga saya ke salah satu cerpenis yang paling saya kagumi: Edgar Allan Poe.

Mengangkat tema 'yang tidak mungkin' dan mengolahnya sedemikian rupa memang menjadi salah satu gaya Poe. Saya kagum. Dan mungkin akan terus begitu. Kata-katanya menyakitkan euy. Bahkan terlalu jelas untuk menulis 'kapak itu menancap di kepala istriku'.


Bener-bener jelas. Hahahaha. :D

Guy De Maupassant menulis tentang filsuf dari JERMAN, Schonpeauer (eh bener gak sih nulisnya?)

Gak ada yang spesial, yaudah, ya gitu aja. -__-"

Somerset Maugham.

Sebenernya saya heran, apakah cerpenis dunia selalu menggunakan gaya penceritaan dan twist sebagai sumber kekuatan ceritanya? :))

RUDYARD KIPLING.
HANTU MANTAN KEKASIH.

SIALANZZZ SEKALI. :)

Cerpen dari James Joyce ini punya konflik yang cerdas.

Sayang, antiklimaks banget. :((

Baiklah, cerpen dari O. Henry ini berhasil menggeser cerpen dari Ryonusuke Akutagawa dalam daftar cerpen terbaik (menurut saya) dalam buku ini.

Yang saya tak habis pikir, adalah kepiawaian memperkenalkan tokoh yang memberikan efek kejutan menarik di akhir, yang semula saya anggap tokoh itu hanya pembantu yang tidak bisa memasak atau mencuci.

Akhirnya sampai ke cerpen maestro cerpen juga peraih nobel, Galsworthy.

Satu kata: mencekam! Bahahahahahahaha :)

Cerpen karya Dostoevsky!

Saya gak ngerti gimana sastrawan asal Rusia ini bisa terus mempertahankan aura menarik dari cerpennya. Juga tentang pesan moral tentang kejujuran dan keberartian dalam hidup.

Dostoevsky ini, saya rasa tahu cara mengajar orang meski tanpa pendidikan guru.

:)

Cerpen karya penulis Rusia, Anton Chekhov ini benar-benar menohok umat manusia untuk saing menghargai satu sama lain, tidak pandang bulu apa pekerjaan mereka, pangkat mereka, atay status sosial mereka. Semua sama dalam menjalani hidup: punya hak dan kewajiban :)

Membaca cerpen karya Bjornson, peraih nobel sastra tahun 1903 sangatlah membuat otak saya lelah.

Maksud saya, bukan karena lelah membaca kata-kata-khas-penulis-sastra. Tapi karena lelah mencari maksud dari cerpennya.

Saya akui, Bjornson membuat kita berpikir tentang betapa sayangnya seorang ayah pada anaknya. Hingga rela seluruh hartanya ia korbankan atas nama anaknya, meski sang ayah belum tentu baik. :))

Cerpen Cinta Tak Mati karya Honore de Balzac ini emang top markotop deh.

Awalnya saya kagum kenapa tulisannya bisa sangat-sangat-sangat detail dan runut sekali.

Setelah saya baca biografinya baru sadar, beliau adalah orang perfeksionis yang akdang duduk tiga hari di depan mesin ketik hanya untuk mengedit satu naskah.

Saya geleng-geleng kepala.

Baru saja menyelesaikan cerpen karya penulis Jepang terkemuka, Ryosuke Akutagawa berjudul Suatu Hari di Surga.

Saya sengaja menghentikannya, entah kenapa cerpen pertama ini benar-benar mengepruk kepala saya: Tentang Sang Buddha yang melihat pendosa bernama Kandata-di neraka- dari tepi kolam surga.

Oh sungguh, sial, saya benar-benar ingin menangis sekarang.